2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan salah satu instrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Daerah (PAD), khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

APBD KABUPATEN GARUT TAHUN ANGGARAN ) Target dan Realisasi Pendapatan

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

BAB II KAJIAN PUSTAKA. kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi. mendasari otonomi daerah adalah sebagai berikut:

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Anggaran menurut Yuwono (2005:27) adalah rencana terinci yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Mamesah dalam Halim (2007), keuangan daerah daoat diartikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Arsyad (1999) dalam Setiyawati (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada bab ini akan dibahas lebih mendalam mengenai teori-teori dan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Halim (2004 : 67) : Pendapatan Asli Daerah merupakan semua

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

1. Target dan Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tahun Anggaran Anggaran Setelah

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

II. TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan menggali sumber-sumber daya yang ada di setiap daerah untuk

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Dalam landasan teori, akan dibahas lebih jauh mengenai Pertumbuhan

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

PENDAPATAN PER-SKPD SEBELUM DAN SESUDAH P-APBD TA 2016

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III KEBIJAKAN UMUM DAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

LANDASAN TEORI Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 21 tahun 2011 tentang

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN (REVISI) GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

A. Struktur APBD Kota Surakarta APBD Kota Surakarta Tahun

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

3. Bagi peneliti selanjutnya, hasil peneletian ini diharapkan bisa menjadi. sumber referensi dalam melakukan peneletian lainnya yang sejenis.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pusat menerbitkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang direvisi menjadi

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keuangan Daerah dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 250/PMK.07/2014 TENTANG PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. "dengan pemerintahan sendiri" sedangkan "daerah" adalah suatu "wilayah"

KODE REKENING PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah merupakan peluang dan sekaligus juga sebagai tantangan.

BAB III GAMBARAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH SERTA KERANGKA PENDANAAN

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( APBD 2015 )

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berkaitan dengan variabel yang digunakan. Selain itu akan dikemukakan hasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep, Konstruk, Variabel Penelitian 2.1.1 Klasifikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Klasifikasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Derah (APBD) yang terbaru adalah berdasarkan Peraturan Mentri Dalam Negri No.13 Tahun 2006 tentang pedoman pengolahan keuangan daerah. Adapun bentuk dan susunan APBD didasarkan pada Peraturan Mentri Dalam Negri (PEMENDAGRI) No.13 Tahun 2006 pasal 22 ayat 1 terdiri dari 3 bagian yaitu, pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Pendapatan daerah sebagai mana dimaksud Permendagri No.13 Tahun 2006 dalam pasal 22 ayat 1 dikelompokan atas pendapatan asli daerah, dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah. Belanja menurut kelompok belanja terdiri dari belanja tidak langsung dan belanja langsung. Pembiayaan daerah terdiri dari penerimaan pembiayaan dan pengeluaran pembiyayaan. 2.1.2 Dana Perimbangan Pemerintah pusat memiliki kewajiban untuk membiayai pemerintah daerah yang ada di Indonesia, pembiayaan tersebut berupa dana perimbangan yang bersumber dari Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN). Terdapat tiga kompenen dalam dana perimbangan, yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana perimbangan menurut Undang-undang No.23 Tahun 2014 menyatakan bahwa : Dana perimbangan adalah dana yang bersumber dari APBD yang dialokasikasikan kepada daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. 7

8 dari: Dana perimbangan menurut PERMENDAGRI No.37 Tahun 2014 terdiri 1. Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil berasal dari Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Atas Hak Tanah dan Bangunan (BPHTB), Pajak Penghasilan (PPh) perorangan dan penerimaan dari sumber daya alam yakni, minyak bumi, gas bumi, pertambangan umum, kehutanan dan perikanan. Penetapan besarnya dana bagihasil pajak dan non pajak didasarkan atas persentase dengan tarif dan basis pajaknya. 2. Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum dialokasikan sesuai Peraturan Presiden tentang Dana Alokasi Umum Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota. Dana alokasi umum bersifat blok grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. 3. Dana Alokasi Khusus (DAK) DAK identik dengan special grant yang ditentukan berdasarkan pendekatan kebutuhan yang sifatnya insidental dan mempunyai sifat secara khusus, namun prosesnya tetap dari bawah (bottom-up). 2.1.3 Dana Alokasi Umum Salah satu dana perimbangan dari pemerintah adalah Dana Alokasi Umum (DAU) yang pengalokasiannya untuk pemerataan dan keadilannya yang selaras dengan penyelenggaraan urusan pemerintah, menurut Undang-undang nomer 33 tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan daerah, Dana alokasi Umum (DAU) adalah : Dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan dengan tujuan pemerantaan keuangan antar-daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi.

9 Sedangkan menurut saragih (2003: 104) berpendapat bahwa: DAU merupakan sumber pendapatan penting guna mendukung operasional pemerintah sehari-hari serta sebagai sumber pembiayaan pembangunan. Tujuan utama DAU disamping untuk mendukung sumber penerimaan daerah juga sebagai pemerataan (equalization) kemampuan keuangan pemerintah daerah. Dari pengertian undang-undang dan para ahli di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa DAU adalah dana transfer yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan sarana untuk pemerataan kemampuan keuangan yang dimaksud untuk mengurangi ketimpangan kemampuan keuangan antar daerah melalui penerapan yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Dana Alokasi Umum bersifat blok grant yang berarti penggunaannya diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana Alokasi Umum dialokasikan untuk provinsi, kabupaten dan kota. Alokasi DAU antara daerah provinsi dan daerah kota/kabupaten sekurangkurangnya 26% dari pendapatan dalam negri yang ditetapkan APBN. Hal ini tercantum dalam PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan. Penentuan DAU dari setiap daerah akan sangat bergantung dari celah fiskal dan alokasi dasar. Celah fiskal merupakan selisih antar kebutuhan fiscal dan kapasitas fiscal daerah tersebut, kebutuhan fiskal diukur secara berturut-turut dari jumlah penduduk, luas wilayah, indeks kemahalan kontruksi, produk domestik regional bruto perkapita dan indeks pembangunan manusia. Sedangkan kapasitas fiskal merupakan sumber pendanaan yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Bagi Hasil. Faktor lain penentu besaran DAU adalah alokasi dasar yang dihitung berdasarkan Gaji Pegawai Negri Sipil Daerah.

10 2.1.3.1 Dasar Hukum Dana Alokasi Umum (DAU) DAU bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah, dengan tujuan untuk mengatasi ketimpangan kemampuan antar daerah malalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah. Adapun dasar hukum yang mengatur DAU yaitu: 1. Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah 2. PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan 2.1.3.2 Perhitungan Dana Alokasi Umum Undang-undang No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah menyatakan bahwa kebutuhan Dana Alokasi Umum (DAU) oleh suatu daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) ditentukan dengan menggunakan pendekatan Fiscal Gap, dimana kebutuhan Dana Alokasi Umum suatu daerah ditentukan atas kebutuhan daerah dengan potensi daerah. Dana Alokasi Umum (DAU) digunakan untuk menutup celah yang terjadi karena kebutuhan daerah melebihi dari potensi penerimaan daerah yang ada. Adapun cara menghitung Dana alokasi umum yang telah diatur dalam UU No.33 Tahun 2004 sebagai berikut: DAU = Alokasi Dasar (AD) + Celah Fiskal (CF) Dimana : AD = Gaji Pegawai Negri Sipil, CF = Berdasarkan selisih antara Kebutuhan Fiskal (KbF) dengan Kapasitas FIskal (KpF). Atau secara formula dituliskan sebagai berikut : CF = KbF KpF Dimana : CF = Celah Fiskal KbF = Kebutuhan Fiskal

11 KpF = Kapasitas Fiskal Adapun Cara Menghitung Kebutuhan Fiskal KbF = TPR (IP+IW+IPM+IKK) + IPDRB per kapita KbF = Kebutuhan Fiskal TPR = Total Pengeluaran Rata-rata IP = Indeks jumlah Penduduk IW = Indeks luas Wilayah IPM = Indeks Pembangunan Manusia IKK = Indeks Kemahalan Kontruksi IPDRB = Indeks PDRB perkapita Adapun Cara Menghitung Kapasitas Fiskal KpF = PAD + (PBB+BPHTB+PPh+SDA) Dimana : PAD = Pendapatan Asli Daerah PBB = Pajak Bumi dan Bangunan BPHTB = Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan PPh = Pajak Penghasilan SDA = Sumber Daya Alam Adapun ketentuan untuk dana alokasi Umum o DAU seluruh Provinsi = 10% x (26% x pendapatan dalam negri) o DAU seluruh Kota/kabupaten = 90% x (26% x pendapatn dalam negri) o Jika Celah Fiskal > 0, maka : DAU = Alokasi Dasar + Celah Fiskal o Jika Celah Fiskal = 0, maka : DAU = Alokasi Dasar o Jika Celah Fiskal < 0, dan nilainya lebih kecil dari pada Alokasi Dasar, maka : DAU = Alokasi Dasar

12 o Jika Celah Fiskal < 0, dan nilainya sama dan lebih besar dari Alokasi Dasar, Maka : DAU = 0 2.1.4 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Yang dimaksud dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang telah dijelaskan melalui Undang-Undang No.33 Tahun 2004 Pasal 1 adalah hak pemerintah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan. Sesuai dengan Undang-Undang tersebut tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah pasal 6 bahwa sumber PAD adalah sebagai berikut : a. Pendapatan Asli Daerah Sendiri yang Sah Terdiri dari: 1. Hasil Pajak Daerah 2. Hasil Retribusi Daerah 3. Hasil Perusahaan Milik Daerah dan pengelolaan kekayaan daerah lain yang dipisahkan 4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah b. Pedapatan yang berasal dari pemerintah 1. Sumbangan dari pemerintah 2. Sumbangan lain yang diatur dengan peraturan perundangan 3. Pendapatan lain yang sah Menurut Halim (2007:96) Pendapatan Asli Daerah adalah : Penerimaan yang diperoleh daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Yang bersumber dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Sedangkan menurut Mardiasmo (2002: 132) adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah penerimaan yang diperoleh dari sektor pajak daerah, retribusi daerah, hasil perusahaan milik

13 daerah, hasil pengelolaan kekayaan yang dipisahkan dan lain-laian pendapatan asli daerah yang sah. Dari beberapa pengertian menurut para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa, pendapatan asli daerah yaitu penerimaan daerah yang diperoleh deri hasil pengolahan kekayaan yang dimiliki oleh daerah, pengolaan kekayaan daerah tersebut berupa pajak daerah, hasil perusahaan milik daerah dan retribusi daerah. Dengan pengolahan PAD yang baik maka diharapkan dapat membantu membiayai pengeluaran daerah tersebut. 2.1.4.1 Pajak Daerah Berdasarakan Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang No.34 Tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang menjelaskan bahwa pajak daerah adalah: Pajak daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib kepada daerah yang tertuang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Jenis pajak daerah menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah: o Pajak Provinsi terdiri dari : o a. Pajak Kendaraan Bermotor; b. Bea Balik Nama Kendaraan bermorot; c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor; d. Pajak Air permukaan; dan e. Pajak Rokok. Jenis Pajak Kabupaten/Kota a. Pajak Hotel; b. Pajak Restoran; c. Pajak Hiburan; d. Pajak Reklame; e. Pajak Penerangan Jalan;

14 f. Pajak Mineral bukan Logam dan Batuan; g. Pajak Parkir; h. Pajak Air Tanah; i. Pajak Sarang Burung Walet; j. Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan; dan k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Table 2.2 Jenis pajak daerah menurut undang-undang No.28 tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah No Pajak Kabupaten/Kota Tarif Maksimum (%) 1 Pajak Hotel 10 2 Pajak Restora 10 3 Pajak Hiburan 75 4 Pajak Reklame 25 5 Pajak Penerangan Jalan 10 6 Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan 20 C 7 Pajak Parkir 30 8 Pajak Air dan Tanah 20 9 Pajak Sarang Burung Walet 10 10 BPHTP 5 2.1.4.2 Retribusi Daerah Sumber pendapatan daerah yang lainnya adalah retribusi daerah yang memiliki perbedaan dengan pajak, yaitu mengenai timbal balik yang diberikan pemerintah dimana pada pajak masyarakat tidak secara langsung merasakan pelayan atas timbal balik dari apa yang di bayarkan. Sedangkan pada retribusi

15 daerah masyarakat dapat secara langsung merasakan pelayan dari pemerintah daerah. Menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, yang dimaksud retribusi daerah adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa tau pemberian izin tertentu yang khusus di sediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Menurut Saragih (2003: 65) retribusi daerah adalah: Pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang husus disediakan dan atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan oranng pribadi atau badan. Jenis-jenis retribusi daerah menurut Undang-Undang No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah adalah sebagai berikut : 1. Retribusi Jasa Umum Objek : pelayanan yang disediakan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan pemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan Prinsif penentuan tarif : besarnya biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat dan aspek keadilan Jenis-jenis: a. Retribusi Pelayana Kesehatan b. Retribusi Pelayanan Sampah c. Retribusi Pergantiaan Biaya Cetak Kartu Tanda Penduduk dan Akta Catatan Sipil d. Retribusi Pelayanan Pemakaman dan Penggabungan Mayat e. Retribusi Pelayanan Parkir di Tepi Jalan Umum f. Retribusi Pelayanan Pasar g. Retribusi Pengujian Kendaraan Bermotor h. Retribusi Pemeriksaan Alat Pemadam Kebakaran i. Retribusi Penggantian Biaya Cerak Peta j. Retribusi Penyediaan dan/atau Penyedotan Kaskus

16 k. Retribusi Pengolahan Limbah Cair l. Retribusi Pelayanan Tera/Tera Ulang m. Retribusi Pelayan Pendidikan n. Retribusi Pengendalian Pelayanan Menara Telekomunikasi 2. Retribusi Jasa Usaha Objek : pelayanan yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karna pada dasarnya ditunjukan untuk pihak swasta Prinsip Penentuan Tarif : Tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak Jenis-jenis : a. Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah b. Retribusi Pasar Glosir dan/atau Pertokoan c. Retribusi Tempat Pelelangan d. Retribusi Terminal e. Retribusi Tempat Parkir Khusus f. Rertribusi Tempat Penginapan/Pesanggrahan/Villa g. Retribusi Rumah Potong Hewan h. Retribusi Pelayanan Pelabuhan i. Retribusi Tempat Rekreasi dan Olahraga j. Retribusi Penyebrangan di Air k. Retribusi Penjualan Produksi Usaha Daerah 3. Retribusi Perizinan Tertentu Objek : pelayan perizinan tertentu kepada orang pribadi atau badan yang dimaksud untuk pengaturan dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan Prinsip penentuan tarif : Dapat menutup semua biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan Jenis-jenis a. Retribusi izin mendirikan bangunan

17 b. Retribusi izin tempat penjulan minuman beralkohol c. Retribusi izin gangguan d. Retribusi izin trayek e. Retribusi izin usaha perikanan 2.1.4.3 Hasil Perusahaan Milik Daerah dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan Menurut Halim (2004:86), Hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan milik daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari hasil perusahaan milik daerah dan pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Menurut Halim (2004:68), jenis pendapatann ini meliputi objek pendapatan berikut : 1) bagian laba perusahaan milik daerah, 2) bagian laba lembaga keuangan Bank 3) bagian laba keuangan non Bank, 4) bagian laba atas penyertaan modal/ investasi. 2.1.4.4 Lain-Lain PAD yang Sah Jenis lain-lain pendapatan asli daerah yang sah disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah, dan hasil pengelolaan kekayaan dearah yang dipisahkan dirinci menurut obyek pendapatan yang antara lain: Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan secara tunai atau angsuran/cicilan; Jasa giro; Pendapatan bunga; Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah; Penerimaan komisi, potongan atau bentuk lain sebagai akibat dari penjualan dan/atau pengadaan barang dan/ atau jasa oleh daerah; Penerimaan keuntungan dari selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan;

18 Pendapatan denda pajak; Pendapatan denda retribusi; Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan; Pendapatan dari pengembalian; Fasilitas sosial dan fasilitas umum; Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; Pendapatan dari Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). 2.1.5 Belanja Modal Belanja modal merupakan belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan. Pengeluaran pemerintah yang bersifat menambah aset tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu periode.menurut PP No.71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan: Belanja Modal adalah pengeluaran anggaran untuk peroleh asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu atau dua periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung, atau bangunan, peralatan dan asset tak berwujud. Sedangkan menurut Abdul Halim (2007:101) : belanja modal merupakan pengeluaran anggaran untuk perolehan aset tetap dan aset lainnya yang memberikan manfaat lebih dari satu periode akuntansi. Belanja modal dimaksudkan untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Menurut Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Anggaran, belanja modal merupakan pengeluaran anggaran yang digunakan dalam rangka memperoleh atau menambah asset tetap dan asset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu periode akuntansi serta melebihi batasan minimal kapitalisasi aset tetap atau aset lainnya yang ditetapkan pemerintah. Belanja modal dapat dikategorikan dalam 5 (lima) kategori utama.

19 1. Belanja Modal Tanah Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan, pengurungan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat, dan pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah dan sampai tanah dimaksud dalam kondisi siap pakai. 2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan / penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan dan sampai perlatan dan mesin dimaksud dalam kondisi siap pakai. 3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian, dan termasuk untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan dimaksud dalam kondisi siap pakai 4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Belnja modal jalan, irigasi dan jaringan adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatkan pembangunan/pembuatan serta perawatan, dan termasuk pengeluaran untuk perencaan, pengawasan dan pengelolaan jalan, irigasi dan jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan, irigasi dan jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai. 5. Belanja Modal Fisik Lainnya Belanja modal fisik lainnya adalah pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian pembangunan/ pembuatan serta perawatan fisik lainnya yang tidak dikategorikan kedalam kriteria belanja modal tanah, peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, jalan

20 irigasi dan jaringan, termasuk dalam belanja ini adalah belanja modal kontrak sewa beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Table 2.3 Komponen belanja modal No Jenis Komponen 1 Belanja Modal Tanah 1. Belanja Modal Pembebasan Tanah 2. Belanja Modal Pembayaran Honor Tim Tanah 3. Belanja Modal Pembuatan Sertifikat Tanah 4. Belanja Modal Pengurangan dan Pematangan Tanah 5. Belanja Modal Biaya Pengukuran Tanah 6. Belanja Modal Perjalanan Pengadaan Tanah 2 Belanja Modal Gedung Dan Bangunan 1. Belanja Modal Bahan Baku Gedung dan Bangunan 2. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Gedung dan Bangunan 3. Belanja Modal Sewa Peralatan Gedung dan Bangunan 4. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Gedung 5. Belanja Modal Perizininan Gedung dan Bangunan 6. Belanja Modal Pengosongan dan

21 3 Belanja modal peralatan dan mesin 4 Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan Pembongkaran Bangunan Lama Gedung dan Bangunan 7. Belanja Modal Honor Perjalanan Gedung dan Bangunan 1. Belanja Modal Bahan Baku Peralatan dan Mesin 2. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelolaan Teknis Peralatan dan Mesin 3. Belanja Modal Sewa Peralatan dan Mesin 4. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Peralatan Dan Mesin 5. Belanja Modal Perizinan Peralatan dan Mesin 6. Belanja Modal Pemasangan Peralatan dan Mesin 7. Belanja Modal Perjalanan Peralatan dan Mesin 1. Belanja Modal Bahan Baku Jalan dan Jembatan 2. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Poengelola Teknis Jalan dan Jembatan 3. Belanja Modal Sewa Peralatan Jalan dan Jembatan 4. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Jalan dan Jembatan 5. Belanja Modal Perijinan Jalan dan Jem Batan 6. Belanja Modal Pengosongan dan

22 Pembongkaran Bangunan Lama, Jalan dan Jembatan 7. Belanja Modal Perjalanan Jalan dan Jembatan 8. Belanja Modal Bahan Baku Irigasi dan Jaringan 9. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Honor Pengelola Teknis Irigasi dan Jaringan 10. Belanja Modal Sewa Peralatan Irigasi dan Jaringan 11. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Irigasi dan Jaringan 12. Belanja Modal Perizinan Irigasi dan Jaringan 13. Belanja Modal Pengosongan dan Pembongkaran Bangunan Lama, Irigasi dan Jaringan 14. Belanja Modal Perjalanan Irigasi dan Jaringan 5 Belanja Modal dan Fisik Lainnya 1. Belanja Modal Bahan Baku Fisik dan Lainnya 2. Belanja Modal Upah Tenaga Kerja dan Pengelola Teknis Fisik Lainnya 3. Belanja Modal Sewa Peralatan Fisik Lainnya 4. Belanja Modal Perencanaan dan Pengawasan Fisik Lainnya 5. Belanja Modal Perizinan Fisik dan

23 Lainnya 6. Belanja Modal Jasa Konsultan Fisik dan Lainnya 2.1.5.1 Belanja Gedung dan Bangunan Belanja modal yang digunakan dalam penelitian ini adalah hanya belanja modal gedung dan bangunan. Dimana pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembentukan modal yang sifatnya menambah aset tetap/investasi yang memberikan manfaat lebih dari satu periode. Yang dimana menurut Peraturan Pemerintah PU No 24/PRT/M/2008 tentang pedoman pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung: Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau didalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus. Sedangkan menurut Peraturan Pemerintah PU No 45/PRT/M/2007 tentang pedoman teknis pembangunan gedung Negara, bangunan gedung negera adalah: bangunan gedung untuk keperluan dinas yang menjadi atau akan menjadi kekayaan milik Negara seperti: gedung kantor, gedung sekolah, gedung rumah sakit, gudang, dan rumah Negara, dan diadakan bersumber dari pembiayaan yang berasal dari APBD dan/atau perolehan lain yang sah. Dari pengertian peraturan pemerintah di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa, belaja gedung dan bangunan adalah belanja pemerintah dalam bentuk perbaikan sampai penambahan gedung dan bangunan guna keperluan Negara ataupun daerah, yang memiliki masa manfaat lebih dari satu periode. Bangunan gedung Negara dapat diklasiifikasikan seperti: gedung kantor, gedung sekolah,

24 gedung rumah sakit, gudang, dan rumah Negara, dan diadakan bersumber dari pembiayaan yang berasal dari APBD dan/atau perolehan lain yang sah. 2.1.5.2 Klasifikasi Bangunan Gedung Negara 1. Bangunan Sederhana Klasifikasi bangunan sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter sederhana serta memiliki kompleksitas dan teknologi sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Sederhana, antara lain: a) gedung kantor yang sudah ada disain prototipenya, atau bangunan gedung kantor dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai dengan luas sampai dengan 500 m2; b) bangunan rumah dinas tipe C, D, dan E yang tidak bertingkat; c) gedung pelayanan kesehatan: puskesmas; d) gedung pendidikan tingkat dasar dan/atau lanjutan dengan jumlah lantai s.d. 2 lantai. 2. Bangunan tidak sederhana Klasifikasi bangunan tidak sederhana adalah bangunan gedung negara dengan karakter tidak sederhana serta memiliki kompleksitas dan/atau teknologi tidak sederhana. Masa penjaminan kegagalan bangunannya adalah selama paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Tidak Sederhana, antara lain: a) gedung kantor yang belum ada disain prototipenya, atau gedung kantor dengan luas di atas dari 500 m2, atau gedung kantor bertingkat lebih dari 2 lantai; b) bangunan rumah dinas tipe A dan B; atau rumah dinas C, D, dan E yang bertingkat lebih dari 2 lantai, rumah negara yang berbentuk rumah susun;

25 c) gedung Rumah Sakit Klas A, B, C, dan D; d) gedung pendidikan tinggi universitas/akademi; atau gedung pendidikan dasar/lanjutan bertingkat lebih dari 2 lantai. 3. Bangunan Khusus Klasifikasi bangunan khusus adalah bangunan gedung negara yang memiliki penggunaan dan persyaratan khusus, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya memerlukan penyelesaian/teknologi khusus. Masa penjaminan kegagalan bangunannya paling singkat 10 (sepuluh) tahun. Yang termasuk klasifikasi Bangunan Khusus, antara lain: a) Istana negara dan rumah jabatan presiden dan wakil presiden; b) wisma negara; c) gedung instalasi nuklir; d) gedung instalasi pertahanan, bangunan POLRI dengan penggunaan dan persyaratan khusus; e) gedung laboratorium; f) gedung terminal udara/laut/darat; g) stasiun kereta api; h) stadion olah raga; i) rumah tahanan; j) gudang benda berbahaya; k) gedung bersifat monumental; dan l) gedung perwakilan negara R.I. di luar negri 2.1.5.3 Pemeliharaan Bangunan Dalam proses pemeliharaan bangunan, terdapat tiga kategori yaitu : 1. Rehabilitasi, yaitu memperbaiki bangunan yang telah rusak sebagian dengan maksud menggunakan sesuai dengan fungsi tertentu yang tetap, baik arsitektur maupun struktur bangunan gedung tetap dipertahankan seperti semula, sedang utilitas dapat berubah.

26 2. Renovasi, yaitu memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan sesuai fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah, baik arsitektur, struktur maupun utilitas bangunannya 3. Restorasi, yaitu memperbaiki bangunan yang telah rusak berat sebagian dengan maksud menggunakan untuk fungsi tertentu yang dapat tetap atau berubah dengan tetap mempertahankan arsitektur bangunannya sedangkan struktur dan utilitas bangunannya dapat berubah. 2.2 Kerangka Pemikiran 2.2.1 Hubungan Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Modal Dana alokasi umum adalah sejumlah dana yang dialokasikan kepada setiap daerah otonom (Provinsi/Kota/Kabupaten) di Indonesia setiap tahunnya sebagai dana pembangunan, yang bertujuan untuk pemerataan kuangan antar daerah untuk membiayai kebutuhan pengeluaran dalam rangka desentralisasi. Menurut Mawarni, Darwanis dan Abdullah (2013:82) berpendapat bahwa : Dana alokasi umum adalah salah satu komponen didalam dana perimbangan di Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara yang pengalokasiannya didasarkan atas Formula daerah akan sarana dan prasaran, baik untuk kelancaran pelaksanaan tugas pemerintah maupun untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik. Menurut Arwati dan Hadiati (2013:500) menyatakan bahwa DAU adalah dana transfer dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi, pemerintah daerah dapat menggunakan dana ini untuk melaksanakan fungsi layanan dasar umum. Dengan demikian pemerintah daerah harus menjungjung tinggi pelayanan publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pada derah tersebut. Dari paparan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa setiap DAU yang diterima pemerintah daerah akan didistribusikan melalui program, kebijakan maupun pembanguan infrastruktur daerah yang menunjang kesejahteraan masyarakat. Belanja modal merupakan pembangunan infrastruktur

27 yang diharapkan dapat menciptakan iklim investasi dan iklim perekonomian yang baik, dengan hal tersebut maka roda perekonomian yang ada akan semakin berjalan dengan baik, hal ini berimbas pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. 2.2.2 Hubungan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja modal PAD merupakan sumber pembiayaan paling penting dalam mendukung kemampuan daerah menyelenggarakan otonomi daerah, dimana PAD merupakan sumber pendapatan daerah yang berasal dari kegiatan ekonomi daerah itu sendiri. Menurut Arwati dan Hadiati (2013:500) menyatakan bahwa peningkatan PAD diharapkan mampu memberikan efek yang signifikan terhadap pengalokasian anggaran belanja modal oleh pemerintah, peningkatan investasi modal (belanja modal) diharapkan mampu meningkatkan kualitas layanan publik yang semakin baik. Hubungan yang timbul antara PAD dan belanja modal terjadi adanya interaksi ekonomi yang terjadi antara masyarakat daerah dan pemerintah daerah. Interaksi ekonomi yang dimaksud adalah adanya sejumlah iuran baik berupa pajak, retribusi dan lain-lain oleh penduduk daerah kepada pemerintah, dari adanya penyerahan iuran tersebut maka tugas pemerintah daerah adalah memberikan pelayanan publik yang baik kepada masyarakat sebagai timbal balik baik secara langsung maupun tidak langsung. Menurut setyowati dan suparwati (2012:122) berpendapat bahwa PAD setidaknya dapat digunakan untuk pembanguan jalan raya yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor dan pajak bahan bakar, disamping itu pembangunan fasilitas kesehatan dapat bersumber dari retribusi pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pemerintah daerah. Dengan demikian PAD menunjang untuk tercapainya kesajahteraan masyarakat dari hasil pembangunan fasilitas publik yang dilakukan oleh pemerintah daerah.

28 2.2.3 Hubungan Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal Belanja modal sebagaimana di masud dalam PP No.71 Tahun 2010 yaitu pengeluaran anggaran untuk peroleh aset tetap dan aset lainnya yang memberi manfaat lebih dari satu atau dua periode akuntansi. Belanja modal meliputi antara lain belanja modal untuk perolehan tanah, gedung, atau bangunan, peralatan dan asset tak berwujud. Sedangkan menurut Dewi dan Suyanto (2014:86) belanja modal yaitu untuk mendapatkan aset tetap pemerintah daerah yaitu peralatan, bangunan, infrastruktur dan harta tetap lainnya. Menurut Dewi dan Suyanto (2014:86) Aset tetep yang dimiliki sebagai akibat adanya belanja modal merupakan persyaratan utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah, untuk menambah aset terap pemerintah daerah mengalokasikan dana dalam bentuk anggaran belanja modal dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD). Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah daerah secara efektif dan efisien untuk pembangunan daerah. Hubungan Dana Alokasi Umum dan pengalokasian belanja modal sama dengan hubungan Pendapatan Asli Daerah dengan belanja Modal tetapi sumber pendanaannya berbeda. Dimana Dana Alokasi Umum bersumber dari perintah pusat berupa transfer untuk Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, sementara Pendapatan Asli daerah murni berasal pungutan masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh hubungan antara variable terikat yaitu Belanja Modal dan variable bebas yaitu Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli daerah. Kerangka pemikiran yang digunakan untuk merumuskan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

29 Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Dana Alokasi Umum (DAU) X 1 Belanja Modal (Y) Pendapatan Asli Daerah (PAD) X2 2.3 Hipotesis Penelitian Menurut Sekaran (2007:135), hipotesis dapat didefinisikan sebagaihubungan yang diperkirakan secara logis diantara dua variabel yang diungkapkan dalam bentuk pertanyaan secara logis. Adapun hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1 H2 H3 : Adanya pengaruh signifikan dari Dana Alokasi Umum terhadap Belanja Modal Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat : Adanya pengaruh signifikan dari Pendapatan Asli Daerah terhadap Belnaja Modal Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat : Adanya pengaruh signifikan dari Dana Alokasi Umum dan Pendapatan Asli Daerah terhadap Belanja Modal Kota dan Kabupaten di Provinsi Jawa Barat