PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 9 Tahun Tentang. Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUKU AJAR (BAHAN AJAR) HAK MENYATAKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM SECARA BEBAS DAN BERTANGGUNG JAWAB. Oleh : I Gede Pasek Eka Wisanjaya SH, MH

KABUPATEN KOLAKA UTARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN I998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

FAQ HAK BURUH MELAKUKAN AKSI DEMONSTRASI 1

KEMERDEKAAN MENGEMUKAKAN PENDAPAT

WALIKOTA TANGERANG PERATURAN WALIKOTA TANGERANG NOMOR 2 TAHUN 2017

FAQ HAK PEKERJA MELAKUKAN AKSI UNJUK RASA 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 27 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA YANG BERKAITAN DENGAN KEJAHATAN TERHADAP KEAMANAN NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG DAERAH HUKUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MOGOK KERJA SEBAGAI UPAYA MEWUJUDKAN HAK BURUH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG DAERAH HUKUM KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2013 TENTANG

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PENERBITAN SURAT IJIN, PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENGGUNAAN KEKUATAN DALAM TINDAKAN KEPOLISIAN

KOTA SERI : NOMOR BEKASI TENTANG PROSEDUR. Menimbang : b. bahwaa. dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PELAYANAN PENERBITAN SURAT IJIN, PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT DAN PENYAMPAIAN PENDAPAT DIMUKA UMUM

KEPUTUSAN BERSAMA MENTERI AGAMA, JAKSA AGUNG, DAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI, DAN NEPOTISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

LEMBAR SOAL. Lampiran 1. Lembar Instrumen. Mata pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG PERS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA EsA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UU 13/1998, KESEJAHTERAAN LANJUT USIA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1998 (13/1998) Tanggal: 30 NOPEMBER 1998 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG KESEJAHTERAAN LANJUT USIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 68 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN NEGARA

NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 1999 TENTANG RAKYAT TERLATIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 /PM.4/2008 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

I. PENDAHULUAN. masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan; menyelenggarakan segala kegiatan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADAAN TANAH UNTUK PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENGAMANAN EKSEKUSI JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2016, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2013 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN.

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1999 TENTANG SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1975 TENTANG PARTAI POLITIK DAN GOLONGAN KARYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA

BUPATI TANA TORAJA PROVINSI SULAWESI SELATAN

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1999 TENTANG PARTAI POLITIK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 116, Tambaha

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN:

2017, No kekosongan hukum dalam hal penerapan sanksi yang efektif; d. bahwa terdapat organisasi kemasyarakatan tertentu yang dalam kegiatannya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1999 TENTANG P E R S DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

QANUN KABUPATEN PIDIE NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 TAHUN 2011 TENTANG LARANGAN KEGIATAN JEMAAT AHMADIYAH INDONESIA DI JAWA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

- 1 - WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG IZIN TEMPAT USAHA DAN GANGGUAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2007 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA PROVINSI JAWA TIMUR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU NOMOR : 3 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN PERATURAN DAERAH DI KABUPATEN INDRAMAYU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1999 TENTANG TELEKOMUNIKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 2. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 140, Tambahan

NOMOR 31 TAHUN 2002 TENTANG PARTAI POLITIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

AMANDEMEN II UUD 1945 (Perubahan tahap Kedua/pada Tahun 2000)

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN PASURUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2005 TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

- 1 - PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang a. bahwa kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam bentuk menyampaikan pendapat dimuka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945; b. bahwa penyampaian pendapat dimuka umum walaupun merupakan hak asasi manusia, tetapi pelaksanaannya harus dilakukan secara bertanggung jawab dengan menjunjung tinggi nilai-nilai keagamaan, kesusilaan dan kepatutan serta tunduk pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, agar tidak mengganggu hak dan kebebasan orang lain serta kepentingan masyarakat yang wajib dilindungi; c. bahwa pada saat ini sering terjadi gelombang unjuk rasa yang tidak terkendali di berbagai tempat yang seringkali diikuti tindakan perusakan, pembakaran dan penjarahan, yang menimbulkan kerugian baik meteriil maupun immateriil serta mengakibatkan perasaan tidak aman pada masyarakat dan atau membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara; d. bahwa untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban nasional yang kondusif untuk melaksanakan pembangunan serta memberikan perlindungan dan perasaan aman bagi masyarakat, perlu segera diadakan pengaturan mengenai penyampaian pendapat dimuka umum tersebut; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d, dan adanya kebutuhan yang sangat mendesak perlu untuk mengatur Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat dimuka Umum dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang; Mengingat: 1. Pasal 22 Ayat (1) dan Pasal 28 Undang-undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 81; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3710); MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DIMUKA UMUM BAB I KETENTUAN UMUM 1 / 12

Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan dan/atau tulisan secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. Di muka umum adalah dihadapan orang ramai, atau orang lain termasuk juga di tempat yang didatangi dan atau dilihat setiap orang. 3. Unjuk rasa adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan atau tulisan secara demonstratif dengan aman dan tertib. 4. Demonstrasi adalah unjuk rasa yang dilakukan secara massal. 5. Pawai adalah cara menyampaikan pendapat dengan arak-arakan dijalan umum. 6. Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat. 7. POLRI adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 2 (1) Setiap warga negara secara perorangan atau kelompok, bebas menyampaikan pendapat sebagai wujud dan rasa tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dalam Demokrasi Pancasila. (2) Penyampaian pendapat dimuka umum secara lisan dan atau tulisan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini. BAB II ASAS DAN TUJUAN Pasal 3 Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berdasarkan pada: a. asas musyawarah dan mufakat; b. asas kepastian hukum dan keadilan; c. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban; d. asas proporsionalitas; dan e. asas manfaat. Pasal 4 Berdasarkan asas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, maka tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, adalah: a. mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah sate pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; b. mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan 2 / 12

menyampaikan pendapat; c. meletakkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, diatas kepentingan perorangan atau kelompok. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN Pasal 5 Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk: a. mengeluarkan pikiran secara bebas; dan b. memperoleh perlindungan hukum. Pasal 6 Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban untuk: a. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain; b. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum; c. menaati hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku; d. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan e. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa. Pasal 7 Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat dimuka umum oleh warga negara aparatur pemerintah yang berwenang berkewajiban: a. menghargai asas legalitas; b. menghargai hak asasi manusia; Pasal 8 (1) Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan dengan: a. unjuk rasa; b. demonstrasi; c. pawai; dan atau d. rapat umum; e. pemaparan melalui media massa baik cetak maupun elektronik. (2) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh dilaksanakan: a. dilingkungan istana kepresidenan tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital; 3 / 12

b. pada hari besar nasional; dan atau c. pada malam hari. (3) Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum. Pasal 9 (1) Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri. (2) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin atau penanggung jawab kelompok. (3) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali duapuluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat. (4) Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diperlukan dalam kegiatan keagamaan atau kegiatan ilmiah di dalam kampus. Pasal 10 (1) Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) memuat: a. maksud dan tujuan; b. tempat, lokasi, dan rute; c. waktu dan lama; d. bentuk; e. penanggung jawab; f. nama dan alamat organisasi, kelompok, atau perorangan; g. alat peraga yang dipergunakan; dan/atau h. jumlah peserta (2) Jumlah peserta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf h paling banyak 50 (lima puluh) orang. Pasal 11 (1) Apabila peserta menyampaikan pendapat dimuka umum melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (2 ) pelaksanaannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Polri setempat. (2) Persetujuan tertulis dari Polri setempat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), selambat-lambatnya diberikan 2 x 24 (dua kali duapuluh empat) jam setelah diterima surat pemberitahuan. (3) Pelaksanaan penyampaian pendapat dimuka umum dapat dilaksanakan, 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah diterbitkan persetujuan tertulis dari Polri setempat. Pasal 12 (1) Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat (1) Polri wajib: 4 / 12

a. berkoordinasi dengan pimpinan instansi atau lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat; dan b. mempersiapkan pengamanan setempat, lokasi dan rute. (2) Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum Polri menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku. Pasal 13 Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan oleh organisasi, kelompok atau perorangan diberitahukan kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan. Pasal 14 Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dapat dibubarkan apabila: a. tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (2) dan ayat (3), pasal 9 ayat (1) dan pasal 10; dan/atau b. para peserta melakukan tindakan melawan hukum membahayakan jiwa, harta benda serta mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Pasal 15 Warga Negara yang menyampaikan pendapat dimuka umum dan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. BAB V KETENTUAN PERALIHAN Pasal 16 Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini semua peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan kemerdekaan menyampaikan pendapat dimuka umum yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang dinyatakan tidak berlaku. BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 17 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undangundang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia 5 / 12

Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 24 Juli 1998 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. BACHARUDDIN JUSUF HABIBIE Diundangkan Di Jakarta, Pada Tanggal 24 juli 1998 MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA, Ttd. AKBAR TANJUNG LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1998 NOMOR 115 6 / 12

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG KEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM UMUM Pembangunan bidang hukum berdasarkan Garis-garis Besar Haluan Negara 1998 meliputi materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia. Dimasukkannya hak asasi manusia ke dalam Garis-garis Besar Haluan Negara 1998 merupakan indikator adanya peningkatan proses keterbukaan di Negara Republik Indonesia sehingga sebagai konsekuensi logis Pemerintah Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang aspiratif terhadap keterbukaan. Salah satu pilar keterbukaan dalam bidang hukum berdasarkan sistem ketatanegaraan Republik Indonesia terdapat pada ketentuan mengenai kemerdekaan mengeluarkan pikiran secara lisan atau tulisan sebagaimana diatur dalam pasal 28 Undang-undang Dasar 1945. Perwujudan kehendak rakyat secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan atau tulisan harus tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan arah dan proses keterbukaan sehingga tidak menciptakan disintegrasi sosial tetapi harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat. Dengan demikian maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum yang harus dilindungi oleh Undang-undang dasar 1945 harus dilaksanakan dengan penuh rasa tanggung jawab sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam batas-batas, rambu-rambu, dan asas hukum internasional yang diakui seluruh bangsa tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut: 1. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh; 2. Dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya setiap orang harus tunduk semata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang-orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis; 3. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan-tujuan dan asas-asas Perserikatan Bangsa-Bangsa. Bertitik tolak dari pendekatan perkembangan hukum baik yang dilihat dari sisi kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan: 1. asas musyawarah dan mufakat; 2. asas kepastian hukum; 3. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban dalam menyampaikan pendapat; 4. asas proporsinalitas; dan 5. asas manfaat. 7 / 12

Kelima asas tersebut merupakan landasan kebebasan yang bertanggung jawab dalam berpikir dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Berdasarkan lima asas kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut maka diharapkan dapat dicapai tujuan: 1. mewujudkan salah satu hak Asasi Manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945; 2. memperoleh perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam mengisi kemerdekaan tersebut; 3. meletakkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diatas kepentingan pribadi dan atau golongan. Tujuan tersebut dapat dicapai jika berlandaskan pada rambu-rambu hukum yang memiliki karakteristik autonomous, responsif dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif. Dengan berpegang teguh pada karakteristik tersebut maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum merupakan Peraturan Perundang-undangan yang bersifat regulatif sehingga disatu sisi dapat melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undangundang Dasar 1945, dan disisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan baik secara fisik maupun psikis yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam bidang hukum. Penggunaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk mengatur kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan: a. Terjadinya gelombang unjuk rasa di pelbagai tempat yang seringkali cenderung tidak terkendali disertai dengan tindakan-tindakan yang bersifat melawan hukum berupa pengrusakan pembakaran, dan penjarahan yang menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil serta mengakibatkan perasaan tidak aman pada masyarakat. b. Keadaan tersebut pada butir a mempunyai dampak yang luas antara lain menurunnya kepercayaan luar negeri terhadap Pemerintah Indonesia di bidang ekonomi, sehingga dapat menghambat pembangunan nasional. c. Agenda reformasi pembangunan sangat padat dan harus dilaksanakan dalam waktu yang relatif singkat, sehingga harus segera diciptakan suasana yang kondusif berupa ketertiban, ketenteraman dan keamanan tanpa meninggalkan prinsip prinsip umum demokrasi. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Ayat (2) Yang dimaksud dengan "penyampaian pendapat secara lisan "misalnya pidato, wawancara, dialog dan diskusi. Yang dimaksud "tulisan" misalnya: surat, pamplet, poster, dan spanduk. 8 / 12

Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 huruf a Yang dimaksud dengan "mengeluarkan pikiran secara bebas" adalah bebas dari tekanan-tekanan fisik dan psikis atau pembatasan-pembatasan yang menyimpang dan tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini. Huruf b Pasal 6 Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d Huruf e Tolok ukur persatuan dan kesatuan bangsa harus ditafsirkan dalam konteks Pasal 6 huruf a, b, c, dan d. Pasal 7 Yang dimaksud dengan "aparatur pemerintah yang berwenang", adalah aparat pemerintah yang menyelenggarakan pengamanan. Huruf a Huruf b Huruf c Huruf d 9 / 12

Pengamanan sesuai huruf a, b, c, dan d. Pasal 8 Ayat (1) Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan "obyek vital" adalah obyek yang menurut perundang-undangan dilarang didatangi dan atau dimasuki umum. Huruf b Huruf c Ayat (3) Pasal 9 Ayat (1) Penyampaian pemberitahuan secara tertulis kepada Polri dibuktikan dengan dengan surat tanda terima. Ayat (2) Ayat (3) Yang dimaksud dengan "Polri setempat" adalah satuan Polri terdepan dimana kegiatan penyampaian pendapat akan dilakukan apabila kegiatan dilaksanakan pada: a. 1 (satu) kecamatan, pemberitahuan ditujukan kepada Polsek setempat; b. 2 (dua) kecamatan atau lebih dalam lingkungan kabupaten/kotamadya pemberitahuan ditujukan kepada Polres; c. 2 (dua) kabupaten/kotamadya atau lebih dalam 1 (satu) provinsi, pemberitahuan ditujukan kepada Polda setempat; d. 2 (dua) provinsi atau lebih, pemberitahuan ditujukan kepada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia; Ayat (4) Ayat (1) Pasal 10 10 / 12

Huruf a Huruf b. Yang dimaksud dengan "tempat" adalah tempat akan dilaksanakannya penyampaian pendapat dimuka umum, baik tempat peserta berangkat dan/atau berkumpul. Huruf c Huruf d Huruf e Huruf f Huruf g Huruf h Ayat (2) Pasal 11 Ayat (1) Persetujuan tertulis diperlukan mengingat jumlah peserta yang besar maka untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum dalam pelaksanaan penyampaian pendapat. Ayat (2) a. Ketentuan ini berlaku juga dalam hal Polri tidak dapat memberikan persetujuan tertulis dengan mencantumkan alasannya. b. Apabila Polri tidak memberikan persetujuan tertulis dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat ini dianggap telah disetujui. Ayat (3) Pasal 12 11 / 12

Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Yang dimaksud dengan "sanksi hukum" adalah sanksi hukum pidana, sanksi hukum perdata dan sanksi administrasi. Yang dimaksud dengan "ketentuan perundang-undangan" adalah ketentuan perundang-undangan hukum pidana, ketentuan perundang-undangan hukum perdata, dan ketentuan perundang-undangan administrasi. Pasal 16 Pasal 17 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3772 12 / 12