PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN CACAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 19/1952, PEMBERIAN PENSIUN KEPADA JANDA DAN TUNJANGAN KEPADA ANAK YATIM PIATU PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat pula pasal 119 ayat (3) Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA/DUDA PEGAWAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1967 TENTANG PERBAIKAN PENGHASILAN PENSIUN BEKAS PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN VETERAN KEPADA VETERAN REPUBLIK INDONESIA. Pasal 1

Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 1955 TENTANG PENETAPAN PERATURAN PERJALANAN DINAS DALAM NEGERI BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN PENSIUN KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 34 TAHUN Membaca: Usul Kepala Kantor Urusan Pegawai Negeri mengenai pensiun pegawai Negeri;

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1954 TENTANG PEKERJA PEMERINTAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1966 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN KEPADA VETERAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1955 TENTANG PERATURAN PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Memutuskan :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 35 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN PENSIUN KEPADA JANDA (ANAK-ANAKNYA) PEGAWAI NEGERI YANG MENINGGAL DUNIA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN PENSIUN KEPADA JANDA (ANAK-ANAKNYA) PEGAWAI NEGERI YANG MENINGGAL DUNIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA/DUDA PEGAWAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Presiden Republik Indonesia,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 62 TAHUN 1958 (62/1958) Tanggal: 29 JULI 1958 (JAKARTA)

2016, No Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2012 tentang Veteran Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 182, Tamb

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 34 TAHUN 1985 TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1981 TENTANG PERAWATAN, TUNJANGAN CACAD, DAN UANG DUKA PEGAWAI NEGERI SIPIL

Presiden Republik Indonesia,

PP 18/1967, PERBAIKAN PENGHASILAN PENSIUN PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN PERSEKOT HARI RAYA KEPADA PEGAWAI NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 8/1952, PEMBERHENTIAN DARI PEKERJAAN UNTUK SEMENTARA WAKTU DAN. Tentang:PEMBERHENTIAN DARI PEKERJAAN UNTUK SEMENTARA WAKTU DAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KUPANG,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PP 15/1954, TUNJANGAN IKATAN DINAS BAGI MAHASISWA CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL YANG BELAJAR DI DALAM DAN DI LUAR NEGERI

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG HAK KEUANGAN/ADMINISTRATIF MENTERI NEGARA DAN BEKAS MENTERI NEGARA SERTA JANDA/DUDANYA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA/DUDA PEGAWAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN BAGI PEGAWAI APARATUR SIPIL NEGARA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1953 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1958 TENTANG KEWARGA-NEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2002 NOMOR 21 SERI E

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1981 TENTANG PERAWATAN, TUNJANGAN CACAD, DAN UANG DUKA PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1956 TENTANG PEMBELANJAAN PENSIUN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERBAIKAN PENGHASILAN PENSIUN BAGI PARA PURNAWIRAWAN A.B.R.I. Peraturan Pemerintah Nomor: 34 Tahun 1968 Tanggal: 19 November 1968

PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. (PERDA DIY) NOMOR : 3 TAHUN (3/1971)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 53 TAHUN 1954 TENTANG KEKUASAAN MENGELUARKAN SURAT PAKSA MENGENAI PAJAK-PAJAK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kampanye WALHI Sulsel 1

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1963 TENTANG DANA KESEJAHTERAAN PEGAWAI NEGERI

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XI/2013 Tentang Hak Pensiun Pimpinan dan Anggota Lembaga Tinggi Negara

UNDANG-UNDANG (UU) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 36 TAHUN 1953 (36/1953) 18 DESEMBER 1953 (JAKARTA) Sumber: LN 1953/86; TLN NO.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 62 TAHUN 1958 Tentang KEWARGA-NEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1969 TENTANG PENSIUN PEGAWAI DAN PENSIUN JANDA/DUDA PEGAWAI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1948 TENTANG GAJI PEGAWAI NEGERI 1948 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

PP 12/1981, PEERAWATAN, TUNJANGAN CACAD, DAN UANG DUKA PEGAWAI NEGERI SIPIL. Tentang:PERAWATAN, TUNJANGAN CACAD, DAN UANG DUKA PEGAWAI NEGERI SIPIL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1983 TENTANG IZIN PERKAWINAN DAN PERCERAIAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1954 TENTANG PENANGGUNGAN PAJAK PERALIHAN DAN PAJAK UPAH BAGI PEGAWAI NEGERI OLEH NEGARA

UU 2/1959, PENETAPAN UNDANG UNDANG DARURAT NO Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1959 (2/1959)

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1949 TENTANG PEMBERIAN UANG TUNGGU KEPADA PEGAWAI NEGERI YANG DIBERHENTIKAN SEMENTARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2003 TENTANG PEMBERHENTIAN ANGGOTA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PEMERINTAH KABUPATEN BADUNG PERATURAN BUPATI BADUNG NOMOR 46 TAHUN 2005 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1981 TENTANG ASURANSI SOSIAL PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Presiden Republik Indonesia,

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa pada waktu ini berlaku berbagai peraturan tentang pemberian tunjangan istimewa kepada keluarga pegawai Negeri yang meninggal dunia dalam dan karena keadaan luar biasa, sehingga dianggap perlu mengadakan suatu peraturan yang bersamaan yang berlaku untuk seluruh pegawai Negeri; Mengingat: a. Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1950; b. Staatsblad. 1921 Nomor 10, Bijblad Nomor 11230 dan Staatsblad 1948 Nomor 108; Mendengar: Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke 62 tanggal 20 Juli 1954; MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS. Dalam peraturan ini yang dimaksudkan dengan: I. Pegawai, ialah: II. a. pegawai Negeri sipil tetap dan sementara; Pasal 1 b. mereka yang dipekerjakan pada jabatan Negeri dengan diberikan uang bulanan yang dibayar dari anggaran belanja untuk pegawai Negeri sipil; "Tewas" ialah meninggal dunia: a. dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; b. dalam keadaan lain, yang ada hubungannya dengan dinasnya, sehingga kematian itu dapat disamakan dengan meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajibannya; c. yang langsung diakibatkan karena luka-luka maupun cacat-cacat rohani atau jasmani, yang didapat 1 / 9

III. IV. dalam hal-hal tersebut dalam a. dan b. di atas; d. karena perbuatan anasir-anasir yang tidak bertanggung jawab ataupun sebagai akibat dari tindakan terhadap anasir-anasir itu. Janda, ialah istri pegawai yang dikawin dengan sah dan pada waktu pegawai meninggal dunia masih menjadi istrinya. Anak, ialah anak dari perkawinan yang sah pegawai yang tewas dan/atau anak pegawai itu yang disahkan menurut Undang-undang Negara. V. Orang tua, ialah ayah dan/atau ibu pegawai yang tewas. VI. Gaji ialah: a. gaji menurut peraturan gaji yang berlaku, termasuk juga gaji tambahan peralihan dan pensiun jika pensiun itu dikurangkan dari gaji; b. uang/tunjangan bulanan, yang bersifat gaji dibayar dari anggaran belanja untuk pegawai, setelah diselaraskan dengan peraturan gaji yang berlaku. Pasal 2 1. Kepada janda pegawai yang tewas diberi tunjangan sebesar 25% dari gaji terakhir yang diterima oleh bekas pegawai itu. 2. Apabila pegawai yang tewas meninggalkan lebih dari seorang janda maka tunjangan untuk tiap-tiap janda ditetapkan sebesar tunjangan termaksud dalam ayat 1 dibagi jumlah isteri pada saat pegawai itu meninggal dunia. 3. Besarnya tunjangan untuk seorang janda sebulannya tidak boleh lebih dari Rp. 200,-. Pasal 3 1. Dasar untuk menghitung tunjangan anak yatim (piatu) ialah: a. untuk anak-anak pegawai laki-laki yang tewas, sebesar tunjangan janda yang ditetapkan menurut ketentuan dalam pasal 2 ayat 1 dan 3; b. untuk anak-anak pegawai wanita yang tewas, sebesar tunjangan untuk seorang janda dari pegawai laki-laki yang dapat dipandang sama keadaannya dengan pegawai wanita itu. 2. Besar tunjangan anak-anak sebulan selama ada seorang istri yang berhak menerima tunjangan janda ialah; untuk 1 anak 25% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 2 anak 40% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 3 anak 50% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 4 anak 55% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 5 anak atau lebih 60% dari dasar termaksud dalam ayat 1. 3. Besarnya tunjangan untuk anak-anak yang tidak termasuk dalam ayat 2 ialah: untuk 1 anak 40% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 2 anak 70% dari dasar termaksud dalam ayat 1; 2 / 9

untuk 3 anak 100% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 4 anak 115% dari dasar termaksud dalam ayat 1; untuk 5 anak atau lebih 120% dari dasar termaksud dalam ayat 1. 4. Kepada anak-anak yang ibu dan ayahnya menjadi pegawai dan kedua-duanya tewas, hanya diberikan satu tunjangan atas dasar yang lebih menguntungkan. 5. Tunjangan untuk anak-anak yang berlainan ibu/ayahnya, ditetapkan untuk tiap-tiap golongan anak yang seibu-ayah tersendiri, dengan ketentuan bahwa perubahan dalam jumlah anak dalam sesuatu golongan tidak mempengaruhi jumlah-jumlah tunjangan untuk golongan-golongan anak lain, kecuali dalam hal tambahan anak termaksud dalam pasal 9 ayat 1. 6. Jumlah semua tunjangan anak termaksud ayat 5 tidak boleh melebihi: a. jumlah dasar untuk menghitung tunjangan termaksud dalam ayat 1, selama masih ada seorang isteri yang berhak menerima tunjangan; b. dua kali jumlah dasar itu dalam hal tidak ada lagi isteri yang berhak menerima tunjangan. 7. Apabila batas-batas jumlah semua tunjangan tersebut dalam ayat 6 dilampaui, maka tunjangan untuk tiap-tiap golongan anak dikurangi demikian rupa hingga imbangan perhitungan menurut ayat 2 atau ayat 3 tetap sama. Pasal 4 1. a. Apabila pegawai yang tewas tidak meninggalkan janda dan/atau anak, maka kepada ayah atau ibunya dapat diberikan tunjangan, jika orang tua itu karena tewasnya pegawai termaksud sangat membutuhkan sokongan. b. Besarnya tunjangan itu berjumlah 50% dari tunjangan termaksud dalam pasal 2 ayat 1 jo. ayat 3. c. Jika kedua orang tua telah bercerai dan keduanya membutuhkan sokongan, maka kepada mereka masing-masing diberikan tunjangan tersendiri sebesar separuh dari jumlah termaksud huruf b. 2. Dalam hal tunjangan termaksud dalam ayat 1 dapat ditetapkan karena tewasnya lebih dari seorang pegawai, maka kepada orang tuanya yang bersangkutan hanya dapat diberikan satu tunjangan yang paling tinggi jumlahnya. Tunjangan tidak diberikan kepada: Pasal 5 a. janda yang kawinnya terjadi pada saat sesudah almarhum suaminya mendapat luka-luka maupun cacat rohani/jasmani tersebut dalam pasal 1 sub II huruf c. b. I. anak yang telah mencapai umur 21 tahun penuh, kawin atau bekerja pada Pemerintah dengan mendapat gaji Rp. 150,- atau lebih sebulan. II. anak-anak yang dilahirkan dari isteri tersebut dalam huruf a. Pasal 6 Jumlah tunjangan ditetapkan dengan membulatkan pecahan rupiah menjadi satu rupiah. 3 / 9

Pasal 7 1. Tunjangan berdasarkan peraturan ini diberikan atas permintaan dari atau atas nama yang berhak menerimanya oleh Kepala Kantor Urusan Pegawai, dengan memberatkan Anggaran Negara. 2. Permintaan itu harus disertai keterangan asli atau yang dapat diterima sebagai penggantinya untuk membuktikan hak atas tunjangan termaksud. Pasal 8 Apabila penetapan tunjangan janda/anak dikemudian hari ternyata salah, maka penetapan tersebut harus diubah sebagaimana mestinya dengan surat keputusan baru yang memuat alasan-alasan perubahan itu, dengan ketentuan, bahwa kelebihan tunjangan yang mungkin telah dibayarkan, hanya dipungut kembali dalam hal kesalahan itu disebabkan karena diajukan keterangan-keterangan yang tidak benar, sedangkan yang kurang diterima diberikan kepada yang berkepentingan. Pasal 9 1. Tunjangan diberikan mulai bulan berikutnya bulan pegawai meninggal dunia, dengan ketentuan bahwa bagi anak-anak yang dilahirkan sesudah pegawai meninggal dunia, pemberian tunjangan dilakukan mulai bulan berikutnya bulan kelahirannya. 2. Tunjangan yang tidak diminta dalam dua tahun sesudah tewasnya pegawai diberikan mulai bulan diterimanya permintaan. 1. Tunjangan tidak dibayarkan: Pasal 10 a. kepada janda yang bersuami lagi atau meninggal dunia, mulai bulan berikutnya bulan perkawinan atau kematian; b. kepada anak yang mencapai umur 21 tahun, menikah, bekerja pada Pemerintah dengan mendapat gaji bulanan Rp. 150,- atau lebih atau meninggal dunia, mulai bulan berikutnya bulan hal-hal itu terjadi; c. orang tua yang ternyata tidak membutuhkan sokongan lagi atau meninggal dunia, mulai bulan berikutnya bulan hal-hal itu dinyatakan dengan ketentuan bahwa untuk seterusnya tunjangan itu tidak dapat diberikan lagi; d. selama yang bersangkutan atas keputusan Pengadilan menjalani hukuman karena melakukan kejahatan. 2. Jika perkawinan termaksud dalam ayat 1 huruf a terputus, maka terhitung dari bulan berikutnya bulan terputusnya perkawinan itu janda yang bersangkutan dapat menerima lagi tunjangan yang telah hilang atau, jika menguntungkan, kepadanya diberikan tunjangan yang menurut peraturan ini dapat diperolehnya karena perkawinan terakhir. Pasal 11 1. Hak atas tunjangan yang ditetapkan menurut peraturan ini tidak dapat dipindahkan. 2. Surat penetapan tunjangan boleh dipergunakan untuk tanggungan guna mendapat pinjaman dari salah suatu bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 4 / 9

3. Jika penerima tunjangan telah memberi kuasa kepada orang lain untuk menerima tunjangan itu, maka sewaktu-waktu kuasa itu dapat ditarik kembali. 4. Semua perjanjian yang bertentangan dengan yang dimaksudkan dalam ayat-ayat di atas tidak mempunyai kekuatan hukum. Pasal 12 1. Terhadap keluarga pegawai, yang tewas sebelum tanggal berlakunya peraturan ini, tetap berlaku peraturan-peraturan lama. 2. Mulai tanggal tersebut dalam pasal 14, maka peraturan lama tidak berlaku lagi terhadap keluarga pegawai yang tewas pada atau sesudah tanggal itu. Pasal 13 Dalam hal-hal luar biasa maka Perdana Menteri dapat menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam peraturan ini. Pasal 14 Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan Di Jakarta, Pada Tanggal 7 September 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SUKARNO. WAKIL PERDANA MENTERI II, Ttd. ZAINUL ARIFIN. Diundangkan, Pada Tanggal 5 Oktober 1954. MENTERI KEHAKIMAN, Ttd. DJODY GONDOKUSUMO. 5 / 9

MENTERI KEUANGAN a.i., Ttd. ISKAQ TJOKROHADISURJO LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1954 NOMOR 92 6 / 9

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 1954 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN ISTIMEWA KEPADA KELUARGA PEGAWAI YANG TEWAS UMUM. Peraturan Pemerintah ini mempunyai maksud untuk mengganti peraturan-peraturan lama yang berlainan tentang pemberian tunjangan istimewa kepada keluarga pegawai Negeri yang tewas dengan suatu peraturan yang bersamaan, yang berlaku untuk seluruh pegawai Negeri Sipil untuk kepentingan keluarga yang ditinggalkan. Ketentuan-ketentuan dalam peraturan baru ini pada umumnya disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia dahulu Nomor 23 tahun 1950, dengan beberapa perubahan/tambahan antara lain: a. diadakan kemungkinan pemberian tunjangan kepada orang tua pegawai yang tewas; b. menaikkan jumlah tunjangan paling tinggi Rp. 200,-; c. menetapkan pemberian tunjangan yang sama, dalam hal-hal pegawai meninggal dunia dalam dan karena menjalankan tugas kewajiban jabatan dan karena perbuatan anasir-anasir yang tidak bertanggungjawab dan sebagainya. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pada pokoknya dengan "tewas" dimaksudkan meninggal dunia: 1. dalam dan karena menjalankan tugas kewajiban jabatan; 2. langsung atau tidak langsung diakibatkan karena perbuatan teror yang dilakukan oleh penentang Pemerintah. Perlu dijelaskan bahwa meninggal dunia karena sakit yang disebabkan berbagai kekurangan-kekurangan yang diderita oleh masyarakat umumnya di suatu daerah atau di seluruh Negeri, seperti kekurangan makanan, obatobatan, alat-alat dan sebagainya, tidak termasuk arti "tewas". Pasal 2 Tunjangan janda pegawai yang tewas karena hal-hal tersebut dalam angka 1 dan 2 pasal ini di atas, yang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 1950 ditentukan sebesar masing-masing 20% dan 30% dalam peraturan baru ini ditetapkan sama besarnya menjadi 25%, karena untuk dewasa ini dipandang lebih sesuai dengan keadaan. Pasal 3 Ketentuan-ketentuan dalam pasal ini pada umumnya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1952. 7 / 9

Pasal 4 Untuk dapat menerima tunjangan maka orang tua yang berkepentingan harus menyampaikan surat permohonan disertai surat keterangan dari Bupati yang bersangkutan, yang menyatakan, bahwa orang tua tersebut sangat membutuhkan sokongan. Umumnya sesuai dengan peraturan lama Pasal 5 Umumnya sesuai dengan peraturan lama Pasal 6 Umumnya sesuai dengan peraturan lama Pasal 7 Dapat ditambahkan, bahwa apabila dalam mempertimbangkan pemberian tunjangan timbul keragu-raguan tentang sebab-sebab meninggalnya pegawai, maka seharusnya dimintakan keterangan lebih dahulu dari seorang tabib atau lebih, yang ditunjuk oleh Kementrian Kesehatan, yang menyatakan, bahwa meninggalnya itu langsung diakibatkan karena luka-luka maupun cacat rohani/jasmani termaksud dalam pasal 1 sub II huruf c. Umumnya sesuai dengan peraturan lama. Pasal 8 Umumnya sesuai dengan peraturan lama. Pasal 9 Umumnya sesuai dengan peraturan lama. Pasal 10 Umumnya sesuai dengan peraturan lama. Pasal 11 Pasal 12 Peraturan ini tidak berlaku terhadap keluarga pegawai yang tewas atau dianggap tewas sebelum tanggal berlakunya Peraturan ini. Pasal 13 Dalam mempertimbangkan pelaksanaan peraturan ini terlebih dahulu sudah diduga bahwa akan dijumpai soal- 8 / 9

soal yang sangat sulit pemecahannya ataupun yang tidak dapat dipecahkan semata-mata menurut bunyi peraturan ini, sehingga dianggap perlu diadakan suatu pasal yang memungkinkan pemberian tunjangan dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan peraturan ini. Tidak perlu dijelaskan. Pasal 14 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1954 NOMOR 668 9 / 9