1. PENDAHULUAN. Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG STANDAR KUALIFIKASI AKADEMIK DAN KOMPETENSI KONSELOR

MENJADI KONSELOR PROFESIONAL : SUATU PENGHARAPAN Oleh : Eva Imania Eliasa, M.Pd

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan tersebut menuntut setiap guru untuk terus berupaya melakukan

BAB I PENDAHULUAN. terus diupayakan melalui pendidikan. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang

1. PENDAHULUAN. sistem pendidikan nasional No.20 tahun 2003 yang menyatakan tegas

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. berkala agar tetap relevan dengan perkembangan jaman. pedoman penyelenggaraan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PANDEGLANG NOMOR 27 TAHUN 2007

BAB I PENDAHULUAN. bagi kalangan masyarakat terkhusus generasi muda sekarang ini mulai dari tingkat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. diperbincangkan, baik dari kalangan praktisi pendidikan, politisi, masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. terkecuali bangsa Indonesia yang sedang membangun sehingga dapat. bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Pendidikan Kewarganegaraan. Diajukan Oleh: ERMAWATIK A

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia tersebut adalah pendidikan. Tujuan pendidikan adalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tujuan pendidikan di Indonesia yang tercantum dalam UU Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Manajemen adalah pengelolaan usaha, kepengurusan, ketatalaksanaan,

BAB I PENDAHULUAN. baik lingkungan fisik maupun metafisik. Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang dan Masalah. 1. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang sangat penting bagi manusia.

Posisi Bimbingan dan Konseling dalam Kerangka Ilmu Pendidikan. Siti Fatimah, S.Psi., M.Pd

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi seperti sekarang ini akan membawa dampak diberbagai bidang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Oleh karena itu, pendidikan menuntut orang-orang yang terlibat di. pengetahuan dan teknologi yang berkembang saat ini.

2015 PENGARUH KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH DAN KUALITAS PENDIDIK TERHADAP MUTU PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Starata 1 Program Studi Pendidikan Akuntansi.

LAYANAN BIMBINGAN KONSELING TERHADAP KENAKALAN SISWA

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perubahan zaman, semakin maju pula peradaban dunia yaitu

LEMBARAN DAERAH KOTA CILEGON TAHUN : 2008 NOMOR : 1 PERATURAN DAERAH KOTA CILEGON NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH AWALIYAH

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Long life education adalah motto yang digunakan oleh orang yang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan pada dasarnya mampu menciptakan individu yang berkualitas dan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kriteria administratif, yaitu memiliki ijazah yang sesuai dengan

Arif Rahman ( ) Eny Andarningsih ( ) Nurul Hasanah ( ) Rahardhika Adhi Negara ( )

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Peningkatan sumber daya manusia diupayakan melalui pendidikan baik

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. hidup yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan individu.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. untuk memajukan kesejahteraan bangsa. Pendidikan adalah proses pembinaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting sebagai kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang khususnya di dunia usaha sangat begitu ketat dan diikuti dengan

BAB I PENDAHULUAN. keharusan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan upaya yang sangat strategis untuk mencerdaskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa ini ternyata

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

BAB I PENDAHULUAN. Guru Sekolah Dasar merupakan ujung tombak keberhasilan dalam. membentuk generasi penerus bangsa yang berkualitas, nampaknya harus

BAB I PENDAHULUAN. Untuk tercapainya tujuan nasional tersebut harus ada perhatian dari. pemerintah dan masyarakat yang sungguh-sungguh.

BAB IV ANALISIS. 2002), hlm.22

PROFESIONALISASI BIMBINGAN DAN KONSELING Oleh: Drs. Kuntjojo

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

BAB I PENDAHULUAN. keprofesionalan yang harus dipersiapkan oleh lembaga kependidikan. Adanya persaingan

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah peradaban manusia terlihat jelas bahwa kemajuan suatu

I. PENDAHULUAN. cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan dan tujuan pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana digariskan dalam Pasal 3 Undang-Undang Republik. RI No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas).

BAB I PENDAHULUAN. atau anak didik sesuai dengan kebutuhan dan perkembangannya.

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang dilakukan secara terstruktur dan dalam jangka waktu tertentu. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. ini peranan pengajaran sangat penting karena merupakan kegiatan yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dalam mewujudkan tujuan pendidikan nasional melalui

BAB I PENDAHULUAN. maupun informal. Keberhasilan pendidikan akan terjadi bila ada interaksi antara

BUPATI PAMEKASAN PROVINSI JAWA TIMUR BUPATI PAMEKASAN, Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten Dalam. Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 9),

BAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara juga. meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan seseorang, baik dalam keluarga, masyarakat dan

I. PENDAHULUAN. yang mana didalamnya terdapat pembelajaran tentang tingkah laku, norma

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Mulyasa (2006:3) perwujudan masyarakat yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Sekolah menyelenggarakan proses pembelajaran untuk membimbing, mendidik,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. produktif. Di sisi lain, pendidikan dipercayai sebagai wahana perluasan akses.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan

diidentikkan dengan pendidikan formal. Pendidikan formal diupayakan untuk

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 41 SERI E

GUBERNUR JAWA BARAT PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 16 TAHUN TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dijalani oleh

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. memiliki penetahuan dan keterampilan, serta manusia-manusia yang memiliki

WALIKOTA TANGERANG SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu wahana untuk meningkatkan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam kehidupan suatu negara memegang peranan yang. sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa.

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

2015 KONTRIBUSI PENGEMBANGAN TENAGA AD MINISTRASI SEKOLAH TERHAD AP MUTU LAYANAN D I LINGKUNGAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN NEGERI SE-KOTA BAND UNG

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk membentuk manusia yang baik dan berbudi luhur menurut cita-cita dan

BAB I PENDAHULUAN. berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. dimulai sejak dilahirkan hingga ke liang lahat. Oleh sebab itu, setiap

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tantangan terberat bagi bangsa Indonesia pada era globalisasi abad

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. pelayanan belajar atau proses pendidikan. Sebagai organisasi pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadi hal yang sangat penting bagi suatu bangsa, dikatakan

Transkripsi:

1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1. Latar Belakang Masalah Pendidikan memiliki peranan penting dalam pembentukan generasi muda penerus bangsa yang berkemampuan, cerdas, dan handal dalam pelaksanaan pembangunan kehidupan bangsa. Sesuai dengan UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 1 yang mendefinisikan pendidikan sebagai : Usaha sadar untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Implikasi undang-undang tersebut adalah proses pendidikan yang dikembangkan harus meyentuh banyak ragam dan aspek perkembangan peserta didik. Proses pendidikan hendaknya sudah menyentuh dunia kehidupan peserta didik secara individual, karena pada hakikatnya individu manusia itu bersifat kompleks. Seperti diungkapkan dalam UU RI No. 20 tahun 2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional yang menyebutkan bahwa: Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermahluk mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokrasi serta bertanggung jawab. Memperhatikan isi UU No. 20 tahun 2003 tersebut, dapat dipastikan bahwa kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh keberhasilan pendidikan dari suatu bangsa itu sendiri. Proses ini tidak cukup hanya dilakukan oleh guru, tetapi juga profesi pendidik lainnya yaitu konselor. Secara

legal keberadaan konselor di dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan pula dalam UU No. 20/2003 Pasal 1 ayat 6 bahwa: pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan. Jelas bahwa kualifikasi pendidik adalah konselor. Konselor adalah tenaga profesional yang harus memiliki sertifikasi dan lisensi untuk menyelenggarakan layanan profesionalnya yaitu dalam penyelenggaraan bimbingan konseling di sekolah khusnya dalam penyusunan program bimbingan konseling. Bimbingan dan konseling pada umumnya,merupakan suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu, dan secara khusus saat ini diberikan kepada siswa di sekolah dalam rangka meningkatkan mutunya. Hal ini sangat relevan jika dilihat dari perumusan bahwa pendidikan itu merupakan usaha sadar yang bertujuan untuk mengembangkan kepribadian dan potens-potensinya (bakat, minat, dan kemampuannya). Kepribadian menyangkut masalah perilaku atau sikap mental dan kemampuannya meliputi masalah akademik dan keterampilan. Penyelenggaraan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan bagian integral dari upaya pendidikan yang berperan aktif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa melalui berbagai pelayanan terhadap peserta didik bagi pengembangan potensi mereka seoptimal mungkin. Untuk mengimbangi semangat peningkatan mutu pendidikan, maka posisi Bimbingan dan Konseling perlu diperkokoh dengan peningkatan profesionalisme konselor sekolah. Hal itu penting, karena konselor adalah instrument utama pelaksanaan BK di lapangan. Direktorat Jendral Pendidikan (DIKTI,2007) menegaskan bahwa salah satu tugas dan ekspektasi kinerja konselor adalah menyelanggarakan layanan bimbingan dan konseling yang memandirikan.

Dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling di sekolah, diperlukan tenaga konselor yang profesional, yaitu petugas bimbingan profesional mengetahui peran dan tugas yang akan dilaksanakannya, kapan harus melaksanakan, kapan harus menghentikan serta mampu dan terampil melaksanakan tugas secara profesional. Keberadaannya di sekolah bukanlah sematamata berhubungan dengan siswa, tetapi terkait dengan tenaga kependidikan yang lain. Seperti dinyatakan dalam Permendiknas No. 27 tahun 2009 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor dinyatakan bahwa: Kompetensi yang harus dikuasai guru Bimbingan dan Konseling/Konselor mencakup 4 (empat) ranah kompetensi, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Keempat rumusan kompetensi ini menjadi dasar bagi Penilaian Kinerja Guru Bimbingan dan Konseling/Konselor. Dengan demikian tampak bahwa kompetensi profesional sangat penting dimiliki oleh seorang konselor demi terciptanya pelaksanaan bimbingan konseling yang terarah dan bermanfaat bagi perkembangan pengembangan diri siswa secara optimal. Kompetensi profesional merupakan penguasaan kiat penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang memandirikan, yang ditumbuhkan serta diasah melalui latihan menerapkan kompetensi akademik yang telah diperoleh dalam konteks otentik Pendidikan Profesi Konselor yang berorientasi pada pengalaman dan kemampuan praktik lapangan, dan tamatannya memperoleh sertifikat profesi bimbingan dan konseling dengan gelar profesi Konselor. Namun pada pelaksanaannya, masih terdapat konselor yang belum melaksanakan tugas profesionalnya dengan baik, khususnya dalam penyusunan program bimbingan konseling. Menurut Suherman (2009: 53), program bimbingan dan konseling sekolah tidak saja berfokus

pada layanan bagi seluruh siswa tetapi juga pada seluruh aspek kehidupan siswa. Hal ini berarti penyusunan program BK dilakukan pada seluruh tingkat pendidikan mulai dari pendidikan taman kanak-kanak hingga perguruan tinggi yang mencakup empat aspek bidang kehidupan yaitu bidang pribadi, belajar, karir dan sosial. Sehingga yang menjadi fokus program bimbingan dan konseling sekolah adalah kesuksesan bagi setiap siswa, yaitu program bimbingan dan konseling sekolah membantu seluruh siswa agar sukses berprestasi di sekolah dan kehidupannya lebih berkembang serta mampu memberikan kontribusi bagi lingkungan sekitarnya Program bimbingan dan konseling yang disusun tidak hanya untuk mengatasi permasalahan atau pencegahan terhadap masalah siswa, tetapi juga disusun untuk menemukan karakteristik dan kebutuhan siswa pada berbagai jenis dan tahapan perkembangannya. Sehingga program yang telah tertuang dalam rencana per semester ataupun tahunan bukan sekedar tuntutan administratif, melainkan tuntutan tanggung jawab yang sungguh harus dilaksanakan oleh konselor sekolah secara profesional. Dengan dilaksanakannya penyusunan program bimbingan konseling secara profesional, maka kegiatan bimbingan dan konseling dapat terlaksana dengan lancar, efektif dan efisien serta hasilnya dapat dinilai. Tersusun dan terlaksananya program BK dengan baik selain akan lebih menjamin pencapaian tujuan kegiatan bimbingan konseling khususnya, tujuan sekolah pada umumnya, juga akan lebih menegakkan akuntabilitas bimbingan dan konseling di sekolah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada konselor sekolah di wilayah Terbanggi Besar oleh peneliti pada bulan maret 2012, bahwa sekolah tersebut belum melaksanakan kegiatan bimbingan konseling, khususnya dalam kegiatan penyusunan hingga penilaian program bimbingan konseling. Misalnya saja dalam hal perancangan program bimbingan dan konseling,

terdapat konselor yang mengakui bahwa pembuatan program bimbingan dan konseling di sekolah belum berdasarkan perkembangan kebutuhan siswa melainkan dengan mengolah ulang program bimbingan konseling tahun ajaran sebelumnya. Kemudian belum adanya kolaborasi antara konselor dengan pihak terkait misalnya guru, wali kelas atau kepala sekolah dalam penyusunan program bimbingan konseling. Ditambahkan lagi bahwa konselor belum mengadakan pengelolaan terhadap sarana dan biaya program bimbingan dan konseling serta belum adanya evaluasi terhadap hasil, proses dan program bimbingan konseling di setiap akhir semester. Dengan demikian, bisa dilihat bahwa pelaksanaan kompetensi profesional di wilayah tersebut belum bisa dikatakan maksimal dalam hal penyusunan program bimbingan konseling. Oleh karena itu, penulis bermaksud untuk melakukan kajian lebih dalam untuk mengetahui sejauh mana unjuk kerja konselor dalam pelaksanaan program bimbingan konseling di Sekolah Menengah dan Madrasah Kecamatan Terbanggi Besar tahun pelajaran 2012-2013. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin melakukan penelitian dengan judul unjuk kerja konselor dalam pelaksanaan program bimbingan konseling di Sekolah Menengah dan Madrasah Kecamatan Terbanggi Besar tahun pelajaran 2012-2013. 2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka masalah yang dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Penyusunan program bimbingan konseling belum berdasarkan kebutuhan siswa 2. Beberapa konselor membuat program bimbingan konseling berdasarkan program tahun sebelumnya

3. Belum adanya kolaborasi antara konselor dan pihak terkait dalam pelaksanaan program bimbingan konseling 4. Pembuatan program diserahkan kepada koordinator BK sehingga kurang adanya koordinasi antar konselor sekolah 5. Terdapat konselor sekolah yang belum melaksanakan evaluasi atas program bimbingan dan konseling 3. Pembatasan Masalah Agar tidak menyimpang dari tujuan penelitian maka perlu adanya pembatasan masalah. Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah maka penulis membatasi masalah dalam penelitian ini. Secara konseptual penelitian ini akanmenelaah tentang unjuk kerja konselor dalam pelaksanaan program bimbingan konseling di Sekolah Menengah dan Madrasah Kecamatan Terbanggi Besar tahun pelajaran 2012-2013.. 4. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah, maka masalah dalam penelitian ini adalah unjuk kerja konselor sekolah yang belum baik. Adapun permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah mengapa unjuk kerja konselor sekolah dalam pelaksanaan program bimbingan konseling di Sekolah Menengah dan Madrasah Kecamatan Terbanggi Besar tahun pelajaran 2012-2013 belum baik? B. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui gambaran unjuk kerja konselor sekolah dalam pelaksanaan program bimbingan konseling di Sekolah Menengah dan Madrasah Kecamatan Terbanggi Besar tahun pelajaran 2012-2013. Dan secara khusus tujuan penelitian ini adalah berbagi informasi kepada konselor dan pihak terkait di sekolah mengenai pelaksanaan program bimbingan konseling yang diberikan pada saat penelitian dilakukan. 2. Kegunaan Penelitian a. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini berguna untuk menambah khasanah keilmuan bimbingan dan konseling khususnya mengenai kompetensi profesional konselor sekolah dalam pelaksanaan program bimbingan konseling dan diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya. b. Secara Praktis Informasi yang diperoleh dari hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan bagi para guru, kepala sekolah dan pelaksana pendidikan lainnya agar lebih meningkatkan kompetensi profesionalnya, serta bagi mahasiswa sebagai calon tenaga pelaksana bimbingan dan konseling agar menyadari bahwa terdapat ketidakmaksimalan yang berkaitan dengan kompetensi konselor yang harus segera diperbaiki ke depannya nanti. Selain itu juga diharapkan bagi instansi pendidikan untuk mengupayakan pendidikan yang lebih baik agar personil bimbingan konseling yang dihasilkan semakin baik lagi di masa yang akan datang. C. Kerangka Pemikiran

Keranga pikir adalah dasar dari penelitian yang dipadukan dari fakta-fakta, observasi dan telaah kepustakaan yang memuat mengenai teori, dalil, atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian.. Pelayanan bimbingan konseling merupakan bagian integral dari pendidikan. Bimbingan konseling merupakan layanan bantuan untuk peserta didik baik individu/kelompok agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung. Kegiatan bimbingan konseling tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang, melainkan oleh tenaga profesional yang disebut konselor. Seperti dikemukakan Prayitno (2004:5) bahwa konselor adalah seorang ahli dalam bidang konseling yang memiliki keewenangan dan mandat untuk melaksanankan kegiatan bimbingan dan konseling. Kedudukan Konselor sebagai pendidik profesional sebagaimana diatur di dalam pasal 1 ayat (6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, berimplikasi pada program dan implementasi pendidikan profesional konselor di tanah air yang mampu menghasilkan konselor profesional, yaitu sosok konselor yang menguasai standar kompetensi konselor, di samping memenuhi kualifikasi akademik yang dipersyaratkan sebagaimana diatur di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2008 tentang Standar kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor. Sebagai tenaga penyelenggara bimbingan konseling tentu kompetensi konselor sangatlah dibutuhkan. Kompetensi secara umum terdiri dari kompetensi pedagogik, kompetensi personal, kompetensi sosial dan kompetensi profesional. Keempat kompetensi tersebut merupakan modal utama konselor sekolah untuk melaksanakan penyelenggaraan bimbingan konseling.

Konselor adalah orang yang profesional, artinya secara formal mereka disiapkan oleh lembaga pendidikan yang berwenang. Dalam proses bimbingan dan konseling, konselor memang memiliki peranan penting dalam proses ketercapaian perkembangan peserta didik yang optimal. Hal ini menyangkut bagimana penguasaan konselor terhadap kompetensi profesionalnya, khusunya dalam pengelolaan program bimbingan konseling. Program bimbingan konseling merupakan serangkaian rencana aktifitas layanan bimbingan konseling di sekolah yang selanjutnya akan menjadi pedoman bagi setiap personel dalam pelaksanaan dan pertanggungjawabannya. Dalam pelaksanaan program bimbingan konseling, konselor memegang peranan penting, yaitu merupakan ujung tombak pelaksana program. Namun dalam pelaksanaannya, proses pengelolaan program yang baik dan sistematis belum berjalan optimal mulai dari penyusunan program, implementasi program dan evaluasi program bimbingan konseling. Penyusunan program menurut Sukardi (2008) adalah seperangkat kegiatan yang dilakukan melalui berbagai bentuk survey untuk menginventarisasi tujuan, kebutuhan, kemampuan sekolah dan persiapan sekolah untuk melaksanakan program bimbingan konseling. Hal ini memiliki makna bahwa dalam penyusunan program dibutuhkan langkah awal yaitu menganalisis kebutuhan siswa, kemampuan sekolah dan visi misi sekolah. Akan tetapi dalam kenyataannya, penyusunan program bimbingan konseling yang dilakukan oleh konselor masih berdasarkan pada program tahun sebelumnya. Meskipun suatu program menjadi tugas dan rencana konselor, tetapi dalam pelaksanaannya menuntut partisipasi dan bantuan dari pelaksana pendidikan lainnya, yaitu kepala sekolah, guru mata pelajaran dan wali kelas serta staf administrasi sekolah yang masing-masing memiliki tugas

dalam pelaksanaan program bimbingan konseling, seperti dikemukakan oleh Sukardi (2008) bahwa dalam pelaksanaan program bimbingan konseling hendaknya dirumuskan personel bimbingan konseling dan anggaran biaya yang diperlukan untuk memeperlancar jalannya program bimbingan konseling. Dari pernyataan tersebut, jelas bahwa kerjasama yang baik semua personel pendidikan di sekolah dalam pelaksanaan program bimbingan konseling sangat dibutuhkan. Begitupula dengan ketersediaan anggaran biaya yang minim menjadi penghambat bagi konselor dalam penyediaan fasilitas berupa sarana dan prasarana yang mendukung proses pelaksanaan program bimbingan konseling. Selain proses perencanaan dan implementasi program bimbingan konseling, diperlukan juga adanya evaluasi program bimbingan konseling, seperti diungkapkan Yusuf (2006) bahwa evaluasi merupakan proses pengumpulan informasi untuk mengetahui efektivitas kegiatan yang telah dilaksanakan dalam upaya mengambil keputusan. Di sini jelas bahwa proses evaluasi diperlukan untuk menilai sejauh mana keterlaksanaan dan ketercapaian program bimbingan konseling yang telah dilaksanakan. Namun dalam kenyataannya, proses evaluasi dianggap hanya sebagai formalitas serangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh konselor untuk selanjutnya dilaporkan kepada kepala sekolah jika diminta. Oleh karena itu, pelaksanaan program bimbingan konseling yang baik menuntut keprofesionalan pelaksana program untuk dapat bekerjasama dalam merencanakan, melaksanankan serta mengadakan evaluasi terhadap program bimbingan dan konseling di sekolah. Dengan dilaksanakannya program bimbingan konseling secara profesional oleh konselor, maka penyelenggaraan bimbingan dan konseling yang sesuai dan sistematis diharapkan berjalan efektif dan menjadi sesuatu yang berharga bagi perkembangan serta mencapai tujuan yang diinginkan

oleh siswa.