PENYUSUNAN STANDAR TEKNIS

dokumen-dokumen yang mirip
MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI MERUMUSKAN KETENTUAN PELAKSANAANPERATURAN ZONASI

Pengendalian pemanfaatan ruang

2. TAHAPAN PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI PERUMUSAN DOKUMEN TEKNIS PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ

TENTANG PEDOMAN DAN STÁNDAR TEKNIS UNTUK PELAYANAN PEMANFAATAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW) KOTA MEDAN TAHUN BAB - VIII

Peran Pemerintah dalam Perlindungan Penataan Ruang

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL,

RENCANA RINCI RENCANA UMUM RTRW NASIONAL RENCANA TATA RUANG KAWASAN STRATEGIS NASIONAL RENCANA TATA RUANG PULAU /KEPULAUAN RTRW PROPINSI

28 Jurnal Sangkareang Mataram ISSN No

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tam

MATERI PELATIHAN BERBASIS KOMPETENSI AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI PERSIAPAN REFERENSI DALAM PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI

BAB VI RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

Ketentuan Umum Istilah dan Definisi

Apa saja Struktur Ruang dan Pola Ruang itu??? Menu pembangunan atau produk dokumen yang kita buat selama ini ada dibagian mana??

38. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 31 Tahun 1995 Tentang Terminal Transportasi Jalan;

BAB VII KETENTUAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH KABUPATEN

Kecamatan Kalisat Kabupaten Jember Studio Perencanaan Kota 2014 EXECUTIVE SUMMARY

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERSIAPAN REFERENSI DALAM PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU KERJA

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

Rencana Struktur Tata Ruang Kawasan Perkotaan Metropolitan. Skala peta = 1: Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

fungsi jalan, harga lahan, pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk dan ketersediaan sarana prasarana. C uste s r te I Cluster II

RENCANA DETAIL TATA RUANG (RDTR) IBUKOTA KECAMATAN TALANG KELAPA DAN SEKITARNYA

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR: TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERORIENTASI TRANSIT

TATA RUANG KABUPATEN BANDUNG PEMERINTAH KABUPATEN BANDUNG BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KETENTUAN PERATURAN ZONASI

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN TAHUN

LAPORAN AKHIR KATA PENGANTAR

REKLAMASI DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH -Tantangan dan Isu-

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 03 TAHUN 2004 TENTANG

PENETAPAN LOKASI PENDATAAN ANALISIS KAWASAN DAN WILAYAH PERENCANAAN PENYUSUNAN KONSEP PENYUSUNAN RENCANA UMUM DAN PANDUAN RANCANGAN

Dr. Ir. Iwan Kustiwan, MT Kelompok Keahlian Perencanaan Dan Perancangan Kota SAPPK Institut Teknologi Bandung

KELEMBAGAAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DI DAERAH

LAMPIRAN V KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI KOTA MEDAN. Kualitas yang diharapkan

PEDOMAN PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN (Permen PU 06/2007)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

d. ketentuan tentang prosedur perubahan perizinan dari satu kegiatan menjadi kegiatan lain

W A L I K O T A P A D A N G PROVINSI SUMATERA BARAT

Kata Pengantar. Yogyakarta, Desember Tim Penyusun. Buku Materi Teknis Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi BWP Sedayui

BAB I PENDAHULUAN. Penataan Ruang sebagai suatu sistem proses perencanaan tata ruang,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 64 TAHUN 2014 TENTANG

PERUMUSAN DOKUMEN TEKNIS PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU INFORMASI

WALIKOTA BANJARMASIN

WALIKOTA PADANG PROVINSI SUMATERA BARAT

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 30 TAHUN 2008 TENTANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

ANALISIS INFORMASI DALAM PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI KODE UNIT KOMPETENSI: F45 PZ BUKU KERJA

BAB I. PENDAHULUAN A.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KATA PENGANTAR RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN PACITAN

PERATURAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan (RDTR Kawasan) Skala peta = 1: atau lebih Jangka waktu perencanaan = 20 tahun

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

A. SISTEM PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG:

[ TEKNIK PERENCANAAN TATA GUNA LAHAN]

4. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

STRATEGI UMUM DAN STRATEGI IMPLEMENTASI PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN TEMANGGUNG TAHUN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

Latar Belakang. Ketidakseimbangan volume lalu lintas dengan kapasitas jalan (timbul masalah kemacetan)

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA BEKASI

BUPATI BANYUWANGI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PENGGUNAAN PEMANFAATAN TANAH

KETENTUAN TEKNIS MUATAN RENCANA DETAIL PEMBANGUNAN DPP, KSPP DAN KPPP

PEMERINTAH KOTA PEKALONGAN

Implikasi dan Implementasi UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi Jawa Timur

Strategi Pengendalian dan Pengawasan Sempadan Sungai. (Studi Kasus : Kali Surabaya di Kecamatan Driyorejo dan Wringinanom Kabupaten Gresik)

QANUN KABUPATEN ACEH BESAR NOMOR 14 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 2 TAHUN 2016 TAHUN 2016 TENTANG

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG:

AHLI PENYUSUNAN PERATURAN ZONASI

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN NEGARA. Keserasian Kawasan. Perumahan. Pemukiman. Pedoman.

Lampiran 9. Keterkaitan Substansi RTRW Kabupaten/Kota dan RDTR

2 Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 2. UngUng Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67

PEMAHAMAN PENINJUAN KEMBALI RTRW KABUPATEN. Bab 2.1 KEDUDUKAN PENINJAUAN KEMBALI DALAM SISTEM PENATAAN RUANG

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

BUPATI BANDUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPAEN BANDUNG

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG PANDUAN RANCANG KOTA KAWASAN NIAGA TERPADU SUDIRMAN

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUASIN NOMOR 28 TAHUN 2012 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN BANYUASIN

STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN TOD

I. UMUM II. PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Cukup jelas. Pasal 2. Cukup jelas. Pasal 3

Pedoman Penyusunan RDTR dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota DAFTAR ISI

Rencana Umum Tata Ruang Kota yang telah ditetapkan;

KATA PENGANTAR. Demikian Laporan Akhir ini kami sampaikan, atas kerjasama semua pihak yang terkait kami ucapkan terima kasih. Medan, Desember 2012

Tingkat Pendapatan Kelurahan Pendapatan Petambak

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN IZIN GANGGUAN DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

W A L I K O T A Y O G Y A K A R T A

WALIKOTA MATARAM PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH KOTA MATARAM NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BANGUNAN GEDUNG

BAB II KAJIAN TEORI PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG DAN GAMBARAN UMUM PEMANFAATAN RUANG DI KECAMATAN CIDADAP

Transkripsi:

PENYUSUNAN STANDAR TEKNIS JENIS STANDAR Jenis Standar Standar Preskriptif Standar Kinerja Standar Kuantitatif Standar Desain Standar Subyektif Standar Kualitatif

JENIS STANDAR Standar Preskriptif Standar yang memberikan panduan yang sangat ketat, rinci, terukur serta seringkali dilengkapi rancangan desain. Memberikan kemudahan dalam pelaksanaan/ penggunaannya, tetapi membatasi perancanga/arsitek dalam menuangkan kreasinya (Brough 1985). Standar Kuantitatif Standar kuantitatif menetapkan secara pasti ukuran maksimum atau minimum yang diperlukan, biasanya mengacu pada kebutuhan minimum. Contoh standar kuantitatif: KDB maksimum 60% KLB maksumum 3,0 Tinggi bangunan maksimum 3 lantai, atau 16 m Standar Desain Standar desain merupakan kelanjutan atau kelengkapan dari standar kuantitatif. Contoh standar desain: desain parkir tikungan jalan

JENIS STANDAR Standar Kinerja Standar untuk menghasilkan solusi rancangan yang tidak mengatur langkah penyelesaian secara spesifik (Listokin 1995). Standar Subyektif Standar yang menggunakan ukuran subyektif/deskriptif sebagai ukuran kinerjanya. Contoh standar subyektif: penambahan bangunan tidak boleh mengurangi keindahan, kenyamanan, kemudahan, keselamatan Standar Kualitatif standar yang menetapkan ukuran kinerja dari suatu kegiatan dengan menggunakan ukuran maksimum atau minimum Contoh: batas minimum tingkat pelayanan jalan (level of service) tidak boleh kurang dari D

RUJUKAN STANDAR Standar Nasional Indonesia (SNI) ketentuan ketentuan sektoral lainnya ketentuan lain yang bersifat lokal. PERTIMBANGAN Kesesuaian dengan karakteristik wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan; jika merujuk pada ketentuan teknis daerah lain; Kesesuaian dengan karakteristik sosial dan budaya masyarakat di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan, Kesesuaian dengan kondisi geologi dan geografis kawasan; Kesesuaian dengan arah pengembangan wilayah kabupaten/kota; Metoda perhitungan standar dan tingkat kesalahan yang mungkin terjadi Kebijakan pemerintah kabupaten/kota yang bersangkutan.

PENYUSUNAN PETA ZONASI DEFINISI Peta zonasi peta yang berisi kode zonasi di atas blok dan subblok yang telah didelineasikan sebelumnya. Subblok peruntukan pembagian peruntukan dalam satu blok peruntukan berdasarkan perbedaan fungsi yang akan dikenakan. Bila suatu blok peruntukan akan ditetapkan menjadi beberapa kode zonasi, maka blok peruntukan tersebut dapat dipecah menjadi beberapa subblok peruntukan.

PERTIMBANGAN Kesamaan karakter blok peruntukan, berdasarkan pilihan: Mempertahankan dominasi penggunaan lahan eksisting Menetapkan fungsi baru sesuai dengan arahan RTRW Menetapkan karakter khusus kawasan yang diinginkan Menetapkan tipologi lingkungan/kawasan yang diinginkan, Menetapkan jenis pemanfaatan ruang/lahan tertentu, Menetapkan batas ukuran tapak/persil maksimum/minimum, Menetapkan batas intensitas bangunan/bangunbangunan maksimum/minimum, Mengembangkan jenis kegiatan tertentu, Menetapkan batas kepadatan penduduk/bangunan yang diinginkan; Menetapkan penggunaan dan batas intensitas sesuai dengan daya dukung prasarana yang tersedia Kesesuaian dengan ketentuan khusus yang sudah ada (KKOP, pelabuhan, terminal, dll) Karakteristik lingkungan (batasan fisik) dan administrasi

BATAS DAN PENOMORAN BLOK Pembagian subblok peruntukan dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan: 1. Kesamaan (homogenitas) karakteristik pemanfaatan ruang/lahan. 2. Batasan fisik seperti jalan, gang, sungai, brandgang atau batas persil. 3. Orientasi Bangunan. 4. Lapis bangunan. GSJ GSJ GSB BLOK PERUNTUKAN GSB GSJ GSJ 40132-023 Nomor Blok Peruntukan 40132-024 Keterangan: GSJ = Garis Sempadan Jalan GSB = Garis Sempadan Bangunan

Pembagian zona dengan pertimbangan batasan fisik jalan (termasuk 1 blok dengan batas jalan), gang, brandgang, batas kapling dan orientasi bangunan, lapis bangunan. Pembagian zona dengan pertimbangan batasan fisik sungai, lapis bangunan, rencana jalan jalan), gang, batas kapling dan orientasi bangunan. K-2 K-2 K-2 R-8 FS- 4 R-8 R-8 K-2 Brandang FS- 4 R-8 FS- 4 R-8 K-2

PENYUSUNAN ATURAN PELAKSANAAN ATURAN VARIANSI PEMANFAATAN RUANG MATERI BAHASAN 1. Aturan mengenai variansi yang berkaitan dengan keluwesan/ kelonggaran aturan 2. Aturan insenitf dan disinsentif 3. Aturan mengenai perubahan pemanfaatan ruang

ATURAN VARIANSI PEMANFAATAN RUANG Variansi pemanfaatan ruang adalah kelonggaran/keluwesan yang diberikan untuk tidak mengikuti aturan zonasi yang ditetapkan pada suatu persil tanpa perubahan berarti (signifikan) dari peraturan zonasi yang ditetapkan. JENIS VARIANSI Minor variance dan non conforming dimension Non conforming use Interim development Interim/temporary use

ATURAN INSENTIF DAN DISINSENTIF Insentif : Mendorong/merangsang pembangunan yang sesuai dengan RTR; Mendorong pembangunan yang memberikan manfaat yang besar kepada masyarakat; Mendorong partisipasi masyarakat dan pengembang dalam pelaksanaan pembangunan; Disinsentif : Menghambat/membatasi pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang; Menimbulkan dampak yang cukup besar bagi masyarakat di sekitarnya.

PERTIMBANGAN 1. Pergeseran tata ruang tidak menyebabkan dampak yang merugikan bagi pembangunan kota; 2. Pada hakekatnya tidak boleh mengurangi hak masyarakat sebagai warga negara; 3. Tetap memperhatikan partisipasi masyarakat di dalam proses pemanfaatan ruang untuk pembangunan oleh masyarakat.

ATURAN INSENTIF DAN DISINSENTIF Contoh Bentuk Insentif: Kemudahan izin; Penghargaan; Keringanan pajak; Kompensasi; Imbalan; Pola Pengelolaan; Subsidi prasarana; Bonus/insentif; TDR (Transfer of Development Right, Pengalihan hak Membangun); Ketentuan teknis lainnya. Contoh Bentuk Disinsentif Perpanjang prosedur; Perketat/tambah syarat; Pajak tinggi; Retribusi tinggi; Denda/charge; Pembatasan prasarana; dan lain lain.

ATURAN PERUBAHAN PEMANFAATAN LAHAN Perubahan pemanfaatan lahan pemanfaatan lahan yang berbeda dari penggunaan lahan dan peraturannya yang ditetapkan dalam Peraturan Zonasi dan Peta Zonasi. TUJUAN Mengakomodasi fleksibilitas pemanfaatan ruang membuka peluang yang lebih besar bagi pihak swasta dalam berpartisipasi dalam pembangunan, secara seimbang JENIS PERUBAHAN penggunaan lahan intensitas pemanfaatan lahan ketentuan tata massa bangunan ketentuan prasarana minimum dan perubahan lainnya yang masih ditoleransi tanpa menyebabkan perubahan keseluruhan blok/subblok peruntukan (rezoning)

PRINSIP PERUBAHAN UMUM : Kawasan Lindung harus memperhatikan kondisi fisik dan pemanfaatan ruang yang ada, seminimal mungkin mengganggu fungsi lindung. Kawasan Budidaya kawasan awal diupayakan tetap dipertahankan, hanya dapat diubah ke fungsi budidaya lain berdasarkan Peraturan Zonasi; Perubahan ke hirarki guna lahan dengan tingkat gangguan yang lebih rendah dapat diperkenankan; Perubahan ke hirarki guna lahan dengan tingkat gangguan yang lebih berat tidak dianjurkan; Perubahan ke hirarki guna lahan dengan tingkat gangguan yang lebih berat hanya dapat diijinkan jika manfaatnya lebih besar dari bebannya, mendapat persetujuan dari pihak yang terkena dampak, serta membayar denda dan biaya dampak yang ditentukan; Perubahan penggunaan lahan dari lahan budidaya pertanian ke budidaya bukan pertanian (perkotaan) perlu dikendalikan atau dilarang sama sekali.

PRINSIP PERUBAHAN KHUSUS : Harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi kota; Merupakan antisipasi pertumbuhan kegiatan ekonomi perkotaan yang cepat; Tidak boleh mengurangi kualitas lingkungan; Tidak mengganggu ketertiban dan keamanan; Tidak menimbulkan dampak yang mempengaruhi derajat kesehatan; Tetap sesuai dengan azas perubahannya yaitu: keterbukaan, persamaan, keadilan, perlindungan hukum, mengutamakan kepentingan masyarakat golongan sosial ekonomi lemah; Hanya perubahan perubahan yang dapat ditoleransi saja yang diinginkan, karena ijin perubahan tersebut akan dilegalkan di pengaturan berikutnya;

KRITERIA PERUBAHAN PERTIMBANGAN Terdapat kesalahan peta dan/atau informasi Rencana yang disusun menyebabkan kerugian bagi masyarakat atau kelompok masyarakat Rencana yang disusun menghambat pertumbuhan perekonomian kota Permohonan/usulan penggunaan lahan baru menjanjikan manfaat yang besar bagi lingkungan Ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar; Berdasarkan pemikiran bahwa tidak semua perubahan pemanfaatan lahan akan berdampak negatif bagi masyarakat kota; Kecenderungan menggampangkan persoalan dengan cara mensahkan/melegalkan perubahan pemanfaatan lahan yang menyimpang dari rencanakotapadaevaluasi rencana berikutnya

KATEGORI PERUBAHAN Berdasarkan Ketentuan/Aturan Perubahan Perubahan bersyarat dengan pertimbangan pertimbangan khusus dan memerlukan persyaratan persyaratan khusus Perubahan diizinkan Prosedur perubahan ini tidak memerlukan persyaratan persyaratan khusus sebelumnya seperti pada perubahan bersyarat Berdasarkan Sifat Perubahan Perubahan Sementara mempertimbangkan perkembangan kota sepanjang merupakan perubahan kecil dan sesuai dengan matriks perubahan penggunaan lahan. (maksimal 5 tahun). Perubahan Tetap Dilakukan dengan ketetapan walikota dan melalui prosedur peninjauan rencana tata ruang kota (RTRWK/RDTRK)

KRITERIA PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG KESALAHAN PETA & INFORMASI KERUGIAN BAGI MASYARAKAT AKIBAT RENCANA BERMANFAAT BESAR BAGI LINGKUNGAN JENIS PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG PERUBAHAN KECIL PERUBAHAN BESAR PERUBAHAN SEMENTARA INTENSITAS RUANG NAIK 10% DARI RENCANA (MINOR VARIANCE) INTENSITAS RUANG NAIK > 10% PERUBAHAN KELAS FUNGSI (LAND USE) PERUBAHAN STRUKTUR RUANG KAWASAN BERDASARKAN RDTR (DAMPAK BESAR). DIATUR DALAM PROSEDUR PENINJAUAN RENCANA TATA RUANG KOTA SECARA KHUSUS INTENSITAS RUANG NAIK < 10% TIDAK MENGUBAH STRUKTUR RUANG KAWASAN BERDASARKAN RDTR JANGKA WAKTU MAKSIMAL 5 TAHUN.

KATEGORI PERUBAHAN Berdasarkan Jenis Peraturan Zonasi Spot Zoning zoning zoning kecil yang berlawanan dengan zoning yang telah ditentukan, yang mendapat perlakuan khusus atau memiliki hak istimewa yang tidak sesuai dengan kiasifikasi penggunaan lahan di sekitarnya. Up Zoning perubahan kode zonasi ke hirarki yang lebih tinggi, dari yang ditetapkan dalam peta/peraturan zonasi (misalnya dari perdagangan ke komersial/bisnis). Down Zoning perubahan kategori penggunaan lahan ke tingkat yang lebih mikro (misalnya dari komersial ke jasa hiburan). Rezoning perubahan peta zonasi yang mengubah keseluruhan peruntukan/zonasi satu blok atau subblok (rezoning) dari zonasi yang kurang intensif menjadi penggunaan yang lebih intensif (Mandelker, 1993).

INDIKATOR NILAI PERUBAHAN I = perubahan diizinkan T = perubahan terbatas B = perubahan bersyarat = perubahan tidak diizinkan BIAYA PERUBAHAN Penghitungan tarif/biaya perubahan penggunaan lahan ditentukan berdasarkan : Tingkat pelanggaran/ketidaksesuaian suatu pemanfaatan baru terhadap rencanatata ruang kota (RDTRK). Rujukan pada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 4 Tahun 1996 tentang Pedoman Perubahan Pemanfaatan Lahan Perkotaan.

ATURAN DAMPAK PEMANFAATAN RUANG KATEGORI GANGGUAN KATEGORI PERUBAHAN TINGKAT GANGGUAN Tingkat gangguan akibat dampak perubahan pemanfaatan ruang terdiri paling sedikit terdiri dari: intensitas gangguan tinggi Intensitas gangguan sedang Intensitas gangguan rendah tidak ada gangguan (gangguan diabaikan) Menurunkan tingkat gangguan : penurunan tinggi penurunan sedang penurunan rendah Tingkat gangguan tetap Meningkatkan gangguan: peningkatan rendah, peningkatan sedang peningkatan tinggi

JENIS DAMPAK Dampak Ekonomi Dampak Sosial Dampak Lingkungan Dampak Lalu Lintas

PERAN MASYARAKAT Pemberian masukan dalam penentuan arah pengembangan wilayah kabupaten/kota; Pengidentifikasian berbagai potensi dan masalah pembangunan, baik itu pelaksanaan maupun pengendaliannya; Bantuan untuk merumuskan klasifikasi penggunaan lahan yang akan atau telah dikembangkan di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan; Bantuan untuk merumuskan zonasi pembagian wilayah kabupaten/kota, misalnya mengusulkan pembatasan lingkungan peruntukan; Bantuan untuk merumuskan pengaturan tambahan, yang berhubungan dengan pemanfaatan terbatas dan pemanfaatan bersyarat; Pengajuan keberatan terhadap peraturan peraturan yang akan dirumuskan (rancangan); Kerjasama dalam penelitian dan pengembangan dan atau bantuan tenaga ahli; Ketentuan lain yang sesuai dengan kebijakan pemerintah kabupaten/kota.