MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA BANDA ACEH 2029

dokumen-dokumen yang mirip
KEADAAN UMUM KOTA BANDA ACEH. Tabel 4. Luas dan Persentase Wilayah Kecamatan di Kota Banda Aceh NO KECAMATAN LUAS (Km 2 )

Dasar hukum yang menjadi pedoman dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh meliputi :

BAB II DESKRIPSI PROYEK

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU KECAMATAN KOTA TENGAH KOTA GORONTALO. Sri Sutarni Arifin 1. Intisari

Bismillahirahmaanirrahiim.

BAB IV GAMBARAN UMUM

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

BAB II KONDISI WILAYAH STUDI

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Wilayah Administratif Kabupaten Tanggamus

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN I LATAR BELAKANG I Pengertian RPJP Kota Banda Aceh I Proses Penyusunan RPJP Kota Banda Aceh..

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

APLIKASI SIG UNTUK PEMETAAN DAN PENYUSUNAN BASISDATA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PERKOTAAN (STUDI KASUS: KOTA BANDA ACEH)

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN. batas-batas wilayah sebagai berikut : - Sebelah Utara dengan Sumatera Barat. - Sebelah Barat dengan Samudera Hindia

KATA PENGANTAR. Meureudu, 28 Mei 2013 Bupati Pidie Jaya AIYUB ABBAS

III PENYUSUNAN MASTERPLAN RTH PERKOTAAN MASTERPLAN RTH

2016 KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU BERD ASARKAN JUMLAH PEND UD UK D I KECAMATAN JATINANGOR KABUPATEN SUMED ANG

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

Tabel 3 Kecamatan dan luas wilayah di Kota Semarang (km 2 )

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kota seringkali menyebabkan terjadinya perubahan kondisi ekologis lingkungan perkotaan yang

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

PENDAHULUAN Latar Belakang

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan pesat di seluruh wilayah Indonesia. Pembangunan-pembangunan

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

KONDISI W I L A Y A H

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

BAB II TINJAUAN UMUM

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang

BAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro

KONDISI UMUM BANJARMASIN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Letak Geografis. 08º00'27" Lintang Selatan dan 110º12'34" - 110º31'08" Bujur Timur. Di

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Jumlah penduduk yang terus meningkat membawa konsekuensi semakin

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

6.1. PRIORITAS PEMANFAATAN RUANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

Keputusan Presiden No. 32 Tahun 1990 Tentang : Pengelolaan Kawasan Lindung

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB II TINJAUAN UMUM

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. sebagai bentang budaya yang ditimbulkan oleh unsur-unsur alami dan non alami

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB II DESKRIPSI DAERAH STUDI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

BAB III Data Lokasi 3.1. Tinjauan Umum DKI Jakarta Kondisi Geografis

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Provinsi Lampung yang dikukuhkan berdasarkan Undang-Undang Negara Republik

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 32 TAHUN 1990 TENTANG PENGELOLAAN KAWASAN LINDUNG

BAB III TINJAUAN KAWASAN WILAYAH

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2016 TENTANG BATAS SEMPADAN PANTAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB III TINJAUAN WILAYAH

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah suatu bentuk ruang terbuka di kota (urban

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

Transkripsi:

MASTERPLAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA BANDA ACEH 2029 Tim P2KH Kota Banda Aceh 2012

KATA PENGANTAR Bismillahirahmanirrahim. Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT bahwasannya Dokumen Masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Banda Aceh Tahun 2012-2029 dapat diselesaikan sesuai waktu yang ditentukan. Dokumen Masterplan RTH ini merupakan dokumen pendukung dari dokumen Rencna Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh yang memetakan RTH eksisting dan menetapkan rencana pembangunan RTH dalam periode minimal 10 tahun yang tersusun dalam kerangka indikasi program yang sistematis dan realistis. Dokumen Masterplan Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Banda Aceh ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai panduan bagi masyarakat, pihak swasta dan khususnya Pemerintah Kota Banda Aceh dalam merealisasikan pembangunannya infrastruktur hijau dalam mewujudkan RTH perkotaan minimal 30% dalam upaya mewujudkan Kota Hijau. Akhir kata kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian dokumen ini. Banda Aceh, Oktober 2012 Tim Penyusun Masterplan RTH Kota Banda Aceh Halaman - i

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iv v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang..... 1 1.2 Maksud dan Tujuan........ 1 1.3 Pengertian dan Muatan Masterplan RTH Kota.... 2 1.4 Sistematika Pembahasan... 3 BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH 2.1 BioGeoFisik... 5 2.1.1 Letak Geografis... 5 2.1.2 Kondisi Topografi... 5 2.1.3 Kondisi Geomorfologi... 5 2.1.4 Kondisi Geologi... 8 2.1.5 Batuan dan Jenis Tanah... 10 2.1.6 Kondisi Hidrologi... 10 2.1.7 Kondisi Klimatologi... 12 2.1.8 Penggunaan Lahan... 12 2.2 Kependudukan... 16 2.2.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk... 16 2.2.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk... 18 2.3 Kondisi Sosial Budaya... 20 2.3.1 Kondisi Sosial... 20 2.3.2 Sifat Gotong Royong... 21 2.3.3 Kehidupan Religius... 21 2.4 Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi... 21 2.4.1 Kegiatan Ekonomi... 22 Halaman - i

BAB III IDENTIFIKASI, INVENTARISASI DAN EVALUASI RTH KOTA BANDA ACEH 3.1 Identifikasi RTH Kota Banda Aceh...... 24 3.1.1 Taman Kota... 25 3.1.2 Hutan Kota.... 25 3.1.3 RTH Jalur Hijau Jalan... 26 3.1.4 RTH Jalur Hijau Sempadan Sungai... 27 3.1.5 RTH Jalur Hijau Sempadan Pantai... 27 3.1.6 RTH Lapangan Olah Raga... 28 3.1.7 RTH Pemakaman... 29 3.1.8 RTH Perkarangan Rumah... 30 3.1.9 RTH Halaman Perkantoran, Gedung Komersial, Mesjid dan Sekolah 30 3.1.10 RTH Pertanian Kota... 31 3.2 Inventarisasi RTH Kota Banda Aceh... 32 3.3 Evaluasi RTH Kota Banda Aceh... 36 BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU 4.1 Kebutuhan RTH Berdasarkan Luas Wilayah Kota...... 37 4.2 Analisis Kebutuhan RTH Kota berdasarkan Jumlah Penduduk..... 38 4.3 Analisis Kebutuhan RTH Kota berdasarkan Kebutuhan Oksigen..... 40 4.3.1 Kebutuhan Oksigen berdasarkan Jumlah Penduduk... 41 4.3.2 Kebutuhan Oksigen berdasarkan Jumlah Kendaraan Bermotor... 41 4.4 Analisis Kebutuhan RTH Kota berdasarkan Netralisasi Karbon Dioksida.... 44 4.5 Analisis Kebutuhan RTH Kota berdasarkan Kebutuhan Air..... 44 4.6 Kebutuhan RTH Kota Banda Aceh Tahun 2029........ 45 BAB V RENCANA PENGEMBANGAN RTH KOTA BANDA ACEH 5.1 Peran RTH membentuk Karakter Kota... 46 5.2 Potensi dan Peluang Pengembangan RTH Kota... 49 5.3 Strategi Pembangunan RTH Publik & RTH Privat... 57 5.3.1 Kecamatan Baiturrahman... 57 5.3.2 Kecamatan Banda Raya... 58 5.3.3 Kecamatan Jaya Baru... 59 5.3.4 Kecamatan Kuta Alam... 60 5.3.5 Kecamatan Kuta Raja... 61 5.3.6 Kecamatan Meuraxa... 62 5.3.7 Kecamatan Lueng Bata... 63 Halaman - ii

5.3.8 Kecamatan Syiah Kuala... 64 5.3.9 Kecamatan Ulee Kareng... 65 BAB VI RENCANA PEMBANGUNAN RTH KOTA BANDA ACEH 6.1 Arah Pembangunan RTH Kota Banda Aceh... 66 6.2 Rencana Pembangunan RTH, Taman dan Jalur Hijau Kota Banda Aceh... 66 6.2.1 Ruang Terbuka Hijau Kota... 67 6.2.2 RTH Taman Kota... 70 6.2.3 RTH Jalur Hijau... 77 6.3 Pembangunan Kawasan Hijau... 80 6.3.1 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Baiturrahman... 82 6.3.2 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Meuraxa... 84 6.3.3 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Banda Raya... 85 6.3.4 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Jaya Baru... 88 6.3.5 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Kuta Alam... 89 6.3.6 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Kuta Raja... 91 6.3.7 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Lueng Bata... 94 6.3.8 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Syiah Kuala... 96 6.3.9 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Ulee Kareng... 97 6.4 Arah Pembangunan RTH Kota Banda Aceh... 66 6.5 Rencana Pembangunan RTH, Taman dan Jalur Hijau Kota Banda Aceh... 46 BAB VII INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN RTH KOTA BANDA ACEH 98 BAB VIII RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMELIHARAAN 8.1 Rencana Pengelolaan... 108 8.2 Strategi dan Instrumen Perencanaan Pengelolaan... 108 8.3 Kerja Sama Pemerintah Swasta (Public Private Partnership)... 109 8.4 Partisipasi Masyarakat... 109 8.4.1 Bidang-bidang Partisipasi Masyarakat... 109 8.4.2 Ragam Kegiatan Partisipasi Masyarakat... 109 8.4.3 Pengembangan Partisipasi Masyarakat dan Sarana Pendukungnya... 110 Halaman - iii

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Nama-nama sungai dan luas daerah alirannya... 2 Tabel 2.2 Klimatologi Kota Banda Aceh Tahun 2003... 12 Tabel 2.3 Penggunaan Lahan Tahun 2005... 13 Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Sebelum dan Sesudah Tsunami... 17 Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Pasca Tsunami... 17 Tabel 2.6 Proyeksi Jumlah Penduduk sampai Tahun 2029... 18 Tabel 2.7 Kepadatan dan Distribusi Penduduk Sebelum Tsunami (Tahun 2003)... 19 Tabel 2.8 Kepadatan dan Distribusi Penduduk Pasca Tsunami (Tahun 2007)... 20 Tabel 2.9 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Sesudah Tsunami... 20 Tabel 3.1 Klasifikasi RTH berdasarkan Kepemilik... 24 Tabel 3.2 Data Luas dan Komponen RTH Publik Kota Banda Aceh Tahun 2012... 33 Tabel 3.3 Data Luas dan Komponen RTH Privat Kota Banda Aceh Tahun 2012... 33 Tabel 3.4 Data Luas dan Komponen RTH Publik dan Privat Kota Banda Aceh Tahun 2012... 34 Tabel 3.5 Kecukupan RTH Publik dan RTH Privat Kota Banda Aceh... 36 Tabel 4.1 Kebutuhan RTH Kota Banda Aceh berdasarkan Luas Wilayah... 37 Tabel 4.2 Kecukupan Kebutuhan RTH berdasarkan Luas Wilayah... 38 Tabel 4.3 Kebutuhan RTH berdasarkan Jumlah penduduk... 39 Tabel 4.4 Kebutuhan Jenis RTH Publik berdasarkan Jumlah penduduk Tahun 202 40 Tabel 4.5 Kebutuhan Oksigen berdasarkan Jumlah Penduduk Tahun 2029... 41 Tabel 4.6 Kebutuhan Oksigen berdasarkan Jumlah Kendaraan Tahun 2029... 42 Tabel 4.7 Total kebutuhan RTH berdasarkan Kebutuhan Oksigen Tahun 2029... 43 Tabel 4.8 Kebutuhan RTH Kota Banda Aceh Tahun 2029... 45 Tabel 5.1 Data Luas dan Komponen RTH Kota Banda Aceh... 50 Tabel 5.2 Rencana Pengunaan Lahan kota Banda Aceh 2029... 53 Tabel 6.1 RTH Eksisting Kota Banda Aceh Tahun 2012... 66 Tabel 6.2 Rencana Pembangunan RTH Kota Banda Aceh Tahun 2029... 66 Tabel 7.1 Indikasi Program Pembangunan RTH Kota Banda Aceh... 99 Halaman - iv

DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Peta Administrasi Kota Banda Aceh... 6 Gambar 2.2 Peta Kemiringan Lereng Kota Banda Aceh... 7 Gambar 2.3 Peta Geologi Teknik Kota Banda Aceh... 9 Gambar 2.4 Penggunaan Lahan Eksisting Kota Banda Aceh 2009... 15 Gambar 3.1 Taman Kota di Kota Banda Aceh... 25 Gambar 3.2 Hutan Kota BNI di Desa Tibang Kecamatan Syiah Kuala... 26 Gambar 3.3 Kondisi Jalur Hijau di beberapa ruas Kota Banda Aceh... 27 Gambar 3.4 RTH Jalur Hijau Sempadan Sungai di Kota Banda Aceh... 27 Gambar 3.5 Kondisi RTH Jalur Hijau Sempadan Pantai di Kota Banda Aceh... 28 Gambar 3.6 RTH Blang Padang merupakan salah satu ikon Kota Banda Aceh... 29 Gambar 3.7 Beberapa RTH Pemakaman... 30 Gambar 3.8 RTH Perkarangan di beberapa rumah di Kota Banda Aceh... 30 Gambar 3.9 RTH Halaman Perkantoran, Komersial, Mesjid dan Sekolah... 31 Gambar 3.10 Beberapa RTH Pertanian di Kota Banda Aceh, beberapa diantaranya masih berupa persawahan aktif... 25 Gambar 3.11 Peta Potensi Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kota Banda Aceh... 35 Gambar 5.1 RTH Blang Padang... 47 Gambar 5.2 RTH Taman Sari... 47 Gambar 5.3 RTH Taman Mesjid Raya Baiturrahman ikon Kota Banda Aceh... 48 Gambar 5.4 Hutan Kota BNI di Tibang ikon baru kota Banda Aceh... 49 Gambar 5.5 Kondisi Eksisting RTH kota Banda Aceh (11,81 %)... 54 Gambar 5.6 Rencana RTH kota Banda Aceh (20,52 %)... 55 Gambar 5.7 Usulan Revisi Rencana RTH kota Banda Aceh (23,89 %)... 56 Gambar 6.1 Rencana Pembangunan RTH kota Banda Aceh... 68 Gambar 6.2 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Baiturrahman... 83 Gambar 6.3 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Meuraxa... 85 Gambar 6.4 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Banda Raya... 87 Gambar 6.5 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Jaya Baru... 88 Gambar 6.6 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Kuta alam... 90 Gambar 6.7 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Kuta Raja... 92 Gambar 6.8 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Lueng Bata... 94 Gambar 6.9 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Syiah Kuala... 96 Gambar 6.10 Usulan Pembangunan RTH di Kecamatan Ulee Kareng... 97 Halaman - v

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan atau pengembangan kawasan yang tidak terencana dan tidak tertib akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan hidup. Besarnya tekanan ekonomi akibat persaingan warga kota dengan pendatang juga kerap menyebabkan permasalahanpermasalahan lingkungan ini diabaikan. Pusat kota kian padat dengan aktivitas ekonomi, sehingga fungsi Ruang Terbuka Hijau (selanjutnya disebut dengan RTH) yang ada pun diselewengkan menjadi tempat transaksi jual-beli dilakukan. Kota yang berkembang secara ekonomi tetapi menurun secara ekologi, akan menyebabkan tergangunya keseimbangan ekosistem, seperti meningkatnya suhu udara dan pencemaran lingkungan yang pada gilirannya akan menimbulkan biaya (cost) pembangunan yang tinggi. Untuk menekan cost tersebut dan mengatasi kerusakan lingkungan dapat dilakukan dengan pengembangan RTH yang tepat dan sesuai dengan fungsinya. Vegetasi dalam RTH akan berfungsi sebagai paru-paru kota yang akan memproduksi oksegen (O 2 ), menyerap karbondioksida (CO 2 ) dan gas polutan lainnya. RTH juga mendukung fungsi sosial budaya, dan arsitektural yang dapat memberi manfaat ekonomi dan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Selain itu juga patut mempertimbangkan faktor-faktor psikologis seperti perilaku keruangan (territoriality) dan pemenuhan kebutuhan dasar manusia (basic human needs), yang berpengaruh besar terhadap keberhasilan dalam perancangan suatu RTH di kota. Perencanaan RTH merupakan upaya luhur untuk menjaga kesinambungan antar generasi, sehingga diharapkan akan dapat diperoleh arah, bentuk, fungsi, dan peran RTH pada masing-masing kawasan, secara menyeluruh, baik dalam kedudukannya sebagai ruang terbuka hijau alami: berupa habitat liar alami, kawasan lindung, dan taman nasional, maupun RTH non alami atau binaan, sebagai hasil olah karya perencana tata ruang untuk mengalokasikan RTH nonalami. Pada dasarnya perencanaan RTH disusun sebagai upaya untuk mengantisipasi pertumbuhan dan perkembangan kegiatan pembangunan kota, sebagai upaya menjaga keseimbangan, keserasian, dan keselarasan antara ruang terbangun dengan RTH. 1.2 Maksud dan Tujuan Penyusunan Masterpan RTH Kota Banda Aceh dimaksudkan untuk mendorong terwujudnya kota hijau khususnya RTH perkotaan minimal 30% yang tersusun dalam Halaman - 1

kerangka indikasi program yang sistematis dan realistis dalam rangka implementasi RTRW Kota Banda Aceh dan pemenuhuan amanat UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Selanjutnya tujuan dari Penyusunan Masterpan RTH Kota Banda Aceh ini adalah untuk memetakan RTH eksisting dan menetapkan rencana pembangunan RTH dalam periode 20 tahun sesuai RTRW Kota Banda Aceh, sekaligus sebagai dasar penetapan lokasi-lokasi yang diprioritaskan perwujudannya. 1.3 Pengertian dan Muatan Masterplan RTH Kota Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan Peraturan Menteri PU No.05/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan disebutkan bahwa pengertian Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjang/jalur dan atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh tanaman secara alamiah maupun yang sengaja ditanam. Rencana Induk (Masterplan) RTH merupakan Rencana pengembangan RTH Kota/Kabupaten untuk mencapai target luas RTH minimal 30% (UU 26/2007 Penataan Ruang) dalam jangka waktu 20 tahun (sesuai RTRW Kota/Kabupaten). Penyediaan RTH merupakan amanat dari UU No.26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dimana disyaratkan luas RTH minimal sebesar 30% dari luas wilayah kawasan perkotaan yang dibagi menjadi RTH Publik minimal 20% dan RTH Privat minimal 10%, sebagai salah satu alternatif upaya meminimalisir dampak kerusakan lingkungan dengan cara pengoptimalan fungsi ekologi Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (RTHKP). Secara Umum pengertian dan manfaat Masterplan RTH Kota dapat dijabarkan sebagai berikut : a. Ruang Terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. b. Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan (yang selanjutnya disingkat RTHKP) adalah bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika. c. Kawasan Perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi. d. Berdasarkan kategori kepemilikan, RTHKP terbagi menjadi privat dan publik. RTHKP Publik adalah RTHKP yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggung jawab pemerintah Kabupaten/Kota. RTHKP Privat adalah RTHKP yang penyediaan dan Halaman - 2

pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatan ruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. e. Adapaun berdasarkan standar yang berlaku, proporsi luasan RTH Publik harus lebih besar daripada RTH privat. Luasan RTH Publik yang besar dan terintegrasi sebagai suatu sistem RTH perkotaan akan menghasilkan dampak ekologi yang besar bagi suatu kota. f. Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 05/Prt/M/2008, RTH Taman kota dapat dimanfaatkan penduduk untuk melakukan berbagai kegiatan sosial pada satu kota atau bagian wilayah kota. Taman ini dapat berbentuk sebagai RTH (lapangan hijau) yang dilengkapi dengan fasilitas rekreasi, taman bermain (anak/balita), taman bunga, taman khusus (untuk lansia), fasilitas olah raga terbatas, dan kompleks olah raga dengan minimal RTH 30%. Sedangkan muatan dari Masterplan RTH Kota adalah : a. Gambaran umum kota (profil kota), yang memuat BioGeoFisik, Kependudukan, Ekonomi, Sarana dan Prasarana. b. Identifikasi dan Evaluasi RTH Kota, yang memuat Kondisi eksisting RTH Kota, Evaluasi RTH kota (berdasarkan Citra Satelit) c. Analisis Kebutuhan RTH Kota berdasarkan Persentasi Wilayah, berdasarkan Jumlah Penduduk, berdasarkan Kebutuhan Oksigen, berdasarkan Netralisasi Karbon Dioksida, dan berdasarkan Perhitungan Kebutuhan Air. d. Rencana Pembangunan RTH Kota dalam bentuk Peran RTH dalam Membentuk Karakter Kota, Potensi dan Peluang Pengembangan RTH, Kebijakan Pengembangan RTH Kota, Arah Pengembangan dan Pembangunan RTH Kota, Strategi Pembangunan Kota, Pembangunan RTH Taman dan Jalur Hijau, Pembangunan RTH dengan fungsi khusus, Pembangunan RTH Privat, Tanaman Penghijauan di wilayah perkotaan dan Peran serta masyarakat dalam Pembangunan RTH Kota. e. Tabel Indikasi Program. f. Peta-peta sebagai input dan Peta-peta sebagai output. 1.4 Sistematika Pembahasan Sistematika penusunan Masterplan RTH Kota Banda Aceh ini dibagi menjadi 7 (tujuh) bab, yaitu : BAB I PENDAHULUAN Halaman - 3

Pada bab ini dibahas mengenai latar belakang, maksud dan tujuan, pengertian dan muatan Masterplan RTH Kota, serta sistematika pembahasan. BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH Pada bab ini membahas gambaran umum kota Banda Aceh meliputi: letak geografis, kondisi topografi, kondisi geomophologi, kondisi geologi, batuan dan jenis tanah, kondisi hidrologi, kondisi klimatologi dan penggunaan lahan. Selanjutnya membahas kependudukan meliputi: jumlah dan pertumbuhan penduduk, distribusi dan kepadatan penduduk, kondisi sosial dan budaya seta struktur dan pertumbuhan ekonomi. BAB III INVENTARISASI, IDENTIFIKASI, EVALUASI RTH KOTA BANDA ACEH Pada Bab ini melakukan inventarisasi, identifikasi dan evaluasi eksisting RTH Kota Banda Aceh meliputi RTH Publik dan RTH Privat. BAB IV ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU Pada Bab ini melakukan analisis kebutuhan RTH Kota Banda Aceh berdasarkan persentasi wilayah, berdasarkan jumlah penduduk, berdasarkan kebutuhan oksigen, berdasarkan netralisasi karbon dioksida, dan berdasarkan perhitungan kebutuhan air. BAB V RENCANA PENGEMBANGAN RTH KOTA BANDA ACEH Pada bab ini membahas rencana pengembangan dan pembangunan RTH Kota Banda Aceh dalam bentuk peran RTH dalam membentuk karakter kota, potensi dan peluang pengembangan RTH, kebijakan pengembangan RTH Kota, arah pengembangan dan pembangunan RTH Kota, strategi pembangunan kota, pembangunan RTH taman dan jalur hijau, pembangunan RTH dengan fungsi khusus, dan Pembangunan RTH privat. BAB VI RENCANA PEMBANGUNAN RTH KOTA BANDA ACEH Pada bab ini dibahas arah pembangunan RTH kota banda aceh, rencana pembangunan RTH, taman dan jalur hijau Kota Banda Aceh meliputi ruang terbuka hijau kota, RTH taman kota, dan RTH jalur hijau. Selanjutnya juga dibahas pembangunan kawasan hijau kota yang berisi usulan pembangunan RTH pada masing-masing kecamatan di Kota Banda Aceh. BAB VI I INDIKASI PROGRAM PEMBANGUNAN RTH KOTA BANDA ACEH Pada bab ini dibahas prioritas dan rencana investasi pembangunan RTH Kota dalam jangka pendek (1 tahun) ha (%), menengah (5 tahun) ha (%), panjang (20 tahun) ha (30%). BAB VIII RENCANA PENGELOLAAN DAN PEMELIHARAAN Pada Bab ini berisikan rencana penelolaan dan pemeliharaan serta partisipasi masyarakat agar kecukupan RTH yang telah dicapai dapat berkelanjutan dan ditingkatkan kualitasnya. Halaman - 4

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDA ACEH 2.1 BioGeoFisik 2.1.1 Letak Geografis Letak geografis Kota Banda Aceh berada antara 05º30' 05º35' LU dan 95º30' 99º16' BT, terdiri dari 9 kecamatan, 70 desa dan 20 kelurahan dengan luas wilayah keseluruhan ± 61,36 km² (6.136 ha). Batas-batas administrasi Kota Banda Aceh adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Darul Imarah dan Kecamatan Ingin Jaya, Kabupaten Aceh Besar Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Peukan Bada, Kabupaten Aceh Besar Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Barona Jaya dan Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar 2.1.2 Kondisi Topografi Ketinggian Kota Banda Aceh berkisar antara -0,45m sampai dengan +1,00 m di atas permukaan laut (dpl), dengan ratarata ketinggian 0,80 m dpl. Bentuk permukaan lahannya (fisiografi) relatif datar dengan kemiringan (lereng) antara 2-8%. Bentuk permukaan ini menandakan bahwa tingkat erosi relatif rendah, namun sangat rentan terhadap genangan khususnya pada saat terjadinya pasang dan gelombang air laut terutama pada wilayah bagian Utara atau pesisir pantai. Dalam lingkup makro, Kota Banda Aceh dan sekitarnya secara topografi merupakan dataran banjir Krueng Aceh dan 70% wilayahnya berada pada ketinggian kurang dari 5 meter dpl. Ke arah hulu dataran ini menyempit dan bergelombang dengan ketinggian hingga 50 meter dpl. Dataran ini diapit oleh perbukitan terjal di sebelah Barat dan Timur dan ketinggian lebih dari 500 m, sehingga mirip kerucut dengan mulut menghadap ke laut. 2.1.3 Kondisi Geomofologi Secara umum geomorfologi wilayah Kota Banda Aceh terletak di atas formasi batuan vulkanis tertier (sekitar Gunung Seulawah dan Pulau Breueh), formasi batuan sedimen, formasi endapan batu (di sepanjang Kr. Aceh), formasi batuan kapur (di bagian timur), formasi batuan vulkanis tua terlipat (dibagian selatan), formasi batuan sedimen terlipat dan formasi batuan dalam. Halaman - 5

Gambar. 2.1 Peta Administrasi Kota Banda Aceh Halaman - 6

Gambar. 2.2 Peta Kemiringan Lereng Kota Banda Aceh Halaman - 7

Geomorfologi daerah pesisir Kota Banda Aceh secara garis besar dibagi menjadi pedataran yang terdapat di pesisir pantai utara dari Kecamatan Kuta Alam hingga sebagian Kecamatan Kuta Raja, dan pesisir pantai yang terletak di wilayah barat atau sebagian Kecamatan Meuraxa. Daerah pedataran di pesisir Kota Banda Aceh secara umum terbentuk dari endapan sistim marin yang merupakan satuan unit yang berasal dari bahan endapan (aluvial) marin yang terdiri dari pasir, lumpur dan kerikil. Kelompok ini dijumpai di dataran pantai yang memanjang sejajar dengan garis pantai dan berupa jalur-jalur beting pasir resen dan subresen. Beting pasir resen berada paling dekat dengan laut dan selalu mendapat tambahan baru yang berupa endapan pasir, sedangkan beting pasir subresen dibentuk oleh bahan-bahan yang berupa endapan pasir tua, endapan sungai, dan bahan-bahan aluvial/koluvial dari daerah sekitarnya. 2.1.4 Kondisi Geologi Kota Banda Aceh terletak diantara dua patahan (sebelah timur utara dan sebelah barat selatan kota). Berada pada pertemuan Plate Euroasia dan Australia berjarak ± 130 km dari garis pantai barat sehingga daerah ini rawan terhadap Tsunami. Litologi Kota Banda Aceh merupakan susunan batuan yang kompleks, terdiri dari batuan sedimen, meta sedimen, batu gamping, batuan hasil letusan gunung api, endapan alluvium, dan intrusi batuan beku, berumur holosen hingga Pra-Tersier, dan secara umum dibagi atas 4 (empat) kelompok, yaitu : a) Alluvium b) Batuan Kuarter (sedimen dan volkanik) c) Batuan Tersier (sedimen dan volkanik) d) Batuan metasedimen, malihan, dan terobosan Pra-tersier. Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser sekitar 11 cm/tahun dan merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Halaman - 8

Gambar. 2.3 Peta Geologi Teknik Kota Banda Aceh Ruas-ruas patahan Semangko di Pulau Sumatera dan juga kedudukannya erhadap Kota Banda Aceh. Kota Banda Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah dan Darussalam, dan kedua patahan yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu pada pegunungan di Tenggara Kota. Sehingga sesungguhnya Banda Aceh adalah suatu daratan hasil ambalasan sejak Pilosen, membentuk suatu Graben, sehingga dataran Banda Aceh ini merupakan batuan sedimen yang berpengaruh kuat apabila terjadi gempa di sekitarnya. Halaman - 9

2.1.5 Batuan dan Jenis Tanah Batuan penyusun di Kota Banda Aceh umumnya berupa endapan aluvial pantai, yang tersusun dari kerikil, pasir, dan lempung. Daya dukung batuan umumnya sedang sampai dengan rendah. Jenis tanahnya adalah Aluvial (Entisol) yang umumnya berwarna abu-abu hingga kecoklat-coklatan, Podzolik Merah Kuning (PMK) dan Regosol. Jenis tanah pada daerah pesisir secara umum didominasi oleh jenis tanah Podzolik Merah Kuning (PMK) dan Regosol. Sebagai hasil erosi partikel-partikel tanah diendapkan melalui media air sungai atau aliran permukaan pada daerah rendah. Pada daerah pesisir terjadi endapan di tempat-tempat tertentu seperti Krueng Aceh dan anak-anak sungai lainnya, seperti pada belokan sungai bagian dalam. Hasil sedimentasi oleh aliran permukaan setempat dijumpai sebagai tumpukan tanah pada bagian tertentu sehingga membentuk jenis tanah Aluvial. 2.1.6 Kondisi Hidrologi Terdapat 7 (tujuh) sungai yang melalui Kota Banda Aceh yang berfungsi sebagai daerah aliran sungai dan sumber air baku, kegiatan perikanan, dan sebagainya. Wilayah Kota Banda Aceh memiliki air tanah yang bersifat asin, payau dan tawar. Daerah dengan air tanah asin terdapat pada bagian utara dan timur kota sampai ke tengah kota. Air payau berada di bagian tengah kota membujur dari timur ke barat. Sedangkan wilayah yang memiliki air tanah tawar berada di bagian selatan kota membentang dari Kecamatan Baiturrahman sampai Kecamatan Jaya Baru, yang juga mencakup. Kecamatan Lueng Bata, Ulee Kareng, Banda Raya. Tabel 2.1. Nama-nama sungai dan luas daerah alirannya. Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 Halaman - 10

Gambar. 2.4 Peta Hidrolodi Kota Banda Aceh Halaman - 11

2.1.7 Kondisi Klimatologi Berdasarkan data klimatologi untuk wilayah Kota Banda Aceh yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Blang Bintang menunjukkan bahwa dari tahun 1986 sampai dengan 2003, suhu udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,5ºC hingga 31ºC, dengan kirasaran antara 18,0ºC sampai 37,0ºC atau suhu rata-rata udara 26,4ºC, dan tekanan (minibar) antara 1008-1012. Curah hujan kota Banda Aceh terbesar pada tahun 2003 terjadi pada bulan Agustus yaitu sebesar 245 mm dan terkecil terjadi pada bulan Juni sebesar 3 mm. Jumlah curah hujan ini selama tahun 2003 yaitu sebesar 1.065 mm, dengan rata-rata per bulannya sebesar 88,75 mm/bulan. Sementara itu kelembaban udara rata-rata per bulan dalam satu tahun yaitu 74,6%. Bulan kering ditandai dengan jumlah curah hujan kurang dari 60 mm, sedangkan bulan basah adalah jumlah curah hujan di atas 100 mm. Menurut Schmidt dan Ferguson, untuk menentukan tipe iklim adalah dengan menghitung angka perbandingan antara rata-rata bulan kering (BK) dengan bulan basah (BB) dikali 100%. Dari hasil perbandingan didapatkan nilai Q sebesar 100%, berarti tipe iklim pada kawasan penelitian termasuk iklim tipe E (iklim agak kering). Tabel. 2.2 Klimatologi Kota Banda Aceh Tahun 2003 Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 2.1.8 Penggunaan Lahan Pengaruh bencana Tsunami yang terjadi pada tanggal 26 Desember 2004 yang lalu telah mengakibatkan kerusakan parah pada wilayah Kota Banda Aceh khususnya pada Halaman - 12

kawasan pesisirnya. Kondisi tersebut akan mempengaruhi pola penggunaan lahan di Kota Banda Aceh di masa yang akan datang, yang cenderung berkembang ke arah bagian Timur dan Selatan wilayah kota. Berdasarkan kondisi Kota Banda Aceh pasca tsunami tersebut secara umum dapat dilihat pola penggunaan lahannya yang terdiri dari kawasan terbangun seluas 2.124,95 Ha atau 34,63% dan kawasan non terbangun berupa ruang terbuka seluas 4.010,95 Ha atau 65,37%. Kawasan terbangun meliputi permukiman, perkantoran baik pemerintah maupun swasta, pelayanan umum, perdagangan dan jasa, pendidikan, kesehatan, rekreasi dan wisata, pelabuhan, peribadatan, dan kesehatan, sedangkan ruang terbuka meliputi taman, hutan kota, kawasan lindung, kuburan, rawa-rawa, dan tambak atau areal genangan. Tabel 2.3 Penggunaan Lahan Tahun 2005 Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 Halaman - 13

Mengacu kepada RTRW Kota Banda Aceh 2002-2010, perubahan pemanfaatan ruang di kawasan dinilai masih sesuai dengan ketentuan yang ada kecuali perubahan fungsi rumah menjadi kantor di beberapa lokasi yakni di Kawasan Kampung Ateuk, Blang Cut, Batoh, Lhong Raya dan Mibo. Perubahan fungsi ini terjadi akibat adanya permintaan yang tinggi terutama dari Lembaga Donor/LSM Asing yang membantu kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi di Provinsi NAD. Walaupun pemanfaatan rumah untuk kegiatan kantor tersebut diperkirakan hanya bersifat temporer/sementara. Sedangkan pada kawasan pusat kota seperti Peuniti, Kampung Laksana, Keuramat dan Mulia, serta sepanjang Jalan Tembus Simpang Surabaya Batoh (New Town) terjadi perubahan yang sangat signifikan bagi kawasan permukiman, dimana perubahan ini lebih mengarah kepada kegiatan rumah toko, rumah sewa, rumah kantor, dan jasa komersial lainnya. Dari hasil pengamatan di lapangan, pembangunan perumahan baru kondisi sesudah bencana gempa dan tsunami di kawasan prioritas umumnya adalah rumah kavling sedang (antara 200-500 m²), kavling besar (di atas 500 m²) dan bahkan ada pembangunan rumah dengan ukuran kavling sangat besar (di atas 1.000 m²) yakni di Kelurahan Batoh (sekitar Jl. Fajar Harapan). Halaman - 14

Gambar. 2.5 Kawasan terbangun ini merupakan faktor yang menimbulkan bangkitan lalu lintas, baik dari permukiman menuju perdagangan dan jasa, perkantoran, fasilitas kesehatan, pendidikan, dan kegiatannya lainnya, begitu juga sebaliknya dari kawasan aktivitas kegiatan menuju ke kawasan permukiman. Halaman - 15

2.2 Kependudukan 2.2.1 Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk Jumlah penduduk kota Banda Aceh sebelum terjadinya bencana Tsunami adalah sekitar 230.828 jiwa, Pada tahun 2004 jumlah penduduk Kota Banda Aceh berdasarkan data yang dikeluarkan oleh BPS, berjumlah 239.146 Jiwa (jumlah ini masih terhitung sebelum terjadinya bencana Tsunami). Tingkat pertumbuhan jumlah penduduk dari tahun 2001 hingga 2003 adalah sebesar 2,4% per-tahun. Pasca terjadinya tsunami, jumlah penduduk Kota Banda Aceh berkurang secara drastis yaitu sebesar sekitar 25,61%. Menurut sensus yang dilakukan oleh pemerintah kota jumlah penduduk sebelum tsunami adalah sebanyak 239.146 jiwa dan tereduksi menjadi 177.881 jiwa, dengan jumlah kehilangan (meninggal dunia atau hilang) sebanyak 61.265 jiwa dan pada tahun 2007 terjadinya peningkatan jumlah penduduk sebesar 219.857 jiwa atau terjadinya pertumbuhan penduduk sebesar 11,8 % per-tahun dalam kurun waktu tiga tahun yaitu dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007. Berdasarkan angka tingkat pertumbuhan penduduk tersebut, maka untuk pertumbuhan penduduk Kota Banda Aceh ke depan diproyeksikan dengan menggunakan model bunga berganda. Dasar pertimbangan dalam menggunakan model ini adalah bahwa pertumbuhan penduduk sebelum tsunami relatif bertambah secara sama dengan angka pertumbuhan sebelumnya (2,4 % per-tahun), sedangkan angka pertumbuhan penduduk pasca tsunami cenderung berkembang pesat secara berganda (11,8% per-tahun) atau melebihi angka pertumbuhan Nasional (3,14%). Mengingat pertumbuhan penduduk pasca tsunami cukup drastis kenaikannya, maka untuk proyeksi penduduk sampai tahun 2010 menggunakan angka pertumbuhan 11,8%, sedangkan proyeksi penduduk dari tahun 2011 sampai dengan tahun 2029 menggunakan angka pertumbuhan rata-rata sebesar 2,4% dengan asumsi bahwa pertumbuhan penduduk dianggap sudah normal kembali seperti pada masa sebelum tsunami. Dari hasil proyeksi tersebut diperoleh jumlah penduduk di Kota Banda Aceh hingga tahun 2029 yaitu sebanyak 482.131 jiwa. Jumlah ini telah mempertimbangkan faktor pertumbuhan alamiah, migrasi, dan perkembangan sosial-ekonomi masyarakat. Proyeksi jumlah penduduk ini akan dijadikan sebagai dasar untuk mengalokasikan sistem aktivitas penduduk, kebutuhan jumlah prasarana dan sarana dimasa yang akan datang. Halaman - 16

Tabel. 2.4 Jumlah Penduduk Sebelum dan Sesudah Tsunami. Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 Tabel 2.5 Jumlah Penduduk Pasca Tsunami. Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 Halaman - 17

Tabel. 2.6 Proyeksi Jumlah Penduduk sampai Tahun 2029. Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 2.2.2 Distribusi dan Kepadatan Penduduk Jumlah penduduk Kota Banda Aceh tahun 2003 adalah sebanyak 230.828 jiwa, dimana jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Kuta Alam sebanyak 47.538 jiwa jiwa dan yang paling rendah jumlahnya terdapat di Kecamatan Lueng Bata dengan jumlah 16.708 jiwa. Rata-rata kepadatan penduduk Kota Banda Aceh (2007) setelah bencana tsunami mencapai 38 jiwa/ha, dengan wilayah yang paling tinggi kepadatannya adalah Kecamatan Baiturrahman yaitu sebesar 72 jiwa/ha dan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan Syiah Kuala sebesar 20 jiwa/ha. Akibat besarnya penurunan jumlah penduduk yang terjadi pada bencana Tsunami, kepadatan penduduk di Kota Banda Aceh juga mengalami penurunan dari 38 jiwa/ha menjadi hanya 29 jiwa/ha pada tahun 2005 dan pada tahun 2007 kepadatan penduduk meningkat menjadi 36 jiwa/ha. Halaman - 18

Penurunan tingkat kepadatan penduduk yang paling drastis terjadi di Kecamatan Meuraxa dan Kuta Raja karena memang di kedua wilayah tersebut terjadi jumlah kehilangan penduduk yang paling besar. Selain itu, Kecamatan Jaya Baru dan Kuta Alam juga mengalami penurunan kepadatan yang cukup besar. Sedangkan untuk Kecamatan Ulee Kareng, Banda Raya dan Lueng Bata tidak mengalami perubahan kepadatan penduduk. Ketiga wilayah tersebut memang tidak terkena dampak yang besar akibat bencana Tsunami, bahkan ketiga wilayah Kecamatan tersebut makin meningkatnya kepadatan penduduk. Pada tahun 2007 wilayah Kecamatan Kuta Alam dan Kecamatan Syiah Kuala menjadi wilayah yang tingkat kepadatannya tertinggi yaitu 82 jiwa/ha hingga 84 jiwa/ha. Pasca bencana tsunami (2005) terjadi perubahan komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, dimana komposisi penduduk berkurang akibat terkena dampak tsunami dengan rata-rata menurun 30-50%. Sementara pada tahun 2007 terjadi peningkatan, dimana jumlah penduduk dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 116.314 jiwa dan perempuan sebanyak 103.543 jiwa atau terjadinya peningkatan dengan rata-rata peningkatan 11,8 %. Tabel. 2.7 Kepadatan dan Distribusi Penduduk Sebelum Tsunami (Tahun 2003). Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 Halaman - 19

Tabel. 2.8 Kepadatan dan Distribusi Penduduk Pasca Tsunami (Tahun 2007). Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 Tabel. 2.9 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Sesudah Tsunami. Sumber: RTRW Kota Banda Aceh Tahun 2009-2029 2.3 Kondisi Sosial Budaya 2.3.1 Kondisi Sosial Dalam kehidupan kemasyarakatan sejak zaman kerajaan dan yang tetap dipelihara dengan baik sampai sekarang, terdapat suatu pedoman dasar yang berbunyi adat bak po teumeureuhom, hukom bak Syiah Kuala, hukom ngon adat lagee ngon sipheuet, yang mengandung arti sebagai berikut : bahwa adat bersumber pada kebijaksanaan Sri Sultan dan penasehat-penasehatnya yang dalam hal ini dikembangkan kepada Sultan Iskandar Muda. "Hukom" (dalam arti aturan-aturan Agama Islam) merupakan wewenang para ulama Halaman - 20

yang dilambangkan pada Ulama Besar yang terkenal "Tgk. Syiah Kuala (Syekh Abdurrauf)". Urusan "qanun" seperti tertib sopan santun didalam perkawinan dan lain-lain diserahkan menjadi urusan Maharani, yang dilambangkan dengan Putroe Phang (Putri Pahang). Urusan "reusam" (kebiasaan) menjadi wewenang panglima kaum dan bentara-bentara di masingmasing tempat atau negeri. "Hukom ngon adat lagee zat ngon sipheut" adalah hukum dengan adat terjalin erat bagaikan zat dengan sifat. 2.3.2 Sifat Gotong Royong Konsep gotong royong dikalangan masyarakat Aceh dikenal dengan ungkapan "Meuyo ka mufakat lampoh jeurat pih ta pengala", artinya kalau sudah mufakat, tanah kuburan keluargapun bisa kita gadaikan. Bagi masyarakat Aceh terutama perdesaan, tidak ada yang lebih berharga dari pada "lampoh jeurat" (kuburan keluarga). Biarpun demikian, kalau sudah mufakat, kuburan keluarga yang sudah tidak ternilai harganyapun digadaikan. Ungkapan tersebut merupakan konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian besar masyarakat Aceh terutama di perdesaan. Konsep ini sangat erat kaitannya dengan semangat gotong royong, baik gotong-royong, tolong-menolong, kerja bakti maupun gotong royong secara spontan. 2.3.3 Kehidupan Religius Masyarakat Aceh sangat menjunjung tinggi nilai-nilai dan ajaran agama Islam, sehingga di setiap sendi-sendi kehidupan tidak pernah lepas dari pengaruh agama Islam. Dari prinsip hidup masyarakat Aceh itulah barangkali yang menjadi salah satu faktor penyebab lahirnya istilah daerah Aceh sebagai "Serambi Mekkah", dan faktor itu pula sebagai salah satu ukuran untuk menjadikan Aceh sebagai Daerah Istimewa, yang berubah menjadi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). 2.4. Struktur dan Pertumbuhan Ekonomi Secara umum perekonomian Kota Banda Aceh didominasi oleh kegiatan perdagangan dan jasa-jasa, jasa pemerintahan, wisata, disamping perikanan (nelayan dan petambak). Nilai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Banda Aceh atas dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2004 di dominasi oleh sektor ekonomi (lapangan usaha) berturut-turut: perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 32,29% (Rp. 593.414,91 juta) dari PDRB (Rp 1.838.024,55 juta), pengangkutan dan komunikasi 21,92%, jasa-jasa 17,25%, pertanian 9,60%, serta bangunan dan konstruksi 8,02% dari PDRB. Nilai PDRB Kota Banda Aceh atas dasar harga konstan (ADHK) dari tahun 2000 sampai dengan 2004 tumbuh rata-rata sebesar 5,05%. Sektor ekonomi yang mempunyai nilai pertumbuhan lebih besar dari 5,05% (pertumbuhan PDRB), yaitu: bank dan lembaga Halaman - 21

keuangan lainnya 22,69%, serta listrik dan air minum 6,35%. Sektor ekonomi lainnya mempunyai pertumbuhan lebih kecil dari 5,05%. 2.4.1 Kegiatan Ekonomi Kegiatan-kegiatan ekonomi yang selama ini dianggap dominan pengaruhnya terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Kota Banda Aceh, dapat diuraikan pada bagian berikut ini. 1) Perdagangan Sebagai wilayah perkotaan peranan kegiatan perdagangan di Kota Banda Aceh sangat dominan. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa peranan sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberikan kontribusi 32,29% dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun pertumbuhan sektor ini dari tahun 2000 s/d 2004 sebesar 2,36% rata-rata per tahun (ADHK). Sebagian besar dari kegiatan ini lebih banyak didominasi sub-sektor perdagangan, sedangkan sub-sektor hotel dan restoran hanya memberi kontribusi sekitar 2%. 2) Perindustrian Peranan sektor industri pengolahan di Kota Banda Aceh belum begitu dominan yaitu 4,02% (Rp 73.895,13 juta) dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun pertumbuhan sektor ini dari tahun 2000 s/d 2004 sebesar 2,95% rata-rata per tahun (ADHK). Gambaran industri kecil di kota Banda Aceh akan diambil dari jumlah, nilai investasi, jumlah tenaga kerja dan nilai produksinya. Jumlah industri kecil di kota Banda Aceh pada tahun 2000 ada 1340 unit usaha dan pada tahun 2004 jumlahnya bertambah menjadi 1479 unit usaha. Nilai investasi industri kecil pada tahun 2000 sebesar Rp14.248.420.000 dan pada tahun 2004 nilai investasinya sebesar Rp19.281.671.000, dengan rata-rata proporsi terbesar pada jenis usaha Kertas, Barang dari Kertas, Percetakan dan Penerbitan yaitu sebesar 29,10 %. Penyerapan tenaga kerja pada subsektor industri kecil dari tahun 2000 2004 mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 jumlah tenaga kerja sebesar 5.327 orang dan pada tahun 2004 mencapai 6.155 orang. Walaupun jumlah unit usaha tingkat perkembangannya hanya 3,2 % tetapi nilai produksi dari tahun 2000 2004 meningkat. Pada tahun 2000 nilai produksi sebesar Rp 72.808.200,00 dan pada tahun 2004 sebesar Rp 86.188.088,00. 3) Pertanian Peranan sektor pertanian di Kota Banda Aceh yaitu sebesar 9,60% (Rp176.394,81 juta) dari PDRB pada tahun 2004 (ADHB). Adapun pertumbuhan sektor ini dari tahun 2000-2004 sebesar 2,71% rata-rata per tahun (ADHK). Luas usaha perikanan berupa tambak ikan/udang di Kota Banda Aceh menunjukan pertumbuhan yang positif yaitu 2,33% rata-rata per tahun. Luas usaha perikanan pada tahun 2000 yaitu seluas 667,0 Ha, pada tahun 2002 mengalami peningkatan yaitu seluas 749,5 Ha, pada tahun 2003 mengalami penurunan Halaman - 22

yaitu seluas 683,1 Ha dan pada tahun 2004 meningkat menjadi seluas 724,3 Ha. Dengan peningkatan luas usaha yang positif tersebut mendorong laju pertumbuhan produksi perikanan tambak. Pada tahun 2000 jumlah produksinya sebesar 672,6 ton, tahun 2002 menurun menjadi 564,2 ton, tahun 2003 meningkat menjadi 661,0 ton, dan pada tahun 2004 jumlah produksi menjadi 1.776,2 ton. Dengan demikian rata-rata pertumbuhan produksi perikanan tambak yaitu sebesar 19,41% rata-rata per tahun. Adapun produksi perikanan laut dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2004 mengalami penurunan 11,76% rata-rata per tahun. Pada tahun 2000 jumlah produksi sebesar 8.446,0 ton, tahun 2002 sebesar 11.590,6 ton, tahun 2003 sebesar 7.036,3 ton, dan pada tahun 2004 yaitu sebesar 7.203,2 ton. Demikian pula halnya dengan tenaga kerja pada subsektor perikanan, umumnya mengalami penurunan. Jumlah petani ikan pada tahun 2000 yaitu sebanyak 407 orang, tahun 2002 sebanyak 412 orang, tahun 2003 sebanyak 396 orang dan pada tahun 2004 sebanyak 370 orang. Demikian pula halnya dengan jumlah nelayan, pada tahun 2000 yaitu sebanyak 1.993 orang, tahun 2002 sebanyak 1.774 orang, tahun 2003 sebanyak 1.535 orang dan pada tahun 2004 sebanyak 1.642 orang. Namun demikian, dari jumlah produksi tersebut, terlihat bahwa kegiatan perikanan laut mendominasi produksi subsektor perikanan yaitu dengan rata-rata proporsi sebesar 89,90%. Di samping itu pula, jumlah nelayan juga mendominasi yaitu dengan rata-rata proporsi sebesar 81,32 %. Kegiatan perikanan laut yang memberikan kontribusi yang besar pada subsektor perikanan, ternyata mempunyai pertumbuhan produksi yang menurun. Demikian pula halnya dengan jumlah nelayan, armada perikanan dan alat-alat penangkap ikan umumnya mengalami penurunan. Oleh karena itu, kegiatan perikanan laut yang memberikan kontribusi yang besar namun mengalami penurunan, perlu didukung oleh prasarana dan sarana perikanan tangkap yang memadai seperti pelabuhan perikanan, dan lain-lain, sehingga kegiatan perikanan tangkap meningkat. Aktivitas perikanan yang selama ini jadi sektor andalan dan memberikan kontribusi besar bagi pendapatan asli daerah kota itu nyaris lumpuh total hingga kini. Pelabuhan perikanan maupun feri di daerah Ulee Lheue rata dengan tanah, ratusan perahu nelayan hancur tersapu tsunami, dan ratusan hektar tambak milik para petani setempat dipenuhi lumpur. Namun pasca tsunami sektor perikanan ini sudah mulai menggeliat kembali karena masyarakat di kawasan pesisir merupakan petani nelayan yang umumnya memiliki keahlian di bidang tersebut untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sementara perekonomian di sektor formal juga belum pulih. Jika sebelum tsunami jumlah perusahaan di Banda Aceh mencapai 356 unit, kini hanya ada 197 unit usaha. Sedangkan 159 perusahaan lainnya telah hancur akibat gempa dan tsunami. Pasca tsunami tahun 2007, kegiatan ini sudah mulai tumbuh kembali seiring dengan adanya kegiatan rehab/rekon yang berlangsung di Kota Banda Aceh. Halaman - 23