BAGIAN KEDUA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REBOISASI HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAGIAN KELIMA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN HUTAN RAKYAT GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KESEMBILAN PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN DENGAN SISTIM SILVIKULTUR INTENSIF GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

BAGIAN KETUJUH PEDOMAN PENANAMAN TURUS (KANAN - KIRI) JALAN NASIONAL GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN (GERHAN) BAB I PENDAHULUAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAGIAN KETIGA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REBOISASI HUTAN KONSERVASI DALAM RANGKA GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.63/Menhut-II/2011

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.48/Menhut-II/2013 TENTANG PEDOMAN REKLAMASI HUTAN PADA AREAL BENCANA ALAM

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

ISLAM NOMOR : P.7/PDASHL-SET/2015 NOMOR : DJ:II/555 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 2008 TENTANG REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TEKNIK PENANAMAN, PEMELIHARAAN, DAN EVALUASI TANAMAN

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAGIAN KEEMPAT PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REHABILITASI HUTAN MANGROVE GERAKAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P. 3/Menhut-II/2009 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGGUNAAN DANA ALOKASI KHUSUS BIDANG KEHUTANAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN DAN REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAGIAN KESEPULUH PEDOMAN RENOVASI SENTRA PRODUKSI BIBIT (SPB) GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

teknik menanam pohon yang benar

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : SK.352/Menhut-II/2004

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KOTA SAMARINDA SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 21 TAHUN 2013

2014, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik I

PENDAHULUAN. Indonesia memiliki hutan mangrove yang terluas di dunia. Hutan

Pengelolaan Kawasan Perlindungan Setempat (KPS)

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2011 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK PENAMBANGAN BAWAH TANAH

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2010 TENTANG

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

I. PENDAHULUAN. kerusakan sumber daya alam, hutan, tanah, dan air. Sumber. daya alam tersebut merupakan salah satu modal dasar

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Keputusan Menteri Kehutanan No. 31 Tahun 2001 Tentang : Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan

1.1. Metode inventarisasi ditentukan Bahan dan peralatan yang diperlukan disiapkan.

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 89 TAHUN 2007 TENTANG GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2017, No Pengolahan Air Limbah Usaha Skala Kecil Bidang Sanitasi dan Perlindungan Daerah Hulu Sumber Air Irigasi Bidang Irigasi; Mengingat : 1.

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

Topik : TEKNIK KONSERVASI TANAH DAN AIR

PENYELENGGARAAN KEGIATAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2004 BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.6/Menhut-II/2012 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2002 TENTANG DANA REBOISASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN LINGKUNGAN

2016, No Kepada 34 Gubernur Pemerintah Provinsi Selaku Wakil Pemerintah; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Su

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 42/Permentan/OT.140/09/2008 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30/PRT/M/2015 TENTANG PENGEMBANGAN DAN PENGELOLAAN SISTEM IRIGASI

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA TAHUNAN USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU HUTAN TANAMAN RAKYAT (RKTUPHHK-HTR)

MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

E U C A L Y P T U S A.

PENDAHULUAN Latar Belakang

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG

MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 022 TAHUN 2017 TENTANG TUGAS, POKOK, FUNGSI, DAN URAIAN TUGAS DINAS KEHUTANAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

Gubernur Jawa Barat GUBERNUR JAWA BARAT,

MODEL REKLAMASI LAHAN KRITIS PADA AREA BEKAS PENGGALIAN BATU BATA

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG ALOKASI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN BERSAMA GUBERNUR JAWA TIMUR DAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 20 TAHUN 2013 NOMOR TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.51/Menhut-II/2008 TENTANG

2011, No Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Nega

KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN DI KABUPATEN KUDUS TAHUN ANGGARAN 2014 BUPATI KUDUS,

2011, No.68 2 Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik Ind

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : P.18/Menhut-II/2011 TENTANG PEDOMAN PINJAM PAKAI KAWASAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 150 TAHUN 2000 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN TANAH UNTUK PRODUKSI BIOMASSA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. 25/Menhut-II/2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN TAHUN 2010

MENTERI DALAM NEGERI, MENTERI KEHUTANAN DAN MENTERI PEKERJAAN UMUM,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi Padang Alang-alang

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.12/Menhut-II/2004 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN LINDUNG UNTUK KEGIATAN PERTAMBANGAN MENTERI KEHUTANAN,

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

BAGIAN KEENAM PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN PENGHIJAUAN KOTA GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI LAMPUNG BARAT

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

BAB V ANALISIS DAN INTERPRETASI HASIL

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 25 TAHUN 2011 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.65, 2010 KEMENTERIAN KEHUTANAN. Koridor. Penggunaan. Pembuatan.

PERATURAN DAERAH PEMERINTAH KABUPATEN MAROS. NOMOR : 05 Tahun 2009 TENTANG KEHUTANAN MASYARAKAT DI KABUPATEN MAROS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN J A K A R T A : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG HABIS PENANAMAN BUATAN (THPB)

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG REHABILITASI LAHAN KRITIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KAJIAN PENINGKATAN PRODUKSI PADI GOGO MELALUI PEMANFAATAN LAHAN SELA DI ANTARA KARET MUDA DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI PROVINSI RIAU

PEMANFAATAN DAK BIDANG KEHUTANAN

FORMAT PENYUSUNAN USULAN RENCANA KERJA USAHA PEMANFAATAN HASIL HUTAN KAYU PADA HUTAN TANAMAN RAKYAT (RKUPHHK-HTR)

BAGIAN KESATU PETUNJUK PELAKSANAAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENGENDALIAN KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR ACEH,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2010 TENTANG PENGGUNAAN KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 SERI E.4 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BAGIAN KEEMPAT PETUNJUK PELAKSANAAN PELAPORAN GN RHL/GERHAN BAB I PENDAHULUAN

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEHUTANAN. REHABILITASI. Hutan Dan Lahan. Rencana Tahunan.

Transkripsi:

LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : P.03/MENHUT-V/2004 TANGGAL : 22 JULI 2004 BAGIAN KEDUA PEDOMAN PEMBUATAN TANAMAN REBOISASI HUTAN LINDUNG DAN HUTAN PRODUKSI GERAKAN NASIONAL REHABILITASI HUTAN DAN LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Terjadinya degradasi hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) terutama di bagian hulu telah menimbulkan berbagai dampak negatif, seperti terjadinya banjir, kekeringan, tanah longsor, dsb. Akar penyebabnya antara lain diawali oleh kurangnya pemahaman dan atau kepedulian berbagai pihak terhadap fungsi hutan dan penerimaan manfaat oleh masyarakat setempat sehingga tidak mampu membangkitkan rasa tanggung jawab dan tindakan untuk kelestarian hutan. Untuk menanggulangi hal tersebut, perlu dilakukan upaya pemulihan dan peningkatan kemampuan fungsi hutan, khususnya di kawasan hutan lindung dan hutan produksi, dengan melibatkan para pihak secara terpadu, transparant dalam satu Gerakan Nasional. Upaya rehabilitasi hutan (reboisasi) dilakukan secara vegetatif (kegiatan tanam-menanam) dengan menggunakan jenis tanaman yang sesuai dengan fungsi hutan, lahan serta kondisi agroklimat setempat. Berkaitan dengan hal tersebut dan untuk kesamaan persepsi para pihak terkait, perlu disiapkan Pedoman Pembuatan Tanaman Reboisasi Hutan Lindung dan Hutan Produksi dalam rangka Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GN RHL/Gerhan). B. Maksud dan Tujuan Maksud disusunnya pedoman ini adalah untuk memberikan arahan teknis kepada satuan kerja pelaksana sehingga reboisasi hutan lindung dan hutan produksi dapat dilaksanakan dengan optimal. Tujuan pembuatan tanaman reboisasi hutan lindung dan hutan produksi dalam program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan adalah tertanaminya kembali kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang terdegradasi dengan bibit tanaman berkualitas sehingga mampu memulihkan dan meningkatkan fungsi hutan sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengatur tata II-1

air, (antara lain mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut), yang selanjutnya dapat mendukung kelestarian produksi dan kualitas sumberdaya hutan, perbaikan iklim mikro dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. C. Pengertian 1. Reboisasi adalah upaya pembuatan tanaman jenis pohon hutan pada kawasan hutan rusak yang berupa lahan kosong/terbuka, alang-alang, atau semak belukar untuk mengembalikan fungsi hutan. 2. Pemeliharaan tanaman adalah perlakuan terhadap tanaman dan lingkungannya dalam luasan dan kurun waktu tertentu agar tanaman tumbuh sehat dan berkualitas sesuai dengan standar hasil yang ditentukan. D. Sasaran Sasaran pembuatan tanaman reboisasi adalah areal pada kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang telah mengalami degradasi/penurunan kualitas hutan (kawasan hutan terbuka/lahan kosong, alang-alang, semak belukar), dalam suatu Wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) prioritas yang telah ditetapkan dalam kegiatan program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan ( GN RHL/Gerhan). E. Ruang Lingkup. Ruang lingkup pedoman ini terbatas pada arahan teknis pembuatan reboisasi GN RHL/Gerhan tahun 2004 dan selanjutnya pada lokasi/site kawasan hutan lindung dan hutan produksi yang telah ditetapkan dalam RTT yang dipersiapkan/disusun oleh Dinas Kabupaten/Kota yang mengurusi Kehutanan. II-2

BAB II PERENCANAAN TEKNIS A. Rencana Teknis Tahunan Reboisasi Pembuatan tanaman reboisasi GN RHL/Gerhan secara umum mengacu kepada Rencana Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang secara teknis menggunakan DAS sebagai unit perencanaan. Secara hierarkhis pembuatan tanaman reboisasi didasarkan kepada Rencana RHL tingkat Nasional jangka panjang (> 15 tahun), yaitu Rencana Umum RHL Jangka Panjang pada DAS Prioritas, Rencana RHL 5 (Lima) Tahun dan Rencana Tahunan RHL. Penetapan lokasi areal reboisasi mengacu kepada Rencana RHL 5 Tahun yang dijabarkan dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT) GN RHL/Gerhan berdasarkan survey lapangan. Untuk pelaksanaan di daerah, rencana areal reboisasi divalidasi kesesuaiannya terhadap rencana jangka panjang DAS (Pola RLKT dan Masterplan RHL Provinsi), rencana teknik lapangan 5 tahunan (RTL RLKT Sub DAS dan Masterplan RHL Kabupaten/Kota) yang kemudian dituangkan dalam Rencana GN RHL/Gerhan 5 Tahunan. Selanjutnya disusun RTT Reboisasi dengan dilakukan pengecekan lapangan (ground survey) dan masukan berbagai pihak terkait sehingga menjadi rencana definitif lokasi/areal pembuatan tanaman. Dari setiap lokasi yang ditetapkan pada RTT Reboisasi ini disusun Rancangan Teknis (rencana tapak/bestek) Pembuatan Tanaman Reboisasi sebagai acuan pelaksanaan kegiatan di lapangan. B. Penyusunan Rancangan Rancangan pembuatan tanaman reboisasi GN RHL/Gerhan disusun menurut hamparan pada rencana lokasi (tapak/site) yang ditetapkan menurut blok, petak dan anak petak dalam kawasan. Rancangan Penanaman Reboisasi minimal memuat : 1. Lokasi rencana penanaman reboisasi, 2. Luas areal rencana penanaman (Ha). 3. Rencana kegiatan dan biaya, 4. Peta lokasi/situasi, 5. Peta rancangan. Secara rinci, penyusunan rancangan reboisasi hutan lindung dan hutan produksi diatur dalam pedoman teknis tersendiri. II-3

BAB III PELAKSANAAN PENANAMAN A. Persiapan Lapangan Sebelum kegiatan penanaman di lapangan dilaksanakan, perlu adanya persiapan yang baik dalam rangka pencapaian keberhasilan tanaman (tanaman pokok jenis kayu-kayuan dan MPTS) yang disesuaikan dengan rancangan. Kegiatan persiapan lapangan meliputi : 1. Penyiapan dokumen rancangan pembuatan tanaman untuk lokasi/blok/ petak sasaran pembuatan tanaman reboisasi 2. Penyiapan organisasi pelaksana (Pemimpin Pelaksana, Mandor/pengawas dan tenaga kerja) dan koordinasi dengan pihak terkait untuk lokasi dan luas areal yang akan direboisasi, serta penyusunan tata waktu kegiatan dan pembagian kerja yang rasional. 3. Penyiapan areal reboisasi dari konflik agar penanaman dapat berjalan lancar melalui sosialisasi rencana penananam. 4. Penyiapan bahan (bahan gubuk kerja, papan nama, patok batas, ajir) dan alat pengukuran (GPS/alat ukur theodolit, kompas, altimeter dan lain-lain) dan perlengkapan kerja. 5. Pengukuran ulang batas-batas lokasi, pemancangan patok, pembuatan gubuk kerja, papan nama dan penyiapan lahan dalam rangka penerapan pola tanaman yang sesuai dalam petak tanaman, pembuatan jalan pemeriksaan hutan yang layak/memenuhi syarat dan lain-lain. Jalan pemeriksaan harus berhubungan dengan jalan angkutan. 6. Pemasangan ajir dan penentuan arah/letak tanaman sesuai dengan rancangan. Pola tanam dapat dilakukan secara cemplongan atau sistim jalur sesuai kontour secara merata di seluruh petak, menyesuaikan keadaan lapangan (mempertimbangkan tegakan sisa dan kemiringan lahan). 7. Penyiapan bibit pada tempat penampungan sementara. B. Pembuatan Tanaman 1. Persiapan a. Penyiapan dokumen rancangan dan peta rancangan. b. Penyiapan bahan, peralatan/perlengkapan kerja & tenaga kerja c. Pembukaan dan pembersihan lahan, pembuatan lubang tanaman sesuai ajir, penyiapan pupuk dasar. Disamping itu perlu juga dibuat piringan tanaman yang bersih dari tonggak dan tanaman pengganggu. II-4

d. Distribusi bibit dari tempat pengumpulan bibit sementara (TPS) ke petak tanaman, dan menempatkannya menurut arah larikan dan lobang tanaman. 2. Penanaman a. Sebelum penanaman bibit harus diperhatikan : Media bibit kompak dan mudah dilepas dari polybag. Kondisi lobang tanaman telah dipersiapkan dengan baik dan tidak tergenang air. Kondisi bibit dalam keadaan sehat dan memenuhi standar/kriteria yang telah ditetapkan untuk ditanam. b. Penanaman bibit. Saat penanaman harus disesuaikan dengan musim tanam yang tepat. Polybag dilepas dari media tanaman dengan hati-hati sehingga tidak merusak sistem perakaran tanaman. Bibit dan media diletakkan pada lobang tanaman dengan tegak lurus. Lobang tanaman ditimbun dengan tanah dicampur pupuk dasar sampai lebih tinggi dari permukaan tanah. c. Pemeliharaan Tahun Berjalan. Pemeliharaan tahun berjalan (T-0) dilakukan dengan penyulaman tanaman yang mati sejumlah 10% (110 btg/ha) sekitar satu bulan setelah tanam. d. Hasil Pembuatan Tanaman. Terwujudnya tanaman reboisasi sejumlah 1.100 btg/ha termasuk penyulaman (10 % - 110 btg per Ha), tersebar merata sesuai rancangan. Untuk memberikan akurasi realisasi tanaman dilakukan penilaian kinerja pembuatan tanaman yang diatur dalam petunjuk pelaksanaan tersendiri. II-5

C. Organisasi Pelaksana Agar pelaksanaan di lapangan dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana, maka disusun organisasi pelaksana di lapangan sebagai berikut: 1. Pelaksana kegiatan pembuatan tanaman reboisasi hutan lindung dan hutan produksi adalah satker Dinas/Instansi yang mengurusi Kehutanan Kabupaten/Kota sebagai penanggung jawab pelaksanaan reboisasi di wilayah kerjanya. 2. Penanaman dilakukan oleh Pemimpin Pelaksana bekerjasama dengan kelompok tani/masyarakat setempat sekitar hutan, melalui surat perjanjian kerja sama (SPKS). 3. Penanaman di wilayah Perum Perhutani dilaksanakan oleh Perum Perhutani sesuai pedoman reboisasi GN RHL/Gerhan ini. 4. Untuk lokasi yang terpencil, rawan keamanan dan kesulitan tenaga kerja dapat dapat dilaksanakan oleh satker pelaksana secara swakelola melalui kerjasama dengan TNI. D. Hasil Pelaksanaan Hasil kegiatan pelaksanaan pembuatan tanaman reboisasi tahun berjalan (T-0) di kawasan hutan lindung dan hutan produksi sesuai target luas dan jumlah tanaman dalam rancangan dan dokumen kegiatan/anggarannya. II-6

BAB IV PEMELIHARAAN TANAMAN A. Jangka Waktu Pemeliharaan Tanaman. Pemeliharaan tanaman reboisasi dilakukan pada: 1. Pemeliharaan tahun berjalan (T-0) 2. Pemeliharaan tahun pertama (T+1) 3. Pemeliharaan tahun kedua (T+2) B. Komponen Pekerjaan. 1. Pemeliharaan Tahun Berjalan. Kegiatan pemeliharaan tahun berjalan dilakukan dengan baik sesuai kondisi setempat; meliputi penyiangan/pendangiran dan penyulaman tanaman reboisasi dan pemupukan. Penyulaman dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati/diperkirakan tak mampu tumbuh dengan sehat, sejumlah 10% dari standar hasil pembuatan tanaman. 2. Pemeliharaan Tahun Pertama dan Kedua a. Penyulaman Bibit yang digunakan minimal berukuran sama atau lebih tinggi dari bibit yang telah ditanam untuk menyamakan pertumbuhan tanaman. Untuk tahun ke 1 dan 2 agar diperhatikan musim penghujan. Apabila tingkat keberhasilan tanaman kurang dari 55% dan merata di seluruh areal/petak, menandakan bahwa penanaman tidak tepat atau akibat jenis tanamannya yang tidak cocok. Untuk hal demikian tidak perlu penyulaman, melainkan harus dilakukan penanaman ulang. b. Penyiangan dan Pendangiran Penyiangan meliputi pekerjaan pembersihan gulma, sekaligus pendangiran piringan tanah sekitar tanaman, yang dapat dilakukan secara manual maupun dengan cara kimiawi (menggunakan herbisida). Sisa semak/tumbuhan hasil penyiangan harus ditempatkan diposisi yang benar (dibenamkan dalam tanah) sehingga cepat membusuk dan tidak rawan kebakaran. Pemangkasan cabang dapat dilakukan sekaligus saat penyiangan pada reboisasi hutan produksi. II-7

c. Pemupukan Tanaman Untuk memacu pertumbuhan tanaman muda, perlu dilakukan pemupukan terutama dengan pupuk yang mengandung unsur NPK. Penggunaan pupuk secara selektif sesuai jenis tanaman dan kesuburan tanah serta dan yang lambat urai (slow released fertilizer), baik yang berupa pupuk organik (kompos/kandang) dan/atau pupuk buatan berbentuk granuler atau tablet sesuai dengan dosis yang dibutuhkan. Waktu dan cara pemupukan agar memperhatikan deskripsi pupuk yang digunakan. d. Pengendalian Hama dan Penyakit/perlindungan tanaman. C. Pengamanan Kegiatan ini dilakukan secara kimia dengan menggunakan pestisida dan insektisida selektif (fungisida, herbisida, insektisida spektrum terbatas) dan perlakuan fisik/manual untuk hama hewan besar. Pengamanan dilakukan untuk melindungi tanaman dari perusakan dan kebakaran. Beberapa pendekatan yang dilakukan dalam upaya pencegahan kebakaran yaitu : 1. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pengamanan hutan antara lain melalui kegiatan penerangan dan penyuluhan. 2. Melaksanakan pemeliharaan tanaman yang intensif untuk membersihkan areal tanaman dari bahan yang mudah terbakar. 3. Melaksanakan pengawasan secara periodik untuk mendeteksi bahaya kebakaran secara dini agar dapat diambil tindakan/langkah-langkah yang tepat dan cepat 4. Untuk pencegahan perusakan, antara lain dilakukan sosialisasi, pelibatan masyarakat setempat dalam kegiatan pembuatan tanaman dan pemeliharaan serta rekayasa sosial. II-8

BAB IV PEMBINAAN DAN PENGENDALIAN A. Pembinaan Yang dimaksud pembinaan meliputi pemberian pedoman/juklak/juknis, bimbingan, pelatihan, arahan dan supervisi. Pembinaan tersebut diarahkan untuk pembinaan teknis dan administrasi. Pembinaan teknis menyangkut halhal yang berkaitan dengan ketentuan teknis pelaksanaan kegiatan, sedangkan pembinaan adminsitrasi menyangkut hal-hal yang berkaitan dengan ketentuan administrasi keuangan. Pembinaan dilaksanakan sebagai berikut : 1. Menteri Kehutanan c.q Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial dibantu oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat, melaksanakan pembinaan teknis. 2. Kepala Dinas Propinsi yang membidangi Kehutanan, melaksanakan pembinaan teknis. 3. Bupati/Walikota dibantu Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan, melaksanakan pembinaan teknis dan administrasi. B. Pengendalian Yang dimaksud pengendalian meliputi pemantauan, evaluasi, pelaporan dan pengawasan. Pengendalian tersebut diarahkan untuk pengendalian perencanaan dan pelaksanaan kegiatan. Pengendalian dilaksanakan sebagai berikut : 1. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan a. Menteri Kehutanan c.q Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial dibantu oleh Kepala Balai Pengelolaan DAS setempat, melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan. b. Gubernur dibantu Kepala Dinas Propinsi yang membidangi Kehutanan, melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan. c. Bupati/Walikota dibantu Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Kehutanan melaksanakan pemantauan, evaluasi dan pelaporan. Tata cara evaluasi kinerja penyelenggaraan kegiatan GN RHL/Gerhan dan tata cara pelaporan GN RHL/Gerhan diatur tersendiri. II-9

2. Pengawasan Pengawasan dilakukan baik oleh Instansi Pengawasan Fungsional Departemen Kehutanan, Pemerintah Propinsi maupun Pemerintah Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. II-10

BAB V PENUTUP Demikian pedoman ini disusun untuk menjadi panduan pelaksanaan penanaman reboisasi hutan lindung dan hutan produksi GN RHL/Gerhan mulai tahun 2004 dan selanjutnya. Hal-hal yang belum cukup diatur secara teknis agar diatur lebih lanjut oleh satker pelaksana di daerah sebagai penjabaran lebih lanjut dan tidak bertentangan dengan pedoman ini. MENTERI KEHUTANAN MUHAMMAD PRAKOSA II-11