BAB I PENDAHULUAN. macam keluhan penyakit, berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari

dokumen-dokumen yang mirip
tahun 2004 diperkirakan jumlah tindakan pembedahan sekitar 234 juta per tahun (Weiser, et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB I PENDAHULUAN. dengan penutupan dan penjahitan luka (Syamsuhidajat, 2011). dibagian perut mana saja (Dorland, 1994 dalam Surono, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. merupakan prioritas tertinggi dalam Hirarki Maslow, dan untuk manusia

BAB 1 PENDAHULUAN. berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun. terakhir ini, masyarakat Indonesia mengalami peningkatan angka

BAB I PENDAHULUAN. perubahan fisiologis tubuh dan mempengaruhi organ tubuh lainnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sangat susah ditanggulangi, sebagian besar berakhir dengan kematian

BAB I PENDAHULUAN. panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi merupakan pengalaman yang sulit bagi sebagian pasien

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. tindakan perbaikan kemudian akan diakhiri dengan penutupan dengan cara. penjahitan luka (Sjamsuhidajat & De Jong, 2013).

SKRIPSI FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP LAMANYA PERAWATAN PADA PASIEN PASCA OPERASI LAPARATOMI DI INSTALASI RAWAT INAP BRSU TABANAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan tindakan pembedahan. Beberapa penelitian di negara-negara industri

BAB I PENDAHULUAN. 2006). Infeksi bakteri sebagai salah satu pencetus apendisitis dan berbagai hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang mengunakan cara

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur dapat terjadi pada semua tingkat umur (Perry & Potter, 2005).

BAB I PENDAHULUAN. Operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara. invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar penyakit yang menyebabkan penderita mencari pertolongan

BAB I PENDAHULUAN. dokter menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. mengiris anggota tubuh yang sakit. Biasanya dilaksanakan dengan anastesi,

PENGARUH TERAPI MUSIK TERHADAP TINGKAT GANGGUAN TIDUR PADA PASIEN PASKA OPERASI LAPARATOMI DI IRNA B (TERATAI) DAN IRNA AMBUN PAGI RSUP DR.

BAB 1 PENDAHULUAN. penunjang medik yang merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan. mempunyai peranan penting dalam mempercepat tercapainya tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN. di dalam saluran empedu, atau pada kedua-duanya. 1,2 Kolelitiasis

BABI PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesaria (SC), dimana SC didefinisikan sebagai proses lahirnya janin

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. akut di Indonesia (Sjamsuhidayat, 2010 dan Greenberg et al, 2008).

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Keperawatan pasca operasi merupakan periode akhir dari keperawatan

BAB 1 PENDAHULUAN. di negara berkembang. Di negara miskin, sekitar 25-50% kematian wanita subur

BAB 1 PENDAHULUAN. kesuksesan operasi dan penyembuhan luka. Penyembuhan luka operasi sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pembedahan merupakan suatu tindakan pengobatan yang menggunakan. cara invasif dengan membuka dan menampilkan bagian tubuh yang akan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rumah Sakit Umum Daerah Prof. Dr. H. Aloei Saboe Kota Gorontalo

BAB I PENDAHULUAN. Menurut World Health Organization (WHO), ada sebanyak 234,2 juta

BAB I PENDAHULUAN. Bagi sebagian besar pasien, masuk rumah sakit karena sakitnya dan harus

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. bertambahnya jumlah pengendara kendaraan bermotor dan pengguna jalan

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI TERHADAP PENURUNAN INTENSITAS NYERI PADA PASIEN POST OPERASI LAPARATOMI SAAT PERAWATAN LUKA DI RSUD MAJALENGKA TAHUN 2014

BAB I PENDAHULUAN. mengurus anak, dan kerap kali harus berhubungan dan bergaul dengan anak-anak

BAB I PENDAHULUAN. macam aspek, diantaranya pertolongan persalinan yang salah satunya adalah

SKRIPSI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan. Mencapai derajat sarjana S-1. Diajukan Oleh : NURHIDAYAH J FAKULTAS KEDOKTERAN

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. fisik yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur. Kebanyakan fraktur

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. Meskipun demikian, kecenderungan sistem perawatan kesehatan baru baru ini

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. Ambulasi adalah aktifitas berjalan (Kozier, 1995 dalam Asmadi, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. Tindakan operasi seksio sesaria menurut Sarwono (2008) dalam buku Ilmu

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan adalah kebutuhan primer yang harus dipenuhi oleh seluruh

promotif (pembinaan kesehatan), preventif (pencegahan penyakit), kuratif (pengobatan penyakit) dan rehabilitatif (pemulihan kesehatan) serta dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi atau pembedahan merupakan semua tindak pengobatan yang. akan ditangani. Pembukaan bagian tubuh ini umumnya dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. bahkan dapat berkembang menjadi kanker. pembedahan ( operasi). Pembedahan memberikan konsekuesi untuk

BAB I PENDAHULUAN. makanan, tempat tinggal, eliminasi, seks, istirahat dan tidur. (Perry, 2006 : 613)

BAB I PENDAHULUAN. kanker payudara terjadi karena perubahan sel-sel kelenjar dan saluran air susu

BAB I PENDAHULUAN. oksigen (O2). Yang termasuk relaksan otot adalah oksida nitrat dan siklopropane.

PENGARUH TEKNIK RELAKSASI GUIDED IMAGERY TERHADAP PENURUNAN NYERI PADA PASIEN PASCA OPERASI FRAKTUR DI RSUD DR. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BERITA DAERAH KOTA SEMARANG PERATURAN WALIKOTA SEMARANG

BAB 1 PENDAHULUAN. Sectio Caesarea adalah suatu tindakan untuk melahirkan dengan berat

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan yang baik atau kesejahteraan adalah suatu. kondisi dimana tidak hanya bebas dari penyakit.

BAB 1 PENDAHULUAN. kegagalan anestesi/meninggal, takut tidak bangun lagi) dan lain-lain (Suliswati,

PENGARUH MOBILISASI DINI TERHADAP WAKTU PEMULIHAN PERISTALTIK USUS PADA PASIEN PASCA OPERASI LAPARATOMI DI RUANG RAWAT INAP RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

BAB 1 PENDAHULUAN. Operasi Caesar adalah operasi besar pada bagian perut/operasi besar

PERATURAN GUBERNUR BANTEN NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN PELAYANAN KESEHATAN GRATIS BAGI PASIEN TIDAK MAMPU PADA RUMAH SAKIT UMUM DAERAH BANTEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. yang menderita penyakit ini adalah Amerika Serikat dengan penderita

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan perekonomian ke

BAB I PENDAHULUAN. Sarana pelayanan kesehatan menurut Permenkes RI. No.269/Menkes/Per/III/2008 adalah tempat penyelenggaraan upaya

EFEKTIFITAS MOBILISASI DINI TERHADAP PENYEMBUHAN PASIEN PASCA SEKSIO SESAREA DI RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN TAHUN 2010

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Perhatian terhadap infeksi daerah luka operasi di sejumlah rumah sakit

BAB I PENDAHULUAN. memberikan gambaran yang jelas tentang gagal jantung. Pada studinya disebutkan

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. dimana dalam memberikan pelayanan menggunakan konsep multidisiplin.

BAB 1 PENDAHULUAN. Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya

BAB I PENDAHULUAN. dan dapat menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa). Penyebab utama kematian diare

BAB I PENDAHULUAN. dengan membuka sayatan.berdasarkan data yang diperoleh dari World Health

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat.(departemen Kesehatan

BAB 1 PENDAHULUAN. mewujudkan penyembuhan dan pemulihan kesehatan secara menyeluruh.

BAB 1 PENDAHULUAN. tidak menular. Menurut Depkes RI, 2003 (dalam Tanjung 2012) Pada akhir abad 20

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. makan, faktor lingkungan kerja, olah raga dan stress. Faktor-faktor tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. Vaskular Accident (CVA) sangat kurang, mulai personal hygiene sampai

BAB I PENDAHULUAN. diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Sayatan atau luka yang dihasilkan

PENGARUH PENYULUHAN MANFAAT MOBILISASI DINI TERHADAP PELAKSANAAN MOBILISASI DINI PADA PASIEN PASCA PEMBEDAHAN LAPARATOMI

BAB I PENDAHULUAN. anestesi dapat menghambat kemampuan klien untuk merespon stimulus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Dep Kes RI (2008), rumah sakit adalah sarana kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Nursing error sering dihubungkan dengan infeksi nosokomial, salah

BAB I DEFENISI. Tujuan Discharge Planning :

BAB I PENDAHULUAN. segala sesuatu yang terjadi di rumah sakit sebagaimana dimaksud dalam pasal. 46 UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.

BAB I PENDAHULUAN. penyakit kanker. Badan Kesehatan Dunia (WHO, 2012) memprediksi, akan terjadi

BUPATI BOYOLALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOYOLALI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG

BAB 1 PENDAHULUAN. bidang, termasuk kesehatan dituntut agar lebih berkualitas. Rumah sakit juga berubah

HUBUNGAN ANTARA TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DENGAN TINDAKAN KEPERAWATAN DALAM PENANGANAN FAJR DAN AL-HAJJI RUMAH SAKIT ISLAM SURAKARTA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang No. 36 tahun 2014 bahwa kesehatan. harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

BAB 1 PENDAHULUAN. Hati adalah organ tubuh yang paling besar dan paling kompleks. Hati yang

BAB I PENDAHULUAN. Penderita Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) akan mengalami peningkatan

BAB I PENDAHULUAN. beberapa kondisi tertentu proses kehamilan harus dilakukan dengan operasi. caesar atau lebih dikenal dengan sectio caesarea.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

IKRIMA RAHMASARI J

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan globalisasi dan perubahan gaya hidup manusia berdampak terhadap perubahan pola penyakit. Selama beberapa tahun terakhir di Indonesia, masyarakat Indonesia mengalami perkembangan dan peningkatan angka kesakitan dan kematian. Untuk mengatasi berbagai macam keluhan penyakit, berbagai tindakan telah dilakukan, mulai dari tindakan yang paling ringan yaitu secara konservatif atau non bedah sampai pada tindakan yang paling berat yaitu operatif atau tindakan bedah. Tindakan pembedahan bertujuan untuk mencegah kecacatan dan komplikasi, dimana tindakan ini menjadi terapi pilihan pada berbagai kondisi yang sulit dan tidak mungkin disembuhkan melalui obat-obatan sederhana. Pasien yang mendapatkan tindakan pembedahan semakin banyak. Hal ini dibuktikan dengan tindakan operasi bedah di beberapa rumah sakit dari tahun ke tahun yang cenderung semakin meningkat (Potter dan Perry, 2006). Data WHO menunjukkan bahwa selama lebih dari satu abad, perawatan bedah telah menjadi komponen penting dari perawatan kesehatan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap tahun ada 230 juta tindakan bedah dilakukan di seluruh dunia (Hasri, 2012). 1

2 Pembedahan merupakan tindakan pengobatan invasif yang dilakukan oleh tim medis untuk mengatasi masalah medis dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani melalui sayatan dan akhirnya ditutup dengan penjahitan luka (Susetyowati,dkk, 2010). Potter dan Perry (2006), mengklasifikasikan tindakan pembedahan menjadi dua, yaitu bedah mayor dan bedah minor. Bedah mayor adalah teknik bedah yang melibatkan rekonstruksi atau perubahan yang luas pada bagian tubuh dan menimbulkan risiko yang tinggi bagi kesehatan dan biasanya dikerjakan dengan anastesi umum atau general anastesi. Sedangkan bedah minor adalah teknik bedah yang menggunakan anastesi lokal yang melibatkan perubahan yang kecil pada bagian tubuh, dilakukan untuk memperbaiki deformitas, dan mempunyai risiko yang lebih rendah, bila dibandingkan dengan bedah mayor. Data Tabulasi Nasional Departemen Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2009, menjabarkan bahwa tindakan bedah menempati urutan ke-11 dari 50 pola penyakit di Indonesia dengan persentase 12,8% dan diperkirakan 32% diantaranya merupakan tindakan bedah laparatomi. Laparatomi merupakan jenis operasi bedah mayor yang dilakukan di daerah abdomen. Pembedahan dilakukan dengan penyayatan pada lapisanlapisan dinding abomen untuk mendapatkan bagian organ abdomen yang mengalami masalah seperti hemoragi, perforasi, kanker, dan obstruksi (Sjamsuhidajat dan Jong, 2005).

3 Sayatan pada bedah laparatomi menimbulkan luka yang berukuran besar dan dalam, sehingga membutuhkan waktu penyembuhan yang lama dan perawatan berkelanjutan. Pasien akan menerima pemantauan selama di rumah sakit dan mengharuskan pasien mendapat pelayanan rawat inap selama beberapa hari (Potter dan Perry, 2006). Lama rawat inap atau Length of Stay (LOS) adalah salah satu unsur atau aspek asuhan dan pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai atau diukur. Lama rawat inap pasien pasca operasi laparatomi merupakan jumlah hari rawat pasien sejak menjalani operasi sampai saat pasien sembuh dan dapat dipulangkan (Nursiah, 2010). Dalam Potter dan Perry (2006), dijelaskan bahwa penyembuhan atau pemulihan pasca operasi pengangkatan kandung empedu atau kolesistektomi membutuhkan waktu lama rawat inap di rumah sakit selama tiga sampai lima hari dan masa pemulihan sedikitnya membutuhkan waktu selama empat minggu. Hal ini juga serupa dengan lama perawatan pasca seksio sesarea yang dijabarkan oleh Kasdu (2003), dimana dibutuhkan waktu perawatan normal selama tiga sampai lima hari dan proses pengangkatan jahitan pasca operasi bersih adalah lima sampai tujuh hari sesuai dengan penyembuhan luka yang terjadi. Sementara penelitian yang dilakukan oleh Islam dan Limpo (2001) menyatakan bahwa lama hari rawat pada pasien pasca operasi bervariasi yaitu tujuh sampai 30 hari dengan rata-rata hari rawat antara tujuh sampai 14 hari. Pemaparan ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh

4 Nursiah (2010) di RSUD Labuang Baji Makasar terhadap pasien yang menjalani tindakan pembedahan laparatomi menyatakan bahwa lama perawatan singkat yaitu tujuh sampai 14 hari sebanyak 74,2% dan lama perawatan jangka panjang (lebih dari 14 hari) sebanyak 25,8%. Menurut Potter dan Perry (2006) lama perawatan yang memanjang disebabkan karena beberapa faktor, yaitu faktor ekstrinsik dan faktor intrinsik. Faktor ekstrinsik terdiri dari pemenuhan nutrisi yang tidak adekuat, teknik operasi, obat-obatan, dan manajemen luka. Sedangkan faktor intrinsik terdiri dari usia, gangguan sirkulasi, nyeri, dan penyakit penyerta. Faktor lainnya adalah mobilisasi (Majid, Judha, dan Istianah, 2011). Fokus rumah sakit adalah untuk memberi perawatan yang berkualitas sehingga pasien dapat pulang lebih awal dengan aman ke rumahnya. Sesuai dengan fokus tersebut, upaya yang dapat dilakukan dalam pemulihan kesehatan adalah adanya mobilisasi dini secara bertahap bagi pasien pasca operasi selama di rumah sakit (Potter dan Perry, 2006). Mobilisasi dini merupakan suatu tindakan rehabilitatif atau pemulihan yang dilakukan setelah pasien sadar dari pengaruh anastesi dan sesudah operasi. Mobilisasi berguna untuk membantu dalam jalannya penyembuhan pasca operasi (Majid, Judha, dan Istianah, 2011). Menurut Jhonson dalam Buku Ajar Praktik Kebidanan (2005) bahwa penambahan usia berpengaruh terhadap penyembuhan pasca operasi sehubungan dengan adanya gangguan sirkulasi dan koagulasi,

5 respon inflamasi yang lebih lambat dan penurunan aktifitas fibroblast. Hal ini juga didukung penelitian yang dipaparkan Valencia (2001) mengenai hubungan antara usia dengan masa penyembuhan pasca operasi. Dimana penelitian tersebut menyatakan bahwa semakin tua usia pasien, maka angka komorbiditasnya akan meningkat. Disamping itu nutrisi juga merupakan aspek yang paling penting dalam pencegahan dan pengobatan luka pasca operasi. Penelitian yang dilakukan Meilyana, Djais, dan Garna (2010), menyatakan bahwa adanya malnutrisi pada saat pasien masuk ke rumah sakit dan adanya keengganan untuk memenuhi asupan nutrisi selama perawatan mengakibatkan pasien tersebut memiliki Length of Stay (LOS) yang lebih panjang bila dibandingkan dengan pasien yang memiliki status nutrisi baik. Badan Rumah Sakit Umum Tabanan adalah rumah sakit tipe B yang memiliki Instalasi Bedah Sentral. Dari data rekam medik pasien BRSU Tabanan tahun 2012, dimana jumlah pasien yang mengalami operasi laparatomi sebanyak 250 pasien. Sementara untuk periode Januari 2013 sampai Oktober 2013, terdapat 192 pasien yang menjalani operasi laparatomi. Dari data diketahui bahwa lama rawat inap pasien pasca laparatomi bervariasi, ada yang hitungan hari dan ada juga yang bulanan. Berdasarkan data Januari 2012 sampai Oktober 2013, lama rawat paling cepat adalah satu hari dan paling lama adalah 68 hari. Dimana 79,4% ratarata perawatan pasien adalah satu sampai lima hari dan 20,6% lebih dari lima hari.

6 Dari hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan oleh peneliti pada bulan Oktober 2013, pada pasien pasca operasi laparatomi yang diambil dari usia muda dan usia tua didapatkan bahwa pasien yang sudah menjalani tindakan pembedahan mengeluhkan beberapa masalah, hal ini dibuktikan dari ketidakmampuan pasien dalam melakukan ambulasi dimana pasien mengeluh nyeri pada lokasi pembedahan, sehingga hal ini juga mengakibatkan terjadinya keengganan untuk memenuhi asupan nutrisi. Jika hal ini dibiarkan maka dampak yang terjadi adalah proses penyembuhan luka pada pasien pasca operasi laparatomi akan berlangsung lama dan hal ini juga akan mengakibatkan dampak pada lama hari rawat yang panjang. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Lamanya Perawatan Pada Pasien Pasca Operasi Laparatomi Di Instalasi Rawat Inap Badan Rumah Sakit Umum Tabanan 1.2. Rumusan Masalah Dari latar belakang diatas penulis mengemukakan perumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa sajakah yang berpengaruh terhadap lamanya perawatan pasca operasi laparatomi di instalasi rawat inap BRSU Tabanan?.

7 1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lamanya perawatan pasca operasi laparatomi di instalasi rawat inap BRSU Tabanan. 1.3.2 Tujuan khusus a. Menganalisis pengaruh usia terhadap lamanya perawatan pasca operasi laparatomi. b. Menganalisis pengaruh faktor pemenuhan nutrisi terhadap lamanya perawatan pasca operasi laparatomi. c. Menganalisis pengaruh faktor nyeri terhadap lamanya perawatan pasca operasi laparatomi. d. Menganalisis pengaruh faktor frekuensi mobilisasi terhadap lamanya perawatan pasca operasi laparatomi. 1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Praktis Hasil penelitian diharapkan dapat memberi masukan data kepada pihakpihak yang berkepentingan yang membutuhkan data faktor-faktor prediksi lama rawat inap di rumah sakit pada pasien pasca operasi laparatomi, khususnya di instalasi rawat inap BRSU Tabanan.

8 1.4.2 Manfaat teoritis a. Dapat dijadikan sebagai bahan untuk menambah pengetahuan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat tentang pentingnya pengetahuan tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lama perawatan pasien pasca operasi laparatomi. Selain itu, hasil penelitian juga diharapkan agar nantinya dapat dijadikan acuan bagi perawat tentang lama perawatan yang efisien bagi pasien pasca operasi laparatomi. b. Memberi masukan dan sebagai dasar untuk melaksanakan penelitian lebih lanjut yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap lamanya perawatan pasca operasi laparatomi.