KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum Wr.Wb.

dokumen-dokumen yang mirip
1.4. Modul Mengenai Pengaturan Pemberantasan Pencucian Uang Di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

REZIM ANTI PENCUCIAN UANG DI INDONESIA

RANCANGAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Modul E-Learning 1. Modul bagian pertama yaitu Pengenalan Pencucian Uang bertujuan untuk menjelaskan:

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

MENGGUNAKAN UNDANG-UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM MENGATASI KEJAHATAN KEHUTANAN 1

PENANGANAN KEJAHATAN ALIRAN DANA PERBANKAN, KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG. Oleh : Yenti Garnasih

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 25 TAHUN 2003

Perpustakaan LAFAI

UNDANG-UNDANG NOMOR 08 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2010/122, TLN 5164]

I. UMUM. Perubahan dalam Undang-Undang ini antara lain meliputi:

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

MENGENALI PROSES PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DARI HASIL TINDAK PIDANA. Oleh: Muhammad Fuat Widyaiswara Utama pada Pusat

BAB I PENDAHULUAN. kemajuan di bidang komunikasi dan informasi dalan era globalisasi ini telah

V PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN (PPATK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Peranan hasil..., Ni Komang Wiska Ati Sukariyani, FH UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. kejahatan dirasa sudah menjadi aktivitas yang tidak bisa dilepaskan dari kehidupan

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBUKTIAN TERBALIK Disusun Oleh Riono Budisantoso (PPATK) dan Yunus Husein (Mantan Ka PPATK)

UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG [LN 2002/30, TLN 4191]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

BAB 7 PENUTUP. Universitas Indonesia 112

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Peranan Pusat Pelaporan dan Analis Transaksi Keuangan (PPATK) Dalam Pemberantasan Money Laundry. Amir Ilyas

Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) Jawablah pertanyaan dibawah ini!

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1981 Nomor 76, T

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG ANDRI HELMI M, SE., MM HUKUM BISNIS

PUSDIKLAT KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA (MONEY LAUNDERING)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 2003 (25/2003) TENTANG

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN DALAM MENCEGAH DAN MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG SULAIMAN BAKRI / D ABSTRAK

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (Undang Undang RI Nomor 15 Tahun 2002 tanggal 17 April ) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN KEWENANGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kedelapan, Permintaan Keterangan Kepada PPATK (Berdasarkan Informasi PPATK

Universitas Indonesia Peranan pusat..., Utami Triwidayati, FHUI, Mardjono Reksodiputro, Disampaikan pada diskusi penelitian Optimalisasi

BAB IV PENUTUP. Centre (INTRAC) memiliki kewenangan dalam membangun rezim pencucian

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

BAB I PENDAHULUAN. perorangan saja, akan tetapi juga bisa terdapat pada instansi-instansi swasta dan

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Kesepuluh, Penelusuran Aset Penelusuran Aset. Modul E-Learning 3

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

1. Beberapa rumusan pidana denda lebih rendah daripada UU Tipikor


BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 4 ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. pesat. Ilmu pengetahuan dan teknologi memegang peranan penting dalam

1 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 2.

Oleh : Putu Kartika Sastra Gde Made Swardhana Ida Bagus Surya Darmajaya. Bagian Pidana Fakultas Hukum Universitas Udayana

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. adalah keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah-kaidah dalam suatu

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING)

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA [LN 2009/140, TLN 5059]

I. PENDAHULUAN. Pelaku tindak pidana pada umumnya berusaha menyembunyikan atau

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN LAPORAN TAHUNAN

PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LOUNDERING) BAGI PENYEDIA JASA KEUANGAN

TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DAN PEMBUKTIAN TERBALIK

I. PENDAHULUAN. Tindak pidana pencucian uang pada awalnya diatur dalam Undang-Undang. Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

CAKRAWALA HUKUM Perjalanan Panjang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Oleh : Redaksi

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

KEJAHATAN TRANSNASIONAL DI INDONESIA DAN UPAYA PENANGANANNYA. Penyunting Humphrey Wangke

BAB I PENDAHULUAN. tetapi hakikat profesinya menuntut agar bukan nafkah hidup itulah yang

KESEPAKATAN BERSAMA BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR : 02/KB/I-VII.

OPTIMALISASI PENELUSURAN HASIL TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Yenti Garnasih 2

Kapita Selekta: Multidoor Approach & Corporate Criminal Liability dalam Kasus Pidana Perikanan

BAB I PENDAHULUAN. Tindak pidana korupsi yang diikuti dengan Tindak pidana pencucian uang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

PASAL DEMI PASAL. Pasal 1 Cukup jelas.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2010 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2008 TENTANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENDANAAN TERORISME

I. PENDAHULUAN. Fenomena penyalahgunaan dan peredaran narkotika merupakan persoalan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr.Wb. Perkenankanlah saya mengucapkan terima kasih kepada jajaran Pimpinan dan Pegawai PPATK yang telah meluangkan waktu, menyumbangkan tenaga dan pikiran di sela-sela pekerjaan rutin untuk dapat menyelesaikan penyusunan buku ini. Sesuai dengan yang direncanakan oleh Panitia sebelumnya, buku ini memang sengaja disusun untuk dapat menghadirkan sesuatu yang lebih bermakna dan bermanfaat bagi masyarakat luas dalam rangka penyelenggaraan peringatan HUT Ke-5 PPATK. Secara spesifik Tim Penyusun buku ini berusaha untuk mendeskripsikan tentang kebijakan dan langkah-langkah apa yang telah dilakukan rezim anti pencucian uang Indonesia selama lima tahun ini, dan what s next untuk pencapaian efektifitas dan efisiensi rezim anti pencucian uang Indonesia yang semakin baik ke depan dalam upaya mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang. Mengapa praktik pencucian uang perlu dicegah dan diberantas? Banyak pihak meyakini, bahwa praktik pencucian uang menimbulkan dampak yang sangat buruk terhadap berbagai aspek kehidupan bermasyrakat dan bernegara antara lain: (i) secara makro praktik pencucian uang dapat mempersulit pengendalian moneter dan mengurangi pendapatan negara; (ii) secara mikro akan menimbulkan high cost economy dan mengganggu persaingan usaha yang sehat; (iii) secara sosial-politik dapat menimbulkan permasalahan sosial-politik yang terkait dengan banyaknya uang haram yang dipakai dalam interaksi sosial-politik seperti dalam kegiatan Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah); dan (iv) dapat pula mengakibatkan tidak berjalannya sistem hukum dengan baik sehingga mengurangi kepastian hukum dan keadilan yang sangat penting bagi semua orang. Pendekatan apa yang tepat digunakan untuk mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang? Di Indonesia, PPATK sebagai lembaga intelijen di bidang keuangan (FIU) memiliki peranan strategis dalam upaya membantu memerangi dan memberantas berbagai bentuk kejahatan khususnya serious crime seperti korupsi, pembalakan liar, perdagangan narkotik dan obat-obat terlarang, perjudian, dan sebagainya dengan menggunakan pendekatan follow the money. Dalam pendekatan ini, Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan (LTKM) dan Laporan Transaksi Keuangan Tunai (LTKT) sampai dengan Rp.500.000.000,- yang diterima oleh PPATK dari Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dikembangkan atau dianalisa secara mendalam sehingga dapat diketahui aliran dan pihak yang terkait dengan transaksi tersebut serta indikasi tindak pidananya. Selanjutnya, hasil analisis PPATK baik yang berindikasi TPPU maupun

tindak pidana lainnya diserahkan kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti di tingkat penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Pendekatan anti pencucian uang atau follow the money methods sebagai paradigma baru dalam upaya memerangi kejahatan, untuk pertama kali diperkenalkan oleh Perserikatan Bangsabangsa (PBB) pada tahun 1988 dengan disahkannya Konvensi Wina tentang perdagangan gelap narkotika dan psikotropika. Dengan pendekatan ini, harta kekayaan yang bersumber dari aktivitas kejahatan dilacak dan selanjutnya direkonstruksikan dari mana sumber harta kekayaan dimaksud dan tindak pidana apa yang melahirkan harta kekayaan tersebut. Karena pengejaran dilakukan terhadap semua pelaku kejahatan, maka pendekatan anti pencucian uang dirasakan lebih adil. Sedangkan penanganan perkara pembalakan liar misalnya dengan pendekatan konvensional, biasanya yang terjerat adalah pelaku yang kecil-kecil seperti supir, penebang kayu, nakhoda kapal pengangkut kayu; sementara para cukong atau aktor intelektualnya jarang sekali tertangkap dan dihukum. Singkatnya, pendekatan anti pencucian uang dalam memerangi kejahatan dimulai dari hilir hingga ke hulu. Berdasarkan pengalaman dari sejumlah negara diketahui bahwa dalam upaya memerangi berbagai bentuk kejahatan, pendekatan anti pencucian uang jauh lebih efektif dan efisien jika dikombinasikan dengan pendekatan konvensional yang terutama mengejar dan berusaha menangkap pelakunya. Dalam konteks perang melawan kejahatan, baik kejahatan yang dilakukan secara individu maupun terorganisir, pendekatan anti pencucian uang berasumsi bahwa harta kekayaan yang diperoleh dari hasil kejahatan merupakan aliran darah yang menghidupi kejahatan (life-blood of the crime) dan sekaligus merupakan mata rantai yang paling lemah dari aktifitas kejahatan itu sendiri. Dengan cara memutus salah satu dari mata rantai kejahatan tersebut, yaitu dengan menyita dan merampas harta kekayaan yang berasal dari aktifitas kejahatan oleh negara, diyakini akan bisa menghilangkan motivasi pelakunya untuk melakukan kembali atau lebih jauh mengembangkan aksi kejahatannya. Selain itu, dapat pula menghalangi para pelaku kejahatan untuk menikmati hasil-hasil kejahatan mereka. Tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Indonesia dapat berasal dari berbagai macam tindak pidana (predicate crime). Pasal 2 ayat (1) UU TPPU menetapkan bahwa hasil tindak pidana adalah Harta Kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: (i) korupsi; (ii) penyuapan; (iii) penyeludupan barang; (iv) penyeludupan tenaga kerja; (v) penyeludupan imigran; (vi) di bidang perbankan; (vii) di bidang para modal; (viii) di bidang asuransi; (ix) narkotika; (x) psikotropika; (xi) perdagangan manusia; (xii) perdagangan senjata gelap; (xiii) penculikan; (xiv) terorisme; (xv) pencurian; (xvi) penggelapan; (xvii) penipuan; (xviii) pemalsuan uang; (xix) perjudian; (xx) prostitusi; (xxi) di bidang perpajakan; (xxii) di bidang kehutanan; (xxiii) di bidang lingkungan hidup; (xxiv) di bidang kelautan; atau (xxv) tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih; yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Dalam UU TPPU hanya ada dua macam TPPU, yaitu yang dilakukan secara aktif dan pasif. TPPU aktif diatur dalam Pasal 3, misalnya perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan atau membelanjakan, menghibahkan, menitipkan menukarkan harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga berasal dari hasil tindak pidana. Sedangkan TPPU pasif diatur dalam Pasal 6, misalnya menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan atau penukaran harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana. Dengan demikian pelaku aktif dan pasif dapat dipidana, contohnya orang yang menerima sumbangan yang berasal dari korupsi. Kedua jenis TPPU tersebut diancam dengan hukuman yang sama, yaitu pidana penjara minimal 5 tahun dan maksimum 15 tahun ditambah denda minimum seratus juta rupiah dan paling banyak 15 miliar rupiah. TPPU dapat dilakukan oleh pelaku tindak pidana asal atau orang lain. Dalam hal TPPU dilakukan oleh pelaku tindak pidana asal disebut dengan self laundering, misalnya, seorang koruptor yang menyembunyikan dan menyamarkan hasil korupsinya dengan cara memanfaatkan fasilitas jasa perbankan. Di Indonesia self laundering dapat dipidana. Berdasarkan UU TPPU, untuk memulai penyelidikan dan penyidikan TPPU tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya. Pengaturan yang demikian dalam TPPU mirip dengan tindak pidana penadahan

yang diatur dalam Pasal 480 KUHP, karena untuk memulai penyidikan tindak pidana penadahan tidak perlu dibuktikan tindak pidana pencurian atau tindak pidana lain yang melahirkan barang yang ditadah tersebut. Untuk memerangi kejahatan pencucian uang sangat diperlukan kerjasama dan koordinasi yang baik antar instansi pemerintah terkait, pihak pelapor, regulator, serta lembaga-lembaga regional dan internasional yang concern di bidang pencegahan dan pemberantasan praktik pencucian uang. Untuk itu, Pemerintah melalui Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 2004 telah membentuk Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) yang tugasnya adalah: (i) mengkoordinasikan upaya penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; (ii) memberikan rekomendasi kepada Presiden mengenai arah dan kebijakan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang secara nasional; (iii)mengevaluasi pelaksanaan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang; dan (iv) melaporkan perkembangan penanganan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang kepada Presiden. Keberhasilan seperti apa yang telah diraih? Berdasarkan Laporan Direkorat Riset dan Analisis PPATK per 30 Maret 2007 terdapat 7.884 LTKM yang disampaikan PJK kepada PPATK. Sebanyak 459 hasil analisis dari 675 LTKM telah disampaikan oleh PPATK kepada penegak hukum untuk ditindaklanjuti penanganannya. Dengan menggunakan UU TPPU, sudah ada 7 putusan pengadilan yang menghukum pelaku tindak pidana pencucian uang, yaitu 2 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 1 di PN Medan, 2 di PN Jakarta Pusat, dan 2 di PT Jawa Tengah. Selebihnya diputus dengan UU Tindak Pidana Korupsi, UU Perbankan dan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Dengan adanya kemauan yang kuat yang dibarengi kerja keras, maka rezim anti pencucian uang Indonesia yang didukung sepenuhnya oleh Pemerintah, DPR, dan peran serta masyarakat, sehingga citra Indonesia berubah dari anggapan semula sebagai bangsa kasta paria di bidang keuangan, sekarang telah menjadi pemimpin di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU di Kawasan Asia Pasifik. Apa lagi yang masih kurang? Dalam perjalanan rezim anti pencucian uang Indonesia selama kurang lebih 5 tahun ini dirasakan masih kurang efektif dan belum optimal. Sampai saat ini baru ada 7 (tujuh) perkara dari hasil analisis STR (suspicious transaction report) PPATK yang diputus oleh pengadilan dengan menggunakan UU TPPU, selebihnya diputus dengan menggunakan KUHP, UU Perbankan, UU Korupsi dan lain-lain. Terlebih pengenaan sanksi pidana dalam 7 (tujuh) putusan perkara tersebut belum menyentuh actor intellectual dan minimnya aset hasil tindak pidana yang berhasil dirampas untuk negara (asset recovery). Jumlah putusan pengadilan tersebut relatif sedikit apabila dibanding dengan jumlah hasil analisis STR yang telah disampaikan oleh PPATK kepada aparat penegak hukum. Realitas lainnya adalah masih rendahnya tingkat kepatuhan Penyedia Jasa Keuangan (PJK) dalam menyampaikan laporan kepada PPATK. Sampai saat ini masih ada PJK berbentuk bank yang belum pernah melaporkan STR kepada PPATK, terutama Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Begitu pun PJK Non Bank sangat sedikit sekali yang telah melaporkan STR kepada PPATK. Oleh sebab itu perlu upaya untuk meningkatkan kepatuhan PJK mengingat kedudukan PJK sebagai front liner yang berperan melakukan deteksi awal transaksi keuangan mencurigakan. Upaya dan langkah strategis yang bagaimana harus dilakukan? Untuk lebih memberdayakan rezim anti pencucian uang di Indonesia sekarang dan di masa-masa mendatang, maka upaya yang harus dilakukan adalah memperkuat enam pilar utama yang satu sama lain sangat erat kaitannya. Pertama, hukum dan peraturan perundang-undangan. Kedua, sumber daya manusia dan sistem teknologi informasi. Ketiga, analisis dan kepatuhan. Keempat, kerjasama domestik dan internasional. Kelima, kelembagaan. Keenam, penelitian dan pengembangan. Penguatan pilar pertama dimaksudkan agar tersedianya kerangka hukum dan peraturan perundang-undangan yang kuat, yaitu yang dapat menciptakan ketegasan dan kejelasan tentang pelaksanaan rezim anti pencucian uang sehingga mempermudah proses penegakan hukumnya. Saat ini pelaksanaan rezim anti pencucian uang masih dihadapkan pada adanya permasalahan dalam UU TPPU itu sendiri seperti keterbatasan upaya pendeteksian TPPU, adanya beragam penafsiran atas beberapa rumusan norma peraturan perundang-undangan yang dapat

menimbulkan celah hukum, terbatasnya instrumen formal untuk melakukan pentrasiran dan penyitaan aset hasil kejahatan, serta masih terbatasnya kewenangan yang dimiliki oleh beberapa institusi terkait dalam penerapan UU TPPU. Disamping itu, revisi terhadap UUTPPU guna memperkuat pilar pertama menjadi semakin mendesak mengingat adanya kebutuhan untuk menyelaraskan dan menyesuaikan dengan norma yang berlaku secara internasional, yaitu Revised 40+9 FATF Recommendation. Masih terdapat beberapa norma dari recommendation yang belum diadopsi dalam UUTPPU yang berlaku saat ini antara lain penerapan kewajiban pelaporan kepada profesi (profession) dan penyedia barang dan/atau jasa (designated nonfinancial business). Selain itu dalam konteks penguatan pilar pertama ini, kita perlu meratifikasi konvensi-konvensi regional dan internasional dalam konteks penguatan kerjasama regional dan internasional di bidang pencegahan dan pemberantasan TPPU serta serious crime lainnya. Pilar kedua terutama bertujuan untuk menyediakan sarana informasi dan komunikasi global yang terintegrasi dan terjamin keamanannya, serta menciptakan sumber daya manusia yang tangguh, terampil dan memiliki moral yang tinggi yang pada gilirannya dapat mengefektifkan dan mengefisienkan rezim anti pencucian uang. Untuk itu Indonesia perlu memiliki sistem informasi dan teknologi dengan database yang cukup memadai dan dikelola oleh tenaga-tenaga profesional. Pilar ketiga untuk membangun suatu kondisi yang dapat mendorong dan meningkatkan kepatuhan PJK untuk melaporkan transaksi keuangan yang mencurigakan kepada PPATK, dan dengan melaksanakan program-program pelatihan khusus secara kontinyu mengenai metode dan teknik analisis LTKM dan LTKT serta senantiasa mengikuti perkembangan tipologi pencucian uang, maka kualitas hasil analisis PPATK dari waktu ke waktu menjadi semakin baik sehingga penanganan dan penegakan hukum TPPU bisa lebih efektif dan efisien di masa mendatang. Pilar keempat ditujukan untuk menjalin kerjasama yang baik dan menciptakan koordinasi yang solid antar instansi domestik dan memperkuat kerjasama internasional. Agar kerjasama dan koordinasi lintas sektoral yang efektif dan efisien dapat terwujud diperlukan suatu kerangka berpikir, orientasi dan pemahaman yang sama dalam penanganan TPPU. Sedangkan untuk meningkatkan kerjasama internasional, Indonesia perlu menggalang dan memperkuat kerjasama dengan lembaga-lembaga internasional seperti FIU negara-negara lain sehingga proses tukarmenukar informasi intelijen di bidang keuangan menjadi semakin mudah dan cepat, tanpa perlu mengorbankan aspek kerahasiaan dan kedaulatan negara. Pilar kelima merupakan salah satu pilar penting yang bertujuan untuk mewujudkan kelembagaan yang kokoh, efisien dan berkinerja tinggi yang sangat diperlukan dalam upaya pembentukan rezim anti pencucian uang yang efektif di Indonesia. Masalah kelembagaan sesungguhnya tidak hanya mencakup persoalan eksistensi semata, melainkan juga optimalisasi lembaga (institusi) itu sendiri seperti penyedia jasa keuangan yang memahami arti penting peran dan kedudukannya sebagai front liner yang bertugas melakukan pendeteksian awal praktik pencucian uang melalui penerapan Prinsip Mengenal Nasabah; PPATK sebagai financial intelligence unit (FIU) sekaligus lembaga sentral yang bertugas mengkoordinasikan upaya lembaga-lembaga terkait; otoritas lembaga keuangan (Bank Indonesia dan Bapepam-LK) yang berperan dalam merumuskan kebijakan dan pengaturan Prinsip Mengenal Nasabah dan pengawasannya secara konsisten; institusi penegak hukum (Polri, Kejaksaan dan Pengadilan) yang melakukan upaya penegakan hukum sebagai tindak lanjut dari penyampaian hasil analisis atas transaksi keuangan mencurigakan; instansi pemerintah lainnya seperti otoritas perpajakan, bea dan cukai, atau instansi yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana asal; DPR sebagai kekuasaan legislatif yang melahirkan produk hukum dan produk politik yang memiliki landasan yuridis, filosofis dan sosiologis yang memadai; peran serta masyarakat luas yang terdiri dari orang-perorangan, kalangan kampus, media/pers, tokoh masyarakat dan lainnya. Termasuk di dalam pilar kelima ini adalah bagaimana membangun, mengembangkan, melembagakan dan mensosialisasikan kelembagaan dalam bentuk pranata-pranata sosial seperti nilai-nilai budaya yang sejalan dengan pencegahan dan pemberantasan money laundering, termasuk bentukbentuk tingkah laku yang ada di tengah masyarakat yang terjadi mula-mula berdasarkan kesepakatan sosial dan kemudian mendapat sifatnya yang mengikat.

Pilar keenam merupakan salah satu prasyarat penting di dalam mengembangkan Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia. Penelitian dan pengembangan merupakan kegiatan think thank yang bertujuan untuk menyusun hasil penelitian dan membuat rekomendasi yang objektif, sistematis dan komprehensif mengenai kelemahan dan keunggulan yang dimiliki oleh Rezim. Kegiatan penelitian dan pengembangan merupakan kebutuhan nyata mengingat bahwa money laundering merupakan kejahatan yang modus operandinya terus berkembang dengan memanfaatkan layanan jasa keuangan yang semakin canggih serta berbagai skema perdagangan (bisnis) yang semakin kompleks, ataupun dengan modus operandi lainnya. Pilar penelitian dan pengembangan ini bertugas menyiapkan perumusan kebijakan penelitian dan pengembangan; merumuskan program penelitian dan pengembangan; melaksanakan kerjasama dan pendayagunaan hasil penelitian dan pengembangannya; melaksanakan penelitian dan pengembangan yang bertujuan untuk menghasilkan informasi pengaturan, international best practices, dan standar internasional; mengevaluasi serta melaporkan pelaksanaan penelitian dan pengembangan. Pilar penelitian dan pengembangan ini diharapkan menjadi orientasi semua stakeholders di dalam Rezim Anti Pencucian Uang Indonesia, dan menjelma sebagai suatu kebutuhan urgen di dalam upaya membangun dan mengembangkan Rezim Anti Pencucian Uang yang efektif di Indonesia. Sebagai suatu built-in sub systems dalam rezim anti pencucian uang, antara satu pilar dengan pilar lainnya memiliki hubungan yang sangat erat dan bersifat fungsional. Dengan terbentuknya keenam pilar tersebut, maka rezim anti pencucian uang Indonesia yang kokoh dan efektif dapat diwujudkan. Sebaliknya, tidak efektifnya pelaksanaan rezim anti pencucian uang akan mengakibatkan tidak maksimalnya pendekatan anti pencucian uang dalam mendukung upaya penegakan hukum (law enforcement) atas tindak pidana asal seperti korupsi, pembalakan liar, pedagangan dan penggunaan narkoba secara ilegal, serta tindak pidana terorisme di Indonesia. Hal ini tentunya akan memberikan insentif atau kemudahan bagi pelaku kejahatan khususnya kejahatan yang melibatkan harta kekayaan dalam jumlah yang signifikan untuk mengulangi bahkan memperluas kejahatannya. Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan mengingat pentingnya UU TPPU sebagai landasan hukum dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia serta guna menghindari adanya penilaian negatif komunitas internasional yang tentunya akan berdampak buruk terhadap stabilitas dan integritas sistem keuangan dan perekonomian, maka tidak bisa tidak Undang-undang No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2003 (UU TPPU) perlu segera disempurnakan seiring dengan perubahan standar internasional sebagaimana telah dikeluarkannya revised 40+9 FATF recommendations sebagai best practice yang berlaku dan diterapkan secara internasional. Akhirul kalam, semoga buku ini memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dan para pemangku kepentingan untuk dapat lebih mengoptimalkan fungsi dan peran rezim anti pencucian uang Indonesia dalam upaya penegakan hukum di Indonesia. Wassalamu alaikum Wr.Wb. Jakarta, 17 April 2007 Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan Yunus Husein Kepala