KEPUTUSAN KEPALA. BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DALAM UTILISASI DAN MODIFIKASI REAKTOR NONDAYA

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR NONDAYA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

CONTOH KEJADIAN AWAL TERPOSTULASI. Kejadian Awal Terpostulasi. No. Kelompok Kejadian Kejadian Awal

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. BAPETEN. Reaktor Nondaya. Keselamatan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG DESAIN PROTEKSI TERHADAP BAHAYA INTERNAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

PARAMETER YANG DIPERTIMBANGKAN SEBAGAI KONDISI BATAS UNTUK OPERASI NORMAL

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 11/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG IZIN KONSTRUKSI DAN OPERASI IRADIATOR

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

REACTOR SAFETY SYSTEMS AND SAFETY CLASSIFICATION

: PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 5 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN EVALUASI TAPAK REAKTOR NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TUGAS. Di Susun Oleh: ADRIAN. Kelas : 3 IPA. Mengenai : PLTN

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

ANALISIS DAN KRITERIA PENERIMAAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

REAKTOR AIR DIDIH (BOILING WATER REACTOR, BWR)

LAMPIRAN I METODE DAN PENDEKATAN ANALISIS KESELAMATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2016, No Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nomor 1 Tahun 2010 tentang Kesiapsiagaan dan Penanggulangan Kedaruratan Nuklir; 5.

LAMPIRAN FAKTOR-FAKTOR YANG HARUS DIPERTIMBANGKAN UNTUK MENETAPKAN KONDISI-KONDISI BATAS UNTUK OPERASI YANG AMAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1975 TENTANG PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 07/Ka-BAPETEN/V-99 TENTANG JAMINAN KUALITAS INSTALASI NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

Bab 2 PENDEKATAN TERHADAP PERTAHANAN BERLAPIS

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

I. PENDAHULUAN. hampir 50 persen dari kebutuhan, terutama energi minyak dan gas bumi.

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

TUGAS MAKALAH PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

MITIGASI DAMPAK KEBAKARAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1964 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TENAGA ATOM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

REAKTOR PEMBIAK CEPAT

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL NOMOR TENTANG PROGRAM KESIAPSIAGAAN DAN PENANGGULANGAN KEDARURATAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG IZIN BEKERJA PETUGAS INSTALASI DAN BAHAN NUKLIR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 05-P/Ka-BAPETEN/VII-00 TENTANG PEDOMAN PERSYARATAN UNTUK KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

2011, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA. BAB I KETENTU

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus..

KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 76 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Reactor Safety System and Safety Classification BAB I PENDAHULUAN

NUCLEAR CHEMISTRY & RADIOCHEMISTRY

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Transkripsi:

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 01-P/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR, Menimbang : a. bahwa pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir wajib memiliki izin; b. bahwa salah satu syarat penting dalam pemberian izin pembangunan adalah adanya tapak reaktor nuklir yang sesuai; c. bahwa dengan Keputusan Presiden RI No. 76 tahun 1998 telah dibentuk Badan Pengawas Tenaga Nuklir, yang bertugas melaksanakan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir; d. bahwa berhubung dengan itu perlu ditetapkan pedoman yang mengatur penentuan tapak reaktor nuklir dengan Keputusan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir. Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997. Menetapkan Pertama : 2. Keputusan Presiden Nomor 76 Tahun 1997. 3. Keputusan Presiden Nomor 161/M Tahun 1998. M E M U T U S K A N : KEPUTUSAN KEPALA Badan Pengawas Tenaga Nuklir TENTANG PEDOMAN PENENTUAN TAPAK REAKTOR NUKLIR. B A B I KETENTUAN UMUM 1. Ketentuan ini dimaksudkan sebagai Pedoman Penilaian untuk penentuan tapak yang dipergunakan untuk pembangunan dan pengoperasian berbagai jenis reaktor, tidak termasuk reaktor pada kapal nuklir. 2. Dalam pelaksanaan pedoman ini, pengamanan didasarkan pada : a. isolasi dari lokasi yang dipilih. file:///c /Member/Kyosuke/proyek-p/sbplj/sk/sk01p-99/sk_01p_99.htm (1 of 6) [4/12/2002 3:12:51 PM]

b. teknologi. 3. Faktor-faktor lain selain yang ditentukan dalam pedoman ini dapat dipertimbangkan, asal dapat dibuktikan bahwa faktor-faktor tersebut dapat menjamin pengamanan masyarakat dan daerah sekitarnya. 4. Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan : a. Reaktor : adalah reaktor daya dan reaktor penelitian. b. Reaktor daya : adalah reaktor nuklir yang memanfaatkan energi panas yang dihasilkan dari reaksi pembelahan berantai yang terkendali untuk menghasilkan listrik, panas proses dan atau uap panas; c. Reaktor Penelitian : adalah reaktor nuklir yang memanfaatkan neutron yang dihasilkan dari reaksi pembelahan berantai yang terkendali, dan digunakan untuk penelitian, produksi isotop, uji bahan, serta pendidikan dan pelatihan; d. Instalasi Reaktor : 1) dalam hal reaktor daya meliputi sistem pembangkitan uap dengan tenaga nuklir, sistem turbin dan generator, sistem pendingin, sistem tambahan (auxiliary), serta sistem keselamatan; 2) dalam hal reaktor penelitian meliputi sistem pembangkit neutron, fasilitas penelitian, sistem pendingin, sistem tambahan (auxiliary) dan sistem keselamatan e. Pengusaha Reaktor Nuklir : adalah orang perorangan atau badan hukum yang bertanggung jawab dalam pengoperasian reaktor nuklir. f. Daerah Eksklusi : adalah daerah langsung di sekitar reaktor dimana pengusaha reaktor nuklir berwenang menentukan semua kegiatan, termasuk menutup masuknya dan pindahan orang atau barang dari daerah tersebut. Daerah ini boleh dilintasi oleh jalan raya atau jalan air dengan ketentuan bahwa : 1) letaknya tidak terlalu dekat dengan Instalasi sehingga mengganggu operasi reaktor. 2) dapat diatur pengawasan lalu lintas dalam hal terjadi keadaan darurat. Persyaratan ini perlu agar dalam hal terjadi keadaan darurat dapat lebih mudah memberikan perlindungan terhadap keselamatan dan kesehatan penduduk. Bertempat tinggal di daerah itu adalah terlarang, kecuali file:///c /Member/Kyosuke/proyek-p/sbplj/sk/sk01p-99/sk_01p_99.htm (2 of 6) [4/12/2002 3:12:51 PM]

dalam hal jaminan bahwa tidak mengakibatkan bahaya bagi penduduk yang bertempat tinggal disitu. e. Daerah Penduduk Rendah : adalah daerah di sekitar Daerah Eksklusi dimana diperbolehkan untuk bertempat tinggal. Jumlah penduduk, kepadatan dan sarananya adalah sedemikian sehingga dalam hal terjadi kecelakaan tindakan penyelamatan dapat segera dilakukan. Pedoman ini tidak menentukan berapa batas jumlah atau kepadatan penduduk didaerah ini sebab situasinya setiap kali akan berbeda. Apabila sejumlah penduduk misalnya dapat diinstruksikan untuk mencari perlindungan, tergantung pada banyak faktor seperti lokasi, jumlah dan besarnya jalan, perencanaan mengenai daerah itu, dan distribusi penduduk pada daerah itu. f. Jarak Pusat Penduduk : adalah jarak dari reaktor sampai daerah berpenduduk padat dengan lebih dari 25.000 orang. B A B II FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN TAPAK 1. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam menentukan tapak adalah rancangan reaktor dan sifat-sifat khusus serta kepadatan penduduk suatu tapak. Rancangan, pembangunan dan operasi reaktor harus dilaksanakan sedemikian rupa sehingga kebolehjadian terlepasnya zat radioaktif hasil pembelahan adalah kecil. Disamping itu, lokasi tapak reaktor dan ciri pengamanan rekayasa (engineered safety features) yang dimaksudkan sebagai pengaman terhadap akibat berbahaya dari suatu kecelakaan hendaknya dapat menjamin resiko paparan radiasi yang rendah terhadap masyarakat. 2. Di dalam menentukan tapak suatu reaktor harus diperhatikan : a. Sifat-sifat dari rancangan reaktor (reactor design) beserta Instalasinya dan operasi reaktor yang direncanakan termasuk : 1) maksud penggunaan reaktor, berapa tingkat daya maksimum, serta sifat dan persediaan zat radioaktif yang ada didalamnya. file:///c /Member/Kyosuke/proyek-p/sbplj/sk/sk01p-99/sk_01p_99.htm (3 of 6) [4/12/2002 3:12:51 PM]

2) sampai seberapa jauh teknologi yang sudah merupakan standard diterapkan pada rancangan reaktor. 3) sampai seberapa jauh reaktor mempunyai ciri-ciri khusus yang dipergunakan untuk memperkecil akibat atau keboleh-jadian terlepasnya zat radioaktif dalam suatu kecelakaan. 4) ciri-ciri keselamatan yang diintegrasikan pada Instalasi dan penghalang yang harus dilanggar sebagai akibat dari suatu kecelakaan sebelum terjadi pelepasan zat radioaktif ke lingkungan. b. Kepadatan penduduk serta sifat-sifat khusus di sekitar tapak termasuk : 1) Daerah Eksklusi. 2) Daerah Penduduk Rendah, dan 3) Jarak Pusat Penduduk. c. Karakteristik fisik dari tapak, termasuk aspek-aspek seismologi, meteorologi, geologi dan hidrologi. 1) Harus dilakukan penelitian untuk memperoleh data geologi dan seismologi yang diperlukan untuk menentukan memadainya tapak dan untuk memperoleh jaminan yang cukup bahwa reaktor dapat dibangun dan dioperasikan pada tapak yang dicalonkan tanpa resiko yang tidak semestinya terhadap keselamatan dan kesehatan penduduk. Dari penelitian tersebut dapat ditentukan gerakan tanah vibrasi kuantitatif akibat gempa bumi sebagai landasan disain bagi tapak reaktor nuklir untuk menentukan apakah dan sampai sejauh mana harus didisain untuk mengatasi pengaruh dari sesar permukaan. 2) Keadaan meteorologi (mikrometeorologi), geologi dan hidrologi dari tapak yang diusulkan, dan lingkungan sekitarnya yang mungkin turut menentukan tersebarnya zat radioaktif dari instalasi, khususnya ke sungai atau kanal air terdekat atau melalui lapisan air bawah tanah. d. Keadaan lingkungan (nilai-nilai ekologi, sejarah dan budaya) adanya cagar alam, pangkalan militer, dan lapangan terbang, dan tempat/bangunan lain yang berdasarkan ketentuan pemerintah harus dijaga keutuhan dan pengamanannya. file:///c /Member/Kyosuke/proyek-p/sbplj/sk/sk01p-99/sk_01p_99.htm (4 of 6) [4/12/2002 3:12:51 PM]

e. Dalam hal terdapat karakteristik fisik yang tidak menguntungkan pada tapak yang diusulkan, tapak tersebut hanya dapat diterima apabila disain instalasi dilengkapi dengan pengaman teknik yang dapat mengkompensasi hal tersebut. B A B III PENENTUAN DAERAH EKSKLUSI DAERAH PENDUDUK RENDAH DAN JARAK PUSAT PENDUDUK 1. Pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam menilai tapak yang diusulkan, ialah harus dibuat asumsi mengenai terlepasnya zat radioaktif hasil pembelahan dari teras reaktor pada kondisi abnormal, perkiraan laju kebocoran dari pengungkung (containment) dan keadaan mikro meteorologi pada tapak yang dipergunakan untuk menentukan Daerah Eksklusi, Daerah Penduduk Rendah dan Jarak Pusat Penduduk. Selanjutnya, untuk keperluan analisis guna menetapkan landasan bagi harga-harga numerik yang digunakan, hal-hal berikut hendaknya ditentukan : a. Daerah Eksklusi adalah daerah dengan radius tertentu dari tapak reaktor, dimana setiap orang yang berada pada batas daerah tersebut selama 2 jam segera setelah terlepasnya zat radioaktif yang dipostulasikan itu, tidak akan menerima dosis radiasi total untuk seluruh tubuh (whole body) lebih dari 0,25 Sv atau dosis radiasi total untuk kelenjar gondok tidak lebih dari 3 Sv akibat paparan radiasi yodium. Dosis 0,25 Sv untuk seluruh tubuh dan 3 Sv untuk kelenjar gondok yang ditetapkan dalam pedoman ini hendaknya hanya digunakan sebagai referensi dalam menilai tapak suatu reaktor dalam hubungannya dengan potensi kecelakaan reaktor tersebut dan paparan radiasi terhadap penduduk, dan tidak digunakan sebagai nilai batas dosis untuk penduduk pada suatu kecelakaan. b. Daerah Penduduk Rendah adalah daerah dengan radius tertentu dari tapak reaktor dimana setiap orang yang berada pada batas luar daerah tersebut, yang terkena paparan awan radioaktif sebagai akibat dari terlepasnya zat radioaktif hasil belahan yang dipostulasikan (selama lewatnya awan tersebut) tidak akan menerima dosis radiasi total untuk seluruh tubuh lebih dari 0,25 Sv, atau dosis radiasi total untuk file:///c /Member/Kyosuke/proyek-p/sbplj/sk/sk01p-99/sk_01p_99.htm (5 of 6) [4/12/2002 3:12:51 PM]

kelenjar gondok tidak lebih dari 3 Sv akibat paparan radiasi yodium. c. Jarak Pusat Penduduk sekurang-kurangnya 1 1/3 kali jarak dari reaktor ke batas luar daerah Penduduk Rendah. Didalam menggunakan pedoman ini harus dipertimbangkan distribusi penduduk pada Jarak Pusat Penduduk ini. Apabila terlibat kota-kota besar diperlukan jarak yang lebih besar sebab perlu dipertimbangkan dosis populasi total (total integrated population dose). 2. Untuk tapak bagi instalasi reaktor ganda (lebih dari satu reaktor), ukuran dari Daerah Eksklusi, Daerah Penduduk Rendah dan Jarak Pusat Penduduk ditentukan sesuai dengan persyaratan yang berlaku untuk masing-masing reaktor tersebut, dengan pengertian bahwa kecelakaan pada salah satu reaktor tidak akan menimbulkan kecelakaan dan/atau mempengaruhi keselamatan operasi dari reaktor lainnya. Jika reaktor-reaktor tersebut saling berkaitan sedemikian sehingga kecelakaan pada salah satu reaktor dapat mempengaruhi keselamatan operasi dari reaktor yang lainnya, maka ukuran dari Daerah Eksklusi, Daerah Penduduk Rendah, dan Jarak Pusat Penduduk harus didasarkan pada asumsi bahwa reaktor-reaktor tersebut melepaskan zat radioaktif hasil belahan secara simultan. Persyaratan ini dapat dikurangi sesuai dengan tingkat keterkaitan antar reaktor, kebolehjadian terjadinya kecelakaan secara bersamaan, dan kebolehjadian bahwa seseorang tidak akan menerima paparan radiasi sebagai akibat dari pelepasan zat radioaktif secara simultan. Harus dijamin bahwa operasi simultan dari reaktor ganda pada suatu tapak tidak akan mengakibatkan terlepasnya zat radioaktif melebihi nilai batas yang diizinkan sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kedua : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkannya. Ditetapkan di J a k a r t a Pada tanggal 15 Juni 1999 Kepala, ttd Dr. Mohammad Ridwan, M.Sc., APU file:///c /Member/Kyosuke/proyek-p/sbplj/sk/sk01p-99/sk_01p_99.htm (6 of 6) [4/12/2002 3:12:51 PM]