RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERLINDUNGAN KORBAN DAN SAKSI. Sentra HAM UI & ICW

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN INISIATIF DPR RI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

CACATAN TERHADAP RUU PERLINDUNGAN SAKSI BERDASARKAN UU DAN PP TENTANG TINDAK PIDANA KORUPSI DAN PENCUCIAN UANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2008 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2018 TENTANG PEMBERIAN KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN BANTUAN KEPADA SAKSI DAN KORBAN

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

2018, No terhadap korban tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, terorisme, perdagangan orang, penyiksaan, kekerasan seksual, da

PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER-026/A/JA/10/2013 TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2002 TENTANG

BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA

WALIKOTA SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PIMPINAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN REPUBLLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Ketentuan Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PERATURAN KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENGAWASAN TERHADAP UPAYA PENGHAPUSAN DISKRIMINASI RAS DAN ETNIS.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PP 2/2002, TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN DAN SAKSI DALAM PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Draft RPP pemberian Kompensasi & Restirusi Korban Pemerintah 2006

BUPATI POLEWALI MANDAR

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2003 TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI PELAPOR DAN SAKSI TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN

ANALISIS ATAS RUU PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Oleh:Ahsanul Minan, Staff Ahli FKB DPR RI

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 6 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATA CARA PERLINDUNGAN TERHADAP SAKSI, PENYIDIK, PENUNTUT UMUM, DAN HAKIM DALAM PERKARA TINDAK PIDANA TERORI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

-2- Di dalam Pasal 7 ayat (4) dinyatakan bahwa pemberian Kompensasi bagi Korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Un

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PEMBERIAN BANTUAN HUKUM KEPADA MASYARAKAT MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengadakan wawancara terhadap responden yang telah ditentukan oleh penulis,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

-2- Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UndangUndang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Transkripsi:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa sistem peradilan pidana dapat berjalan dengan baik apabila keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah, baik saksi korban maupun saksi yang mendengar, melihat suatu peristiwa pidana, dapat dihadirkan pada setiap proses peradilan dalam rangka menemukan dan mencari terang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana; b. bahwa penegak hukum dalam menemukan dan mencari terang tindak pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana sering mengalami kesulitan karena saksi tidak dapat dihadirkan disebabkan adanya ancaman, baik fisik maupun psikis dari pihak tertentu; c. Bahwa untuk mencegah ancaman yang sekaligus mewujudkan sistem peradilan pidana terpadu, perlu dilakukan perlindungan hukum bagi saksi dan/atau korban yang sangat penting keberadaannya dalam sistem peradilan pidana; d. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 ayat (2) dan ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (Berita Negara Republik Indonesia II Nomor 9) jo Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang menyatakan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk seluruh wilayah Republik 1

Indonesia dan mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor1660) sebagaimana telah diubah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang_undang No. 27 Tahun 1999 tentang Perubahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang berkaitan dengan Kejahatan terhadap keamanan negara; 3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 4. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Psikotropika (lembaran Negara Tahun Nomor, Tambahan Lembaran Negara Nomor ); 5. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3698); 6. Undang-undang No. 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undangundang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara Tahun 2001 No. 134, Tambahan Lembaran Negara No. 4150); 7. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 84; Tambahan lembaran Negara Nomor ); Catatan: UU tentang Terorisme Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 2

Dalam Undang-Undang ini, yang di maksud dengan : 1. Perlindungan Saksi adalah suatu bentuk (dan proses) pelayanan untuk menerima dan menganalis laporan saksi atau berinisiatif memberikan perlindungan dalam batas waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. 2. Perlindungan Korban adalah suatu bentuk (dan proses) pelayanan untuk memberikan perlindungan kepada korban dalam batas waktu yang ditentukan dalam Undang-Undang ini. 3. Saksi adalah setiap orang yang dapat memberikan kesaksian tentang suatu tindak pidana yang didengar sendiri, dilihat, dan atau dialaminya sendiri. 4. Lembaga Perlindungan Saksi, yang selanjutnya disebut LPS adalah lembaga pendukung dalam proses peradilan (supporting agency) yang bertugas dan berwenang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Catatan: Pasal 1 Butir 26 dan butir 27 KUHAP sebagaiman cantolan untuk pembentukan LPS dalam RUU ini. (dimasukkan dalam penjelasan Pasal 9 tentang LPS) Pasal 2 LPS dibentuk berdasarkan asas: a. Non diskriminasi baik berdasarkan etnis, agama maupun ras; b. Menjunjung tinggi hak asasi manusia; c. Profesionalitas; d. Proporsionalitas; e. Efisiensi. Pasal 3 Setiap orang dapat menjadi saksi dan berhak memperoleh perlindungan pada setiap pemeriksaan dalam proses peradilan pidana Pasal 4 Setiap aparat penegak hukum atau instansi terkait wajib memberikan perlindungan terhadap saksi dalam perkara pidana Catatan penjelasan Pasal 4 Yang dimaksud dengan instansi terkait misalnya TNI. BAB II 3

HAK DAN KEWAJIBAN SAKSI DALAM PERLINDUNGAN Pasal 5 Setiap Saksi berhak memperoleh: a. perlindungan atas keamanan pribadi dan atau keluarganya dari ancaman fisik maupun psikologis yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, tengah atau telah diberikannya dalam suatu perkara pidana; b. bantuan hukum; c. informasi mengenai putusan pengadilan; dan atau d. biaya yang timbul untuk hadir di proses peradilan. Pasal 6 (1) Setiap saksi yang mengalami penderitaan sebagai akibat kekerasan dan pelanggaran HAM yang berat selain memperoleh hak sebagaimana diatur dalam Pasal 5, juga berhak mendapatkan: a. bantuan medis; b. bantuan konsultasi psikologis; c. kompensasi; atau d. restitusi dan ganti kerugian. (2) Ketentuan mengenai tata cara pemberian bantuan dan penetapan besarnya kompensasi, restitusi atau ganti kerugian diatur dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 7 (1) Saksi yang mendapatkan ancaman yang diketahui dan patut diduga membahayakan keselamatn dirinya, dapat memberikan keterangan kesaksian tanpa hadir di sidang pengadilan setelah mendapatkan persetujuan hakim yang memerlukan keterangan kesaksiannya. (2) Keterangan kesaksian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan secara tertulis atau lisan. (3) Keterangan kesaksian secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang membubuhkan tanda tangannya pada berita acara yang memuat tentang kesaksian tersebut, pejabat dari LPS, dan penasihat hukumnya. (4) Keterangan kesaksian secara lisan dapat diberikan melalui media elektronik (5) Dalam hal saksi memberikan keterangan kesaksian sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), saksi harus didampingi oleh pejabat yang berwenang, pejabat dari LPS, dan penasihat hukumnya. 4

Pasal 8 (1) Bagi seorang saksi yang juga sebagai tersangka dalam kasus yang sama, tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila yang bersangkutan terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan (2) Keterangan kesaksian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan. BAB III LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI Pasal 9 LPS adalah lembaga yang independen yang dibentuk dengan Keputusan Presiden. Pasal 10 LPS berfungsi mengembalikan kepercayaan kepada setiap orang yang diminta sebagai saksi sebagimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 26 dan 27 KUHAP. Pasal 11 LPS bertujuan: a. melindungi secara fisik dan psikologis: b. Memperlancar proses peradilan Pasal 12 LPS berfungsi sebagai lembaga: c. mediasi dan konsultasi; d. pemulihan hak saksi atau korban (fungsi sosial); e. Pendukung proses peradilan Pasal 13 LPS bertugas dan berwenang: a. menerima laporan atau pengaduan saksi; b. mengklarifikasi laporan atau pengaduan saksi; c. menghubungi aparat penegak hukum; d. menentukan bentuk perlindungan dan orang-orang yang harus diberi perlindungan; e. merahasiakan seluruh keterangan yang diberikan oleh saksi; f. memberikan rekomendasi untuk kepentingan perlindungan saksi kepada aparat penegak hukum 5

Catatan Penjelasan Pasal 13 huruf f: Pemberian rekomendasi dari LPS anatara lain berupa : 1. kehadiran saksi dalam proses peradilan sehubungan dengan keamanan saksi 2. mengubah jati diri atau identitas saksi 3. evakuasi dan relokasi saksi dan keluarganya 4. perubahan tempat persidangan dan tempat pemeriksaan saksi Pasal 14 (1) Keanggotaan LPS terdiri atas unsur-unsur a. Kepolisian; b. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia; c. Kejaksaan; d. Pengadilan; e. Tenaga ahli ; dan f. Lembaga Swadaya Masyarakat. (2) Keanggotaan LPS berjumlah sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang (3) Dalam hal dianggap perlu keanggotaan LPS dapat ditambah sesuai kebutuhan (4) Keanggotaan LPS disusun berdasarkan usul dari instansi atau lembaga swadaya masyarakat yang bersangkutan Pasal 15 Yang dapat diangkat menjadi anggota LPS adalah warga negara indonesia yang: a. memiliki pengalaman dalam upaya melindungi orang atau kelompok orang yang menajadi korban suatu tindak pidana: b. merupakan tokoh agama, tokoh masyarakat, anggota lembaga masyarakat yang bergerak dibidang perlindungan hak asasi manusia; c. tenaga ahli; d. sehat jasmani dan rohani;dan e. jujur dan berintegritas moral yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 16 LPS dapat dibentuk disetiap wilayah sesuai dengan kebutuhan Pasal 17 Anggaran pembiayaan LPS dapat diperoleh dari: a. anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk LPS ditingkat pusat atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah untuk LPS ditingkat daerah; dan b. bantuan masyarakat atau bantuan dari luar negeri yang tidak mengikat 6

BAB IV TATA CARA PEMBERIAN PERLINDUNGAN DAN BANTUAN Pasal 18 Saksi atau Korban yang dilindungi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. syarat subyektif; dan b. syarat objektif catatan penjelasan: yang dimaksud dengan syarat subyektif antara lain, berisi identitas. Karakteristik, dan latar belakang saksi atau koban. Yang dimaksud dengan syarat obyektif adalah syarat yang memuat jenis kejahatan, jenis ancaman pidana, dan adanya penetapan pengadilan. Alternatif Pasal 18 Saksi atau Korban yang dilindungi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Warga Negara Indonesia; b. nama, alamat, dan atau pekerjaan dari saksi atau korban; c. jenis kejaharan yang dilihat, didengar, dan atau dialami sendiri; d. ancaman pidana yang akan dijatuhkan paling singkat tahun penjara dan paling sedikit Pasal 19 Perlindungan diberikan terhadap saksi diberikan atas dasar: a. Permohonan yang bersangkutan,keluarga atau kuasanya; b. Informasi atau data dari orang lain: atau c. Inisiatif LPS Pasal 20 LPS melakukan penelitian terhadap kebenaran permohonan perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a serta informasi atau data dari pihak lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 huruf b. Pasal 21 Dalam hal LPS memutuskan untuk memberikan bantuan perlindungan kepada saksi, maka keputusan tersebut diberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak tanggal permohonan diterima. Pasal 22 Dalam hal LPS berpendapat saksi memerlukan perlindungan terhadap keamanan dirinya atau keluarganya, maka LPS wajib memberikan rekomendasi 7

kepada instansi terkait untuk memberikan rekomendasi kepada instansi terkait untuk memberikan perlindungan. Pasal 23 (1) Perlindungan terhadap saksi dihentikan apabila : a. LPS berpendapat bahwa saksi tidak lagi memerlukan perlindungan berdasarkan bukti-bukti yang meyakinkan; atau b. Instansi terkait atau saksi yang dilindungi menyatakan tidak lagi memerlukan perlindungan (2) Penghentian perlindungan sebagaiman dimaksud dalam ayat (1) harus dinyatakan secara tertulis oleh instansi terkait berdasarkan rekomendasi LPS. Pasal 24 (1) Instansi terkait wajib menindaklanjuti rekomendasi LPS sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (2) Dalam melaksanakan pemberian perlindungan dan bantuan, LPS dapat bekerja sama dengan instansi terkait; (3) Pejabat dari instansi terkait yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana. BAB V KETENTUAN PIDANA Pasal 25 (1) Setiap orang yang dengan sengaja baik dengan kekerasan maupun ancaman kekerasan atau cara-cara tertentu untuk menghalang-halangi saksi untuk tidak memberikan keterangan kesaksian atau supaya memberikan kesaksian palsu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 20.000.000,-(dua puluh juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Publik, maka pidananya ditambah dengan 1/3 (satu per tiga). Pasal 26 (1) Setiap orang yang dengan sengaja menghalang-halangi dengan cara apapun, supaya saksi tidak memperoleh perlindungan atau bantuan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1(satu) tahun atau denda paling banyak Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). 8

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat Publik, ancaman pidananya ditambah 1/3 (satu per tiga). Pasal 27 Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan saksi kehilangan pekerjaan oleh karena saksi tersebut memberikan kesaksian yang benar dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Pasal 28 (1) Setiap orang yang dengan sengaja memberitahukan keberadaan Saksi dan/atau Korban yang sedang dilindungi oleh instansi terkait, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat Publik, maka pidannya ditambah dengan 1/3 (satu per tiga). BAB VI KETENTUAN PENUTUP Pasal 29 LPS dibentuk dalam waktu paling lambat 1 (satu) tahun setelah Undang-Undang ini berlaku. Pasal 30 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang yang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang- Undang ini dengan penempatanya dalam Lembaga Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta Pada tanggal.. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 9

Diundangkan di Jakarta Pada tanggal. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.NOMOR. RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN I. UMUM Keberhasilan suatu proses peradilan pidana sangat tergantung pada alat bukti yang berhasil diungkap atau dimunculkan. Dalam proses persidangan, terutama yang berkenaan dengan Saksi dan Korban, tidak sedikit kasus yang kandas ditengah jalan disebabkan ketiadaan Saksi dan Korban yang dapat mendukung tugas penegak hukum. Oleh karena itu, keberadaan Saksi dan Korban merupakan suatu unsur yang sangat menentukan dalam suatu proses peradilan pidana. Peran Saksi dan Korban dalam proses peradilan pidana selama ini sangat jauh dari perhatian masyarakat dan penegak hukum. Adanya kasus-kasus yang tidak terungkap dan tidak terselesaikan disebabkan oleh karena keengganan saksi dan Korban untuk memberikan kesaksian kepada penegak hukum karena mendapat ancaman dari pihak-tertentu. Perlindungan Saksi, dalam proses peradilan pidana di Indonesia, suatu fakta yang sangat berbeda dengan perlindungan bagi tersangka atau terdakwa. Undang-Undang nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) telah merumuskan sejumlah hak bagi terdakwa yang melindunginya dari berbagai kemungkinan pelangaran HAM sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68 KUHAP. Beberapa dekade yang lalu telah dikeluhkan bahwa kepeduliam pada tersangka atau terdakwa sudah sedimikian tingginya sehingga menimbulkan persepsi bahwa the pendulum has swung too far. Oleh karena itu sudah tiba saatnya memberikan perhatian yang lebih besar pada 10

pihak-pihak lain yang terlibat dalam proses peradilan piodana terutama Saksi dan Korban. Dengan berdasarkan pada asas kesamaan dalam hukum (equality before the law) yang menjadi salah satu prasyarat dalam suatu negara hukum. Saksi dalam proses peradilan pidana harus pula diberi perangkat hukum untuk menjamin perlindungan hukum bagi dirinya. Tanpa adanya perlindungan hukum bagi saksi, sejumlah kasus-kasus besar dapat diprediksikan akan sangat sulit untuk diungkap. Perlindungan hukum bagi saksi sangat signifiokan keberadaanya terutama dalam kaitannya dengan kasus-kasus pidana seperti : a. tindak kekerasan khususnya kekerarasan terhadap perempuan b. kejahatan narkotika dan psikotropika c. korupsi; dan d. kejahatan yang dilakukan oleh pejabat atau penguasa. Muatan utama ketentuan tentang Perlindungan Saksi, pada prinsipnya harus mengandung beberapa hal pokok, yakni: 1. defenisi tentang Saksi; 2. bentuk hak-hak Saksi dan kewajiban saksi; 3. lembaga yang menangani perlindungan Saksi; 4. prosedur pemberian perlindungan dan bantuan; 5. sanksi bagi pejabat yang tidak memberikan perlindungan; dan 6. sanksi bagi orang yang menghalang-halangi perlindungan Saksi. II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Ayat (1) Maksud pemberian perlindungan saksi adalah untuk mendorong saksi berani memberikan suatu keterangan mengenai hal yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri tentang terjadinya suatu timdak pidana. Ayat (2) Yang dimaksud dengan peradilan umum termasuk pengadilan anak dan pengadilan hak asasi manusia. Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 11

Ayat (1) Huruf a Yang dimaksusd dengan keluarganya adalah orang-orang yang mempunyai hubungan darah dalam garis lurus atau hubungan darah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga atau mempunyai hubungan karena perkawinan dengan saksi dan orangorang yang menjadi tanggungan saksi. Huruf b Hak ini diperlukan karena seringkali Saksi adalah orang yang awam dan tidak mengetahui hukum beserta prosesnya, sehingga perlu mendapat bimbingan dalam menjalani proses peradilan pidana. Huruf c Seringkali Saksi hanya berperan dalam pemberian kesaksian di pengadilan akan tetapi Saksi tidak mengetahui perkembangan kasus yang bersangkutan. Layaklah karena itu untuk memberikan informasi mengenai hal ini supaya Saksi pun mengetahui sejauh mana masukan yang diberikannya itu dimanfaatkan oleh sistem peradilan. Huruf d Dihukum tidaknya seorang terdakwa seringkali tidak diketahui oleh saksi dan meninggakanya dalam ketidaktahuan. Informasi ini penting untuk diberitahukan pada saksi setidaknya sebagai tanda perhatian pada kesediannya sebagai saksi dalam proses tersebut. Huruf e Yang dimaksud dengan identitas baru misalnya perubahan nama, alamat, atau wajah. Dalam kasus terutama yang menyangkut oraganized crime, keamanan saksi sapat terancam walaupun terdakwa sudah dihukum. Dalam kasus-kasus tertentu dapat dipikirkan kemuingkinan untuk memberikan identitas baru. Huruf f Perlindungan semacam ini merupakan perlindungan utama yang diperlukan saksi. Apabila dirasakam perlu saksi harus ditempatkan dalam suatu tempat yang dirahasiakan dari siapun, untuk menjamin agar saksi aman dan saksi dapat meneruskan kehidupannya tanpa adanya ketakutan yang berkepanjangan setelah memberi kesaksian kemudian menjadikan terdakwa dihukum karena kejahatan yang berat. 12

Hak untuk mendapatkan kediaman baru hanya diberikan kepada saksi yang mendapat ancaman yang serius bagi keamanan diri dan keluarganya Huruf g Yang dimaksud dengan biaya adalah pengeluaran yang nuyata sebagai akibat memenuhi panggilan untuk hadir sebagai saksi. Dalam banyak kasus, saksi tidak mempunyai cukup kemampuan membiayai dirinya untuk mendatangi lokasi aparat yang berwenang sehingga perlu mendapat bantuan biaya dari negara. Ketentuan semacam ini memang sudah ada sebenarnya untuk tingkat persidangan, akan tetapi sangat jarang diterapkan karena berbagai alasan. Huruf h Ketakutan saksi akan adanya pembalasan dendan dari terdakwa seringkali cukup beralasan dan ia layak untuk diberitahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara akan dibebaskan; hak ini juga dapat menimbulkan rasa puas seorang saksi terutama saksi korban karena saksi korban dihargai dalam proses peradilan pidana. Ayat (2) Pasal 6 Ayat (1) Huruf a Tindak kekerasan pada dasarnya menyebabkan penderitaan fisik pada korban. Dalam hal ini Negara berkewajiban untuk memberikan bantuan medis pada korban untuk membantu menyembuhkan luka-lukanya. Huruf b Yang dimaksud dengan konsultasi psikologis adalah usaha pemulihan kegoncangan jiwa sebagai akibat kekerasan atau pelanggaran HAM yang berat Huruf c Huruf d Ayat (2) 13

Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Ayat (1) Cukup Jelas Ayat (2) Unsur keanggotaan Lembaga Perlindungan Saksi disusun secara berimbang antara unsur pemerintah dan unsur masyarakat. Ayat (3) Ayat (4) Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 Pasal 15 Pasal 16 Pasal 17 Cukup Jelas Pasal 18 Pasal 19 14

Pasal 20 Pasal 21 Pasal 22 Pasal 23 Pasal 24 Pasal 25 Pasal 26 Pasal 27 Pasal 28 Cukup Jelas Pasal 29 Pasal 30 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. 15