darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz

dokumen-dokumen yang mirip
olahraga secara teratur, diet pada pasien obesitas, menjaga pola makan, berhenti merokok dan mengurangi asupan garam (Tedjasukmana, 2012).

Prevalensi hipertensi berdasarkan yang telah terdiagnosis oleh tenaga kesehatan dan pengukuran tekanan darah terlihat meningkat dengan bertambahnya

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

perkembangan penyakit DM perlu untuk diperhatikan agar komplikasi yang menyertai dapat dicegah dengan cara mengelola dan memantau perkembangan DM

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit metabolik yang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh pembuluh dimana akan membawa darah ke seluruh tubuh. Tekanan darah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan

I. PENDAHULUAN. Hipertensi dikenal secara umum sebagai penyakit kardiovaskular. Penyakit

BAB 1. mempengaruhi jutaan orang di dunia karena sebagai silent killer. Menurut. WHO (World Health Organization) tahun 2013 penyakit kardiovaskular

I. PENDAHULUAN. adekuat untuk mempertahankan glukosa plasma yang normal (Dipiro et al, 2005;

BAB I PENDAHULUAN. yang memerlukan pengobatan dalam jangka waktu yang panjang. Efek

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan dasar Disamping itu, pengontrolan hipertensi belum adekuat

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. akibat insufisiensi fungsi insulin (WHO, 1999). Berdasarkan data dari WHO

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan kerusakan jantung, mata, otak, dan ginjal (WHO, 2009).

PERBEDAAN ANGKA KEJADIAN HIPERTENSI ANTARA PRIA DAN WANITA PENDERITA DIABETES MELITUS BERUSIA 45 TAHUN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. penyakit tidak menular dan penyakit kronis. Salah satu penyakit tidak menular

BAB I PENDAHULUAN. pada jutaan orang di dunia (American Diabetes Association/ADA, 2004).

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan perolehan data Internatonal Diabetes Federatiaon (IDF) tingkat

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan peningkatan angka morbiditas secara global sebesar 4,5 %, dan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok kelainan heterogen yang

I. PENDAHULUAN. dilakukan rata-rata dua kali atau lebih dalam waktu dua kali kontrol (Chobanian,

BAB I PENDAHULUAN. kardiovaskular (World Health Organization, 2010). Menurut AHA (American

I. PENDAHULUAN. sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat

BAB I PENDAHULUAN. DM tipe 1, hal ini disebabkan karena banyaknya faktor resiko terkait dengan DM

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas fisik dan meningkatnya pencemaran/polusi lingkungan. Perubahan tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) memperkirakan jumlah penderita hipertensi akan terus meningkat seiring

BAB I PENDAHULUAN. mempengaruhi kualitas hidup serta produktivitas seseorang. Penyakitpenyakit

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang


I. PENDAHULUAN. Hipertensi merupakan tekanan darah tinggi menetap yang penyebabnya tidak

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Hipertensi merupakan gangguan sistem peredaran darah yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal serta gangguan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Meningkatnya prevalensi diabetes melitus (DM) akibat peningkatan

BAB I PENDAHULUAN UKDW. masyarakat. Menurut hasil laporan dari International Diabetes Federation (IDF),

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan berbagai faktor seperti perubahan pola penyakit dan pola pengobatan,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. terjadi peningkatan secara cepat pada abad ke-21 ini, yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Pola penyakit yang diderita masyarakat telah bergeser ke arah. penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi glukosa (1). Terdapat dua kategori utama DM yaitu DM. tipe 1 (DMT1) dan DM tipe 2 (DMT2). DMT1 dulunya disebut

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) adalah gangguan metabolisme kronik yang

BAB I PENDAHULUAN. 90 mmhg.penyakit hipertensi telah menjadi masalah utama dalam masyarakat

BAB I PENDAHULUAN UKDW. insulin dan kerja dari insulin tidak optimal (WHO, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. insulin secara relatif maupun absolut (Hadisaputro & Setyawan, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. (glukosa) akibat kekurangan atau resistensi insulin (Bustan, 2007). World

DETEKSI DINI DAN PENCEGAHAN PENYAKIT GAGAL GINJAL KRONIK. Oleh: Yuyun Rindiastuti Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS BAB I PENDAHULUAN

BAB 1 : PENDAHULUAN. penderita mengalami komplikasi pada organ vital seperti jantung, otak, maupun ginjal.

BAB 1 PENDAHULUAN. situasi lingkungannya, misalnya perubahan pola konsumsi makanan, berkurangnya

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peningkatan asupan lemak sebagian besar berasal dari tingginya

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan Usia Harapan Hidup penduduk dunia dan semakin meningkatnya

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan insulin yang telah diproduksi secara efektif. Insulin merupakan

I. PENDAHULUAN. merupakan penyebab peningkatan mortalitas pasien jantung (Maggioni, 2005).

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hipertensi merupakan salah satu kondisi kronis yang sering terjadi di

BAB 1 : PENDAHULUAN. dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada tahun Sedangkan

ANALISIS EFEKTIVITAS BIAYA TERAPI ANTIHIPERTENSI PADA PASIEN HIPERTENSI RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI TAHUN 2014 NASKAH PUBLIKASI

BAB I PENDAHULUAN. menempati peringkat kedua dengan jumlah penderita Diabetes terbanyak setelah

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit non infeksi, yaitu penyakit tidak

KAJIAN PENGOBATAN HIPERTENSI DI PUSKESMAS KARANG ASAM SAMARINDA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Organisasi kesehatan dunia, World Health Organization (WHO)

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan adanya peningkatan tekanan darah sistemik sistolik diatas atau sama dengan

BAB I PENDAHULUAN. bertambah dan pertambahan ini relatif lebih tinggi di negara berkembang,

BAB I PENDAHULUAN. Detection, Evaluation and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII) tahun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Diabetes Melitus (DM) berdasarkan American Diabetes

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PROPORSI ANGKA KEJADIAN NEFROPATI DIABETIK PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN PENDERITA DIABETES MELITUS TAHUN 2009 DI RSUD DR.MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 : PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Gagal ginjal kronik (Chronic Kidney Disease) merupakan salah satu penyakit

BAB 1 PENDAHULUAN. tahunnya. World Health Organization (WHO) memperkirakan. mendatang diperkirakan sekitar 29% warga dunia menderita

BAB I PENDAHULUAN. dicapai dalam kemajuan di semua bidang riset DM maupun penatalaksanaan

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Diabetes mellitus (DM) adalah suatu

BAB I PENDAHULUAN. angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) (Purwanto,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. sedangkan penyakit non infeksi (penyakit tidak menular) justru semakin

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. usia harapan hidup. Dengan meningkatnya usia harapan hidup, berarti semakin

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan ada tiga bentuk diabetes mellitus, yaitu diabetes mellitus tipe 1 atau disebut IDDM (Insulin Dependent

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. berbagai masalah lingkungan yang bersifat alamiah maupun buatan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. yang selalu mengalami peningkatan setiap tahun di negara-negara seluruh

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Kesehatan yang baik merupakan suatu kondisi dimana tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat berpengaruh terhadap kualitas hidup dari pasien DM sendiri.

Pencegahan Tersier dan Sekunder (Target Terapi DM)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Menurut World Health Organization tahun 2011 stroke merupakan

BAB 1 PENDAHULUAN. yang sangat serius saat ini adalah hipertensi yang disebut sebagai the silent killer.

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tekanan darah tinggi atau hipertensi merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang umum di negara berkembang, secara khusus bagi masyarakat Indonesia. Menurut World Health Organization (WHO) dan The International Society of Hypertension (ISH), terdapat 600 juta penderita hipertensi di seluruh dunia dan 3 juta di antaranya meninggal dunia setiap tahun. Dihitung berdasarkan perbandingannya, tujuh dari 10 penderita tersebut tidak mendapat pengobatan secara adekuat (Rahajeng, 2009). Masalah hipertensi di Indonesia cenderung meningkat, yakni dari 7,6% pada tahun 2007 menjadi 9,5% tahun 2013 dengan prevalensi pengukuran pada umur 18 tahun sebesar 26,5% (Riskesdas, 2013). Hipertensi yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan terjadinya penyakit kardiovaskular seperti jantung koroner, penyakit pembuluh darah otak dan perifer. Penyakit kardiovaskular sangat besar resikonya terutama pada penderita diabetes melitus (Sowers, 2001). Diabetes melitus adalah salah satu penyakit yang paling banyak menyebabkan penyakit ginjal kronik. Lebih dari 50% penderita diabetes melitus khususnya diabetes melitus tipe 2 mengalami hipertensi dan prevalensi hipertensi pada penderita diabetes 1,5-3 kali lebih tinggi dibandingkan dengan non diabetes (Sweetman, 2009). Penyakit ginjal kronik merupakan komplikasi mikrovaskuler kronis pembuluh darah kapiler ginjal pada penderita diabetes melitus (Sunaryanto, 2010). Adanya kerusakan pada pembuluh darah kapiler di ginjal dapat menimbulkan kerusakan glomerulus yang berfungsi sebagai penyaring 1

darah. Kerusakan glomerulus menyebabkan protein (albumin) dapat melewati glomerulus sehingga ditemukan dalam urin yang disebut mikroalbuminuria (Ritz et al, 2000). Mikroalbuminuria merupakan faktor resiko peningkatan mordibitas dan mortalitas penyakit kardiovaskular pada penderita diabetes melitus tipe 2, serta digunakan sebagai penanda awal terjadinya komplikasi yang lebih berat yaitu nefropati diabetes (Immanuel, 2006). Hipertensi merupakan suatu tanda telah adanya komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler pada diabetes. Hipertensi dan diabetes biasanya ada keterkaitan patofisiologi yang mendasari yaitu adanya resistensi insulin (Rindiastuti, 2008). Komplikasi kronis diabetes sangat berkaitan dengan kualitas pembuluh darah, dimana ada beberapa faktor penentu kualitas endotel pembuluh darah antara lain resistensi insulin, intoleransi glukosa, lemak, obesitas, dan hipertensi (Arsono,2005). Berdasarkan keadaan tersebut, penderita diabetes melitus dianjurkan untuk mengontrol peningkatan tekanan darah agar selalu dalam batas normal. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada pembuluh darah kapiler di ginjal. Tekanan darah penderita diabetes melitus dijaga agar tidak lebih dari 130/80 mmhg dengan cara mengatur pola hidup dan pola makan secara seimbang serta olahraga teratur (Cernes and Zimlichman, 2013). Dilihat dari tingginya prevalensi hipertensi dan kecenderungan terjadi komplikasi kardiovaskular pada penderita diabetes melitus, tenaga kesehatan mempunyai kesempatan untuk meningkatkan perawatan pasien hipertensi dengan diabetes melitus. Penanganan untuk perawatan pasien dapat dilakukan dengan terapi non farmakologi dan terapi farmakologi. Pelaksanaan terapi non farmakologi dengan memberikan sosialisasi mengenai pola hidup dan pola makan yang sehat bagi seluruh masyarakat. 2

Hal ini bertujuan mencegah terjadinya kenaikan tekanan darah yang tidak terkendali dan meminimalkan tingkat keparahan komplikasi. Terapi farmakologi dilaksanakan dengan memberikan obat hipertensi yang sesuai dengan keadaan pasien (Tedjasukmana, 2012). Pasien hipertensi dengan diabetes melitus memerlukan pengobatan seumur hidup dan membutuhkan biaya pengobatan yang cukup mahal. Hal ini disebabkan karena selain mengkonsumsi antidiabetik, diperlukan antihipertensi untuk menjaga tekanan darah pasien agar tetap dalam batas normal (Permana, 2008). Adanya terapi pengobatan dan biaya yang dikeluarkan pasien secara tidak langsung akan menimbulkan dampak pada kualitas hidup pasien. Kualitas hidup atau Health-Related Quality of Life (HRQoL), merupakan outcome atau efek dari sudut pandang pasien terkait dengan penilaian tehadap kesehatan, perasaan nyaman dan kemampuan fungsional yang dirasakan selama melakukan terapi (Andayani, 2013). Dalam pelayanan kesehatan khususnya terapi pengobatan di Indonesia telah banyak antihipertensi yang digunakan baik di tingkat pelayanan kesehatan primer (dokter keluarga, klinik, puskesmas), maupun sekunder (rumah sakit umum). Antihipertensi yang digunakan oleh setiap tingkat pelayanan kesehatan tersebut disesuaikan dengan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Berdasarkan DOEN (2013) terapi antihipertensi yang sering digunakan antara lain amlodipin, atenolol, diltiazem, hidroklorotiazid, captopril, clonidin, lisinopril, metildopa, nifedipin, nicardipine dan valsartan. Golongan terapi antihipertensi yang sering digunakan untuk pasien hipertensi dengan diabetes melitus adalah ACE Inhibitor (ACEI) dan Angiotensin Reseptor Blocker (ARB) (Sampanis and Zamboulis, 2008). Kedua golongan ini dapat mengurangi ekskresi protein berlebih, memelihara fungsi ginjal pada pasien diabetes dan mengurangi terjadinya 3

penyakit kardiovaskuler (Cernes and Zimlichman, 2013). Penelitian yang dilakukan oleh Abdulganiyu dan Fola di Nigeria pada tahun 2014 mengatakan bahwa antihipertensi yang lebih banyak digunakan pada pasien diabetes melitus adalah golongan ACEI dibandingkan golongan ARB. Golongan ACEI tidak hanya efektif sebagai agen antihipertensi, tetapi juga dapat mengurangi eksresi protein berlebih (Lovell, 1999). Efek renoprotektif dari golongan ACEI dapat berguna pada pasien diabetes melitus. Penggunaan terapi golongan ACEI pada pasien dengan mikroalbuminuria, dapat mengurangi tingkat proteinuria serta perkembangan kerusakan pada ginjal diperlambat (Harman and Boehm, 2004). Menurut Ramos-Nino dan Blumen (2009), lisinopril dan captopril merupakan terapi obat yang masuk dalam golongan ACE Inhibitor, dimana keduanya merupakan obat yang sering diberikan pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus. Selain dapat mengontrol tekanan darah dan memiliki profil metabolik yang baik, lisinopril dan captopril dapat mencegah terjadinya kerusakan pada ginjal (Ramos-Nino and Blumen, 2009). Captopril mempunyai efektivitas yang baik dalam mencegah terjadinya penurunan fungsi ginjal termasuk penyakit gagal ginjal dan mengurangi angka kematian (Consumer Reports Health Best Buy Drugs, 2011). Penelitian yang dilakukan oleh Ryden dkk di Eropa pada tahun 2000 mengatakan bahwa lisinopril dengan dosis tinggi dapat memberikan manfaat yang besar bagi pasien diabetes melitus. Selain itu, Chiarelli dan Marcovecchio dari Italy (2013) mengatakan bahwa lisinopril memberikan dampak yang signifikan pada pasien diabetes tipe 1 yaitu mengurangi sekitar 50% perkembangan mikroalbumin. Lisinopril yang diberikan pada pasien diabetes melitus tipe 2 selain efektif dalam menurunkan tekanan darah, juga efektif dalam menurunkan mikroalbumin yaitu 48%-75% 4

(Weinberg et al, 2003). Masalah pembiayaan pelayanan kesehatan di Indonesia masih belum sepenuhnya dapat diatasi. Hal ini berkaitan dengan biaya kesehatan termasuk terapi pengobatan yang semakin mahal dan keterbatasan anggaran pemerintah untuk alokasi biaya kesehatan. Pemerintah sebagai pembuat kebijakan mempunyai tanggung jawab untuk mengatasi masalah pembiayaan kesehatan di Indonesia. Adanya Undang-Undang No.40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) memberikan amanat bahwa jaminan sosial wajib diberlakukan bagi seluruh masyarakat Indonesia termasuk Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui suatu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di bidang kesehatan. BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program jaminan berupa perlindungan kesehatan. Tujuannya agar peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan (Permenkes RI, 2013). Peraturan menteri kesehatan ini akan menjadi payung hukum dalam mengatur pelayanan kesehatan, baik di tingkat pertama, rujukan maupun tingkat lanjutan. Selain itu, dengan adanya Peraturan Menteri ini dapat mengatur jenis dan harga alat bantu kesehatan, pelayanan obat dan bahan medis habis pakai bagi masyarakat yang masuk dalam anggota JKN. Mengingat semakin bertambahnya hari dan umur, seseorang semakin rentan terhadap penyakit dan penghasilan mulai menurun akibat penyakit tersebut, diperlukan perawatan dan pelayanan kesehatan yang memadai dan terjangkau dalam hal efektivitas dan biaya. Pemerintah mempunyai peran penting dalam mengambil kebijakan dalam hal pemilihan jenis pelayanan kesehatan termasuk harga obat, efektivitas dan pembiayaan terapi secara keseluruhan. Untuk membantu pemerintah dalam menentukan terapi 5

pengobatan yang efektif dan harga obat yang efisien, diperlukan ilmu farmakoekonomi. Farmakoekonomi adalah ilmu yang didefenisikan sebagai deskripsi dan analisis mengenai biaya terapi obat untuk sistem pelayanan kesehatan dalam masyarakat. Secara spesifik, penelitian farmakoekonomi adalah proses mengidentifikasi, mengukur, dan membandingkan biaya, resiko dan keuntungan dari suatu program, pelayanan kesehatan dan terapi obat yang bertujuan untuk menentukan alternatif kesehatan yang paling baik. Farmakoekonomi mempertimbangkan biaya penyediaan produk atau layanan kesehatan terhadap hasil yang diberikan untuk menentukan alternatif mana yang menghasilkan biaya yang optimal dan efektif (Dipiro, 2008). Untuk menganalisis pemilihan terapi pengobatan yang cost-effective digunakan salah satu metode analisis farmakoekonomi yakni costeffectiveness analysis (CEA). Penelitian ini membandingkan biaya dan efektivitas dari dua terapi antihipertensi yang diberikan untuk pasien hipertensi dengan diabetes melitus, yaitu lisinopril dan captopril. Kedua terapi dipilih karena dapat mengontrol tekanan darah dan mencegah kerusakan pada ginjal. Selain itu, lisinopril dan captopril adalah obat yang dipakai dalam pengobatan pasien hipertensi dengan diabetes melitus di Puskesmas Jagir Surabaya. Harapan akhir dari penelitian ini adalah mendapatkan pilihan outcome terapi yang maksimal dengan biaya yang seminimal mungkin terkait dengan penggunaan antihipertensi yang dianalisis. 1.2 Rumusan Masalah 6

1. Bagaimana gambaran efektivitas penggunaan lisinopril dibandingkan captopril pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus yang sedang dalam proses pengobatan rawat jalan? 2. Bagaimana gambaran biaya penggunaan lisinopril dibandingkan captopril pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus yang sedang dalam proses pengobatan rawat jalan? 3. Manakah yang lebih cost-effectiveness antara lisinopril dan captopril? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui gambaran efektivitas penggunaan lisinopril dibandingkan captopril pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus yang sedang dalam proses pengobatan rawat jalan 2. Untuk mengetahui gambaran biaya penggunaan lisinopril dibandingkan captopril pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus yang sedang dalam proses pengobatan rawat jalan 3. Untuk mengetahui manakah yang lebih cost-effectiveness antara lisinopril dan captopril. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Bagi puskesmas tempat penelitian dapat digunakan sebagai salah satu bahan acuan dalam meningkatkan mutu pelayanan medis pada pasien hipertensi dengan diabetes melitus 2. Bagi manajemen di puskesmas tempat penelitian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran pengetahuan tentang analisis biaya penggunaan obat antihipertensi bagi pasien hipertensi dengan diabetes melitus 7

3. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah ilmu dan wawasan terutama mengenai farmakoekonomik, juga diharapkan dapat memberikan kontribusi dan pengayaan materi ilmu kefarmasian khususnya dalam bidang farmasi 8