RENCANA INDUK JARINGAN JALAN KOTA MALANG

dokumen-dokumen yang mirip
Daftar Lokasi Jalur Hijau

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG TITIK STRATEGIS PEMASANGAN REKLAME WALIKOTA MALANG,

Program Pemanfaatan Ruang Prioritas di BWP Malang Tenggara Waktu Pelaksanaan PJM-1 ( ) PJM-2 ( ) PJM-3 ( ) PJM-4 ( )

Jalur Angkutan Kota Malang

Sekolah Dasar (SD) Di Kecamatan Blimbing 1. SDN Purwodadi 1 Jl. Ahmad Yani 165A Malang 2. SDN Purwodadi 2 Jl. Plaosan Barat 57 Malang 3.

Jalur Angkutan DI KOTA MALANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 03/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENETAPAN FUNGSI JALAN DAN STATUS JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Kota merupakan suatu pusat kegiatan yang berfungsi sebagai pusat. pelayanan jasa, produksi, distribusi barang serta menjadi pintu masuk atau

SISTEM CERDAS PENENTUAN REKOMENDASI PEMILIHAN JALUR ANGKOT KOTA MALANG

Tingkat SMK/SMA/SMLB/MA

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 14 (Empat belas)

APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG) UNTUK PEMODELAN JALUR BUS TRANS MALANG. Kata kunci: SIG, pemodelan, jalur bus, Trans Malang

Daftar Lokasi Taman Kota

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN NOMOR 26/E, 2009

REVIEW RENCANA RINCI TATA RUANG KOTA MALANG (BWP MALANG UTARA) TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DAFTAR ALAMAT PEJABAT, PERANGKAT DAERAH DAN UNIT KERJA NO. PEJABAT LOKASI KETERANGAN

STUDI PENGEMBANGAN BUS KOTA MALANG RAYA

KONDISI EKSISTING. Data hasil survei angkot jalur ABG/H

EKSEKUTIF RINGKASAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK JALUR SEPEDA KOTA MALANG TAHUN Latar Belakang

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PENATAAN GEDUNG DAN RUANGAN KANTOR DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MALANG

PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KOTA MALANG TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Bab I Pendahuluan. Laporan EXECUTIVE SUMMARY

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 31 TAHUN 2013

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG,

Penanggung Jawab. Biaya (Rp ,-) Kota Malang Bappeda 1.000

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Tingkat SMP/SMPLB/MTs

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 3 TAHUN 2008

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 02/PRT/M/2012 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM JARINGAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

4. Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA BATU PERATURAN WALIKOTA BATU

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

PENGUMUMAN PENYEDIA JASA KONSTRUKSI

KABUPATEN / NO ORGANISASI PERANGKAT DAERAH ALAMAT KANTOR KOTA. Dinas PMD Kab. Trenggalek

ANALISIS KEBUTUHAN JALAN DI KAWASAN KOTA BARU TEGALLUAR KABUPATEN BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

PEDOMAN. Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd.

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 22 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PERIJINAN, PEMASANGAN DAN PENCABUTAN IJIN REKLAME WALIKOTA MALANG,

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

BAB I PENDAHULUAN. barang atau orang yang dapat mendukung dinamika pembangunan daerah.

LEMBARAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA NOMOR : 16 TAHUN : 1991 SERI : B NO : 3 PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II SURAKARTA

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

KAJIAN ARUS JENUH PADA SIMPANG BERSINYAL DI KOTA MALANG BAGIAN SELATAN

BUPATI AGAM. Kep sempadan bangunan *Sesuai dengan aslinya*

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 1 SERI C PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG

BAB I Pendahuluan I-1

KONDISI UMUM KOTA MALANG

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

BAB II TINJAUAN TEORI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBENTUKAN 9 (SEMBILAN) DESA DALAM KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN 9 (SEMBILAN) DESA DALAM KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG DAN PERATURAN ZONASI

TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI

2018, No Perumahan Rakyat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 881) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Pekerjaan U

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA DINAS PENDIDIKAN KOTA MALANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 11 TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 54 TAHUN 2009 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2004 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMPROVSU AKUI 584,301 KM JALAN PROVINSI RUSAK

PEMERINTAH KOTA MALANG DINAS PEKERJAAN UMUM, PERUMAHAN DAN PENGAWASAN BANGUNAN BIDANG PERUMAHAN DAN TATA RUANG PEJABAT PENGADAAN BARANG / JASA

RINGKASAN EKSEKUTIF PENYUSUNAN REVIEW RENCANA RINCI TATA RUANG KOTA MALANG (BWP MALANG TIMUR LAUT) 1

BAB IV GAMBARAN LOKASI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 RENCANA INDUK JARINGAN JALAN KOTA MALANG A. PENDAHULUAN A.1. LATAR BELAKANG Transportasi adalah sesuatu kegiatan untuk memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dan fasilitas yang digunakan untuk memindahkannya. Perpindahan/pergerakan manusia merupakan hal yang penting dipikirkan khususnya di daerah perkotaan, sedangkan angkutan barang sangat penting untuk menunjang kehidupan perekonomian. Transportasi mempunyai karakteristik dan atribut yang menunjukan arti dan fungsi spesifiknya. Fungsi utama adalah untuk menghubungkan manusia dengan tata guna lahan. Terkait dengan adanya kebutuhan transportasi pada suatu kota maupun wilayah, maka perlu adanya perencanaan transportasi yang baik agar tercapai efisiensi dan optimalisasi dari kondisi yang ada. Dalam hal ini harus diperhatikan adanya hubungan timbal balik yang erat antara transportasi dan tata guna lahan. Aksesibilitas yang tinggi pada suatu kawasan akan menyebabkan nilai ekonomis lahan di kawasan tersebut menjadi meningkat dan menjadi pemacu dibangunnya fasilitas baru di kawasan tersebut. Perkembangan fisik pada kawasan tersebut akan terus berlanjut dan harus disertai dengan ketersediaan transportasi. Pada kenyataannya. terutama di kota-kota besar di Indonesia pembinaan dan pengelolaan jalan tersebut belum berjalan sebagaimana mestinya. Hal ini ditandai dengan adanya kemacetan lalu lintas akibat pertumbuhan lalu lintas yang pesat dan terbaurnya peranan arteri, kolektor dan lokal pada ruas-ruas jalan yang ada sehingga mempercepat penurunan kondisi dan pelayanan perjalanan. Hal ini menunjukan belum adanya kesesuaian persepsi dalam penentuan peranan dan fungsi serta administrasinya jalan di wilayah perkotaan, yang berakibat pada inefisiensi penggunaan dan pembinaan jalan dalam hal ini adalah jalan perkotaan. Dengan melihat adanya hubungan timbal balik yang erat antara transportasi dan tata guna lahan tersebut, maka selain perlunya perencanaan transportasi secara matang juga dibutuhkan perencanaan tata guna lahan di sekitar jalan sebagai prasarana transportasi terutama jalan-jalan yang mempunyai aksesibilitas EKSECUTIVE SUMMERY A - 1

EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 tinggi untuk mengantisipasi pesatnya perkembangan yang tidak terkendali. Untuk itulah perlu adanya kegiatan Rencana Induk Jaringan Kota Malang Rencana Induk Jaringan adalah rencana secara terperinci tentang jaringan jalan yang dilengkapi dengan penetapan fungsi jalan, status jalan, Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan Saluran. Perencanaan Jaringan Kota Malang perlu diarahkan pada pengembangan yang berkelanjutan dengan berpedoman pada kaidah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Malang dan Rencana rincinya. A.. Tujuan Penyusunan rencana Induk Jaringan Kota Malang 1. Menetapkan status dan fungsi jalan Kota Malang;. Menetapkan Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan Saluran untuk seluruh ruas jalan Kota Malang; 3. Menentukan rencana pembangunan jalan;dan 4. Menentukan prioritas program tahunan pembangunan jalan yang dijabarkan setiap 5 tahun selama 0 tahun. B. TINJAUAN KEBIJAKAN DAN GAMBARAN UMUM B.1. TINJAUAN KEBIJAKAN A. Undang Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 004 Tentang Dalam Undang Undang Republik Indonesia No 38 Tahun 004 Tentang diatur tentang peran,pengelompokan dan bagian bagian jala. 1. Peran, Pengelompokan dan Bagian-bagian a. sebagai bagian prasarana transportasi mempunyai peran penting dalam bidang ekonomi, social budaya, lingkungan hidup, politik, pertahanan dan keamanan, serta di gunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat b. sebagai prasarana distribusi barang dan jasa merupakan urat nadi kehidupan masyarakat, bangsa dan Negara c. yang merupakan satu kesatuan system jaringan jalan menghubungkan dan mengikat seluruh wilayah Republik Indonesia. Pengelompokan a. sesuai dengan peruntukannya terdiri atas jalan umum dan jalan khusus b. umum dikelompokkan menurut system, fungsi, status dan kelas c. khusus bukan diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distribusi barang dan jasa yang dibutuhkan 3. Bagian-bagian jalan EKSECUTIVE SUMMERY A -

EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 a. meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang pengawasan jalan b. Ruang manfaat jalan meliputi badan jalan, saluran tepi jalan dan ambang pengamannya c. Ruang milik jalan meliputi ruang manfaat jalan dan selajur tanah tertentu di luar manfaat jalan d. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu dluar ruang milik jalan yang ada di pengawasan penyelenggara jalan B. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 006 Tentang Fungsi Arteri Sekunder, Kolektor Sekunder, Lokal Sekunder dan Lingkungan Sekunder 1. arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.. kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 3. lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 4. lingkungan sekunder menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan. C. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor Tahun 01 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Umum Jaringan Rencana Umum Jangka Panjang Jaringan : 1. RUJPJJ disusun setiap 0 (dua puluh) tahun sekali.. RUJPJJ disusun berdasarkan: a. Rencana Tata Ruang Wilayah; b. Sistem Transportasi Nasional; dan c. Rencana Pembangunan Jangka Panjang. 3. Penyusunan RUJPJJ dilakukan melalui tahapan sebagai berikut: a. penyiapan rancangan awal; b. konsultasi publik; c. musyawarah rencana pembangunan jangka panjang; dan d. penyusunan rancangan akhir. 4. Penyiapan rancangan awal meliputi kegiatan: EKSECUTIVE SUMMERY A - 3

EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 a. penyusunan visi dan misi; b. pengkajian kondisi demografi; c. penelaahan kondisi sumber daya, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan; dan d. pengkajian kondisi eksisting jaringan jalan dan kebutuhan jangka panjang b. prasa rana jalan. 5. Konsultasi publik dapat dilakukan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan dalam bentuk: a. seminar; b. diskusi; atau c. lokakarya. 6. Pemangku kepentingan meliputi: a. Kementerian Pekerjaan Umum/ dinas teknis terkait bidang jalan; b. Kementerian Perhubungan/ dinas teknis terkait bidang lalu lintas angkutan jalan; c. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/ Daerah; d. badan usaha di bidang transportasi; e. asosiasi profesi di bidang jalan; f. akademisi/ pakar; dan g. lembaga swadaya masyarakat. 7. Musyawarah rencana pembangunan jangka panjang dilakukan dengan mengikutsertakan pemangku kepentingan di lingkungan pemerintahan dalam rangka mendapatkan masukan dan kesepakatan mengenai rancangan awal RUJPJJ. 8. Pemangku kepentingan meliputi: a. Kementerian Pekerjaan Umum/ dinas teknis terkait bidang jalan; b. Kementerian Perhubungan/ dinas teknis terkait bidang lalu lintas b. angkutan jalan; c. Kementerian Keuangan/ Biro Keuangan/ Dinas Keuangan; dan d. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/ Daerah. 9. Penyusunan rancangan akhir RUJPJJ dilakukan berdasarkan rancangan awal, hasil konsultasi publik, dan hasil musyawarah pembangunan jangka panjang. 10. Rancangan akhir RUJPJJ sekurangkurangnya berisi: a. pendahuluan; b. visi, misi dan tujuan Kementerian/Lembaga; c. arah kebijakan dan strategi; b. asumsi yang digunakan dalam penyusunan RUJPJJ; dan c. indikasi program utama 5 (lima) tahunan. EKSECUTIVE SUMMERY A - 4

EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 D. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 3 Tahun 01 Tentang Penetapan Fungsi Dan Status Penetapan Fungsi 1. Sistem jaringan jalan merupakan satu kesatuan jaringan jalan yang terdiri atas sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hierarki.. Pusat kegiatan dalam sistem jaringan jalan primer meliputi PKN, PKW, PKL, PK-Ling, PKSN, Kawasan Strategis Nasional, Kawasan Strategis Provinsi, dan Kawasan Strategis Kabupaten. 3. Kawasan perkotaan dalam sistem jaringan jalan sekunder Kawasan Primer, Kawasan Sekunder-I, 4. Kawasan Sekunder-II, Kawasan Sekunder-III, perumahan, dan persil. Fungsi Fungsi Primer a. Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan primer meliputi JAP, JKP, JLP, dan JLing-P. b. JAP ( Arteri Primer) menghubungkan secara berdaya guna: a. antarpkn; b. antara PKN dan PKW; c. antara PKN dan/atau PKW dan pelabuhan utama/pengumpul; dan d. antara PKN dan/atau PKW dan bandar udara utama/pengumpul. c. JKP meliputi: o JKP-1 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya guna antar ibukota provinsi; o JKP- adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya guna antara ibukota provinsi dan ibukota kabupaten/kota; o JKP-3 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya guna antar ibukota kabupaten/ kota; dan o JKP-4 adalah JKP yang menghubungkan secara berdaya guna antara ibukota kabupaten/kota dan ibukota kecamatan. d. JLP menghubungkan secara berdaya guna simpul: o antara PKN dan PK-Ling; o antara PKW dan PK-Ling; o antarpkl; dan o antara PKL dan PK-Ling. EKSECUTIVE SUMMERY A - 5

EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 e. JLing-P menghubungkan antarpusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. Fungsi Sekunder a. Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder meliputi JAS, JKS, JLS, dan JLing-S. b. JAS ( Arteri Sekunder) menghubungkan secara berdaya guna: o antara Kawasan Primer dan Kawasan Sekunder-I; o antarkawasan Sekunder- I ; dan o antara Kawasan Sekunder- I dan Kawasan Sekunder- II. c. JKS ( Kolektor Sekunder) menghubungkan secara berdaya guna: o antarkawasan Sekunder-II; dan o antara Kawasan Sekunder-II dan Kawasan Sekunder-III. d. JLS ( Lokal Sekunder) menghubungkan secara berdaya guna: o antara Kawasan Sekunder-I dan perumahan; o antara Kawasan Sekunder-II dan perumahan; dan o antara Kawasan Sekunder-III dan seterusnya sampai ke perumahan. e. JLing-S ( Lingkungan) menghubungkan antarpersil dalam kawasan perkotaan. B.. GAMBARAN UMUM A. Batas Administratif Penyusunan Rencana Induk Jaringan Kota Malang Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, secara geografis terletak pada posisi 11 0 38 01,7 Bujur Timur dan 7 58 4, Lintang Selatan mencakup luasan wilayah sebesar 11.006 Km. Kota Malang berada di tengah-tengah wilayah administrasi Kabupaten Malang dengan wilayah batas administrasi sebagai berikut: Sebelah Utara: berbatasan dengan Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang; Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang; Sebelah Barat: berbatasan dengan Kecamatan Wagir Kabupaten Malang dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang; Sebelah Timur: berbatasan dengan Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang. EKSECUTIVE SUMMERY A - 6

EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARRI J IINNGGAA NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 EKSECUTIVE SUMMERY A - 7

EENNYYUUS SUUNNAA NN RREENNCCAANNAA II INNDDUUKK JJAARR J IINNGGAA I NN JJAALLAANN J KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Gambar 1 Batas Administratif Kota Malang EKSECUTIVE SUMMERY A - 8

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 B. Karakteristik Jaringan Kota Malang B.1. Fungsi Ditinjau dari fungsi jalan yang terdapat di Kota Malang dapat dibagi menjadi : jalan Arteri Primer, Arteri Sekunder, Kolektor Primer, Kolektor Sekunder, Lokal Primer, Lokal Sekunder. Dari segi pola jalan yang ada, maka pola transportasi jalan kota Malang adalah pola konsentris radial dengan sistem lingkar dalam /inner ring road jaringan jalan lokal yang membentuk pola grid. Total panjang jalan berdasarkan fungsi tersebut adalah 663,34 km. Rincian panjang jaringan jalan di Kota Malang berdasarkan fungsi jalan dijabarkan pada table sebagai berikut. Tabel 1 Panjang Kota Malang Berdasarkan Fungsi No Fungsi Panjang (km) 1 Arteri Primer 11,8 Arteri Sekunder 15,94 3 Kolektor Primer 8,16 4 Kolektor Sekunder 7,09 5 Lokal Primer 9,66 6 Lokal Sekunder 590,67 Total 663,34 Sumber : Studi Greater Malang Urban Road Network Study dan RTRW Kota Malang Jaringan Arteri Primer Jaringan jalan ini merupakan penghubung Kota Malang dan Kota Surabaya. ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas tinggi, untuk lalu lintas angkutan berat, jumlah simpangannya minimal. Jaringan Arteri Sekunder Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara pusat kota Malang dengan Bagian Wilayah Kota. ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas tinggi digunakan untuk tumpuan utama lalu lintas dalam kota dengan jumlah simpangan yang minimum. Jaringan jalan arteri sekunder ini membujur dari Utara ke Selatan dan dari Timur ke Barat, terdiri dari Achmad Yani, Jl. Letjen Suparman, Jl. Letjen. Sutoyo, Jagung Suprapto, Basuki Rachmad, Merdeka Timur - Barat, Jl. Arief Margono, Jl. S. Supriyadi, Panjaitan, Brigjen Slamet Riadi, Jl. Kawi, Jl. Besar. Jaringan Kolektor Primer Kolektor memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas tinggi tapi tidak setinggi jalan arteri primer, untuk lalu lintas angkutan menengah dengan jumlah simpangan terbatas. EKSECUTIVE SUMMARY 9

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Jaringan jalan kolektor primer terdiri dari Jl. May. Jen. Haryono, Jl. Sukarno Hatta, Jl. Borobudur, dari Terminal Gadang melalui Bululawang menuju ke Lumajang dan dari Terminal Gadang melalui Jl. Satsuit Tubun menuju kota Blitar. Kolektor Sekunder Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara pusat bagian wilayah kota yang ada dengan pusat lingkungan atau pusat pelayanan yang memiliki skala pelayanan Bagian Wilayah Kota, jalan ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas yang cukup tinggi, tetapi tidak setinggi arteri sekunder, digunakan untuk lalu lintas angkutan menengah, dengan jumlah simpangan yang terbatas. Membujur ke Selatan melalui Sutami, Galunggung, Raya Langsep. Dari Barat ke Timur adalah Jl. Bandulan, Jl. Ikhwan Ridwan Rais, Jl. Brigjen. Katamso, Jl. Ade Irma Suryani Nasution, Pasar Besar, Jl. Zainal Zakse dan Muharto, Jl. Laks. Adi Sucipto. Pada bagian Tengah membujur Jl. Yogyakarta Bandung Tengah Timur jalan Urip Sumoharjo, Jl. May. Jen. Wiyono, Jl. Ranu Grati - Raya Dieng, Timur Selatan Jl. Mayjen. Sungkono, Tengah Barat Jl. Kawi Jl. Raya Dieng. Jaringan Lokal Primer Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara kota Malang dengan kota-kota kecamatan yang mengelilingi kota Malang. ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas sedang rendah, untuk lalu lintas angkutan menengah dengan jumlah simpangan lebih bebas. Yang termasuk dalam jaringan lokal primer ini antara lain adalah jalan yang menghubungkan kota Malang dengan Tumpang, Wagir dan Tajinan. Jaringan Lokal Sekunder Jaringan jalan ini merupakan jalan penghubung antara pusat lingkungan dengan pemukiman disekitarnya dan merupakan jalan utama diwilayahnya. ini memiliki ciri-ciri penggunaan intensitas yang sedang - rendah, digunakan untuk lalu lintas angkutan rendah, dengan jumlah simpangan lebih bebas. Yang termasuk jalan lokal sekunder adalah jaringan jalan diluar point 1 s/d 5 di atas. EKSECUTIVE SUMMARY 10

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Gambar Karakteristik Jaringan Arteri Primer Gambar 3 Karakteristik Jaringan Arteri Sekunder EKSECUTIVE SUMMARY 11

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Gambar 4. Karakteristik Jaringan Kolektor Primer Gambar 5 Karakteristik Jaringan Kolektor Sekunder EKSECUTIVE SUMMARY 1

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 C. RENCANA INDUK JARINGAN JALAN KOTA MALANG Rencana jaringan jalan Kota Malang meliputi Rencana fungsi jalan, status jalan, Garis Sempadan Bangunan () dan Garis sempadan Saluran () serta Rencana pembangunan jalan baru di Kota Malang. Perkembangan sistem transportasi mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan suatu wilayah. Pola jaringan jalanpun, pada daerah-daerah baru, biasanya terbentuk mengikuti bagaimana wilayah tersebut berkembang. Pada umumnya, pola jaringan jalan linier berada pada jalan utama karena di sekitar jalan utama tersebut, guna lahan yang ada biasanya berupa guna lahan komersial. C.1. RENCANA FUNGSI JALAN DALAM SISTIM JARINGAN JALAN SEKUNDER (1) Fungsi jalan dalam sistem jaringan jalan sekunder meliputi JAS, JKS, JLS, dan JLing-S. () JAS menghubungkan secaraberdaya guna: a. antara Kawasan Primer dan Kawasan Sekunder-I; b. antarkawasan Sekunder- I ; dan c. antara Kawasan Sekunder- I dan Kawasan Sekunder- II. (3) JKS menghubungkan secara berdaya guna. a. antarkawasan Sekunder-II; dan b. antara Kawasan Sekunder-II dan Kawasan Sekunder-III. (4) JLS menghubungkan secara berdaya guna. a. antara Kawasan Sekunder-I dan perumahan; b. antara Kawasan Sekunder-II dan perumahan; dan c. antara Kawasan Sekunder-III dan seterusnya sampai ke perumahan. EKSECUTIVE SUMMARY 13

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Sumber: Hasil Rencana 01 Gambar 6 Rencana Sistim Jaringan Sekunder Berdasarkan Struktur Ruang Kota Malang Gambar 7 Konsep Fungsi Jaringan Sekunder Berdasarkan Struktur Ruang Kota Malang EKSECUTIVE SUMMARY 14

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Gambar 8 Rencana Fungsi Kota Malang C.. RENCANA PENETAPAN FUNGSI JALAN KOTA MALANG A. Rencana ArteriSekunder (JAS) Jaringan JAS yang melewati wilayah Kota Malang terdiri dari : a. Jaringan Arteri Sekunder-I menghubungkan antara Kawasan Primer dan Kawasan Sekunder-I; b. Jaringan Arteri Sekunder-II menghubungkan antar Kawasan Sekunder-I; dan c. Jaringan Arteri Sekuder-III menghubungkan antara Kawasan Sekunder-I dan Kawasan Sekunder-II.Untuk lebih jelasnya lihat pada Peta 4.1. dan Tabel 4.1. B. Rencana Kolektor Sekunder (JKS) Jaringan JKS yang melewati wilayah Kota Malang terdiri dari : a. Jaringan Kolektor Sekunder-I menghubungkan antar Kawasan Sekunder-II; b. Jaringan Kolektor Sekunder-II menghubungkan antara Kawasan Sekunder-II dengan Kawasan Sekunder-III. EKSECUTIVE SUMMARY 15

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 C. Jaringan Lokal Sekunder (JLS) Jaringan JLS terdiri dari : a. Jaringan jalan yang menghubungkan antara Kawasan Sekunder-I dan perumahan; b. Jaringan jalan yang menghubungkan antara Kawasan Sekunder-II dan perumahan; dan c. Jaringan jalan yang menghubungkan antara Kawasan Sekunder-III dan seterusnya sampai ke perumahan. Untuk lebih jelasnya lihat pada Peta 4.3. dan Tabel 4.3. C.3. RENCANA PENETAPAN STATUS JALAN KOTA MALANG DALAM SISTIM PENETAPAN STATUS JALAN NASIONAL DAN JALAN PROVINSI Status jalan dikelompokkan atas: a. Nasional; b. Provinsi; dan c. Kota. (1) Nasional terdiri dari ruas jalan : jalan Ahmad Yani, jalan Raden Intan, jalan Raden Panji Suroso, jalan Sunandar Priyo Sudarmo, jalan Temenggung Suryo, jalan Panglima Sudirman, jalan Gatot Subroto, jalan Laksamana Martadinata, jalan Kolonel Sugiono, jalan Satsuit Tubun, jalan S. Supriyadi. () Provinsi meliputi ruas jalan : jalan Raya Tlogomas, jalan MT.Haryono, jalan Soekarno Hatta, jalan Borobudur, jalan Ahmad Yani. Gambar 9 Rencana status jalan kota malang EKSECUTIVE SUMMARY 16

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 C.4. RENCANA GARIS SEMPADAN BANGUNAN () DAN GARIS SEMPADAN SALURAN () DI KOTA MALANG ditetapkan berdasarkan peruntukan lokasi, Ruang Milik, Ruang Manfaat, dan fungsi jalan. diukur dari as jalan atau dari batas Ruang Milik terhadap dinding terluar bangunan. ditetapkan berdasarkan perhitungan ½ (setengah) dari lebar Ruang Manfaat. Untuk ruas jalan setapak, besaran nya ditetapkan sekurang-kurangnya 1, meter (satu koma dua meter). ditetapkan dari sisi atas tepi saluran ke arah dinding bangunan terluar dan atau dari sisi tepi atas saluran kearah pagar bangunan. Apabila kapasitas debit Lebih besar dari 4 m 3 /detik maka 3 meter, apabila kapasitas debit 1-4 m 3 /detik maka meter, dan apabila kapasitas debit lebih kecil dari 1 m 3 / detik maka 0,5 meter. C.5. RENCANA PENETAPAN GARIS SEMPADAN BANGUNAN () DAN GARIS SEMPADAN SALURAN () Garis sempadan bangunan gedung meliputi garis sempadan bangunan gedung terhadap as jalan, tepi sungai, jalan kereta api dan/atau jaringan saluran utama tegangan ekstra tinggi yang ditetapkan berdasarkan pada pertimbangan keselamatan dan kesehatan. Garis sempadan pondasi bangunan terluar yang sejajar dengan as jalan (rencana jalan), tepi sungai, ditentukan berdasarkan lebar jalan/rencana jalan/lebar sungai, fungsi jalan dan peruntukan kapling atau kawasan. Rencana Ketentuan Minimal Garis Sempadan Bangunan dan Garis Sempadan Saluran terhadap as jalan 1. Bangunan di tepi jalan arteri 0 (dua puluh) meter;. Bangunan di tepi jalan kolektor primer 15 (lima belas) meter dan kolektor sekunder 7 (tujuh) meter; 3. Bangunan di tepi jalan antar lingkungan (lokal) primer 10 (sepuluh) meter dan lokal sekunder 6 (enam) meter; 4. Bangunan di tepi jalan lingkungan 5 (lima) 6 (enam) meter; 5. Bangunan di tepi jalan gang 4 (empat) meter; dan 6. Bangunan di tepi jalan tanpa perkerasan 4 (empat) meter. 7. Letak garis sempadan pondasi bangunan terluar pada bagian belakang yang berbatasan dengan tetangga bilamana tidak ditentukan lain ditentukan minimal (dua) meter dari batas kapling atau atas dasar kesepakatan dengan tetangga yang saling berbatasan. EKSECUTIVE SUMMARY 17

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 8. Untuk lebar jalan atau sungai yang kurang dari 5 (lima) meter, letak garis sempadan bangunan ditentukan,5 (dua koma lima) meter dihitung dari tepi jalan atau pagar. Rencana Jarak antara bangunan gedung terhadap batas-batas persil 1. Bangunan di tepi jalan arteri primer 11 (sebelas) meter dan arteri sekunder 1 (dua belas) meter;. Bangunan di tepi jalan kolektor primer 7 (tujuh) meter dan kolektor sekunder 3 (tiga) meter; 3. Bangunan di tepi jalan antar lingkungan (lokal) primer 6 (enam) meter dan lokal sekunder 3 (tiga) meter; 4. Bangunan di tepi jalan lingkungan 3 (tiga) meter; 5. Bangunan di tepi jalan gang 1 (satu) (dua) meter; dan 6. Bangunan di tepi jalan tanpa perkerasan 1 (satu) (dua) meter. Rencana Jarak antar bangunan gedung 1. Bangunan gedung rendah (maksimal 4 (empat) lantai) ditetapkan sekurangkurangnya 7 (tujuh) meter;. Bangunan gedung sedang (antara 5 (lima) 8 (delapan) lantai) ditetapkan sekurang-kurangnya antara 9 (sembilan) meter -11 (sebelas) meter; dan 3. Bangunan gedung tinggi (lebih dari 8 (delapan) lantai) menggunakan rumus : (ketinggian bangunan/) 1 (satu) meter. Jarak antar bangunan dalam suatu kavling a) Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang bukaan yang saling berhadapan, maka jarak antara dinding atau bidang tersebut minimal (dua) kali jarak bebas yang ditetapkan; b) Dalam hal salah satu dinding yang berhadapan merupakan dinding tembok tertutup dan yang lain merupakan bidang terbuka dan/atau berlubang, maka jarak antara dinding tersebut minimal 1 (satu) kali jarak bebas yang ditetapkan; c) Dalam hal kedua-duanya memiliki bidang tertutup yang saling berhadapan, maka jarak dinding terluar minimal ½ (setengah) kali jarak bebas yang ditetapkan. Jarak antara as jalan dengan pagar halaman a) bangunan di tepi jalan arteri primer 9 (sembilan) meter dan arteri sekunder 8 (delapan) meter; b) bangunan di tepi jalan kolektor primer 8 (delapan) meter dan kolektor sekunder 6 (enam) meter; EKSECUTIVE SUMMARY 18

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 c) bangunan di tepi jalan antar lingkungan (lokal) primer 6 (enam) meter dan lokal sekunder 5 (lima) meter; d) bangunan di tepi jalan lingkungan 5 (lima) meter; e) bangunan di tepi jalan gang 3 (tiga) meter; f) bangunan di tepi jalan tanpa perkerasan (dua) 3 (tiga) meter. Tabel Rencana Fungsi Arteri Sekunder, Status, dan di Kota Malang Nama Fungsi Minima l (Terhit (Terhit ung ung dari Minimal Dari Status Pagar Dindin Kiri Dari g Saluran Ke ke Pagar) Bangu Kanan nan ke ) As ) Jl. Tlogomas Arteri Sekunder I Kota 11 8 0,5 Dalam Jl. MT. Haryono Arteri Sekunder I Kota 11 8 0,5 Keterangan lingkup Jawa Timur Raya Tlogomas Jl, MT, Haryono fungsi jalannya sebagai jalan kolektor primer dengan status jalan provinsi Jl. Mayjen Panjaitan Arteri Sekunder I Kota 11 8 0,5 - Jl. Brigjen Slamet Riyadi Arteri Sekunder I Kota 9 8 0,5 - Jl. Jend. A. Yani Arteri Sekunder I Kota 14 8 0,5 Jl. Jend. S. Parman Arteri Sekunder I Kota 14,5 8 0,5 Jl. Letjen Sutoyo Arteri Sekunder I Kota 18 8 0,5 Jl. JA. Suprapto Arteri Sekunder I Kota 5 8 0,5 Jl. Jend. Basuki Rahmad Arteri Sekunder I Kota 19,5 8 0,5 Jl. MGR. Sugiapranoto Arteri Sekunder I Kota 17 8 0,5 Jl. Merdeka Utara Arteri Sekunder I Kota 17,5 8 0,5 Jl. Arif Rahman Hakim Arteri Sekunder I Kota 15 8 0,5 Jl. Kawi Arteri Sekunder I Kota 15 8 0,5 Jl. Kawi Atas Arteri Sekunder I Kota 15 8 0,5 Jl. Terusan Kawi Arteri Sekunder I Kota 15 8 0,5 Jl. Raya Dieng Arteri Sekunder I Kota 8 8 0,5 Jl. Danau Toba Arteri Sekunder I Kota 14 8 0,5 Jl. Ranugrati Arteri Sekunder I Kota 9 8 0,5 A, Yani mempunyai fungsi utama yaitu sebagai jalan arteri primer dengan status jalan nasional EKSECUTIVE SUMMARY 19

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Nama Fungsi Status (Terhit ung dari Pagar Kiri ke Kanan ) Minima l (Terhit ung Dari Dindin g Bangu nan ke As ) Minimal Dari Saluran Ke Pagar) Jl. Mayjen Moh. Wiyono Arteri Sekunder I Kota 10,5 8 0,5 Jl. Urip Sumoharjo Arteri Sekunder I Kota 1 8 0,5 Jl. Pattimura Arteri Sekunder I Kota 14 8 0,5 Jl. Trunojoyo Arteri Sekunder I Kota 9,5 8 0,5 Jl. Kertanegara Arteri Sekunder I Kota 35 8 0,5 Jl. Tugu Arteri Sekunder I Kota 15 8 0,5 Jl. Mojopahit Arteri Sekunder I Kota 1 8 0,5 Jl Kolonel Sugiono Arteri Sekunder I Kota 13 8 0,5 Jl. Laksamana Marthadinata Arteri Sekunder I Kota 13 8 0,5 Jl. Pasar Besar Arteri Sekunder I Kota 14,5 8 0 Jl. SW. Pranoto Arteri Sekunder I Kota 11 8 0,5 Jl. Ikan Piranha Arteri Sekunder II Kota 8 8 1 Jl. Ikan Piranha Atas Arteri Sekunder II Kota 7 8 1 Jl. Ikan Kakap Arteri Sekunder II Kota 7 8 1 Jl. Ikan Gurame Arteri Sekunder II Kota 7 8 1 Jl. Akordion Arteri Sekunder II Kota 7 8 1 Jl Vinolia Arteri Sekunder II Kota 7 8 1 Jl. MT Haryono gg 13 Arteri Sekunder II Kota 7 8 0 Jl. Gajayana Arteri Sekunder II Kota 9 8 0 Jl. Sumbersari Arteri Sekunder II Kota 9 8 0 Jl. Bendungan Sutami Arteri Sekunder II Kota 9 8 0 Jl. Galunggung Arteri Sekunder II Kota 9,5 8 0 Jl. Raya Langsep Arteri Sekunder II Kota 18 8 1 Jl. IR Rais Arteri Sekunder II Kota 9 8 0,5 Jl. Arif Margono Arteri Sekunder II Kota 13 8 0,5 Jl. Sasuit Tubun Arteri Sekunder II Kota 9,5 8 0,5 Jl. Gadang Bumiayu Arteri Sekunder II Kota 18 8 0,5 Jl. Mayjen Sungkono Arteri Sekunder II Kota 9 8 0,5 Jl. Ki Ageng Gribig Arteri Sekunder II Kota 10 8 0,5 Jl. Raya Sawojajar Arteri Sekunder II Kota 9 8 0,5 Jl. Terusan Sulfat Arteri Sekunder II Kota 11 8 0,5 Jl. Sulfat Arteri Sekunder II Kota 9 8 0,5 Jl. Letjen Sunandar Priyo Sudarno Arteri Sekunder II Kota 10,5 8 1 Keterangan Sunandar Priyo Sudarno mempunyai fungsi utama yaitu arteri primer dengan EKSECUTIVE SUMMARY 0

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Nama Fungsi Status (Terhit ung dari Pagar Kiri ke Kanan ) Minima l (Terhit ung Dari Dindin g Bangu nan ke As ) Minimal Dari Saluran Ke Pagar) Jl. Laksamana Adi Sucipto Arteri Sekunder II Kota 8 8 0,5 Jl. Sukarno Hatta Arteri Sekunder II Kota 3 8 0,5 Jl Sukarno Hatta Arteri Sekunder II Kota 10,5 8 0,5 Jl. Borobudur Arteri Sekunder II Kota 10,5 8 0,5 Jl. Borobudur Arteri Sekunder II Kota 1,5 8 0,5 Jl. Gatot Subroto Arteri Sekunder III Kota 8 8 0 Keterangan status jalan nasional Jl. Panglima Sudirman Arteri Sekunder III Kota 8,5 8 0,5 Raden Intan Jl. Tumenggung Suryo Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 mempunyai Jl. Raden Intan Arteri Sekunder III Kota 15 8 1 fungsi utama Jl. Panji Suroso Arteri Sekunder III Kota 11,5 8 0,5 yaitu sebagai jalan arteri primer dengan status jalan nasional Jl. Laksamana Adi Sucipto Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Simpang LA. Sucipto Arteri Sekunder III Kota 7 8 0,5 Jl. Pisang Kipas Arteri Sekunder III Kota 7 8 0,5 Jl. Coklat Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Cengkeh Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Kalpataru Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Cengger Ayam Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Cengger Ayam I Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Kendalsari Terusan Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Sukarno Hatta Indah Arteri Sekunder III Kota 19 8 0,5 Jl. Kalimosodo Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Puntodewo Arteri Sekunder III Kota 9 8 0,5 Jl. Parseh Jaya Arteri Sekunder III Kota 8 8 0,5 Jl. Candi Panggung Arteri Sekunder III Kota 7 8 0,5 Jl. Akordion Timur Arteri Sekunder III Kota 7 8 0,5 Sumber: Hasil Rencana 01 EKSECUTIVE SUMMARY 1

KKOOTTAA MMAALLAANNGG TTAAHHUUNN 0 011 Tabel 3 Rencana Fungsi Kolektor Sekunder, Status, dan di Kota Malang Nama Fungsi Status Kiri ) Minimal Dari Dinding Bangunan ke As ) Minimal Bangunan Ke Pagar) Sudimoro Kolekto Sekunder I Kota 10,5 6 0,5 Ikan lumba-lumba Kolekto Sekunder I Kota 8,5 6 0,5 Ikan Tombro Kolekto Sekunder I Kota 8,5 6 0,5 Ikan Tombro Timur Kolekto Sekunder I Kota 7 6 0,5 Ikan Cakalang Kolekto Sekunder I Kota 7 6 0,5 Melati Kolekto Sekunder I Kota 10,5 6 0,5 Bungur Kolekto Sekunder I Kota 11 6 0,5 Bungur (Tengah) Kolekto Sekunder I Kota 18 6 0,5 Mawar Kolekto Sekunder I Kota 14 6 0,5 Sarangan Kolekto Sekunder I Kota 9 6 0,5 Tawangmangu Kolekto Sekunder I Kota 10,5 6 0,5 Kaliurang Kolekto Sekunder I Kota 11,5 6 1 WR. Supratman Kolekto Sekunder I Kota 13 6 1 Hamid Rusdi Kolekto Sekunder I Kota 9,5 6 1 Hamid Rusdi Timur Kota Kolekto Sekunder I 5,5 6 0,5 VII Sawojajar XIII Kolekto Sekunder I Kota 6,5 6 0,5 Madyopuro Kolekto Sekunder I Kota 7,5 6 0,5 Band. Halim Kota Kolekto Sekunder I 19 6 0,5 Perdana Kusumah. Band. Palmerah Kolekto Sekunder I Kota 6 6 0,5 Mayjen Sungkono IV Kolekto Sekunder I Kota 6,5 6 0,5 Muharto Kolekto Sekunder I Kota 8 6 0,5 Zainal Jakse Kolekto Sekunder I Kota 8 6 1 Trunojoyo Kolekto Sekunder I 1 6 0,5 sultan Agung Kolekto Sekunder I Kota 13 6 0,5 Kahuripan Kolekto Sekunder I Kota 10,5 6 0,5 Semeru Kolekto Sekunder I Kota 18 6 0,5 Besar ijen Kolekto Sekunder I Kota 31 6 0,5 Ijen Kolekto Sekunder I Kota 14 6 0,5 Bandung Kolekto Sekunder I Kota 9 6 0,5 Veteran Kolekto Sekunder I Kota 9 6 0,5 Jl. Soekarno Hatta Kolektor Sekunder I Kota 6 6 0,5 Jl. Soekarno Hatta Kolektor Sekunder I Kota 11 6 0,5 Jl. Borobudur Kolektor Sekunder I Kota 11 6 0,5 Jl Borobudur Kolektor Sekunder I Kota 6 0,5 Jl. Retawu Kolektor Sekunder II Kota 1,5 6 0,5 Jl. Bondowoso Kolektor Sekunder II Kota 1,5 6 0,5 Jl. Raya Tidar Kolektor Sekunder II Kota 1,5 6 0,5 Jl. Wilis Kolektor Sekunder II Kota 1,5 6 0,5 Jl. Ters. Surabaya Kolektor Sekunder II Kota 9 6 0,5 EKSECUTIVE SUMMARY