Lex Crimen Vol. V/No. 5/Jul/2016. SANKSI PIDANA BAGI ANGGOTA DEWAN, KOMISARIS DAN DIREKSI ATAS TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Oleh : Toar Y. R.

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1998/82, TLN 3790]

UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN [LN 1992/31, TLN 3472]

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH [LN 2008/94, TLN 4867]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

Lex Crimen Vol. V/No. 1/Jan/2016. SANKSI PIDANA DALAM PERKARA PENYELANGGARAAN TRANSFER DANA 1 Oleh: Fani Alvionita Sapii 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN BANK INDONESIA TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMBERIAN PERINTAH ATAU IZIN TERTULIS MEMBUKA RAHASIA BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, Presiden Republik Indonesia,

TINDAK-TINDAK PIDANA PERBANKAN INDONESIA Prof. Dr. Sutan Remy Sjahdeini, S.H., FCBArb

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 1998

Azas-Azas Perbankan. Oleh: IRDANURAPRIDA IDRIS, SH, MH

SANKSI PIDANA TERHADAP PEMALSUAN KETERANGAN DAN SURAT ATAU DOKUMEN KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA 1 Oleh. Devianti Tjoanto 2

SANKSI PIDANA BAGI KORPORASI ATAS PEMALSUAN UANG RUPIAH 1 Oleh : Putri Sofiani Danial 2

Buku ini ditujukan kepada masyarakat luas dan akan menyajikan tipologi tindak pidana perbankan serta tips pencegahan terjadinya tindak pidana

BAB II TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM BERBAGAI PERATURAN. A. Pengaturan dan Jenis-jenis Tindak Pidana Di Bidang Perbankan

UNDANG-UNDANG NOMOR NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU No. 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM

OPTIMALISASI PENELUSURAN HASIL TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Yenti Garnasih 2

Lex Et Societatis Vol. V/No. 9/Nov/2017

UNDANG-UNDANG NOMOR 28 TAHUN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex et Societatis, Vol. V/No. 7/Sep/2017

3. Untuk kepentingan siapakah Rahasia Bank itu dilindungi oleh undangundang?

Lex Crimen Vol. II/No. 5/September/2013. SANKSI PIDANA TERHADAP PENYALAHGUNAAN DANA BAGI PENANGANAN FAKIR MISKIN 1 Oleh : Yeremia B.

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum Vol. V/No. 7/Sep/2017

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

PENANGANAN PERKARA TINDAK PIDANA KORPORASI PERBANKAN DENGAN PERMA NO. 13 TAHUN 2016

UU 10/1998, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia. Liabilitas dan Modal. Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank

NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG

BAB II PENGATURAN TINDAK PIDANA DI BIDANG PERBANKAN DALAM HUKUM INDONESIA A. PENGERTIAN DAN UNSUR -UNSUR TINDAK PIDANA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Ikhtisar Undang-Undang No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2008 TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTANGGUNGJAWABAN BANK ATAS PENCATATAN PALSU YANG DILAKUKAN OLEH PEGAWAI BANK DALAM PENERBITAN SURAT KETERANGAN PENOLAKAN (SKP) BILYET GIRO Oleh :

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERBANKAN SYARIAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI [LN 1997/93, TLN 3720]

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 93, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3720)

SELUK BELUK PENGATURAN RAHASIA BANK SYARIAH. Rusdan Fakultas Ekonomi Islam IAI Nurul Hakim Kediri Lombok Barat

Lex Crimen Vol. IV/No. 3/Mei/2015. TINJAUAN HUKUM PIDANA PELAKU KEJAHATAN TERHADAP KELOMPOK MINORITAS 1 Oleh : Miki S.

NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

Rancangan Undang-undang tentang Akuntan Publik

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN [LN 1983/49, TLN 3262]

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

PERATURAN BANK INDONESIA NOMOR : 2 / 6 /PBI/2000 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK GUBERNUR BANK INDONESIA,

BAB II RAHASIA BANK SECARA UMUM. boleh secara terbuka diungkapkan kepada pihak masyarakat. Dalam hubungan ini

Lex Crimen Vol. VII/No. 2 /April/2018. Kata kunci: Korban kekerasan fisik, rumah tangg, sanksi pidana.

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

Lex Crimen Vol. VI/No. 7/Sep/2017

SANKSI PIDANA PELANGGARAN KEWAJIBAN OLEH APARATUR HUKUM DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA 1 Oleh: Wailan N. Ransun 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 1997 TENTANG PERDAGANGAN BERJANGKA KOMODITI

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA DAN PENADAHAN. dasar dari dapat dipidananya seseorang adalah kesalahan, yang berarti seseorang

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

Lex Administratum, Vol. IV/No. 4/Apr/2016. Kata kunci: Tindak pidana, Pemalsuan, kewarganegaraan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017. PENGGELAPAN DANA SIMPANAN NASABAH SEBAGAI KEJAHATAN PERBANKAN 1 Oleh: Rivaldo Datau 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1992 TENTANG PERBANKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 41 /POJK.03/2017 TENTANG PERSYARATAN DAN TATA CARA PEMERIKSAAN BANK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lex Crimen Vol. V/No. 3/Mar/2016. PENETAPAN PENGADILAN MENGENAI PENUNJUKAN WALI ANAK 1 Oleh : Yan Rano Johassan 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Crimen Vol. VI/No. 8/Okt/2017

Bab XXV : Perbuatan Curang

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 2/Feb/2016. Kata kunci: Pertanggungjawaban pidana, Anggota TNI, Desersi.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG [LN 2007/58, TLN 4720 ]

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 1995 TENTANG C U K A I [LN 1995/76, TLN 3613]

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMENEP NOMOR : 8 TAHUN 2011 TENTANG PAJAK BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1999 TENTANG PENCABUTAN IZIN USAHA, PEMBUBARAN DAN LIKUIDASI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lex Administratum, Vol. IV/No. 2/Feb/2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1983 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INVESTOR ATAS PAILITNYA PERUSAHAAN PIALANG BERJANGKA DALAM PERJANJIAN KERJASAMA

SANKSI PIDANA AKIBAT DENGAN SENGAJA MELANGGAR KAWASAN TANPA ROKOK 1 Oleh : Timothy Edwin Rengkung 2

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1992 TENTANG DANA PENSIUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Transkripsi:

SANKSI PIDANA BAGI ANGGOTA DEWAN, KOMISARIS DAN DIREKSI ATAS TINDAK PIDANA PERBANKAN 1 Oleh : Toar Y. R. Wongkar 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bentuk-bentuk perbuatan yang jika dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris dan Direksi merupakan tindak pidana perbankan dan bagaimana pemberlakuan sanksi pidana bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi atas tindak pidana perbankan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif disimpulkan: 1. Bentuk-bentuk perbuatan yang jika dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris dan Direksi merupakan tindak pidana perbankan, yaitu: a. pihak-pihak tersebut memberi keterangan yang wajib dirahasiakan dan dengan sengaja atau lalai tidak dipenuhi. Dengan sengaja membuat pencatatan palsu, menghilangkan dan tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan atau dalam proses laporan, dokumen, laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank. Mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank. b. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Telly Sumbu, SH, MH; Dr. Emma V. T. Senewe, SH, MH; Max K. Sondakh, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM. 090711021 pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam peraturan perundangundangan yang berlaku bagi bank. 2. Pemberlakuan sanksi pidana dikenakan bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi atas tindak pidana perbankan baik yang merupakan kejahatan maupun pelanggaran berupa pidana penjara. Sanksi pidana ini diberlakukan untuk mencegah anggota dewan komisaris dan direksi melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan masyarakat dan sebagai upaya untuk memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana dan bagi anggota dewan komisaris dan direksi lain tidak melakukan perbuatan yang sama. Kata kunci: Sanksi pidana, anggota dewan, komisaris,direksi, perbankan. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menentukan bahwa Perbankan Indonesia bertujuan menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejhateraan rakyat banyak. Keberadaan peraturan ini membuktikan bahwa lembaga perbankan merupakan salah satu pilar utama bagi pembangunan ekonomi dan sebagai agent of development dalam menunjang pelaksanaan pembangunan nasional. 3 Maka mengingat pentingnya keberadaan lembaga perbankan di dalam pembangunan nasional, tentunya peranan hukum harus dapat berperan di dalam penyelenggaraan kegiatan perbankan demi terciptanya ketenteraturan di dalam lembaga perbankan. 4 3 Wulanmas A. P. G. Frederik, Buku Ajar Hukum Perbankan, Cetakan Pertama, Genta Press (Kelompok Genta Publishing). Yogyakarta, 2012. hal. 11. 4 Ibid, hal. 11. 52

Hukum perbankan Indonesia adalah sebagai hukum yang mengatur masalah-masalah perbankan yang berlaku pada saat sekarang di Indonesia. Dengan demikian berarti akan membicarakan aturan-aturan perbankan yang positif masih berlaku sampai saat isekarang ini, sehingga peraturan hukum perbankan yang pernah berlaku pada masa yang lalu, sudah tidak berlaku lagi, namun peraturan-peraturan itu masih diperlukan sebagai bahan yang penting dalam rangka mempelajari sejarah perbankan Indonesia. 5 Hukum modern mempunyai sifat dan fungsi instrumen, yaitu bahwa hukum sebagai sarana perubahan. Hukum akan membawakan perubahan-perubahan melaui pembuatan perundang-undangan yang dijadikan sebagai sarana menyalurkan kebijakan-kebijakan yang dengan demikian bisa berarti menciptakan keadaan-keadaan yang baru atau mengubah sesuatu yang sudah ada. Dari sini terlihat peranan aktif dari hukum, yaitu dipakai sebagai sarana untuk menimbulkan akibat tertentu, yaitu tujuan yang dihendaki. Hanya saja demi tercapainya fungsi tersebut, bekerjanya hukum tidak bisa dibebankan pada isi perundangundangan saja melainkan juga aparat birokrasinya lebih dituntut untuk aktif dalam pelaksanaannya. Dengan demikian pula maka penguasaan, pengetahuan yang lebih saksama mengenai perbankan merupakan tuntutan yang tidak dapat ditinggalkan. 6 Pembangunan nasional yang dilaksanakan selama ini merupakan upaya pembangunan yang berkesinambungan dalam rangka mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Guna mencapai tujuan tersebut, pelaksanaan pembangunan harus senantiasa memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan berbagai unsur pembangunan, termasuk di bidang ekonomi dan keuangan. 7 Perkembangan ekonomi nasional dewasa ini menunjukkan arah yang semakin menyatu dengan ekonomi regional dan internasional 5 Muhamad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. Cetakan ke II. Bandung. 1996. hal. 1 6 Ibid. hal. 17-18. 7 Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. I. Umum. yang dapat menunjang sekaligus dapat berdampak kurang menguntungkan. Sementara itu, perkembangan perekonomian nasional senantiasa bergerak cepat dengan tantangan yang semakin kompleks. Oleh karena itu diperlukan berbagai penyesuaian kebijakan di bidang ekonomi termasuk sektor perbankan, sehingga diharapkan akan dapat memperbaiki dan memperkukuh pereokonomian nasional. 8 Guna memperkuat lembaga perbankan sebagai lembaga kepercayaan masyarakat, diperlukan peraturan mengenai tanggung jawab pemegang saham yang dengan sengaja menyebabkan tidak ditaatinya ketentuan perbankan dengan dikenai ancaman sanksi pidana yang berat. 9 Bagi Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank, harus berupaya dalam melaksanakan kewajibannya tidak melanggar peraturan perundang-undangan di bidang perbankan, karena hal tersebut dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat. Apabila Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank, melakukan perbuatanperbuatan yang melanggar ketentuanketentuan hukum perbankan, maka dapat dikenakan sanksi pidana. B. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimanakah bentuk-bentuk perbuatan yang jika dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris dan Direksi merupakan tindak pidana perbankan? 2. Bagaimanakah pemberlakuan sanksi pidana bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi atas tindak pidana perbankan? C. METODE PENELITIAN Penyusunan Skripsi ini menggunakan Metode penelitian hukum normatif. Melalui metode penelitian ini, bahan-bahan hukum yang diperlukan untuk membahas materi dalam penulisan ini dikumpulkan dengan cara melakukan studi kepustakaan. PEMBAHASAN A. BENTUK-BENTUK PERBUATAN OLEH ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI YANG MERUPAKAN TINDAK PIDANA PERBANKAN 8 Ibid. 9 Ibid. 53

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, mengatur mengenai bentuk-bentuk perbuatan yang jika dilakukan oleh anggota dewan komisaris dan direksi merupakan tindak pidana perbankan, yaitu sebagai berikut: 1. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja dirahasiakan menurut Pasal 40 (Pasal 47 ayat (2). Adapun Pasal 40 menyatakan pada ayat: (1) Bank wajib merahasiakan keterangan mengenai Nasabah Penyimpan dan simpanannya, kecuali dalam hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44 A. (2) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku pula bagi Pihak Terafiliasi. Pasal 41 menyatakan pada ayat: (1) Untuk kepentingan perpajakan, Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan berwenang mengeluarkan perintah tertulis kepada bank agar memberikan keterangan dan memperlihatkan buktibukti tertulis serta surat-surat mengenai keadaan keuangan nasabah penyimpan tertentu kepada pejabat pajak. (2) Perintah tertulis sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) harus menyebutkan nama pejabat pajak dan nama nasabah wajib pajak yang dikehendaki keterangannya. Pasal 41 A ayat: (1) Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kepada Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara, Pimpinan Bank Indonesia memberikan izin kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Panitia Urusan Piutang Negara untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan Nasabah Debitur. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara/Ketua Panitia Urusan Piutang Negara. (3) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara / Panitia Urusan Piutang Negara, nama Nasabah Debitur yang bersangkutan dan alasan diperlukannya keterangan. Pasal 42 ayat: (1) Untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana, Pimpinan Bank Indonesia dapat memberikan izin kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank. (2) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan secara tertulis atas permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Jaksa agung, atau Ketua Mahkamah Agung. (3) Permintaan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus menyebutkan nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim, nama tersangka /terdakwa, alasan diperlukannya keterangan dan hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan. Pasal 43: Dalam perkara perdata antar bank dengan nasabahnya, Direksi bank yang bersangkutan dapat menginformasikan kepada pengadilan tentang keadaan keuangan nasabah yang bersangkutan dan memberikan keterangan lain yang relevan dengan perkara tersebut. Pasal 44 ayat: (1) Dalam tukar menukar informasi antar bank, Direksi bank dapat memberitahukan keadaan keuangan nasabahnya kepada bank lain. (2) Ketentuan mengenai tukar menukar informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh Bank Indonesia. Pasal 44 A ayat: 54

(1) Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari Nasabah Penyimpan yang dibuat secara tertulis, bank wajib memberikan keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan pada bank yang bersangkutan kepada pihak yang ditunjuk oleh Nasabah Penyimpan tersebut. (2) Dalam hal Nasabah Penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari Nasabah Penyimpan yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan Nasabah Penyimpan tersebut. 2. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A, (Pasal 47 A). 3. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), (Pasal 48 ayat (1). 4. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan lalai memberikan keterangan yang wajib dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2). (Pasal 48 ayat (1). Pasal 30 ayat: (1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia, segala keterangan, dan penjelasan mengenai usahanya menurut tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (2) Bank atas permintaan Bank Indonesia, wajib memberikan kesempatan bagi pemeriksaan buku-buku dan berkasberkas yang ada padanya, serta wajib memberikan bantuan yang diperlukan dalam rangka memperoleh kebenaran dari segala keterangan, dokumen dan penjelasan yang dilaporkan oleh bank yang bersangkutan. Pasal 34 ayat: (1) Bank wajib menyampaikan kepada Bank Indonesia neraca dan perhitungan laba/rugi tahunan serta penjelasannya, serta laporan berkala lainnya, dalam waktu dan bentuk yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. (2) Neraca serta perhitungan laba/rugi tahunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib terlebih dahulu diaudit oleh akuntan publik. Salah satu faktor untuk dapat memelihara dan meningkatkan kadar kepercayaan masyarakat terhadap suatu bank pada khususnya dan perbankan pada umumnya ialah kepatuhan bank terhadap kewajiban rahasia bank. Meksudnya adalah menyangkut dapat atau tidaknya bank dipercaya oleh nasabah yang menyimpan dananya dan/atau menggunaan jasa-jasa lainnya dari bank tersebut untuk tidak mengungkapkan keadaan keuangan dan transaksi nasabah serta keadaan lain dari nasabahnya yang bersangkutan kepada pihak lain. Dengan kata lain tergantung kepada kemampuan bank itu untuk menjunjung tinggi dan mematuhi dengan teguh rahasia bank. 10 B. PEMBERLAKUAN SANKSI PIDANA BAGI ANGGOTA DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI ATAS TINDAK PIDANA PERBANKAN Sanksi adalah alat pemaksa, memaksa menegakkan hukum ialah memaksa mengindahkan norma-norma hukum. Penegakan hukum pidana menghendaki sanksi hukum, yaitu sanksi yang terdiri atas derita khusus yang dipaksakan kepada si bersalah. Derita kehilangan nyawanya (hukuman mati), derita kehilangan kebebasannya (penjara dan kurungan), derita kehilangan sebagian kekayaan (hukuman denda dan perampasan) dan derita kehilangan kehormatannya (pengumuman keputusan hakim). Penegakan hukum perdata menghendaki sanksi-sanksi juga yang terdiri atas derita dihadapkan di muka pengadilan dan derita kehilangan sebagian kekayaannya guna memulihkan atau mengganti kerugian akibat pelanggaran yang dilakukannya. Sanksi sebagai alat penegak hukum bisa juga terdiri atas kebatalan perbuatan yang merupakan pelanggaran hukum. Baik batal demi hukum (van rechtswege) maupun batal setelah ini dinyatakan oleh hakim. Pelanggaran hukum acara acapkali ada sanksinya kebatalan 10 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika. Edisi l. Cetakan l. Jakarta, 2010, hal. 485-486. 55

juga misalnya; batal surat tuduhan yang tidak menyebutkan unsur tempat dan/atau waktu. 11 Sanksi: akibat sesuatu perbuatan atau suatu reaksi dari pihak lain (manusia atau organisasi sosial) atas sesuatu perbuatan. 12 Pidana: penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu. 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, mengatur tentang Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif, Pasal 46 ayat: (1) Barang siapa menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan tanpa izin usaha dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah). (2) Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan, yayasan atau koperasi, maka penuntutan terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik terhadap badanbadan dimaksud dilakukan baik terhadap mereka yang memberikan perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap kedua-duanya. Pasal 47 ayat: (1) Barang siapa tanpa membawa perintah tertulis atau izin dari Pimpinan Bank Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41 A, dan Pasal 42, dengan sengaja memaksa bank atau Pihak Terafiliasi untuk memberikan keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang- 11 C.S.T. Kansil, Christine S.T. Kansil, Engelien R. Palandeng dan Godlieb N. Mamahit, Kamus Istilah Aneka Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010, hal. 383-384. 12 Anonim, Kamus Hukum, Op.Cit, hal. 429. 13 Ibid, hal. 392. kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, pegawai bank atau Pihak Terafiliasi lainnya dengan sengaja dirahasiakan menurut Pasal 40, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah). Peristiwa pidana adalah suatu kejadian yang mengandung unsur-unsur perbuatan yang dilarang oleh undang-undang, sehingga siapa yang menimbulkan persitiwa itu dapat dikenai sanksi pidana (hukuman). Unsur-unsur peristiwa pidana dapat ditinjau dari dua segi, yaitu segi subjektif dan segi objektif. 1. Dari segi subjektif berkaitan dengan tindakan, peristiwa pidana adalah perbuatan yang melawan hukum yang sedang berlaku, akibat perbuatan itu dilarang dan diancam dengan hukuman; 2. Dari segi subjektif, peristiwa pidana adalah perbuatan yang dilakukan seseorang secara salah. Unsur-unsur kesalahan si pelaku itulah yang mengakibatkan terjadinya peristiwa pidana. Unsur kesalahan itu timbul dari niat atau kehendak si pelaku. Jadi akibat dari perbuatan itu telah diketahui bahwa dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan hukuman. Jadi memang ada unsur kesengajaan. 14 Suatu peristiwa agar dapat dikatakan sebagai suatu peristiwa pidana harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. Harus ada suatu perbuatan, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang; b. Perbuatan harus sesuai sebagaimana yang dirumuskan dalam undang-undang. Pelakunya harus telah melakukan suatu kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan perbuatannya; 14 Yulies Tiena Masriani, Op.Cit, hal. 62-63. 56

c. Harus ada kesalahan yang dapat dipertanggungjawabkan. Jadi perbuatan itu memang dapat dibuktikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan hukum; d. Harus ada ancaman hukumannya. Dengan kata lain, ketentuan hukum yang dilanggar itu mencantumkan sanksinya. 15 Menurut Peri Umar Farouk, didasarkan kepada alasan sebagai berikut: a. Hubungan antara nasabah bank dengan debitur merupakan fiduciary relation dan confidential relation, sehingga kepercayaan serta kerahasiaan mengenai hubungan keduanya merupakan moral obligation (kepatutan); b. Hubungan hukum antara bank dengan nasabah debitur berdasarkan perjanjian, karenanya mengandung syarat yang tersirat (implied term) di mana bank dianggap mempunyai kewajiban merahasiakan keterangan mengenai nasabah debitur sebagaimana di persyaratkan dalam ketentuan Pasal 1339 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; c. adanya kemungkinan bank digugat melakukan perbuatan melawan hukum oleh nasabah debitur bilamana dengan pengungkapan keterangan mengenai nasabah debitur dipandang oleh nasabah debitur merugikan dirinya; d. bank dapat diancam pula dengan pidana dengan menggunakan delik lainnya, yakni persangkaan sebagai kejahatan rahasia jabatan sebagaimana diatur dalam Pasal 322 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana; e. Alasan lainnya bahwa tidak adanya ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 yang secara tegas mewajibkan bank untuk memberikan keterangan mengenai nasabah debitur kepada siapa pun dan untuk kepentingan apapun, karena keterangan mengenai nasabah debitur bukanlah keterangan yang terbuka bagi siapa saja dan untuk kepentingan apa pun, sehingga terdapat syarat dan kondisi yang membatasi bank untuk memberikan keterangan mengenai nasabah debitur dan pinjamannya. 16 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan, Pasal 47 A: Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 A dan Pasal 44 A, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). Pasal 48 ayat: (1) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja tidak dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). (2) Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan lalai dipenuhi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) dan ayat (2) dan Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2), diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun dan paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda sekurang-kurangnya Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). Pasal 49 ayat (1): Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja : a. membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank ; 15 Ibid. hal. 63. 16 Djoni S. Gazali dan Rachmadi Usman, Op.Cit. hal. 525-526. 57

b. menghilangkan atau tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank ; c. mengubah, mengaburkan, menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan tersebut, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). Pasal 49 ayat (2): Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja : a. meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas surat-surat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank ; b. tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundangundangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurangkurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurangkurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 50: Pihak Terafiliasi yang dengan sengaja tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undangundang ini dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun dan paling lama 8 (delapan) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah). Pasal 50 A: Pemegang saham yang dengan sengaja menyuruh Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan yang mengakibatkan bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam Undang-undang ini dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku bagi bank, diancam dengan pidana penjara sekurang-kurangnya 7 (tujuh) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun serta denda sekurang-kurangnya Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah). PENUTUP A. KESIMPULAN 1. Bentuk-bentuk perbuatan yang jika dilakukan oleh Anggota Dewan Komisaris dan Direksi merupakan tindak pidana perbankan, yaitu: a. pihak-pihak tersebut memberi keterangan yang wajib dirahasiakan dan dengan sengaja atau lalai tidak dipenuhi. Dengan sengaja membuat pencatatan palsu, menghilangkan dan tidak memasukkan atau menyebabkan tidak dilakukannya pencatatan, atau dengan sengaja mengubah, mengaburkan, menghilangkan, menyembunyikan atau merusak catatan pembukuan atau dalam proses laporan, dokumen, laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank. Mengubah, mengaburkan, 58

menyembunyikan, menghapus, atau menghilangkan adanya suatu pencatatan dalam pembukuan atau dalam laporan, maupun dalam dokumen atau laporan kegiatan usaha, laporan transaksi atau rekening suatu bank. b. Anggota Dewan Komisaris, Direksi, atau pegawai bank yang dengan sengaja meminta atau menerima, mengizinkan atau menyetujui untuk menerima suatu imbalan, komisi, uang tambahan, pelayanan, uang atau barang berharga, untuk keuntungan pribadinya atau untuk keuntungan keluarganya, dalam rangka mendapatkan atau berusaha mendapatkan bagi orang lain dalam memperoleh uang muka, bank garansi, atau fasilitas kredit dari bank, atau dalam rangka pembelian atau pendiskontoan oleh bank atas suratsurat wesel, surat promes, cek, dan kertas dagang atau bukti kewajiban lainnya, ataupun dalam rangka memberikan persetujuan bagi orang lain untuk melaksanakan penarikan dana yang melebihi batas kreditnya pada bank tidak melaksanakan langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan ketaatan bank terhadap ketentuan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi bank. 2. Pemberlakuan sanksi pidana dikenakan bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi atas tindak pidana perbankan baik yang merupakan kejahatan maupun pelanggaran berupa pidana penjara. Sanksi pidana ini diberlakukan untuk mencegah anggota dewan komisaris dan direksi melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan masyarakat dan sebagai upaya untuk memberikan efek jera bagi pelaku tindak pidana dan bagi anggota dewan komisaris dan direksi lain tidak melakukan perbuatan yang sama. B. SARAN 1. Untuk mencegah bentuk-bentuk perbuatan Anggota Dewan Komisaris dan Direksi bank yang dapat merugikan masyarakat maka perlu ditingkatkan upaya pembinaan dan pengawasan oleh Bank Indonesia, sebagai upaya memelihara tingkat kesehatan bank yang wajib melakukan kegiatan usaha sesuai dengan prinsip kehati-hatian. Bank wajib menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang mempercayakan dananya kepada bank serta wajib menyediakan informasi mengenai kemungkinan timbulnya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi nasabah yang dilakukan melalui bank. 2. Pemberlakuan sanksi pidana dikenakan bagi anggota Dewan Komisaris dan Direksi atas tindak pidana perbankan perlu dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku agar bentuk-bentuk perbuatan yang pernah dilakukan oleh Dewan Komisaris dan Direksi tidak ditiru oleh pihak lain sehingga usaha bank dapat berjalan dengan baik tidak mengalami kerugian dan nasabah dapat memperoleh jaminan perlindungan serta mencegah risiko kerugian dalam menyimpan dana dan melakukan transaksi melalui bank. DAFTAR PUSTAKA Anonim, Kamus Hukum, PT. Citra Umbara, Bandung, 2008. Arrasjid Chainur, Hukum Pidana Perbankan, Cetakan Pertama. Sinar Grafika. Jakarta. 2011. Djamali Abdoel, Pengantar Hukum Indonesia, Ed. 2. Rajawali Pers, Jakarta, 2009. Djumhana Muhamad, Hukum Perbankan di Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti. Cetakan ke II. Bandung. 1996. Frederik A.P.G., Wulanmas, Buku Ajar Hukum Perbankan, Cetakan Pertama, Genta Press (Kelompok Genta Publishing). Yogyakarta, 2012. Gazali S. Djoni dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Sinar Grafika. Edisi l. Cetakan l. Jakarta, 2010. Girsang Junivers, Abuse of Power (Penyalahgunaan Kekuasaan Aparat Penegak Hukum Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi, J.G. Publishing. Jakarta, 2012. Hamzah Andi, Terminologi Hukum Pidana, (Editor) Tarmizi, Ed. 1. Cet. 1. Sinar Grafika, Jakarta, 2008. 59

Hartanti Evi, Tindak Pidana Korupsi, Ed. 2. Cet. 1. Sinar Grafika, Jakarta, 2007. Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Edisi Revisi, Cetakan ke-6. Kencana. Jakarta. 2011. Imaniyati Sri Neni, Pengantar Hukum Perbankan Indonesia, PT. Refika Aditama, Cetakan Pertama, Bandung. 2010. Kansil C.S.T., Christine S.T. Kansil, Engelien R. Palandeng dan Godlieb N. Mamahit, Kamus Istilah Aneka Hukum, Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Jala Permata Aksara, Jakarta, 2010. Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Cetakan Pertama, Sinar Grafika, Jakarta, 2011. Marbun Rocky, Deni Bram, Yuliasara Isnaeni dan Nusya A., Kamus Hukum Lengkap (Mencakup Istilah Hukum & Perundang- Undangan Terbaru, Cetakan Pertama, Visimedia, Jakarta. 2012. Marpaung Leden, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika. Cetakan Kedua, Jakarta. 2005. Masriani Tiena Yulies, Pengantar Hukum Indonesia, Cetakan Kelima, Sinar Grafika, Jakarta, 2009. Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Edisi Revisi, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2008. Racmadi Usman, Hukum Ekonomi Dalam Dinamika, Cetakan 1. Djambatan, Jakarta. 2002. Sudarsono, Kamus Hukum, Cet. 6. Rineka Cipta, Jakarta, 2009. Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan Kelima, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 2007. Supriyanto Maryanto, Buku Pintar Perbankan (Dilengkapi Dengan Studi Kasus dan Kamus Istilah Perbankan), CV. Andi Offset, Edisi l. Yogyakarta, 2011. Widjanarto, Hukum Dan Ketentuan Perbankan di Indonesia, Edisi III. Pustaka Utama Grafiti, Jakarta. 1997. Wiyanto Roni, Asas-Asas Hukum Pidana, Cetakan ke-l. Mandar Maju, Bandung, 2012. 60