BAB V PENUTUP. 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa

dokumen-dokumen yang mirip
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 1999

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. penuntutan terhadap terdakwa tindak pidana narkotika adalah:

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENGGUNAAN ALAT PENDETEKSI KEBOHONGAN (LIE DETECTOR) PADA PROSES PERADILAN PIDANA

PERATURAN WALIKOTA MEDAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG LARANGAN MENERIMA/MEMBERI ATAU GRATIFIKASI DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA MEDAN

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. dilakukan untuk mencari kebenaran dengan mengkaji dan menelaah beberapa

NASKAH PUBLIKASI KEKUTAN PEMBUKTIAN BUKTI ELEKTRONIK DALAM PERSIDANGAN PIDANA UMUM

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 20/PUU-XIV/2016 Perekaman Pembicaraan Yang Dilakukan Secara Tidak Sah

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

TRANSKRIP WAWANCARA. Baris ke Mohon dijelaskan secara ringkas proses mengadili perkara tindak pidana korupsi?

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. maraknya penggunaan media elektronik mulai dari penggunaan handphone

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERAMPASAN ASET TINDAK PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN SEBAGAI PEMBERI KETERANGAN AHLI DAN SAKSI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI

BAB I PENDAHULUAN. tabu untuk dilakukan bahkan tidak ada lagi rasa malu untuk

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB II PENGATURAN HUKUM TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Menuju Sistem Peradilan Pidana yang Menjauhkan Korban dari Viktimisasi Melalui RUU Penghapusan Kekerasan Seksual

BAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Keberadaan manusia tidak dapat dipisahkan dari hukum yang

2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Mahkamah Agung tentang Pedoman Beracar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB IV PENUTUP. Tinjauan hukum..., Benny Swastika, FH UI, 2011.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PENEGAKAN HUKUM. Bagian Keempat, Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 3.4 Penyidikan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)

TENTANG TATA BERACARA PELAKSANAAN TUGAS DAN WEWENANG BADAN KEHORMATAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

Matriks Perbandingan KUHAP-RUU KUHAP-UU TPK-UU KPK

Pernyataan Pers MAHKAMAH AGUNG HARUS PERIKSA HAKIM CEPI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

PEREKAMAN PROSES PERSIDANGAN PADA PENGADILAN NEGERI DITINJAU DARI ASPEK HUKUM ACARA PIDANA. Oleh: Hafrida 1. Abstrak

WACANA HUKUM VOL.VIII, NO.1, APRIL 2009 PERANAN PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP MACAM ALAT BUKTI DALAM RUU KUHAP

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 102/PUU-XIII/2015 Pemaknaan Permohonan Pra Peradilan

PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 3 TAHUN 2014 T E N T A N G

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 untuk mendapatkan Keputusan dan/atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a

KEKUATAN PEMBUKTIAN VISUM ET REPERTUM BAGI HAKIM DALAM MEMPERTIMBANGKAN PUTUSANNYA. Oleh : Sumaidi, SH.MH

BAB I PENDAHULUAN. atau tanpa memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

2017, No pemberantasan tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaim

Lex Privatum Vol. V/No. 8/Okt/2017

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DAN ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PIDANA DI INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mendukung pelaksanaan dan penerapan ketentuan hukum pidana materiil,

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

BAB II PENGATURAN ALAT BUKTI DALAM KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA

pihak. Lebih lanjut, sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 KUHAP, alat-alat bukti

Perkembangan Kasus Perjadin Mantan Bupati Jembrana: Terdakwa Bantah Tudingan Jaksa

BAB I PENDAHULUAN. uang. Begitu eratnya kaitan antara praktik pencucian uang dengan hasil hasil kejahatan

Informasi Elektronik Sebagai Bukti dalam Perkara Pidana

BAB I PENDAHULUAN. Dalam ilmu pengetahuan hukum dikatakan bahwa tujuan hukum adalah

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 44/PUU-XIII/2015 Objek Praperadilan

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2013, No.50 2 Mengingat c. bahwa Indonesia yang telah meratifikasi International Convention for the Suppression of the Financing of Terrorism, 1999 (K

BAB IV. A. Proses Pembuktian Pada Kasus Cybercrime Berdasarkan Pasal 184 KUHAP Juncto

2011, No Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lemba

PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG

BAB I PENDAHULUAN. dipandang sebagai extra ordinary crime karena merupakan tindak pidana yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

P U T U S A N Nomor : 147 /Pid.B/2014/PN. BJ.- DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA

STRATEGI KHUSUS PEMULIHAN ASET DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI

PENYIDIKAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK)

KEWENANGAN KEJAKSAAN SEBAGAI PENYIDIK TINDAK PIDANA KORUPSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG RAHASIA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

BAB IV KEWENANGAN KEJAKSAAN DALAM PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI. A. Perbedaan Kewenangan Jaksa dengan KPK dalam Perkara Tindak

BAB V ANALISIS. A. Analisis mengenai Pertimbangan Hakim Yang Mengabulkan Praperadilan Dalam

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 67/PUU-XII/2014

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 17/PUU-XIII/2015 Upaya Hukum Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Hukuman Mati

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 41/PUU-XIII/2015 Pembatasan Pengertian dan Objek Praperadilan

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

Undang, dengan minimal dua alat bukti yang sah, demikian KUHAP, barulah

Nama : ALEXANDER MARWATA

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

KEPUTUSAN BERSAMA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAN KETUA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 1999 TENTANG TATA CARA PENYERAHAN DAN PEMUSNAHAN DOKUMEN PERUSAHAAN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 117/PUU-XII/2014 Bukti Permulaan untuk Menetapkan Sebagai Tersangka dan Melakukan Penahanan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2002 TENTANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. diperiksa oleh hakim mengenai kasus yang dialami oleh terdakwa. Apabila

Peran PPNS Dalam Penyidikan Tindak Pidana Kehutanan. Oleh: Muhammad Karno dan Dahlia 1

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. yang baik dan yang buruk, yang akan membimbing, dan mengarahkan. jawab atas semua tindakan yang dilakukannya.

Transkripsi:

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Berdasarkan metode yang digunakan, dan dari uraian di atas bahwa pengertian tentang gratifikasi seks yang tidak lama ini terjadi belum ada pengertian secara eksplisit. Akan tetapi berdasarkan penjelasan Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang dimaksud dengan gratifikasi secara singkatnya adalah pemberian fasilitas kepada penyelenggara negara diluar gaji yang di tentukan, sedangkan pengertian seksual secara umum adalah sesuatu yang berkaitan dengan alat kelamin atau hal-hal yang berhubungan dengan perkara hubungan intim atau juga dengan kata lain yang berhubungan dengan memberikan fasilitas kesenangan berupa jasa seorang perempuan, dapat ditarik kesimpulan pengertian gratifikasi seks adalah pemberian fasilitas seksual kepada penyelenggara negara berupa hubungan intim maupun berhubungan dengan memberikan fasilitas kesenangan berupa jasa seorang perempuan yang bertujuan untuk memuaskan hasrat si penerima dan dampaknya, si penerima akan memberikan balas budi atas apa yang diterimanya dari si pemberi yang bertentangan dengan tugas dan kewajibannya yang dapat memberikan keuntungan atas kebijakan yang di keluarkan si penerima kepada si pemberi. 108

109 Hakim juga dalam menyikapi suatu perkara yang hukumnya kurang jelas di berikan wewenang untuk melakukan penafsiran, yang merupakan menjadi langkah awal dalam melakukan penafsiran menurut penulis adalah penafsiran gramatikal (Bahasa) yang pada dasarnya bahasa merupakan suatu hal yang sangat penting dalam merumuskan suatu aturan kedalam undangundang dan harus di mengerti oleh masyarakat. Untuk selanjutnya hakim melakukan suatu penafsiran secara ekstensif, yang mana penafsiran ekstensif merupakan suatu penafsiran yang dapat memperluas makna yang tercantum di dalam Penjelasan Pasal 12 B Ayat (1) Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi yang mana dalam Penjelasan Pasal tersebut terdapatnya kata Fasilitas Lainnya, yang mana menurut penulis bahwa kata lainnya ini bukan hanya merupakan suatu objek yang ada di dalam undang-undang tersebut, akan tetapi gratifikasi seks juga merupakan hal gratifikasi secara umum. Selain itu juga, hakim dapat melakukan suatu penafsiran berupa penafsiran Teleologis yang artinya bahwa hakim memusatkan perhatian pada persoalan apa yang hendak dicapai oleh norma yang ada dalam teks. Titik tekan tafsiran pada fakta bahwa pada teks terkandung tujuan atau asas sebagai pondasi. Dan tujuan dan asas tersebut mempengaruhi interpretasi. Maka dalam hal ini hakim harus mencari tahu apa yang menjadi tujuan dari Penjelasan Pasal 12 B Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi.

110 2. Sedangkan pembuktian gratifikasi seks, penulis dapat menarik kesimpulan, bahwa Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat memperoleh alat bukti menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana Pasal 184 berupa; a. Alat bukti keterangan Saksi yaitu: keterangan si pemberi gratifikasi seks pada saat persidangan si penerima yang berfungsi sebagai saksi pemberat untuk penerima; Keterangan si penerima gratifikasi seks pada saat persidangan si pemberi yang berfungsi untuk memberatkan si pemberi; keterangan perempuan maupun si laki-laki yang merupakan sebagai pemberi jasa atau pendukung terjadinya proses gratifikasi seks, baik pada persidangan penerima maupun Pemberi gratifikasi seks tersebut. Menurut penulis alat bukti keterangan saksi dapat diperoleh. b. Alat Bukti Keterangan Ahli: Alat bukti ini merupakan suatu pendukung untuk meyakinkan hakim bahwa suatu tindak pidana yang terjadi benar-benar dilakukan oleh terdakwa atau tidak dengan cara seorang ahli melihat psikologi terdakwa dalam hal menjawab suatu pertanyaan yang di ajukan terhadapnya. c. Alat Bukti Surat Alat Bukti ini merupakan alat bukti; a. Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat di hadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau

111 keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu; b. surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangundangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenal hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan; c. surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi dan padanya; d. surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat pembuktian yang lain. d. Alat Bukti Petunjuk Dalam hal alat bukti ini untuk memperoleh alat bukti berupa petunjuk hanya dapat diperoleh dari; a Dari keterangan saksi; b. Surat; c. Keterangan terdakwa. Bahwa berdasarkan alat bukti ini, Komisi Pemberantasan tindak pidana korupsi sudah dapat memperoleh alat bukti keterangan saksi dan hanya untuk mencocokkan apakah keterangan saksi-saksi tersebut sesuai atau tidak dengan keterangan yang disampaikan oleh terdakwa.

112 e. Alat Bukti Keterangan Terdakwa; Keterangan terdakwa adalah apa yang terdakwa nyatakan di muka sidang tentang perbuatan yang dilakukan dan ia ketahui sendiri atau alami sendiri. f. Alat Bukti Petunjuk Yang Sah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Tindak Pidana Korupsi. Pasal 26 A Alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 188 ayat (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat diperoleh dari : a. alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu; dan b. dokumen, yakni setiap rekaman data atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan atau didengar yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, maupun yang terekam secara elektronik, yang berupa tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, huruf, tanda, angka, atau perforasi yang memiliki makna.

113 Maka dari itu dapat disimpulkan, bahwa berdasarkan alat bukti yang terdapat diatas bahwa pembuktian tentang gratifikasi seks ini telah memenuhi sebagian besar asas dan prinsip pembuktian pidana, dan bahwa sudah seharusnya perkara gratifikasi seks ini masuk kedalam pengadilan untuk memberikan upaya efek jera terhadap mereka yang melakukan gratifikasi seks itu dan memberikan rasa takut bagi mereka yang mencoba untuk melakukan gratifiksi seks ini. Untuk sementara waktu ini, penulis berpendapat bahwa Komisi Pemberantas Korupsi dan hakim sebaiknya menggunakan dasar hukum Pasal 12 B (1) dan penjelasan Pasal 12 B (1) dan untuk kedepannya harus dimasukkan kedalam suatu undangundang secara tegas. B. Saran Bila melihat pasal di atas serta penjelasannya, bahwa gratifikasi seks yang tidak lama ini terjadi adalah yang berhubungan dengan jabatan si penerima gratifikasi seks dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya dan sudah seharusnya di proses oleh Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, karena penjelasan pasal tersebut dikatakan adanya fasilitas lainnya yang mana bahwa gratifikasi seks merupakan fasilitas lainnya. Serta hakim yang dalam kewenangannya disebutkan, tidak boleh menolak suatu perkara dengan dalil bahwa hukum dari perkara tersebut tidak ada dan/ atau sudah ada akan tetapi kurang jelas dan dalam kewenangan hakim juga disebutkan, bahwa hakim harus menggali nilai-nilai yang terkandung di dalam masyarakat. Untuk langkah kedepannya, bahwa menurut penulis bahwa permasalahan tentang gratifikasi seks ini sudah seharusnya diatur secara eksplisit kedalam

114 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, agar para pelaku yang melakukan tindak pidana gratifikasi seks ini yang berdasarkan tujuan hukum pidana mendapatkan efek jera, menakut-nakuti calon pelaku, memberikan kepastian hukum. Maka dari itu apabila permasalahan gratifikasi seks ini diatur secara eksplisit, sudah merupakan salah satu untuk memperlancar tujuan negara yang dicita-citakan oleh negara. Selain itu juga, Negara Indonesia sudah seharusnya berkaca terhadap pengalaman Negara Singapura yang berperilaku tegas untuk mengusut permasalahan gratifikasi seks ini. Karena pada dasarnya Negara singapura sangat menyadari bahwa gratifikasi seks ini merupakan suatu hal yang dapat menghambat pemerintahan yang bersi dan bebas kolusi.