Kepala Negara dan Pemerintahan: Megawati Sukarnoputri. Pengadilan Kriminal Internasional: belum ditandatangani

dokumen-dokumen yang mirip
AMNESTY INTERNATIONAL SIARAN PERS

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

amnesti internasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

DATA PELANGGARAN HAM DI INDONESIA 1. Kasus Pelanggaran HAM Masa Lalu yang Belum Tersentuh Proses Hukum

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Prinsip Dasar Peran Pengacara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR : M.HH-11.HM th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

RUU Perlindungan Korban dan Saksi Draft Sentra HAM UI dan ICW, Juni 2001 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG

INDONESIA Siklus kekerasan bagi anak-anak di Aceh

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

PEMERKOSAAN,PERBUDAKAN SEKSUALITAS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2004 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PERATURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGADILAN TINDAK PIDANA KORUPSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION )

Bagian 2: Mandat Komisi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana ( yuridis normatif ). Kejahatan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar 1945, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, yang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

BAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bahan Diskusi Sessi Kedua Implementasi Konvensi Hak Sipil Politik dalam Hukum Nasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENGANTAR STANDAR HUKUM INTERNASIONAL KONSERN UTAMA AMNESTY INTERNATIONAL TENTANG PENGADILAN YANG ADIL:...3

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2008, No.59 2 c. bahwa dalam penyelenggaraan pemilihan kepala pemerintah daerah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pem

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA PERATURAN BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai negara hukum berdasarkan Pancasila dan UUD

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

kliping ELSAM KLP: RUU KKR-1999

BAB 11 PENGHORMATAN, PENGAKUAN, DAN PENEGAKAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA

Nota Kesepahaman. antara Pemerintah Republik Indonesia Dan. Gerakan Aceh Merdeka

QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR 14 TAHUN 2003 TENTANG KHALWAT (MESUM) BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA

Pemerintah Indonesia Gagal dalam Pemenuhan Hak Sipil dan Politik di Indonesia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perbandingan Perilaku Kekuasaan beberapa Presiden Paska Soeharto. BJ. Habibie Abdurrahman Wahid Megawati SBY. Pemimpin kharismatik NU.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

REGULASI NO. 2000/14

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KODE ETIK P O S B A K U M A D I N

LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1994 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

SURAT TERBUKA KEPADA KETUA PANSUS RUU TERORISME DPR RI TENTANG RENCANA REVISI UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

INDONESIA REPUBLIK INDONESIA Kepala Negara dan Pemerintahan: Megawati Sukarnoputri Hukuman mati: Masih dipertahankan Pengadilan Kriminal Internasional: belum ditandatangani Di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Propinsi Papua (yang tadinya masingmasing dikenal dengan nama Aceh dan Irian Jaya), keadaan hak asasi manusia masih tetap buruk. Ratusan kasus dilaporkan mengenai adanya hukuman mati di luar jalur hukum, adanya orang-orang yang menghilang, penyiksaan dan penangkapan secara tidak sah. Kegagalan pemerintah dalam melakukan tindakan tegas guna menghentikan pelanggaran hak asasi manusia merusak usaha-usaha guna mencari jalan keluar bagi konflik-konflik yang disebabkan oleh tuntutan bagi kemerdekaan yang sudah lama ada. Impunity atau pembebasan dari hukuman makin diperkuat dengan tidak mampunya pengadilan-pengadilan yang dilakukan Pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc mengenai Timor Timur untuk secara memuaskan memutuskan atas kasus-kasus kejahatan berat, termasuk kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan di tahun 1999 di Timor Timur (yang sejak tahun 2002 dinamai Timor Leste). Sekurangkurangnya ada sembilan orang narapidana hati nurani (mereka yang ditahan karena keyakinan mereka) dijatuhi hukuman penjara, serta empat orang lainnya masih menunggu kasus mereka disidangkan akhir tahun 2002. Para pembela hak asasi manusia ikut menjadi korban pelanggaran hak asasi manusia, termasuk hukuman mati di luar jalur hukum, penyiksaan dan penahanan secara tidak sah. Latar Belakang Reformasi berjalan maju di beberapa daerah. Pemilihan presiden secara langsung sudah diperkenalkan dan batas waktu tahun 2004 diberikan guna mengakhiri sistem pemberian kursi parlemen bagi anggota militer dan kepolisian yang sudah banyak dikritik. Akan tetapi, reformasi dalam sistem peradilan tidak banyak membuat kemajuan dan rencana-rencana untuk memperbaiki Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) sekali lagi tidak dilaksanakan. Sejumlah pengadilan kasus korupsi besar yang dilakukan sepanjang tahun lalu tidak banyak bisa memperbaiki rasa percaya masyarakat pada sistem peradilan dan kepemimpinan politik. Akbar Tanjung, Ketua Umum Golkar yang merupakan salah satu partai politik utama, adalah salah seorang yang dijatuhi hukuman penjara karena korupsi. Meskipun sudah didakwa, ia tetap tidak mundur dari jabatannya sebagai ketua partai ataupun ketua DPR Undang-undang mengenai Keamanan Satu Peraturan Pengganti Undang-Undang (Perpu) mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme diberlakukan setelah adanya pengeboman terhadap satu klub malam di Bali tanggal 12 Oktober yang membunuh hampir 200 orang. Peraturan ini

memberlakukan hukuman mati bagi beberapa tindak pidana yang digambarkan sebagai tindak pidana terorisme. Hak-hak bagi para tertuduh untuk dihadapkan ke pengadilan yang bersifat fair/adil, termasuk hak-hak untuk mendapatkan asas praduga tak bersalah dan hak untuk mendapatkan bantuan hukum tidak secara memadai dijamin. Undang-undang guna menggantikan Perpu ini sudah diajukan ke DPR akan tetapi belum juga diloloskan sebagai undang-undang sampai akhir tahun. Lima belas orang ditahan sehubungan dengan pengeboman Bali. Seorang tokoh ulama Islam ditahan juga berkaitan dengan pengeboman-pengeboman lain di Indonesia yang terjadi selama beberapa tahun terakhir. Ada kekhawatir bahwa pengadilan terhadap mereka tidak memenuhi standar-standar internasional bagi pengadilan yang fair. Impunity atau pembebasan dari hukuman Usaha-usaha untuk menangani impunity dalam kasus-kasus hak asasi manusia hanya mencapai sedikit kemajuan karena adanya perlawanan secara politik serta kelemahankelemahan hukum dan institusional yang terus merusak usaha penyelidikan dan peradilan terhadap mereka yang dicurigai melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Empat pengadilan hak asasi manusia yang dinyatakan akan dibentuk di bawah undang-undang yang mulai berlaku tahun 2000 masih juga belum didirikan sampai akhir tahun. Pengadilan-pengadilan tersebut akan memiliki yurisdiksi atas kasuskasus kejahatan terhadap kemanusiaan dan genosida (pembasmian satu suku/bangsa). Sidang-sidang pengadilan Timor Leste Satu pengadilan hak asasi manusia ad hoc dilangsungkan di bulan Maret untuk mempertimbangkan kasus-kasus kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Timor Timur sekitar saat diadakannya jajak pendapat mengenai kemerdekaan di bulan Agustus 1999. Delapan belas orang diajukan ke pengadilan berkaitan dengan empat kejadian. Mantan Gubernur Propinsi Timor Timur, Abilio Jose Osorio Soares, Mantan Komandan Komando Distrik Militer Dili, Letnan Kolonel TNI Infanteri Sujarwo serta pemimpin milisi Eurico Guterres dijatuhi hukuman penjara masing-masing tiga, lima dan 10 tahun. Sebelas orang terdakwa lainnya dibebaskan. Sidang pengadilan atas empat orang lainnya masih juga belum berakhir pada akhir tahun lalu. Amnesty International merasa khawatir bahwa jaksa penuntut tidak berhasil menjalankan tugas mereka sesuai dengan undang-undang internasional untuk mengajukan penuntutan yang efektif terhadap para tertuduh sebab mereka mengabaikan bukti-bukti yang relevan dan dinyatakan dengan baik. Mereka juga tidak mampu membuktikan adanya tindak pidana yang dilakukan secara sistematik dan tersebar luas di Timor Timur pada tahun 1999. Selain daripada itu, para saksi mata dan korban tidak mendapatkan perlindungan yang memadai dan beberapa saksi mata menolak tampil di pengadilan karena keamanan mereka tidak terjamin. Ratusan kasus kejahatan berat lainnya yang terjadi di Timor Timur selama tahun 1999 juga tidak diselidiki. Indonesia juga masih menolak untuk bekerjasama dalam penyelidikan dan peradilan yang dilangsungkan di Timor Leste, termasuk misalnya menolak mentransfer ke Timor Leste orang-orang Indonesia atau mereka yang tinggal di Indonesia yang telah mendapatkan panggilan penangkapan dari Unit kejahatan Berat Perserikatan Bangsa Bangsa.

Kasus-kasus lain yang tidak terselesaikan Hanya ada sedikit kemajuan dalam usaha mengajukan para pelaku pelanggaran hak asasi manusia dan ada ribuan kasus yang sama sekali tidak diinvestigasi. Dari sedikit kasus yang diinvestigasi hanya satu saja yang yang akhirnya diajukan ke pengadilan. Dalam tiga kasus terkenal dimana investigasi atas kejahatan terhadap kemanusiaan sudah dimulai tidak ada seorang pun yang didakwa atau diajukan ke pengadilan. Pada bulan Januari, sembilan anggota Brimob dijatuhi hukuman penjara antara tiga sampai enam tahun oleh pengadilan militer sehubungan dengan penembakan empat orang mahasiswa Universitas Trisakti di Jakarta tahun 1998. Akan tetapi sejumlah pejabat tinggi militer dan kepolisian menolak menanggapi panggilan untuk menjawab pertanyaan yang diajukan Komisi Penyilidik Pelanggaran HAM (KPP HAM) mengenai hukuman di luar jalur hukum terhadap ke empat mahasiswa tersebut dan paling tidak ada 19 orang lain yang juga terbunuh ketika pasukan keamanan melakukan penembakan terhadap para pengunjuk rasa di Jakarta di tahun 1998 dan 1999. KPP HAM ini melaporkan di bulan April bahwa 49 anggota kepolisian dan militer terlibat dalam pembunuhan-pembunuhan tersebut. Rekomendasi komisi ini agar Jaksa Agung melakukan penyelidikan lebih lanjut belum juga dikerjakan sampai akhir tahun. Kantor Jaksa Agung telah mengirim satu timnya ke Papua pada bulan April sebagai tanggapan atas kesimpulan yang dibuat satu KPP HAM lain yang menemukan adanya bukti-bukti pelanggaran hak asasi manusia berat di Abepura di bulan Desember 2000. Pelanggaran-pelanggaran tersebut termasuk pembunuhan atas tiga orang mahasiswa dan penahanan secara tidak sah serta penyiksaan terhadap 100 orang lainnya. Tidak ada seorang pun yang sudah dikenai dakwaan sampai akhir tahun. Empat belas orang, termasuk Kepala Kopassus, disebut-sebut sebagai tertuduh dalam pembunuhan terhadap sejumlah besar orang di Tanjung Priok, Jakarta, pada tahun 1984 ketika pasukan keamanan melakukan tembakan kepada para pengunjuk rasa. Mereka juga belum diajukan ke pengadilan sampai akhir tahun. Represi terhadap gerakan-gerakan pro-kemerdekaan Nanggroe Aceh Darussalam Dialog antara pemerintah dan pihak oposisi bersenjata Gerakan Aceh Merdeka (GAM) menghasilkan adanya penandatanganan kesepakatan gencatan senjata di bulan Desember. Kesepakatan ini dimaksudkan sebagai langkah pertama menuju diakhirinya konflik ini, yang telah menyebabkan terbunuhnya lebih dari 1300 orang sepanjang tahun lalu, menurut satu perkiraan yang dibuat oleh organisasi-organisasi hak asasi manusia setempat. Sejumlah penahanan secara tidak sah yang dilakukan oleh polisi dan militer juga dilaporkan. Penyiksaan dan perlakuan buruk terhadap tahanan masih terus dilakukan. Di antara para korban termasuk juga mereka yang dicurigai menjadi anggota atau mendukung GAM, para aktifis politik dan pembela hak asasi manusia. Dalam beberapa kasus sanak keluarga mereka ditahan di tempat orang-orang yang dicurigai

sebagai anggota GAM. Dilaporkan juga ada tuntutan-tuntutan untuk minta dibayar guna menjamin dibebaskannya tahanan. GAM juga bertanggung jawab atas pelecehan hak asasi manusia berat, termasuk penculikan dan pembunuhan secara tidak sah. Keadilan bagi hal-hal ini dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya tidaklah dibahas dalam kesepakatan gencatan senjata. Junaidi, Ketua Sentral Informasi Referendum Aceh (SIRA) cabang Aceh Besar yang pro-kemerdekaan, ditahan pada tanggal 8 Januari oleh tentara dari Kostrad dan kemudian menghilang. Seorang saudaranya menerima telepon dari Junaidi yang mengatakan bahwa ia ditahan di Kecamatan Seulimeum, Kabupaten Aceh Besar. Namun pihak militer membantah menahannya. Hasan Basri, pria berusia 50 tahun dari Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Barat, berada dalam tahanan militer selama lima bulan. Ia disiksa, termasuk juga diancam akan dibunuh dan dipaksa menyaksikan hukuman mati terhadap tahanan lainnya. Ia diduga ditahan karena pihak militer mencurigai bahwa dua orang anaknya menjadi anggota GAM. Para penasehat hukum yang mencoba mendapatkan akses kepadanya diancam akan dibunuh. Papua Usaha-usaha untuk mencari jalan keluar secara damai bagi kekacauan politik dan lainnya di Papua masih terus dirusak oleh pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pasukan keamanan. Pembatasan kebebasan berekspresi secara besarbesaran ikut membatasi kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh gerakan kemerdekaan sipil. Sidang pengadilan terhadap tiga anggota senior kelompok politik untuk kemerdekaan Presidium Dewan Papua (PDP) masih terus berlangsung. Mereka dibebaskan di bulan Maret dari tuduhan-tuduhan yang berkaitan dengan kegiatankegiatan politik mereka yang dilakukan secara damai. Empat orang anggota PDP cabang Kabupaten Jayawijaya, yang telah dijatuhi hukuman penjara selama empat tahun pada tahun 2000, masih tetap berada dalam tahanan kota di Wamena. Mereka adalah para tahanan hati nurani atau orang yang ditahan karena keyakinan mereka. Para anggota Kopassus sudah diumumkan sebagai tertuduh dalam pembunuhan terhadap ketua PDP Theys Eluays di bulan November 2001, dan tujuh di antara mereka dikenai dakwaan di akhir tahun. Sidang pengadilan terhadap mereka di sebuah pengadilan militer dijadwalkan akan dimulai pada bulan Januari tahun 2003. Pelanggaran hak asasi manusia juga dilakukan dalam konteks operasi pertambangan dan penebangan hutan. Di bulan Agustus, seorang warganegara Indonesia dan dua warganegara Amerika Serikat dibunuh dalam satu serangan di dekat pertambangan PT Freeport Indonesia di Kabupaten Mimika. Pihak militer menuduh kelompok oposisi bersenjata Operasi Papua Merdeka (OPM) yang melakukannya. Akan tetapi, baik polisi maupun organisasi-organisasi hak asasi manusia setempat dengan terbuka menyatakan mereka percaya bahwa pihak militer Indonesia terlibat dalam pembunuhan-pembunuhan ini.

Akses masuk ke daerah Kecamatan Wasior, Kabupaten Manokwari, masih tetap dibatasi setelah adanya operasi-operasi polisi di tahun 2001 terhadap mereka yang dicurigai melakukan dua serangan atas dua perusahaan penebangan hutan. Dua puluh tujuh orang yang ditangkap selama dilangsungkannya operasi polisi tersebut dijatuhi hukuman penjara setelah diajukan ke pengadilan yang tidak fair. Mereka semua, kecuali Marthinus Septinus Daisiwa, yang dijatuhi hukuman penjara tujuh tahun, telah dibebaskan pada akhir tahun. Tidak ada satu investigasi pun yang dilakukan terhadap adanya tuduhan-tuduhan bahwa ke 27 orang itu disiksa dan dijadikan sasaran pelanggaran hak asasi manusia lainnya. Empat puluh sembilan orang ditangkap sehubungan dengan upacara pro-kemerdekaan yang berlangsung secara damai di bulan November dan Desember, termasuk 41 orang yang ditangkap di kota Manokwari, Kabupaten Manokwari. Ke 41 orang ini pada mulanya tidak diijinkan mendapat akses kepada para penasehat hukum dan keluarga mereka. Delapan orang masih berada dalam tahanan pada akhir tahun lalu. Tahanan hati nurani Penggunaan undang-undang yang represif guna menangkap serta memenjarakan para tahanan hati nurani makin meningkat. Dua orang dijatuhi hukuman penjara dan tiga lainnya didakwa melakukan penghinaan terhadap Presiden dengan menggunakan undang-undang yang tidak pernah dipakai lagi sejak tahun 1998. Tujuh orang lainnya, termasuk para pegiat buruh dan kemerdekaan, dijatuhi hukuman penjara dengan menggunakan undang-undang yang lain atas kegiatan mereka yang dilakukan tanpa kekerasan. Seorang pegiat politik lainnya, yang akan menjadi tahanan hati nurani jika dinyatakan bersalah, masih menunggu dilangsungkannya sidang pengadilan pada akhir tahun. Muzakkir dan Nanang Mamija masing-masing dijatuhi hukuman penjara satu tahun pada bulan Oktober karena menghina Presiden setelah mereka menyobek gambar Megawati Sukarnoputri dalam satu unjuk rasa di Jakarta. Ricky Tamba dan Frederik ditahan selama dua hari sehubungan dengan unjuk rasa yang sama. Raihana Diany, Koordinator Organisasi Perempuan Aceh Demokratik (ORPAD), ditangkap pada saat dilangsungkannya satu demonstrasi secara damai untuk menentang kebijakan-kebijakan pemerintah dan pelanggaran hak asasi manusia di propinsi NAD di bulan Juli. Ia juga didakwa menghina Presiden. Sidang pengadilannya yang dimulai di bulan Oktober masih belum selesai pada akhir tahun. Para pembela hak asasi manusia Akses masuk ke propinsi NAD dan Papua bagi para pengawas hak asasi manusia nasional dan internasional dibatasi. Para pembela hak asasi manusia di kedua propinsi masih menjadi sasaran pelanggaran hak asasi manusia, termasuk hukuman mati di luar jalur hukum, penyiksaan dan penahanan secara tidak sah. Banyak pembela hak asasi manusia juga dilaporkan diancam dan dilecehkan ketika menjalankan pekerjaan mereka. Di NAD, dua orang pembela hak asasi manusia dijatuhi hukuman mati di luar jalur hukum. Paling tidak 23 orang lainnya ditahan selama tahun lalu dengan 14 orang di antara mereka melaporkan dipukuli selama dalam tahanan.

Tujuh orang dikenai masing-masing hukuman penjara selama dua bulan dan sepuluh hari karena melakukan serangan terhadap kantor Kontras (Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan) di Jakarta pada bulan Maret. Namun, sebagian besar kasus yang ada belumlah diselesaikan, termasuk pembunuhan secara tidak sah terhadap tiga pekerja RATA (Rehabilitation Action for Torture Victims) di NAD di bulan Desember 2000, meskipun para tertuduhnya telah diidenfikasi di tahun 2000. Pada bulan Maret, Nasrullah Ibrahim, Muhammad dan Riza Pahlevi dari Solidaritas Persaudaraan Korban Pelanggaran Hak Asasi Manusia (SPKP HAM) dikenai tahanan incommunicado oleh polisi selama empat hari sebelum kemudian dilepaskan tanpa dikenai dakwaan apapun. Koes sofyan, anggota SPKP HAM lainnya, ditahan oleh para anggota Kopassus dan ditahan selama hampir tiga bulan sebelum dibebaskan tanpa dakwaan. Keempat orang ini semuanya disiksa. Musliadi, ketua Koalisi Aksi Gerakan Mahasiswa dan Pemuda Aceh Barat (Kagempar), ditahan oleh enam orang berpakaian sipil di kantor organisasi itu di Banda Aceh, ibukota Propinsi NAD di bulan November. Mayatnya kemudian ditemukan mengambang di sebuah sungai 70 kilometer di luar kota Banda Aceh empat hari kemudian. Ditemukan adanya luka-luka pada kakinya, punggung dan dadanya serta pula ada luka tusukan senjta di bagian belakang kepala. Ada kekhawatiran bahwa ia dibunuh karena kegiatan-kegitannya menentang pelanggaran hak asasi manusia di NAD. Hukuman mati Sembilan orang diketahui telah dijatuhi hukuman mati, sehingga jumlah total yang telah dikenai hukuman mati mencapai sekurang-kurangnyanya 58 orang. Dua puluh lima di antara mereka didakwa karena melakukan pelanggaran obat terlarang. Namun eksekusi/pelaksanaan hukuman mati itu sendiri belum ada yang dilakukan. Organisasi-organisasi antar-pemerintahan Pelapor Khusus PBB mengenai Keindependenan Hakim dan Pengacara dan juga Pelapor Khusus PBB mengenai Hak untuk Pendidikan mengunjungi Indonesia di bulan Juli. Permintaan Pelapor Khusus mengenai Keindependenan Hakim dan Pengacara untuk mengunjungi NAD ditolak. Undangan untuk mengunjungi Indonesia disampaikan kepada Pelapor Khusus PBB mengenai Promosi dan Perlindungan Hak-hak bagi Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi. Namun Pelapor Khusus PBB mengenai Penyiksaan dan Perwakilan Khusus PBB mengenai Pembela Hak Asasi Manusia tidak menerima jawaban atas permintaan mereka untuk mengunjungi Indonesia. Kunjungan dan Laporan-laporan Amnesty International Laporan-laporan: Impunity (Kekebalan Hukum) dan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua AI Index: ASA 21/015/2002)

Indonesia: Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat di Wasior, Papua ( AI Index: ASA 21/032/2002) Delegasi Amnesty International mengunjungi Indonesia di bulan Januari, termasuk satu kunjungan pendek ke Propinsi Papua.

Timor Leste Republik Demokratik Timor Leste Kepala Negara: Xanana Gusmao Kepala Pemerintahan: Mari Alkatiri Hukuman Mati: Tidak berlaku bagi semua jenis tindak pidana Pengadilan Kriminal Internasional: disetujui Masalah hak asasi manusia diperdebatkan secara luas pada saat dilakukan proses penyusunan Konstitusi yang disahkan sebelum kemerdekaan di bulan Mei. Pemerintahan yang baru independen ini menerima warisan kerangka kerja institusional dan hukum yang tidak komplit dan tidak mampu melindungi hak asasi manusia secara penuh. Hak-hak para korban dan tersangka, termasuk anak-anak, menjadi terganggu dengan adanya sistem peradilan yang lemah dan polisi juga menggunakan kekuatan yang berlebihan dalam menanggapi kekacauan umum. Penundaan dan ketidakkonsistenan dalam administrasi peradilan ikut menyebabkan adanya masalah keamanan dalam penjara-penjara. Juga masih ada terus ketergantungan pada mekanisme-mekanisme peradilan yang tidak sah yang penerapannya tidak selalu konsisten dengan standar-standar internasional mengenai pengadilan yang fair/adil. Kaum perempuan dan kelompok-kelompok lain yang rawan lah yang terutama menanggung resiko diskriminasi dalam sistem ini. Latar belakang Pemilihan presiden di bulan April dimenangkan oleh Xanana Gusmao, seorang pemimpin kemerdekaan dan mantan komandan pihak oposisi bersenjata. Timor Leste menjadi negara independen tanggal 20 Mei. Mandat Pemerintahan Transisi PBB di Timor Timur (UNTAET) berakhir dengan adanya keindependenan ini dan digantikan oleh Misi Pendukung PBB di Timor Timur (UNMISET) yang mendapatkan mandat untuk memberikan bantuan kepada struktur administrasi inti, melakukan penegakan hukum interim dan membantu dalam pembangunan Kepolisian Timor Leste serta menyumbang untuk adanya keamanan internal dan eksternal. Konsttitusi dan kewajiban Traktat-traktat Hak asasi manusia secara umum tercermin dalam Konstitusi yang disahkan pada bulan Maret. Timor Leste mennyetujui Statuta Roma mengenai Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) di bulan September. Timor Leste merupakan salah satu dari negara-negara yang menerima tekanan Amerika serikat untuk menandatangani kesepakatan bilateral untuk tidak menyerahkan atau mentransfer warga negara Amerika Serikat ke ICC.

Perundang-undangan Beberapa kemajuan telah tercapai dalam membentuk satu kerangka kerja legislatif guna melindungi hak asasi manusia, meskipun jaminan keamanan akan hak asasi manusia sering kali tidak diberlakukan. Hukum dan tata cara yang tidak konsisten dengan standar-standar hak asasi manusia internasional masih terus dipakai. Rencana-rencana untuk mereformasi beberapa ketetapan yang tercantum dalam peraturan hukum acara pidana UNTAET belum juga terwujud sampai akhir tahun 2002. Perundang-undangan yang berasal dari masa pendudukan Indonesia, termasuk Kitab Undang-undang Hukum Pidana, yang tidak memenuhi standar-standar internasional masih belum juga dikaji ulang. Sistem peradilan pidana Usaha-usaha guna mendirikan sistem peradilan hanya mencapai sedikit kemajuan dan dalam beberapa daerah jelas terlihat adanya kemunduran. Salah satu dari empat pengadilan distrik masih belum juga berfungsi sepanjang tahun lalu dan sidang-sidang pengadilan di tiga pengadilan lainnya hanya berlangsung sebentar-sebentar. Pengadilan banding juga tidak melakukan tugasnya sejak bulan Oktober 2001. Jumlah kasus yang masuk makin bertumpuk dan hak untuk diajukan ke pengadilan secara segera atau dibebaskan kembali atau diadakan pengkajian ulang atas dakwaan dan hukuman dalam banyak kasus tidak dilakukan. Sampai dengan bulan Oktober, hampir 80 persen penghuni penjara merupakan mereka yang berada dalam tahanan pra-peradilan. Sekitar 30 persen telah ditahan selama enam bulan atau lebih dan beberapa malah sudah ditahan lebih dari setahun. Dua puluh tujuh persen ditahan secara tidak sah setelah perintah penahanan mereka kadaluwarsa. Sekitar 40 kasus banding masih ditunda sampai akhir tahun 2002. Undang-undang untuk mendirikan jasa bantuan hukum sudah disahkan tetapi tidak diterapkan. Kapasitas pembela umum sangatlah terbatas dan mereka tidak mampu menangani beban yang ada sehingga menyebabkan mayoritas tahanan tidak mendapatkan perwakilan hukum yang efektif. Jaminan keamanan bagi undang-undang yang sudah ada serta tata cara untuk melindungi hak anak-anak dalam sistem peradilan pidana sering kali tidak diberlakukan. Anak-anak dimasukkan ke dalam tahanan selama berbulan-bulan sebelum sidang pengadilan dilangsungkan, dan ini terjadi sering kali karena mereka melakukan pelanggaran kecil yang sama sekali tidak mengandung kekerasan. Seorang anak lelaki berusia 16 tahun ditahan lebih dari satu tahun tanpa adanya pengawasan peradilan sebelum kemudian diajukan ke pengadilan berkaitan dengan kecelakaan di jalan raya dimana satu orang meninggal. Pada bulan November ia dinyatakan bersalah dan dikenai hukuman penjara satu tahun dan 27 hari, atau periode waktu yang sudah dilaluinya dalam masa penahanan pra-pengadilan. Mekanisme-mekanisme di luar peradilan atau mekanisme informal yang menggabungkan hukum dan tata cara adat masih banyak dipakai. Hal ini meninmbulkan kekhawatiran bahwa dengan tidak adanya penilaian atau peraturan mengenai tata cara ini maka hak-hak korban dan tertuduh bisa saja menjadi beresiko. Kasus-kasus pemerkosaan dan tindak kekerasan dalam rumah tangga merupakan kasus-kasus yang dirujuk untuk mendapatkan jalan keluar

informal oleh para petugas penegak hukum dan peradilan, walaupun dalam beberapa kasus hal ini bertentangan dengan kehendak para korban. Kondisi penjara-penjara Penundaan dalam administrasi peradilan menyebabkan adanya protes-protes dan narapidana yang melarikan diri Pada bulan Agustus, 179 tahanan melarikan diri dari Penjara Becora di Dili. Seorang tahanan ditembak dan dilukai oleh polisi serta dua orang petugas penjara terluka. Huru-hara di Becora pada bulan Juni menyebabkan sekurang-kurangnya 22 narapidana dan 13 petugas polisi mengalami luka-luka. Juga ada tuduhan-tuduhan bahwa kekuatan yang berlebihan mungkin digunakan oleh Unit Polisi Khusus dari Kepolisian Timor Leste. Tidak ada keterangan mengenai apakah ada investigasi terhadap tuduhan-tuduhan ini. Kondisi bagi anak-anak dalam tahanan tidaklah memenuhi standar-standar minimum PBB. Antara lain adalah bahwa anak-anak tidak sepenuhnya dipisahkan dari tahanan dewasa. Kepolisian UNMISET mengawasi secara keseluruhan pengontrolan atas fungsi hukum dan ketertiban dan pembangunan Kepolisian Timor Leste. Kekhawatiran mengenai terbatasnya pelatihan yang diberikan kepada para petugas kepolisian dan tidak adanya pelatihan serta pengalaman dalam penerapan praktis standar-standar hak asasi manusia, termasuk dalam penggunaan kekuatan dan senjata api, muncul setelah melihat cara mereka menganggapi huru-hara umum. Tanggal 4 Desember di Dili, dua orang ditembak mati dan puluhan lainnya terluka, kelihatannya karena aksi-aksi yang dilakukan polisi. Dalam kejadian sebelumnya, seorang pengunjuk rasa ditembak mati oleh polisi di Baucau pada bulan November. Investigasi internal memang dilakukan, tetapi tidak ada laporan kepada masyarakat umum. Amnesty International menyerukan untuk diadakannya investigasi independen dan agar hasil-hasil penemuannya diumumkan kepada masyarakat. Mekanisme pengaduan dan pengawasan Kepolisian Timor Leste belum juga didirikan dan Kode Etik mengenai Disiplin belum juga disahkan. Tidak semua pengaduan secara memadai ditangani oleh mekanisme-mekanisme Polisi PBB (UNPol) yang juga tidak mampu secara memuaskan menangani sejumlah tuduhan, termasuk tuduhan melakukan penyerangan yang dijatuhkan kepada para petugas UNPol. Investigasi atas tindak kekerasan di masa lampau Usaha-usaha untuk menginvestigasi dan menuntut mereka yang dicurigai melakukan kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan berat lain selama tahun 1999 ketika jajak pendapat mengenai kemerdekaan dilakukan sudah ditingkatkan. Tahun 2002 ada 13 dakwaan yang diajukan. Namun proses untuk mengajukan para tertuduh ke pengadilan berjalan lamban karena tidak adanya hakim yang bisa bertugas untuk Dewan Juri Khusus bagi Kejahatan

Berat. Sembilan dari sidang pengadilan diselesaikan selama tahun 2002. Para tertuduh dalam kasus kejahatan berat termasuk mereka yang dithan selama periode waktu yang panjang tanpa diadili. Pekerjaan yang dilakukan Unit Kejahatan Berat PBB juga terhalangi sebab Indonesia menolak mentransfer para tertuduh atau mengjinkan adanya akses kepada para korban dan bukti-bukti (bacalah laporan mengenai Indonesia). Komisi untuk Penerimaan, Kebenaran dan Rekonsiliasi didirikan. Sidang pengadilan untuk umum pertama dilangsungkan di bulan November. Laporan/kunjungan Amnesty International Kunjungan Delegasi Amnesty International mengunjungi Timor Leste pada bulan September/Oktober