PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Tanggal 18 Agustus 2009 REPUBLIK INDONESIA 1
PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH PADA RAPAT PARIPURNA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Tanggal 18 Agustus 2009 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Selamat Siang, Salam Sejahtera untuk Kita Semua, Pimpinan dan Anggota Dewan yang kami hormati, Hadirin yang kami muliakan, Marilah kita bersama-sama, memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Allah SWT, karena atas rahmat dan ridho-nya, kepada kita masih diberi kesempatan, kekuatan, dan insya Allah kesehatan, untuk melanjutkan ibadah kita, karya kita, serta tugas dan pengabdian kita kepada masyarakat, bangsa, dan negara tercinta. 2
Kita patut bersyukur, pada hari ini, kita dapat menghadiri Rapat Paripurna Rancangan Undang-Undang tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (RUU PDRD). Dan Alhamdulillah wasyukurillah, kita semua dapat menyelesaikan Rancangan Undang-undang ini setelah 3 tahun pembahasan. Kami, atas nama Pemerintah dalam hal ini Departemen Dalam Negeri dan Departemen Keuangan, ingin menggunakan kesempatan yang membahagiakan dan insya Allah penuh berkah ini, untuk mengucapkan terima kasih kepada Dewan, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyampaikan Pendapat Akhir Pemerintah atas RUU PDRD. Pimpinan dan Anggota Dewan yang kami hormati, Hadirin yang berbahagia, Kami, terlebih dahulu, mengucapkan banyak terima kasih atas pendapat akhir yang telah disampaikan oleh masing-masing fraksi. Pendapat akhir tersebut menunjukkan kesungguhan dan keseriusan, serta dukungan pimpinan dan seluruh anggota Dewan dalam penetapan RUU ini. 3
Dalam kesempatan yang berbahagia ini, perkenankanlah kami menggarisbawahi dan menekankan bahwa penyelesaian UU PDRD merupakan langkah yang strategis dan fundamental dalam memantapkan kebijakan desentralisasi fiskal, khususnya dalam rangka membangun hubungan keuangan antara Pusat dan Daerah yang lebih ideal. Sebagai salah satu bagian dari upaya perbaikan terus menerus, RUU PDRD ini paling tidak memperbaiki 3 (tiga) hal, yaitu: penyempurnaan sistem pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah, pemberian kewenangan yang lebih besar kepada daerah di bidang perpajakan (local taxing empowerment), dan peningkatan efektifitas pengawasan. Ketiga hal tersebut berjalan secara bersamaan, sehingga upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dilakukan dengan tetap sesuai dan konsisten terhadap prinsipprinsip perpajakan yang baik dan tepat, dan diperkenankan sanksi apabila terjadi pelanggaran. Penguatan local taxing power dilakukan dengan berbagai cara, antara lain, menambah jenis pajak daerah dan retribusi daerah, memperluas basis pajak daerah dan retribusi daerah yang sudah ada, mengalihkan beberapa jenis pajak pusat menjadi pajak daerah, dan memberikan diskresi (keleluasaan) kepada daerah 4
untuk menetapkan tarif. Disamping itu, tarif maksimum beberapa jenis pajak daerah juga dinaikkan untuk memberikan ruang gerak yang lebih fleksibel bagi daerah dalam melakukan pemungutan pajak daerah sesuai kebijakan dan kondisi daerahnya. Pengawasan pajak daerah dan retribusi daerah dalam RUU ini dilakukan secara preventif dan korektif. Suatu Raperda dievaluasi terlebih dahulu oleh Pemerintah sebelum ditetapkan menjadi Perda dan dibatalkan apabila bertentangan dengan peraturan perundangundangan. Apabila suatu daerah melakukan pelanggaran ketentuan di bidang pajak daerah dan retribusi daerah, maka daerah tersebut dapat dikenai sanksi. Langkah ini diperlukan untuk mencegah timbulnya berbagai pungutan daerah bermasalah sehingga dapat mendukung upaya penciptaan iklim investasi yang kondusif di daerah. Hadirin dan peserta sidang yang kami hormati, Langkah-langkah penyempurnaan kebijakan dan peraturan pajak dan retribusi daerah adalah mencakup: Penambahan jenis pajak daerah dilakukan dengan menambah 4 jenis pajak baru, yaitu Pajak Rokok, Pajak Sarang Burung Walet, 5
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan, serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Dengan penambahan 4 jenis pajak ini, secara keseluruhan terdapat 16 jenis pajak daerah, yaitu 5 jenis pajak provinsi dan 11 jenis pajak kabupaten/kota. Pajak Rokok, ditetapkan dalam undang-undang ini sebagai pajak provinsi. Hasil penerimaan Pajak Rokok tersebut sebesar 70% dibagihasilkan kepada kabupaten/kota di provinsi yang bersangkutan. Walaupun pajak ini merupakan jenis pajak baru, namun diperkirakan pengenaan Pajak Rokok tidak terlalu membebani masyarakat karena rokok bukan merupakan barang kebutuhan pokok dan bahkan pada tingkat tertentu konsumsinya perlu dikendalikan. Di pihak lain, pengenaan pajak ini tidak terlalu berdampak pada industri rokok karena beban Pajak Rokok akan disesuaikan dengan kebijakan strategis di bidang cukai nasional dan besarannya disesuaikan dengan daya pikul industri rokok mengikuti natural growth (pertumbuhan alamiah) dari industri tersebut. Selain itu, penerimaan Pajak Rokok dialokasikan minimal 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan dan penegakan hukum terkait dengan rokok ilegal. 6
Sementara itu, 2 jenis pajak lainnya merupakan jenis pajak yang saat ini dipungut oleh Pusat, yaitu PBB Perdesaan dan Perkotaan dan BPHTB. Selama ini, hampir seluruh penerimaan PBB dan BPHTB telah diserahkan kepada daerah. Oleh karena itu, pengalihan kedua jenis pajak ini menjadi pajak daerah tidak akan banyak berdampak terhadap tambahan beban masyarakat dan relatif bersifat netral terhadap fiskal nasional. Sedangkan Pajak Sarang Burung Walet merupakan pajak baru yang dapat dipungut oleh beberapa daerah apabila memiliki potensi pajak yang memadai. Mengingat pemungutan pajak baru membutuhkan berbagai perangkat peraturan pelaksanaan, baik di tingkat Pusat maupun di Daerah dan perlu mempersiapkan sumber daya yang memadai, maka pemberlakuan pemungutan pajak baru tersebut dilakukan secara bertahap. BPHTB akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2011, sedangkan Pajak Rokok dan PBB Perdesaan dan Perkotaan akan dilaksanakan sepenuhnya oleh daerah pada tanggal 1 Januari 2014. Selama masa peralihan tersebut, Pemerintah akan memberikan berbagai fasilitasi yang diperlukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 7
Terkait dengan retribusi daerah, terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah dari yang sebelumnya ditetapkan sebanyak 27 jenis dalam Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2001. Penambahan jenis retribusi tersebut tidak akan menambah beban masyarakat, karena jenis retribusi dimaksud layak dipungut dan pada hakikatnya selama ini telah dilaksanakan oleh daerah sesuai kewenangannya. Pimpinan dan Anggota Dewan yang kami hormati, Hadirin yang kami muliakan, Selain menambah jenis pajak dan retribusi, dalam RUU ini juga dilakukan perluasan basis pajak dan retribusi yang ada, antara lain, kendaraan pemerintah termasuk dalam objek Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, seluruh pelayanan persewaan di hotel menjadi objek Pajak Hotel, dan katering/jasa boga termasuk dalam objek Pajak Restoran. Untuk retribusi, perluasan objek dilakukan, antara lain, terhadap Retribusi Izin Gangguan sehingga mencakup pengawasan dan pengendalian terhadap lingkungan, kesehatan, dan keselamatan kerja. 8
Lebih lanjut, batasan tarif maksimum untuk beberapa jenis pajak kabupaten/kota dinaikkan. Pajak Hiburan yang tergolong mewah, tarif pajaknya dapat ditetapkan lebih tinggi, namun tidak lebih dari 75%. Tarif Pajak Parkir yang semula 20% dinaikkan menjadi 30% dan tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan (sebelumnya Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C) dinaikkan menjadi 25% dari yang sebelumnya 20%. Kenaikan tarif pajak maksimun juga dilakukan terhadap beberapa jenis pajak provinsi, yaitu Pajak Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor yang sebelumnya masing-masing 5%, 10%, dan 5% diubah menjadi masing-masing 10%, 20% dan 10%. Penambahan jenis pajak daerah baru dan perluasan basis pajak daerah tidak mempunyai makna dari sisi otonomi fiskal apabila tidak disertai dengan kewenangan dalam penetapan tarifnya. Daerah provinsi yang sebelumnya sama sekali tidak memiliki diskresi dalam penetapan tarif, dalam RUU ini diberikan kewenangan untuk menetapkan tarif pajak daerah dengan batasan tarif minimum dan maksimum. 9
Pemberian kewenangan dalam penetapan tarif akan mempermudah daerah mengaitkan pengenaan tarif dengan tingkat pelayanan (the benefit tax-link). Daerah dapat mendesain kebijakan tarif pajak untuk mencapai tujuan tertentu, seperti mengenakan tarif pajak yang tinggi untuk meningkatkan kualitas pelayanan, atau menurunkan tarif pajak untuk menarik investasi ke daerahnya. Melalui penguatan perpajakan daerah sebagaimana diuraikan di atas, struktur penerimaan daerah akan berubah dengan peningkatan peranan PAD dalam APBD secara signifikan. Diperkirakan pada tahun 2011 (tahun pertama pelaksanaan RUU ini secara efektif) peranan PAD terhadap APBD provinsi meningkat menjadi 63% dari semula 50% dalam tahun 2009, sedangkan peranan PAD kabupaten/kota akan meningkat menjadi 10% dari semula sebesar 7% dalam tahun 2009. Secara nasional peranan PAD terhadap total APBD meningkat dari 19% menjadi 24%. 10
Kondisi tersebut akan semakin baik pada tahun 2014, dengan asumsi semua daerah telah melaksanakan pemungutan pajak dan retribusi dengan menerapkan tarif maksimum yang ditetapkan sesuai ketentuan RUU ini. Peranan PAD terhadap APBD pada tahun 2014 diperkirakan akan meningkat menjadi 68% untuk provinsi dan 15% untuk kabupaten/kota. Secara nasional, peranan PAD terhadap APBD tahun 2014 diperkirakan mencapai 29% dari yang semula hanya 19%. Hadirin dan peserta sidang yang berbahagia, Penambahan pendapatan daerah tersebut harus diikuti dengan peningkatan dan perbaikan good governance & clean government, sehingga penggunaan pajak daerah dan retribusi daerah yang dipungut benar-benar bermanfaat bagi pembayar pajak dan seluruh lapisan masyarakat. Untuk memastikan hal tersebut, dalam RUU ini penerimaan beberapa jenis pajak daerah di-earmark untuk mendanai pengeluaran yang berkaitan dengan pajak yang dipungut. Sebagai contoh, hasil penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% dialokasikan untuk mendanai pembangunan dan pemeliharaan jalan serta peningkatan sarana transportasi umum. Melalui kebijakan 11
earmarking ini daerah dipacu untuk secara bertahap dan terus menerus melakukan perbaikan (sustainable development) kualitas pelayanan publik di daerahnya. Dapat pula kami sampaikan bahwa pemerintah akan segera mempersiapkan berbagai peraturan pelaksanaan yang diamanatkan dalam RUU ini, baik berupa Peraturan Pemerintah maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri dan/atau Peraturan Menteri Keuangan. Pemerintah akan melakukan koordinasi yang sebaik-baiknya untuk kelancaran persiapan dan pelaksanaan RUU yang akan kita sepakati pada hari ini. Pimpinan dan Anggota Dewan yang kami hormati, Hadirin yang berbahagia, Akhirnya, perkenankan kami, selaku wakil pemerintah, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pimpinan dan para anggota Dewan yang terhormat yang akan memberikan persetujuan terhadap RUU PDRD ini. Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada Menteri Dalam Negeri atas kerjasama yang baik sehingga seluruh proses pembahasan materi RUU ini dapat diselesaikan. Semoga apa yang telah kita lakukan senantiasa diberkati oleh Tuhan Yang Maha 12
Esa, Allah SWT, demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia. Amiin ya rabbal alamiin. Sekian dan terima kasih atas segala perhatiannya. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Jakarta, 18 Agustus 2009 a.n. Pemerintah Republik Indonesia Menteri Keuangan Republik Indonesia Sri Mulyani Indrawati 13