BAB I PENDAHULUAN dan diubah menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang. dengan kondisi dan potensi wilayahnya masing-masing.

dokumen-dokumen yang mirip
Hubungan Keuangan antara Pemerintah Daerah-Pusat. Marlan Hutahaean

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah dari sumber-sumber dalam wilayahnya sendiri yang dipungut berdasarkan

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Mardiasmo, 2009:21). digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP), pengertian belanja modal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tahun 2009 dalam pasal 1 angka 1, sebagai berikut

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sedangkan pengertian pajak menurut Marihot P. Siahaan (2010:7) adalah: 1. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara.

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan masyarakat. Semakin besar jumlah penduduk maka semakin. jawab pemerintah dalam mensejahterakan rakyatnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. untuk pengeluran umum (Mardiasmo, 2011; 1). menutup pengeluaran-pengeluaran umum (Ilyas&Burton, 2010 ; 6).

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS. yang menyelenggarakan pemerintahan (Waluyo, 2007: 2) untuk memelihara kesejahteraan secara langsung.

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG BAGI HASIL PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH UNTUK DESA

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi yang dibarengi dengan pelaksanaan otonomi daerah

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk. membayar pengeluaran umum (Mardiasmo, 2011).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pembangunan ekonomi daerah khususnya pemerintah kota merupakan

4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 42, Tambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I I TINJAUAN PUSTAKA

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN. pemerintah yang bersifat wajib (dapat dipaksakan) berdasarkan Undang-Undang

BAB II PENERIMAAN DAERAH DAN PENGALIHAN PBB-P2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMUNGUTAN PAJAK PARKIR DAN RETRIBUSI PARKIR OLEH PEMERINTAH DAERAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membentuk watak, kepercayaan atau perbuatan seseorang.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. administrasi dan fungsi Pemerintah di daerah yang dilaksanakan oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seluruh pengeluaran daerah itu. Pendapatan daerah itu bisa berupa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMUTAKHIRAN DATA PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DIREKTORAT PENDAPATAN DAERAH DIREKTORAT JENDERAL BINA KEUANGAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI

PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI PAJAK. Nur ain Isqodrin, SE., Ak., M.Acc Isqodrin.wordpress.com

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 385.TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 LANDASAN TEORI. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Andriani dalam bukunya Waluyo (2009: 2) menyatakan bahwa

DATA ISIAN SIPD TAHUN 2017 BPPKAD KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE 1 JANUARI SAMPAI DENGAN 8 JUNI 2017

PROVINSI JAWA TENGAH

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. memberikan kesempatan serta keleluasaan kepada daerah untuk menggali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. diharapkan suatu daerah otonom dapat berkembang sesuai dengan kemampuan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga

Subbag Hukum BPK Perwakilan Provinsi Sumatera Selatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah adalah salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

BUPATI SUBANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUBANG NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pajak menurut beberapa ahli antara lain :

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

Yerni Pareang Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan. Yudea Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Balikpapan

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan keuangan. Oleh karena itu, daerah harus mampu menggali potensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah harus mengupayakan agar

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KUDUS

USULAN SCOPING LAPORAN EITI 2014

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUDUS NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut M. Suparmoko (2001: 18) otonomi daerah adalah kewenangan daerah

BUPATI DUS BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

PERATURAN BUPATI ACEH TIMUR NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG INSENTIF PEMUNGUTAN PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA KUASA

BAB II LANDASAN TEORI. keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, pendapatan asli daerah didefinisikan

Kontribusi Pajak Daerah Dan Retribusi Daerah Terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) Di Kabupaten Jember

BUPATI KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

RINCIAN PENDAPATAN DAERAH TAHUN ANGGARAN 2013

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam pemerintahan suatu negara, pemerintah mempunyai peran dalam perekonomiannya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SEKILAS PAJAK DAERAH DI INDONESIA

BAB III KONTRIBUSI PENDAPATAN PAJAK PARKIR TERHADAP PENDAPATAN ASLI DAERAH DI DINAS PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET DAERAH KOTA SEMARANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN GRESIK NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI JASA UMUM

BUPATI KUDUS PERATURAN BUPATI KUDUS NOMOR 20 TAHUN 2016 PENJABARAN PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH

LAJU PERTUMBUHAN PAJAK RESTORAN, HOTEL DAN HIBURAN DALAM PAD KOTA KEDIRI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Dalam kajian pustaka ini, akan dijelaskan mengenai pengertian pajak, jenisjenis

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

I. PENDAHULUAN. Proses desentralisasi pemerintahan yang dilakukan oleh Pemerintah. daerah memberikan konsekuensi terhadap Pemerintah Daerah untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan harus dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

yang tidak perlu, mendorong kemampuan prakarsa dan kreativitas pemerintah daerah dan masyarakat daerah dalam mengejar kesejahteraan, walau dalam

BAB II TINJAUAN TENTANG PEMERINTAH DAERAH DAN PENDAPATAN ASLI DAERAH

REPUBLIK INDONESIA SURVEI STATISTIK KEUANGAN PEMERINTAH KABUPATEN / KOTA ( REALISASI APBD 2012 ) PERHATIAN

BAB I PENDAHULUAN. bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional. Tujuan lainnya untuk

BAB II LANDASAN TEORI KERANGKA PEMIKIRAN DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB III KEBIJAKAN UMUM PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 2 TINJAUAN TEORETIS DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melancarkan jalannya roda pemerintahan. Oleh karena itu tiap-tiap daerah

P E N J E L A S A N A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2000 T E N T A N G

BAB III ARAH KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

KODE REKENING PENDAPATAN KABUPATEN/KOTA

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adil dan makmur sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar pembangunan tersebut dibutuhkan dana yang cukup besar.

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan perekonomiannya, Indonesia harus meningkatkan pembangunan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peranan yang sangat penting dari keuangan daerah adalah adanya otonomi daerah.

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang No.22 Tahun 2009 dan diubah menjadi Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, dimana daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dituntut secara mandiri untuk mengatur dan melaksanakan kewenangan serta mengurus sendiri kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan kondisi dan potensi wilayahnya masing-masing. Untuk memantapkan pelaksanaan otonomi daerah serta meminimalkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat, maka salah satu upayanya adalah agar pemerintah daerah diberi kewenangan dalam bidang keuangan. Pentingnya posisi keuangan dalam penyelenggaraan pemerintahan disebabkan karena faktor keuangan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan dalam merealisasikan pelaksanaan otonomi daerah. Kemandirian dalam bidang keuangan merupakan salah satu kriteria penting untuk mengetahui kemampuan daerah secara nyata dalam mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Kemandirian dalam bidang keuangan ini dimaksudkan untuk pelaksanaan otonomi daerah yang bertumpu pada persoalan pendapatan daerah yang berasal dari berbagai jenis sumber. Artinya pendapatan daerah merupakan cerminan dari kemampuan daerah dalam melaksanakan otonomi daerah. Sesuai dengan pasal 1

2 157 dalam UU No.32 Tahun 2004, disebutkan bahwa sumber pendapatan daerah terdiri dari : a) pendapatan asli daerah (PAD), yaitu hasil dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan, lain-lain PAD yang sah; b) dana perimbangan; dan c) lain-lain pendapatan daerah yang sah. Salah satu sumber penerimaan yang signifikan bagi pembiayaan rutin untuk membangun suatu daerah yang otonom adalah sumber pembiayaan yang berasal dari PAD. PAD merupakan pendapatan pemerintah daerah yang bersumber dari aktivitas komponen sumber daya ekonomi daerah yang berpotensi untuk dikelola secara maksimal yang meliputi hasil dari penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Berdasarkan komponen PAD yang telah ditetapkan adapun komponen yang paling utama dalam memberikan kontribusinya terhadap PAD serta perlu dikelola secara maksimal adalah hasil dari pajak daerah dan retribusi daerah, karena semakin besar pajak dan retribusi daerah yang diterima oleh pemerintah daerah maka akan semakin meningkat pula PAD nya. Pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah ketentuannya diatur dalam Undang-Undang yang dikeluarkan pemerintah tentang Pajak dan Retribusi yaitu UU No.28 Tahun 2009 yang menggantikan UU No.18 Tahun 1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi. Pajak daerah merupakan kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-

3 undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Sedangkan retribusi daerah merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Pajak daerah dan retribusi daerah memang telah memberikan kontribusi signifikan dalam sumber penerimaan PAD. Akan tetapi, perannya belum cukup kuat dalam menyokong APBD secara keseluruhan. Studi yang dilakukan oleh LPEM-UI bekerja sama dengan Clean Urban Project, RTI (2000) menunjukkan walaupun pajak dan retribusi daerah menjadi pos dominan dalam PAD, tetapi sumbangan PAD terhadap APBD sangatlah kecil. Penelitian ini sekaligus membuktikan bahwa kemandirian daerah dalam membiayai pembangunan dengan PAD nya sulit dilakukan. Dengan kata lain transfer dana dari pusat (DAU, bagi hasil pajak, dan dana lain dalam pelaksanaan dekonsentrasi dan pembantuan) masih jadi penerimaan dominan dalam pembiayaan daerah (Jati, 2003). Dengan melihat pentingnya peran pajak daerah dan retribusi daerah terhadap penerimaan pendapatan asli daerah bagi daerah-daerah di Indonesia, khususnya Provinsi Kalimantan Selatan yang memiliki 11 Kabupaten dan 2 Kota yang pada akhirnya akan mempengaruhi total pendapatan daerah masing-masing daerah, maka peneliti tertarik untuk menganalisis seberapa besar kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah di seluruh Kabupaten dan Kota se Provinsi Kalimantan Selatan tersebut, dengan judul : KONTRIBUSI PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH

4 TERHADAP PENERIMAAN PENDAPATAN ASLI DAERAH SELURUH KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang diuraikan, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Seberapa besar kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap penerimaan PAD seluruh Kabupatern dan Kota yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan? 2. Kabupaten dan Kota manakah yang paling besar memberikan kontribusi bagi penerimaan PAD pemerintah daerahnya masing-masing.? 1.3 Batasan Masalah Agar penelitian ini dapat memberikan pemahaman yang sesuai dengan yang diharapkan, maka penulis hanya menitikberatkan pada masalah kinerja keuangan tentang kontribusi dari pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah Kabupaten dan Kota se Provinsi Kalimantan Selatan, dengan data Realisasi APBD pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010.

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1. Pengertian Pajak Menurut Undang - Undang Nomor 28 Pasal 1 Tahun 2007 yaitu Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang sifatnya memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian pajak yang dikemukakan oleh beberapa para ahli diantaranya adalah sebagai berikut Waluyo (2007:2) : 1. Feldman : Pajak adalah prestasi yang dipaksakan sepihak oleh dan terutang kepada pengusaha (menurut norma-norma yang ditetapkannya secara umum), tanpa adanya kontraprestasi, dan semata-mata digunakan untuk menutup pengeluaran-pengeluaran umum. 2. Smeets : Pajak adalah prestasi kepada pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum, dan yang dapat dipaksakannya, tanpa adanya kontraprestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal yang individual,dimaksudkan untuk membiayai pengeluaran pemerintah. 3. Soeparman Soemahamidjaja : Pajak adalah iuran wajib berupa uang atau barang yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. 4. Rochmat Soemitro, S.H. : Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa ada unsurunsur yang melekat dalam pajak, diantaranya sebagai berikut : 1. Iuran wajib dari rakyat (orang pribadi maupun badan) kepada negara; 2. pembayarannya harus berdasarkan undang-undang;

6 3. sifatnya dapat dipaksakan; 4. tidak adanya kontraprestasi (jasa timbal balik) secara langsung kepada pembayar pajak; 5. digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang bermanfaat bagi masyarakat luas. 2.1.2. Fungsi Pajak Menurut Suandy (2009:13) pajak mempunyai dua fungsi, yaitu : 1. Fungsi Finansial (Budgetair) Fungsi budgetair/finansial yaitu memasukkan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara, dengan tujuan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Dengan kata lain pajak mempunyai fungsi sebagai sumber dana bagi pemerintah yang diperuntukkan untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya. 2. Fungsi Mengatur (Regulerend) Fungsi regulerend/mengatur yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik di bidang ekonomi, sosial, maupun politik dengan tujuan tertentu. Contohnya pajak yang dikenakan terhadap minuman keras tarif yang ditetapkan lebih tinggi dikarenakan agar dapat mengurangi konsumsi minuman keras. Demikian pula terhadap barang mewah, dikarenakan agar mengurangi gaya hidup yang konsumtif. 2.1.3. Asas Pemungutan Pajak Asas-asas pemungutan pajak sebagaimana dikemukakan oleh Adam Smith dalam bukunya yang berjudul An Inquiri into the Nature and Cause of the Wealth of Nations pada abad ke-18 menyatakan bahwa pemungutan pajak didasarkan pada, (Suandy, 2009 : 27) : 1. Equality Pembebanan pajak di antara subjek pajak hendaknya seimbang dengan kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmatinya di bawah perlindungan pemerintah. Dalam hal ini, suatu negara tidak diperbolehkan mengadakan diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak.

7 Maksudnya, dalam keadaan yang sama Wajib Pajak harus diperlakukan sama dan dalam keadaan berbeda Wajib Pajak harus diperlakukan berbeda. 2. Certainty Pajak yang dibayar oleh Wajib Pajak harus jelas dan tidak mengenal kompromi. Dalam asas ini kepastian hukum yang diutamakan adalah mengenai subjek pajak, objek pajak, tarif pajak dan ketentuan mengenai pembayarannya. 3. Convenience of Payment Pajak hendaknya dipungut pada saat yang tidak menyulitkan Wajib Pajak untuk membayarnya, yaitu saat yang paling dekat dengan saat Wajib Pajak menerima penghasilan/keuntungan. 4. Economic of Collections Pemungutan pajak hendaknya dilakukan sehemat dan seefisien mungkin, jangan sampai biaya pemungutan pajak lebih besar dari penerimaan pajak itu sendiri, karena pemungutan pajak tidak akan ada artinya kalau biaya yang dikeluarkan lebih besar dari penerimaan pajak yang akan diperoleh. 2.1.4. Pembagian Pajak Menurut Golongan, Sifat, dan Pemungutnya Pajak yang dipungut dapat dikelompokkan dalam berbagai kelompok (Mardiasmo, 2009 : 5) : 1. Menurut golongannya a. Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Sebagai contoh pajak penghasilan. b. Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Sebagai contoh pajak pertambahan nilai. 2. Menurut sifatnya a. Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan. b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3. Menurut lembaga pemungutnya a. Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. b. Pajak, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terdiri atas pajak Propinsi contohnya Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak

8 Bahan Bakar Kendaraan Bermotor dan Pajak Kabupaten/Kota, contohnya Pajak Hotel, Pajak Restoran, dan Pajak Hiburan. 2.1.5. Syarat Pemungutan Pajak Menurut Mardiasmo (2009 : 2) untuk menghindari hambatan atau perlawanan dalam pemungutan pajak, maka pemungutan pajak harus memenuhi syarat-syarat dibawah ini : 1. Syarat Keadilan Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundang-undangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi Wajib Pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Majelis pertimbangan Pajak. 2. Syarat Yuridis Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang. Di Indonesia pajak diatur dalam UUD 1945 pasal 23 ayat 2. Hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan, baik bagi negara maupun masyarakat. 3. Syarat Ekonomis Pemungutan pajak tidak boleh mengganggu perekonomian dalam hal kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan. 4. Syarat Finansiil Pemungutan pajak harus efisien, dimana sesuai dengan fungsi budgetair yaitu biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. 2.1.6. Pendapatan Asli Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan dan Undang-Undang No.33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan menetapkan bahwa penerimaan daerah dalam desentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan. Pendapatan daerah bersumber dari 3 (tiga) kelompok, yaitu : 1. Pendapatan Asli (PAD) 2. Dana Perimbangan

9 3. Lain-lain Pendapatan yang sah Pendapatan asli daerah merupakan salah satu komponen terpenting dari sumber-sumber pendapatan daerah yang lain, karena semakin tinggi penerimaan keuangan yang berasal dari pendapatan asli daerah maka akan dinilai semakin tinggi pula kemampuan daerah tersebut dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Pendapatan asli daerah adalah penerimaan yang berasal dari sumber-sumber dalam wilayah daerahnya sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sumber pendapatan asli daerah meliputi hasil dari pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan dan lainlain PAD yang sah (Halim, 2008) : 1. Pajak daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari pajak. Jenis pajak daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undangundang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. 2. Retribusi daerah merupakan pendapatan daerah yang berasal dari retribusi. Jenis retribusi daerah dirinci menurut obyek pendapatan sesuai dengan undang-undang tentang pajak daerah dan retribusi daerah. 3. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan merupakan penerimaan daerah yang berasal dari pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan. Jenis pendapatan ini dirinci menurut objek pendapatan yang mencakup : a. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/bumd. b. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik negara/bumn. c. Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok usaha masyarakat. 4. Lain-lain Pendapatan Asli yang Sah merupakan penerimaan daerah yang berasal dari lain-lain milik pemerintah daerah. Jenis pendapatan ini meliputi objek pendapatan berikut : a. Hasil penjualan aset daeraha yang tidak dipisahkan. b. Jasa giro. c. Pendapatan bunga. d. Penerimaan atas tuntutan ganti kerugian daerah.

10 e. Penerimaan komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibatdari penjualan, pengadaan barang, dan jasa oleh daerah. f. Penerimaan keuangan dari selisih nilai tukar rupiahterhadap mata uang asing. g. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan. h. Pendapatan denda pajak. i. Pendapatan denda retribusi. j. Pendapatan hasil eksekusi atas jaminan. k. Pendapatan dari pengembalian. l. Fasilitas social dan umum. m. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan. n. Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. 2.1.7. Pajak 2.1.7.1. Pengertian Pajak Menurut UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi yang merupakan pengganti dari UU No.18 Tahun 1997 dan UU No.34 Tahun 2000 tentang Pajak dan Retribusi sebagaimana telah diubah dengan UU No.34 Tahun 2000 tentang perubahan atas UU No.18 Tahun 1997 tentang Pajak dan Retribusi, pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. 2.1.7.2. Jenis-jenis Pajak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Dan Retribusi yang merupakan undang-undang terbaru yang mengatur tentang pajak daerah dan retribusi daerah

11 menggantikan UU No. 18/1997 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 34/2000, jenis-jenis pajak daerah dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu : 1. Berikut adalah yang termasuk dalam Pajak Provinsi : a. Pajak Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor. b. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas penyerahan hak milik kendaraan bermotor sebagai akibat perjanjian dua pihak atau perbuatan sepihak atau keadaan yang terjadi karena jual beli, tukar menukar, hibah, warisan, atau pemasukan ke dalam badan usaha. c. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yaitu pajak atas penggunaan bahan bakar kendaraan bermotor. d. Pajak Air Permukaan, yaitu pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air permukaan. e. Pajak Rokok, yaitu pungutan atas cukai rokok yang dipungut oleh Pemerintah. 2. Berikut adalah yang termasuk dalam Pajak Kabupaten/Kota: a. Pajak Hotel, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh hotel. Hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan / peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran. b. Pajak Restoran, yaitu pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran adalah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran. c. Pajak Hiburan, yaitu pajak atas penyelenggara hiburan. Hiburan adalah semua jenis tontonan, pertunjukan, permainan, dan/atau keramaian yang dinikmati dengan dipungut bayaran. d. Pajak Reklame, yaitu pajak atas penyelenggaraan reklame. Reklame adalah benda, alat, perbuatan, atau media yang bentuk dan corak ragamnya dirancang untuk tujuan komersial memperkenalkan, menganjurkan, mempromosikan, atau untuk menarik perhatian umum terhadap barang, jasa, orang atau badan yang dapat dinikmati oleh umum. e. Pajak Penerangan Jalan, adalah pajak atas penggunaan tenaga listrik, baik yang dihasilkan sendiri maupun diperoleh dari sumber lain. f. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan, yaitu pajak atas kegiatan pengambilan mineral bukan logam dan batuan, baik dari sumber alam di dalam dan/atau permukaan bumi untuk dimanfaatkan. g. Pajak Parkir, yaitu pajak ataas penyelenggaraan tempat parkir di luar badan jalan, baik yang disediakan berkaitan dengan pokok usaha maupun yang disediakan sebagai suatu usaha, termasuk penyediaan tempat penitipan kendaraan bermotor.

12 h. Pajak Air Tanah, yaitu pajak atas pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. i. Pajak Sarang Burung Walet, yaitu pajak atas kegiatan pengambilan dan/atau pengusahaan sarang burung walet. j. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan, yaitu pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh pribadi atau Badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan. k. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, yaitu pajak atas perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. 2.1.7.3. Tarif Pajak Penetapan tarif pajak daerah telah diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi, berikut adalah tarif pajak yang termasuk dalam Pajak Provinsi dan Pajak Kabupaten/Kota : 1. Pajak Kendaraan Bermotor Tarif Pajak Kendaraan Bermotor pribadi, untuk kepemilikan kendaraan bermotor pertama paling rendah sebesar 1% dan paling tinggi sebesar 2%; untuk kepemilikan kendaraan bermotor kedua dan seterusnya tarif ditetapkan secara progresif paling rendah 2% dan paling tinggi sebesar 10%.Tarif Pajak Kendaraan Bermotor angkutan umum dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan Peraturan, ditetapkan paling rendah sebesar 0,5% dan paling tinggi sebesar 1%. Tarif Pajak Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar ditetapkan paling rendah sebesar 0,1% dan paling tinggi sebesar 0,2%. 2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor Tarif Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi masing-masing untuk penyerahan pertama sebesar 20% sedangkan penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 1%. Khusus untuk kendaraan bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar yang tidak menggunakan jalan umum, tarif pajak ditetapkan paling tinggi masing-masing untuk penyerahan pertama sebesar 0,75% sedangkan penyerahan kedua dan seterusnya sebesar 0,075%. 3. Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor Tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor ditetapkan paling tinggi sebesar 10%, khusus untuk bahan bakar kendaraan umum dapat ditetapkan paling sedikit 50% lebih rendah dari tarif Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor pribadi.

13 4. Pajak Air Permukaan Tarif Pajak Air Permukaan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% 5. Pajak Rokok Tarif Pajak Rokok ditetapkan sebesar 10% dari cukai rokok 6. Pajak Hotel Tarif Pajak Hotel ditetapkan paling tinggi sebesar 10% 7. Pajak Restoran Tarif Pajak Restoran ditetapkan paling tinggi sebesar 10% 8. Pajak Hiburan Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35%, khusus untuk hiburan berupa pagelaran busana dan sebagainya tarif pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 75%, sedangkan untuk hiburan kesenian rakyat/tradisional, tarif pajak ditetapkan paling tinggi sebesar 10%. 9. Pajak Reklame Tarif Pajak Reklame ditetapkan paling tinggi sebesar 25% 10. Pajak Penerangan Jalan Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 10%.Penggunaan tenaga listrik dari sumber lain oleh industri, pertambangan minyak bumi dan gas alam, Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 3%, untuk penggunaan tenaga listrik yang dihasilkan sendiri, Tarif Pajak Penerangan Jalan ditetapkan paling tinggi sebesar 1,5%. 11. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan Tarif Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan ditetapkan paling tinggi sebesar 25% 12. Pajak Parkir Tarif Pajak Parkir ditetapkan paling tinggi sebesar 30% 13. Pajak Air Tanah Tarif Pajak Air Tanah ditetapkan paling tinggi sebesar 20% 14. Pajak Sarang Burung Walet Tarif Pajak Sarang Burung Walet ditetapkan paling tinggi sebesar 10% 15. Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan Tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan ditetapkan paling tinggi sebesar 0,3% 16. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan Tarif Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan ditetapkan paling tinggi sebesar 5%. 2.1.8. Retribusi 2.1.8.1. Pengertian Retribusi Sesuai dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia saat ini penarikan retribusi hanya dapat dipungut oleh pemerintah daerah.

14 Jadi, retribusi yang dipungut di Indonesia dewasa ini adalah retribusi daerah. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak daerah dan retribusi daerah, retribusi daerah adalah pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan diberikan oleh Pemerintah untuk kepentingan orang pribadi atau Badan. Retribusi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Retribusi merupakan pungutan yang dipungut berdasarkan undangundang dan peraturan daerah yang berkenaan. 2. Hasil penerimaan retribusi masuk ke kas pemerintah daerah. 3. Pihak yang membayar retribusi mendapatkan kontra prestasi (balas jasa) secara langsung dari pemerintah daerah atas pembayaran yang dilakukannya. 4. Retribusi terutang apabila ada jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang dinikmati oleh orang atau badan. 5. Sanksi yang dikenakan pada retribusi adalah sanksi secara ekonomis, yaitu yang tidak membayar retribusi, tidak akan memperoleh jasa yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah. 2.1.8.2 Jenis-Jenis Retribusi Berlakunya undang-undang pajak daerah dan retribusi daerah yang baru disatu sisi memberikan keuntungan daerah dengan adanya sumber-sumber pendapatan baru, namun disisi lain ada beberapa sumber pendapatan asli daerah yang harus dihapus karena tidak boleh

15 lagi dipungut oleh daerah, terutama berasal dari retribusi daerah. Menurut UU Nomor 28 Tahun 2009 secara keseluruhan terdapat 30 jenis retribusi yang dapat dipungut oleh daerah yang dikelompokkan ke dalam 3 golongan retribusi, yaitu retribusi jasa umum, retribusi jasa usaha, dan retribusi perizinan tertentu. a) Retribusi Jasa Umum, yaitu pelayanan yang disediakan atau diberikan pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Jenis retribusi jasa umum adalah : 1) Retribusi layanan kesehatan; 2) Retribusi pelayanan persampahan/kebersihan; 3) Retribusi penggantian biaya cetak KTP dan akta catatan sipil; 4) Retribusi pelayanan pemakaman dan pengabuan mayat; 5) Retribusi pelayanan parkir di tepi jalan umum; 6) Retribusi pelayanan pasar; 7) Retribusi pengujian kendaraan bermotor; 8) Retribusi pemeriksaan alat pemadam kebakaran; 9) Retribusi penggantian biaya cetak peta; 10) Retribusi penyediaan/penyedotan kakus; 11) Retribusi pengolahan limbah cair; 12) Retribusi pelayanan tera/tera ulang; 13) Retribusi pelayanan pendidikan; 14) Retribusi pengendalian menara telekomunikasi. b) Retribusi Jasa Usaha adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa usaha yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jenis retribusi jasa usaha yakni: 1) Retribusi pemakaian kekayaan daerah; 2) Retribusi pasar grosir/pertokoan; 3) Retribusi tempat pelelangan; 4) Retribusi terminal; 5) Retribusi tempat khusus parkir; 6) Retribusi tempat penginapan/pesanggrahan/villa; 7) Retribusi rumah potong hewan; 8) Retribusi pelayanan kepelabuhanan; 9) Retribusi tempat rekreasi dan olahraga; 10) Retribusi penyeberangan di air; 11) Retribusi penjualan produksi usaha daerah. c) Retribusi Perizinan Tertentu adalah pungutan daerah sebagai pembayaran atas pemberian izin tertentu yang khusus diberikan oleh

16 pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan. Jenis retribusi perizinan tertentu yakni : 1) Retribusi izin mendirikan bangunan; 2) Retribusi tempat penjualan minuman beralkohol; 3) Retribusi izin gangguan; 4) Retribusi izin trayek; 5) Retribusi izin usaha perikanan. 2.1.8.3. Prinsip dan Sasaran Penetapan Tarif Retribusi Prinsip dan sasaran penetapan tarif jenis retribusi sebagai berikut (Mardiasmo, 2009:17) : 1) Retribusi jasa umum berdasarkan kebijakan daerah dengan memperhatikan biaya penyediaan jasa yang bersangkutan, kemampuan masyarakat, dan aspek keadilan; 2) Retribusi jasa usaha berdasarkan pada tujuan untuk memperoleh keuntungan yang layak sebagaimana keuntungan yang pantas diterima oleh pengusaha swasta sejenis yang beroperasi secara efisien dan berorientasi pada harga pasar; 3) Retribusi perizinan tertentu, berdasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan pemberian izin yang bersangkutan. 2.1.9. Peranan Pajak dan Retribusi dalam PAD Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Permasalahan yang dihadapi oleh pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah, yang merupakan salah satu komponen dari PAD, adalah belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan (Sidik, 2002).

17 Dengan adanya kebijakan mengenai pemungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang terus dikembangkan dan disempurnakan oleh pemerintah dewasa ini, sangat diharapkan bahwa kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah dimasa yang akan datang memiliki kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah, khususnya pendapatan asli daerah demi kelancaran pembiayaan untuk penyelenggaraan dan pembangunan daerah yang otonom. 2.1.10. Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi. provinsi terbagi lagi menjadi daerah kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Menurut pasal 1 ayat (2) UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan, pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintah oleh Pemerintah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan pemerintah pusat dan dengan pemerintahan daerah lainnya. Hubungan tersebut meliputi hubungan wewenang, keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya yang menimbulkan hubungan administrasi dan kewilayahan antarsusunan

18 pemerintahan. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam, dan sumber daya lainnya dilaksanakan secara adil dan selaras. 2.1.10.1. Pemerintah Kabupaten/Kota Kabupaten adalah pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi. Pemerintahan kabupaten terdiri atas pemerintah kabupaten dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) kabupaten. Struktur pemerintahan di daerah kabupaten terdiri dari kecamatan, kelurahan dan desa. Kecamatan dan kelurahan merupakan bagian dari pemerintah daerah kabupaten yang menyatu dalam hal pembuatan kebijakan dan anggaran dengan pemerintah daerah, sementara Desa merupakan daerah otonom tersendiri di wilayah daerah kabupaten, sehingga memiliki anggaran sendiri. Kota juga merupakan pembagian wilayah administratif di Indonesia setelah provinsi, yang dipimpin oleh seorang walikota. Pemerintahan kota terdiri atas pemerintah kota dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) kota. Dahulu di Indonesia istilah kota dikenal dengan daerah tingkat II kotamadya. Sejak diberlakukannya Undang Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan (yang kemudian digantikan oleh Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan ), istilah daerah tingkat II kotamadya pun diganti dengan kota saja. Untuk daerah kota, struktur pemerintahan yang dibentuk adalah terdiri dari kecamatan dan kelurahan.

19 2.1.10.2. Perbedaan Karakteristik Kabupaten dan Kota Kabupaten dan kota merupakan daerah yang memiliki kewenangan serta tingkat yang sama dalam urusan pemerintahan daerah. Akan tetapi daerah kabupaten dan daerah kota merupakan daerah otonom yang tersendiri di wilayah daerah provinsi. Memiliki kewenangan serta tingkat yang sama bukan berarti tidak ada perbedaan diantara kedua daerah tersebut. Berikut ini beberapa perbedaan karakteristik antara daerah kabupaten dan daerah kota yang dapat dilihat sebagai pembeda dari keduanya, diantaranya dari aspek luas wilayah, kependudukan, mata pencaharian penduduk, struktur pemerintahan, sosial budaya, dan perekonomian. Tabel 2.1 Perbedaan Karakteristik antara Kabupaten dan Kota Dilihat dari aspek Kabupaten Kota Luas Wilayah relatif lebih luas lebih sempit Kependudukan kepadatan penduduk lebih rendah kepadatan penduduk lebih tinggi Mata Pencaharian Penduduk didominasi oleh sektor pertanian didominasi oleh sektor industri, perdagangan Struktur Pemerintahan Sosial Budaya Perekonomian dibentuk kecamatan, kelurahan, dan desa, akan tetapi desa merupakan daerah otonom tersendiri di wilayah daerah kabupaten memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan, serta pelayanan publik yang cukup baik rata-rata Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) lebih rendah sehingga berimplikasi pada proporsi sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan jasa dibentuk kecamatan dan kelurahan tingkat pendidikan dan kesehatan, serta pelayanan publiknya lebih tinggi dari kab aktivitas ekonomi dan pendapatan (income) lebih besar Sumber : http://eddyyusran.blogspot.com/2012/05/beberapa-perbedaankarakteristik-antara.html, diakses 16 April 2013

20 2.2 Review Penelitian Terdahulu Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut : No. Nama Peneliti 1. A.Waluya Jati (2003) 2. Mohd. Rangga Diza (2009) 3. Reza Adinardo (2012) Judul Penelitian Peranan Pajak dan Retribusi Terhadap Pendapatan Asli (PAD) di Jawa Timur (Studi Pada Setiap di Tingkat II di Jawa Timur). Pajak dan Retribusi Terhadap Pendapatan Asli di Provinsi Sumatera Utara Peranan Pajak dan Retribusi Dalam Rangka Pembiayaan Pembangunan Di Lampung Utara. Hasil Penelitian Peranan pajak dan retribusi daerah terhadap PAD di kabupaten/kota di Jawa Timur tahun 1998-2002 cukup dominan dengan rata-rata prosentase diatas 60% serta peranan dan kontribusi tersebut tidak berbeda secara signifikan antara kelima wilayah di Jawa Timur. Hasil analisis menujukkan bahwa pajak daerah dan retribusi daerah memiliki kontribusi signifikan positif terhadap PAD kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Utara. Masih terdapat hambatan dalam pelaksanaan perolehan Pajak dan Retribusi antara lain: Kurangnya kesadaran wajib Pajak dan Retribusi dalam melakukan pembayaran Pajak dan Retribusi, Kemampuan dan keterampilan pegawai yang belum merata. Akan tetapi, jelas bahwa Pajak dan Retribusi mempunyai peranan dalam pelaksanaan Pembangunan, karena hasil penerimaan dari Pajak dan Retribusi di Kabupaten Lampung Utara Provinsi Lampung seluruhnya dipergunakan untuk membiayai penyelenggaraan daerah dan menunjang pelaksanaan Pembangunan. Namun

21 demikian kontribusi pajak dan retribusi daerah terhadap APBD masih sangat kecil yaitu masih di bawah 10 % dari realisasi APBD Kabupaten Lampung Utara. 2.3 Kerangka Penelitian Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah dan tinjauan pustaka yang diuraikan,maka digambarkan alur kerangka penelitian ini adalah sebagai berikut : Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja (APBD) Pemerintah Kabupaten/Kota Pendapatan Asli (PAD) PAD Kabupaten PAD Kota Pajak Retribusi Pajak Retribusi terhadap PAD (H1) terhadap PAD (H2) Analisis Kesimpulan Bagan 2.1 Kerangka Pemikiran

22 BAB III TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan masalah yang di ajukan, tujuan dari penelitian ini yaitu : 1. Untuk menganalisis kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap penerimaan PAD seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan 2. Untuk menganalisis Kabupaten dan Kota manakah yang paling besar memberikan kontribusi bagi penerimaan PAD di pemerintah daerahnya masing-masing 3.2. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini Peneliti berharap dapat memberikan manfaat, yaitu : 1). Bagi Lembaga Akademik Dapat meningkatkan minat bagi peneliti-peneliti selanjutnya sehingga dapat mengembangkan penelitian di masa mendatang. 2). Bagi Pemerintah Dapat dilihat Kabupaten dan Kota mana yang ada Di Provinsi Kalimantan Selatan yang memberikan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah yang terbesar terhadap sumber penerimaan PAD. Selain itu juga, dapat menjadi masukan bagi Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka untuk meningkatkan kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap Pendapatan Asli.

23 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Ruang Lingkup Penelitian 4.1.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini bersifat kuantitatif. Dalam penelitian ini akan memberikan gambaran suatu data mengenai kontribusi penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah terhadap PAD seluruh Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. 4.1.2. Objek Penelitian Objek dalam penelitian ini yaitu kontribusi dari pajak daerah terhadap pendapatan asli daerah serta kontribusi dari retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah. 4.2. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi sekaligus sampel dalam penelitian ini adalah pemerintah daerah seluruh kabupaten dan kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Kabupaten/Kota yang ada di Provinsi Kalimantan Selatan berjumlah 13 kabupaten/kota, yang terbagi atas 11 kabupaten dan 2 kota, yaitu Kabupaten Balangan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tapin, Kota Banjarbaru dan Kota Banjarmasin. Kabupaten dan Kota di Provinsi Kalimantan Selatan yang wilayahnya dominan pada daerah dataran tinggi dan dataran rendah memiliki potensi daerah

24 dan sumber daya alam yang cukup besar sebagai sumber pendapatan asli daerah. Secara keseluruhan potensi daerah yang dimiliki masing-masing daerah kabupaten dan kota relatif homogen yang dimana sumber potensi daerah tersebut terdapat diberbagai sektor antara lain sektor pertanian, perikanan dan kelautan, perkebunan, kehutanan, peternakan, pertambangan, dan jasa. 4.3. Jenis dan Sumber Data 4.3.1. Jenis Data a. Data kuantitatif, meliputi data dalam bentuk angka. Data kuantitatif yang diperlukan dalam penelitian ini yaitu data laporan realisasi APBD kabupaten dan kota di provinsi Kalimantan Selatan selama 3 tahun (2008-2010). b. Data kualitatif, meliputi data bukan dalam bentuk angka melainkan data yang berkaitan dengan gambaran umum dari objek penelitian serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian. 4.3.2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini merupakan data sekunder. Data sekunder mengacu pada informasi yang dikumpulkan oleh seseorang yang dapat diakses melalui internet, penelusuran dokumen, ataupun publikasi informasi (Sekaran, 2006:65). Data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa dokumen realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja, publikasi dari Pemerintah, literatur serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pajak daerah dan retribusi daerah.

25 4.4. Definisi Operasional Variabel 1. pajak daerah terhadap PAD Pajak daerah merupakan penerimaan pemerintah daerah dari masyarakat (orang pribadi atau badan) yang pemungutannya bersifat memaksa tanpa adanya kontraprestasi secara langsung. pajak daerah merupakan sumbangan realisasi dari penerimaan pajak daerah terhadap besarnya pendapatan asli daerah yang diterima. pajak daerah diukur dengan cara membandingkan realisasi dari penerimaan pajak daerah terhadap realisasi pendapatan asli daerah. 2. retribusi daerah terhadap PAD Retribusi daerah merupakan penerimaan pemerintah daerah dari masyarakat dengan adanya kontraprestasi secara langsung kepada si pembayar. retribusi daerah merupakan sumbangan realisasi dari penerimaan retribusi daerah terhadap besarnya pendapatan asli daerah yang diterima. retribusi daerah diukur dengan cara membandingkan realisasi dari penerimaan retribusi daerah terhadap realisasi pendapatan asli daerah. 3. Pendapatan Asli (PAD) merupakan pendapatan pemerintah daerah yang bersumber dari aktivitas komponen sumber daya ekonomi daerah yang berpotensi untuk dikelola secara maksimal yang meliputi hasil penerimaan pajak daerah, retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan serta lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Jati, 2003).

26 4.5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data untuk data sekunder dilakukan dengan teknik dokumentasi, yaitu pengumpulan informasi yang diperoleh dari berbagai media seperti literatur, laporan, peraturan, artikel, dan lain-lain. Untuk data laporan realisasi APBD kabupaten dan kota diperoleh melalui hasil pengelolaan pihak kedua. 4.6. Teknik Analisis Data Setelah data sekunder diperoleh, data tersebut akan diolah membuat klasifikasi dan perhitungan data persentase kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah selama 3 tahun (2008 2010).

27 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Selatan Provinsi Kalimantan Selatan dengan ibukotanya Banjarmasin terletak di sebelah selatan pulau Kalimantan memiliki kawasan dataran rendah di bagian barat dan pantai timur, serta dataran tinggi yang dibentuk oleh Pegunungan Meratus di tengah. Provinsi Kalimantan Selatan secara geografis terletak di antara 114 19" 33" BT - 116 33' 28 BT dan 1 21' 49" LS - 1 10" 14" LS memiliki batas-batas wilayah administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara Sebelah Timur Sebelah Selatan Sebelah Barat : Provinsi Kalimantan Timur : Selat Makasar : Laut Jawa : Provinsi Kalimantan Tengah Berdasarkan letak tersebut, luas wilayah Provinsi Kalimantan Selatan secara keseluruhan sebesar 37.377,53 km² atau hanya 6,98% dari luas Pulau Kalimantan. Secara administratif wilayah Kalimantan Selatan meliputi 11 kabupaten dan 2 kota, yaitu Kabupaten Balangan, Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten Tabalong, Kabupaten Tanah Bumbu, Kabupaten Tanah Laut, Kabupaten Tapin, Kota Banjarbaru dan Kota Banjarmasin. Persentase luas tertinggi adalah Kabupaten

28 Kotabaru (25,11%), Kabupaten Tanah Bumbu (13,50%) dan terendah adalah Kota Banjarmasin (0,19%) dan Kota Banjarbaru (0,98%). 5.2. Hasil Penelitian 5.2.1 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten/Kota Sebelum membahas hasil perhitungan data persentase kontribusi pajak daerah dan retribusi daerah terhadap pendapatan asli daerah seluruh kabupaten dan kota, berikut adalah data realisasi komponen Pendapatan Asli (PAD) tahun 2008-2010. Tabel 5.1 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Tapin Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 15.830.862.990 18.823.719.509 20.737.650.856 Pajak 1.932.403.285 2.259.062.534 2.766.463.020 Retribusi 5.414.682.380 5.578.788.582 7.429.303.999 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 1.123.940.050 1.354.755.725 1.799.724.723,93 Lain-lain PAD yang Sah 7.359.837.275 9.641.112.688 8.742.159.113 Sumber : Data APBD yang diolah kembali Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kabupaten Tapin selama 3 (tiga) tahun terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2009 terjadi kenaikan sebesar Rp. 2.992.856.519 atau sebesar 19% dibandingkan pada tahun 2008. Sedangkan tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar Rp. 1.913.931.347 atau sebesar 10% dibandingkan dengan tahun 2009.

29 Tabel 5.2 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Hulu Sungai Selatan Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 22.331.666.402,39 28.152.513.660,00 27.931.097.811,00 Pajak 2.453.761.818,00 2.678.584.679,00 2.954.243.573,00 Retribusi 6.771.525.260,00 6.606.746.517,00 13.797.225.638,00 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 2.194.650.586,00 2.711,832.924,00 3.723.345.493,00 Lain-lain PAD yang Sah 10.911.728.738,39 16.155.349.540,00 7.456.283.107,00 Sumber : Data APBD yang diolah kembali Dari tabel di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kabupaten Hulu Sungai Selatan selama 3 (tiga) tahun berfluktuasi, dimana pada tahun 2009 meningkat sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan. PAD tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp. 5.820.847.257,61 atau sebesar 26% dibandingkan pada tahun 2008. Sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan sebesar Rp. 221.415.849,- atau turun sebesar 1% dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.3 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Hulu Sungai Tengah Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 23.157.388.710 29.233.575.246,48 31.047.807.718,28 Pajak 2.520.717.777 2.656.529.047 2.749.165.393 Retribusi 4.836.163.559 8.804.165.926 7.734.760.112 Hasil Pengelolaan Kekayaan 3.485.284.053 3.443.777.035 3.906.545.333,28 yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah 12.315223321 14329.103.238 16.657.336.880 Sumber : Data APBD yang diolah kembali Dari tabel di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kabupaten Hulu Sungai Tengah selama 3 (tiga) tahun terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2009

30 mengalami kenaikan sebesar Rp. 6.076.186.536,48 atau sebesar 26% dibandingkan pada tahun 2008, sedangkan tahun 2010 sebesar Rp. 1.814.232.471,80 atau naik sebesar 6 % dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.4 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Hulu Sungai Utara Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 22.741.200.771 25.495.508.761 25.130986.503 Pajak 2.112.508.617 2.851.535.106 2.578.097.190 Retribusi 8.768.651.292 10.820.852.263 10.558.255.814 Hasil Pengelolaan Kekayaan 2.102.290.929 2.880.909.148 4.287.313.051 yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah 9.757.749.933 8.942.212.244 7.707.320.448 Sumber : Data APBD yang diolah kembali Tabel di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kabupaten Hulu Sungai Utara selama 3 (tiga) tahun berfluktuasi, dimana pada tahun 2009 meningkat sedangkan pada tahun 2010 mengalami penurunan. PAD tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp. 2.754.307.990,- atau sebesar 12% dibandingkan pada tahun 2008. Sedangkan tahun 2010 mengalami penurunan sebesar Rp. 364.522.258,- atau turun sebesar 1% dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.5 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Tabalong Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 27.812.376.986 24.879.970.534 31.131.903.436,67 Pajak 13.438.904.689 5.954.002.244 4.879.238.721 Retribusi 5.191.716.248 7.083.544.439 12.153.667.223 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 2.292.137.038 3.096.080.729 4.076.472.214,63 Lain-lain PAD yang 6.889.619.010 8.746.343.062 10.022.525.278,04 Sah Sumber : Data APBD yang diolah kembali

31 Tabel di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kabupaten Tabalong selama 3 (tiga) tahun berfluktuasi, dimana pada tahun 2009 menurun sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan. PAD tahun 2009 mengalami penurunan sebesar Rp. 2.932.406.452,- atau sebesar 11% dibandingkan pada tahun 2008. Sedangkan tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar Rp. 6.251.932.902,67,- atau naik sebesar 25% dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.6 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Balangan Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 12.837.961.912 17.379.556.775,30 21.904.999.213 Pajak 1.054.949.255 1.999.043.778 1.104.566.224 Retribusi 768.562.425 1.678.672.822 2.356.047.381 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 624.663.566 793.235.161 2.371.065.908 Lain-lain PAD yang 10.389.786.676 12.908.605.014 16.071.319.702 Sah Sumber : Data APBD yang diolah kembali Dari Tabel 5.6. di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kabupaten Balangan selama 3 (tiga) tahun terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp. 4.541.594.863,30 atau sebesar 35% dibandingkan pada tahun 2008, sedangkan tahun 2010 naik sebesar Rp. 4.525.442.437,70 atau sebesar 26 % dibandingkan dengan tahun 2009.

32 Tabel 5.7 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kota Banjarmasin Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 64.995.580.605 67.765.852.500 80.510.646.971 Pajak 37.150.861.882 39.254.332.892 42.962.620.588 Retribusi 12.315.715.332 12.855.435.512 18.207.136.373 Hasil Pengelolaan Kekayaan 2.848.519.646 6.158.596.240 9.248.344.791 yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah 12.680.483.745 9.497.487.856 10.092.545.219 Sumber : Data APBD yang diolah kembali Berdasarkan Tabel 5.7. di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kota Banjarmasin selama 3 (tiga) tahun terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp.2.770.271.895,- atau sebesar 4% dibandingkan pada tahun 2008, sedangkan tahun 2010 naik sebesar Rp. 12.744.794.471,- atau sebesar 19 % dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.8 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kota Banjarbaru Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 23.928.790.036 24.779.987.040 28.461.028.114 Pajak 8.142.642.284 8.065.440.347 8.464.044.434 Retribusi 9.298.910.944 10.952.648.350 14.316.509.320 Hasil Pengelolaan Kekayaan 848.028.100 996.762.345 1.754.860.845 yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah 5.639.208.708 4.765.135.998 3.925.813.514,77 Sumber : Data APBD yang diolah kembali Berdasarkan Tabel 5.8. di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kota Banjarbaru selama 3 (tiga) tahun terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp. 851.197.004,00,- atau sebesar 4% dibandingkan

33 pada tahun 2008, sedangkan tahun 2010 naik sebesar Rp. 3.681.041.074,00,- atau sebesar 15 % dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.9 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Banjar Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 34.559.897.305 37.364.158.584 49.301.392.325 Pajak 4.825.078.793 6.640.453.760 8.036.345.640 Retribusi 13.697.433.656 14.149.653.506 17.191.539.243 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 7.905.394.062 9.120.171.810 21.390.177.335 Lain-lain PAD yang 8.131.990.794 7.453.879.508 2.683.330.109 Sah Sumber : Data APBD yang diolah kembali Tabel 5.9. di atas menunjukkan bahwa realisasi PAD Kabupaten Banjar selama 3 (tiga) tahun terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp. 2.804.261.279,00,- atau sebesar 8% dibandingkan pada tahun 2008, sedangkan tahun 2010 naik sebesar Rp. 11.937.233.741,0,- atau naik sebesar 32 % dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.10 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Tanah Laut Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 43.389.899.652,00 36.411.064.419,00 48.205.761.958,77 Pajak 3.993.293.577,00 4.358.201.888,00 3.646.828.431,00 Retribusi 22.235.989.219,00 17.382.224.744,00 20.061.798.728,00 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 3.499.628.581,00 1.685.668.268,00 3.378.054.739,75 Lain-lain PAD yang Sah 13.660.988.275,00 12.984.969.519,00 21.119.080.060,00 Sumber : Data APBD yang diolah kembali

34 Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kabupaten Tanah selama 3 (tiga) berfluktuasi, dimana pada tahun 2009 menurun sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan. PAD tahun 2009 mengalami penurunan sebesar Rp. 6.978.835.233,- atau sebesar 16% dibandingkan pada tahun 2008. Sedangkan tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar Rp. 11.794.697.539,77,- atau naik sebesar 32% dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.11 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Tanah Bumbu Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 18.459.175.810 17.946.308.638 18.093.581.124 Pajak 2.663.329.395 4.090.380.967 4.674.700.485 Retribusi 8.406.868.373 7.326.067.496 9.647.718.997 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 386.155.653 573.348.224 651.279.595 Lain-lain PAD yang 7.002.822.389 5.956.511.951 3.119.882.047 Sah Sumber : Data APBD yang diolah kembali Berdasarkan Tabel 5.11 di atas dapat dilihat untuk realisasi PAD Kabupaten Tanah Bumbu selama 3 (tiga) berfluktuasi, dimana pada tahun 2009 menurun sedangkan pada tahun 2010 mengalami peningkatan. PAD tahun 2009 mengalami penurunan sebesar Rp. 512.867.172,- atau sebesar 3% dibandingkan pada tahun 2008. Sedangkan tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar Rp. 147.272.486,- atau naik sebesar 1% dibandingkan dengan tahun 2009.

35 Tabel 5.12 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Kotabaru Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 31.660.442.544 41.449.384.152 43.704.220.151 Pajak 10.737.537.961 14.965.116.201 14.525.597.303 Retribusi 8.924.163.596 10.543.805.360 11.691.074.760 Hasil Pengelolaan Kekayaan 2.763.663.005 2.548.616.185 3.342.345.916 yang Dipisahkan Lain-lain PAD yang Sah 9.235.077.982 13.391.846.406 14.145.202.172 Sumber : Data APBD yang diolah kembali Tabel 5.12 di atas menunjukkan bahwa realisasi PAD Kabupaten Kotabaru selama 3 (tiga) tahun terus mengalami kenaikan, dimana pada tahun 2009 mengalami kenaikan sebesar Rp. 9.788.941.608,- atau sebesar 31% dibandingkan pada tahun 2008, sedangkan tahun 2010 naik sebesar Rp. 2.254.835.999,- atau naik sebesar 5 % dibandingkan dengan tahun 2009. Tabel 5.13 Realisasi Pendapatan Asli (PAD) Kabupaten Barito Kuala Tahun 2008-2010 Uraian 2008 2009 2010 Pendapatan Asli 10.534.098.439 10.099.494.744 15.176.138.439 Pajak 2.904.371.629 2.353.503.856 3.293.224.683 Retribusi 2.866.297.428 3.005.894.755 5.838.999.074 Hasil Pengelolaan Kekayaan yang Dipisahkan 561.946.761 829.109.135 1.292.659.425 Lain-lain PAD yang 4.181.482.621 3.910.986.998 4.751.255.257 Sah Sumber : Data APBD yang diolah kembali