BAB IV PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V PEMBAHASAN. 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara Dispatch dan Aktual. Tabel 5.1 Korelasi Laju Penembusan antara data Dispatch dan data Aktual

BAB III DASAR TEORI. 3.1 Prinsip Pengeboran

Gambar 4.1 Kompas Geologi Brunton 5008

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

EVALUASI KINERJA PENGEBORAN UNTUK MEMPERKIRAKAN BIAYA PENGEBORAN TAHUN 2009 PT NEWMONT NUSA TENGGARA

BAB IV DATA DAN PENGOLAHAN DATA

KATA PENGANTAR ABSTRAK ABSTRACT DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB V ANALISIS EMPIRIS KESTABILAN LERENG

BAB V. PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Keakuratan Pengeboran Vertikal dari Pengukuran Lapangan. Keakuratan No. Blast

Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: Bulletin of Scientific Contribution, Edisi Khusus, Desember 2005: 18-28

BAB IV ANALISA BLASTING DESIGN & GROUND SUPPORT

MAKALAH PENGEBORAN DAN PENGGALIAN EKSPLORASI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

RANCANGAN GEOMETRI WEB PILAR DAN BARRIER PILAR PADA METODE PENAMBANGAN DENGAN SISTEM AUGER

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

PAPER GEOLOGI TEKNIK

BAB II I S I Kecepatan pemboran suatu alat bor juga dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain :

5.1 ANALISIS PENGAMBILAN DATA CORE ORIENTING

BAB 1 PENDAHULUAN. PT. Berau Coal merupakan salah satu tambang batubara dengan sistim penambangan

Studi Kestabilan Lereng Menggunakan Metode Rock Mass Rating (RMR) pada Lereng Bekas Penambangan di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar

Jurnal Teknologi Pertambangan Volume. 1 Nomor. 2 Periode: Sept Feb. 2016

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Kestabilan Lereng Batuan

BAB I PENDAHULUAN. menyebabkan batuan samping berpotensi jatuh. Keruntuhan (failure) pada batuan di

BAB I PENDAHULUAN. terowongan, baik terowongan produksi maupun terowongan pengembangan.

DAFTAR TABEL. Parameter sistem penelitian dan klasifikasi massa batuan (Bieniawski, 1989)... 13

STUDI PENGARUH KADAR AIR TERHADAP DRILABILITAS TUF DI DUSUN GUNUNGSARI, DESA SAMBIREJO, KECAMATAN PRAMBANAN, DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Scan Line dan RQD. 1. Pengertian Scan Line

= specific gravity batuan yang diledakkan

KAJIAN TEKNIS GEOMETRI PELEDAKAN BERDASARKAN ANALISIS BLASTABILITY

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

STUDI TARGET PEMBONGKARAN OVERBURDEN BERDASARKAN KAJIAN PEMBORAN UNTUK LUBANG LEDAK DI PT BUKIT MAKMUR MANDIRI UTAMA JOBSITE

BAB I PENDAHULUAN 4 CM 0,5 CM. Ditulis dengan rapido 0,5 dan di mal 0,5 2 CM. Ditulis dengan rapido 0, Latar Belakang

M VII KUAT TARIK TIDAK LANGSUNG (Indirect Brazillian Tensile Strength Test)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Praktikum

PROPOSAL TUGAS AKHIR. Diajukan Untuk Tugas Akhir Penelitian Mahasiswa Pada Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya.

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Data Lapangan Pemetaan Bidang Diskontinu

DAFTAR ISI. SARI... i. ABSTRACT... ii. KATA PENGANTAR... iii. DAFTAR ISI... vi. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR GAMBAR... xii. DAFTAR LAMPIRAN...

FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT FRAGMENTASI

SARI ABSTRACT PENDAHULUAN

ANALISIS KESTABILAN LERENG DI PIT PAJAJARAN PT. TAMBANG TONDANO NUSAJAYA SULAWESI UTARA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

Oleh : ARIS ENDARTYANTO SKRIPSI

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PERIODE AGUSTUS TAHUN 2014 PT ADARO ENERGY, TBK

Prosiding Teknik Pertambangan ISSN:

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PERIODE OKTOBER TAHUN 2014 PT ADARO ENERGY, TBK

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PERIODE SEPTEMBER TAHUN 2014 PT ADARO ENERGY, TBK

BEBERAPA PENYELIDIKAN GEOMEKANIKA YANG MUDAH UNTUK MENDUKUNG RANCANGAN PELEDAKAN

SIFAT FISIK TANAH DAN BATUAN. mekanika batuan dan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

BAB II HAND BORING. 2.1 Referensi. Tanah. ITB Dasar Teori

Oleh: Yasmina Amalia Program Studi Teknik Pertambangan UPN Veteran Yogyakarta

Laporan Kegiatan Pengeboran Eksplorasi dan Geotech periode April 2018

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PERIODE NOVEMBER TAHUN 2014 PT ADARO ENERGY, TBK

Jl. Raya Palembang-Prabumulih Km.32 Inderalaya Sumatera Selatan, 30662, Indonesia Telp/fax. (0711) ;

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PERIODE DESEMBER TAHUN 2014 PT ADARO ENERGY, TBK

STUDI PERBANDINGAN ANTARA METODE POLIGON DAN INVERSE DISTANCE PADA PERHITUNGAN CADANGAN Ni PT. CIPTA MANDIRI PUTRA PERKASA KABUPATEN MOROWALI

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JULI 2014

STUDI TEKNIS PENGEBORAN 3 STEEL DAN 4 STEEL UNTUK PENYEDIAAN LUBANG LEDAK DI PT SEMEN TONASA KABUPATEN PANGKEP PROVINSI SULAWESI SELATAN

ABSTRAK Kata Kunci : Nusa Penida, Tebing Pantai, Perda Klungkung, Kawasan Sempadan Jurang, RMR, Analisis Stabilias Tebing, Safety Factor

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN. besar yang dibangun di atas suatu tempat yang luasnya terbatas dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dengan cara menggunakan pendekatan Rock Mass Rating (RMR). RMR dapat

BAB III TEORI DASAR. Longsoran Bidang (Hoek & Bray, 1981) Gambar 3.1

BAB I PENDAHULUAN. Propinsi Nusa Tenggara Barat, mulai berproduksi pada tahun 2000 dan masih

EVALUASI MASSA BATUAN TEROWONGAN EKSPLORASI URANIUM EKO-REMAJA, KALAN, KALIMANTAN BARAT

Prosiding Seminar Nasional XII Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2017 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk SEPTEMBER 2013

BAB III DASAR TEORI 3.1 UMUM

PENGARUH HASIL PELEDAKAN OVERBURDEN TERHADAP PRODUKTIVITAS ALAT GALI MUAT DI PIT INUL DAN PIT KEONG PT. KALTIM PRIMA COAL DI SANGATTA KALIMANTAN TIMUR

KAJIAN TEKNIS PEMBORAN LUBANG LEDAK DI PT. SISJOBSITE PT AI KECAMATAN JUAI KABUPATEN BALANGAN KALIMANTAN SELATAN

Sistem Penambangan Bawah Tanah (Edisi I) Rochsyid Anggara, ST. Balai Pendidikan dan Pelatihan Tambang Bawah Tanah

PENGARUH GEOMETRI TERHADAP PRODUKSI PELEDAKAN BATUAN PENUTUP SUATU PENDEKATAN STATISTIK

BAB V ANALISIS KESTABILAN LERENG BATUAN

Teguh Samudera Paramesywara1,Budhi Setiawan2

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JULI 2013

Studi Jarak Kekar Berdasarkan Pengukuran Singkapan Massa Batuan Sedimen di Lokasi Tambang Batubara

4 CM BAB I PENDAHULUAN

BAB III KESIMPULAN. Nama Praktikan/11215XXXX 4

ANALISIS KESTABILAN LUBANG BUKAAN DAN PILLAR DALAM RENCANA PEMBUATAN TAMBANG BAWAH TANAH BATUGAMPING DENGAN METODE ROOM AND PILLAR

BAB III PELAKSANAAN PENGUJIAN

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

BAB II TINJAUAN UMUM

Jl. Raya Palembang-Prabumulih, Indralaya Utara, 30662, Sumatera Selatan ABSTRAK

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk AGUSTUS 2013

LAPORAN BULANAN AKTIVITAS EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2013

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Metode Penambangan 5.2 Perancangan Tambang Perancangan Batas Awal Penambangan

BAB I PENDAHULUAN. wisata Pantai Parangtritis yang merupakan pantai selatan Pulau Jawa masih menjadi

BAB III LANDASAN TEORI

ANALISIS KARAKTERISTIK MASSA BATUAN DI SEKTOR LEMAJUNG, KALAN, KALIMANTAN BARAT

TATA TERTIB PRAKTIKUM

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk JUNI 2014

UNIVERSITAS DIPONEGORO

Gambar 1 Hubungan antara Tegangan Utama Mayor dan Minor pada Kriteria Keruntuhan Hoek-Brown dan Kriteria Keruntuhan Mohr-Coulomb (Wyllie & Mah, 2005)

Prosiding Seminar Nasional XI Rekayasa Teknologi Industri dan Informasi 2016 Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta

ESTIMASI GEOLOGICAL STRENGTH INDEX (GSI) SYSTEM PADA LAPISAN BATUGAMPING BERONGGA DI TAMBANG KUARI BLOK SAWIR TUBAN JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN...1

TUGAS PERENCANAAN TAMBANG. Dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perencanaan Tambang II Pada Jurusan Teknik Pertambangan.

LAPORAN BULANAN KEGIATAN EKSPLORASI PT ADARO ENERGY Tbk MEI 2014

Transkripsi:

BAB IV PENGAMATAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Penentuan Blok Penelitian Penentuan blok penelitian dilakukan dengan menyesuaikan aktivitas mesin bor yang sedang bekerja atau beroperasi memproduksi lubang tembak. Penelitian dilakukan pada 24 blok pengeboran pada elevasi 150 m dpl, 195 m dpl, 210 m dpl, 375 m dpl dan 420 m dpl yang ada di PT. Newmont Nusa Tenggara. Blok pengeboran tempat penelitian ditunjukkan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1 Blok, Jenis batuan dan Luas Blok tempat Penelitian No. Blok Jenis Batuan Luas Blok (m²) No. Blok Jenis Batuan Luas Blok (m²) 1 150254 Diorite 9552 13 210320 Vulkanik 10880 2 150255 Diorite 7307 14 210323 Vulkanik 11231 3 195256 Vulkanik 12776 15 210328 Vulkanik 8093 4 195257 Vulkanik 14221 16 210330 Vulkanik 7915 5 195258 Vulkanik 22369 17 210332 Vulkanik 3223 6 195259 Vulkanik 20607 18 210333 Vulkanik 3076 7 195261 Vulkanik 3188 19 210334 Vulkanik 5305 8 195263 Vulkanik 15305 20 210338 Vulkanik 4453 9 195265 Vulkanik 10505 21 375244 Diorite 6389 10 210312 Vulkanik 11375 22 420167 Diorite 10944 11 210316 Vulkanik 11369 23 420168 Diorite 6088 12 210319 Vulkanik 10690 24 420170 Diorite 3994 Keterangan: Identitas xxxyyy = elevasi toe x (3 digit) no.blok y ( 3 digit) Misal 150254 = Elevasi toe 150 m dpl blok 254 38

4.2 Karakteristik Massa Batuan Karakteristik massa batuan dan batuan utuh di lokasi penelitian termasuk sifat fisik batuan dan sifat mekanik batuan berbeda-beda untuk tiap jenis batuan. Hal ini akan mempengaruhi kemudahan batuan untuk dibor (rock drillability). 4.2.1 Sifat Batuan Utuh Beberapa sifat batuan yang berpengaruh terhadap pengeboran adalah bobot isi batuan, kuat tekan batuan utuh (UCS) dan kekerasan batuan (rock hardness). 1. Isi Salah satu sifat batuan yang berpengaruh terhadap pemboran adalah bobot isi batuan. isi batuan diperoleh dari software Minesight, yaitu dengan menjalankan script untuk mencocokkan koordinat dari identitas (ID) tertentu dari lubang bor pada database RQD yang telah dimodelkan sebelumnya dari data eksplorasi dalam suatu blok model. 2. Kuat Tekan Batuan (UCS) Nilai UCS diperoleh dengan mengalikan nilai Point Load Index (PLI) blok pengeboran dengan faktor konversi, yaitu 23 (Bieniawski, 1975). UCS (MPa) = 23 x PLI... (4.1) Besarnya sampel untuk pengujian PLI ini adalah berdiameter 50 mm. Hal ini didasarkan pada penelitian oleh Greminger (1982), Seshagiri Rao et al. (1987) dan Hansen (1988), yang telah banyak melakukan uji di Technical University of Norway. 3. Kekerasan Batuan Nilai kekerasan batuan diperoleh dari nilai UCS batuan dengan menggunakan klasifikasi Protodyakonov (lihat Tabel 4.1). Dalam klasifikasi Protodyakonov, 39

deskripsi kekerasan batuan disesuaikan dengan kuat tekan batuan (UCS) (lihat Bab 3, Sub-Bab 3.5.1). Penentuan nilai kekerasan batuan dari UCS batuan bersangkutan dengan klasifikasi Protodyakonov di atas dapat dilakukan dengan menggunakan cara interpolasi. Contoh suatu batuan mempunyai nilai UCS 100 MPa. Nilai ini berada pada selang kekerasan 4,5 6, sehingga nilai kekerasan untuk UCS 100 MPa dapat dihitung sebagai berikut: Misal : A = batas atas pada selang kekerasan Moh s = 7 B = batas bawah pada selang kekerasan Moh s = 6 P = batas atas pada selang UCS = 200 MPa Q = batas bawah pada selang UCS = 120 MPa X = nilai UCS batuan = 140 Y = nilai kekerasan Moh s batuan yang dicari Maka : (A Y)/(A B) = (P X)/(P Q) (7 Y)/(7 6) = (200 140)/(200 120) (7 Y) = 60/80 Y = 7 0,75 = 6,25 Untuk penentuan nilai kekerasan batuan > 200 MPa dibuat penyesuaian selang kekerasan baru yaitu 7 8 untuk UCS batuan 200 280 MPa dan 8 9 untuk UCS batuan 280 360. Jenis batuan, bobot isi batuan, UCS batuan dan kekerasan batuan pada tiap blok pengeboran ditunjukkan pada Tabel 4.2. 40

Tabel 4.2 Tipe batuan, bobot isi, PLI, UCS dan Kekerasan batuan tiap Blok No. Blok Batuan Isi (ton/m³) PLI UCS (MPa) Kekerasan (Skala Mohs) 1 150254 Diorite 2,6 3,4 78,2 3,9 2 150255 Diorite 2,5 2,9 66,7 3,5 3 195256 Vulkanik 2,7 3,0 69,0 3,5 4 195257 Vulkanik 2,6 3,5 80,5 4,3 5 195258 Vulkanik 2,7 3,7 85,1 4,5 6 195259 Vulkanik 2,7 3,4 78,2 3,9 7 195261 Vulkanik 2,7 3,9 89,7 4,6 8 195263 Vulkanik 2,7 3,1 71,3 3,7 9 195265 Vulkanik 2,7 4,6 105,8 4,8 10 210312 Vulkanik 2,7 4,3 98,9 4,7 11 210316 Vulkanik 2,8 3,6 82,8 4,4 12 210319 Vulkanik 2,7 4,3 98,9 4,7 13 210320 Vulkanik 2,7 4,9 112,7 5,0 14 210323 Vulkanik 2,7 4,3 98,9 4,7 15 210328 Vulkanik 2,6 3,5 80,5 4,3 16 210330 Vulkanik 2,5 2,9 66,7 3,5 17 210332 Vulkanik 2,7 5,5 126,5 5,2 18 210333 Vulkanik 2,7 4,4 101,2 4,8 19 210334 Vulkanik 2,7 4,1 94,3 4,6 20 210338 Vulkanik 2,6 3,3 75,9 3,8 21 375244 Diorite 2,7 4,3 98,9 4,7 22 420167 Diorite 2,5 0,4 9,2 1,6 23 420168 Diorite 2,5 0 0 0 24 420170 Diorite 2,5 2,7 62,1 3,4 41

4.2.2 Sifat Massa Batuan 1. Kuat Tekan Uniaksial (UCS) Data UCS batuan pada blok peledakan di lokasi penelitian diperoleh dengan pengujian UCS di laboratorium oleh Golder Associates (1997). Penentuan bobot UCS untuk perhitungan RMR pada tiap blok pengeboran di lokasi penelitian menggunakan grafik penentuan bobot UCS yang diberikan oleh Bieniawski (1989), yang ditunjukkan dalam Gambar 4.1. Data UCS tiap blok pengeboran di lokasi penelitian ditunjukkan dalam Tabel 4.3. Gambar 4.1. Grafik Penentuan UCS untuk Penentuan RMR (Bieniawski, 1989) 42

Tabel 4.3 Penentuan UCS untuk tiap Blok untuk Penentuan RMR No. Blok UCS (MPa) No. Blok UCS (MPa) 1 150254 78,2 7,9 13 210320 115 10,4 2 150255 66,7 6,8 14 210323 98,9 9,2 3 195256 66,7 6,8 15 210328 80,5 8 4 195257 80,5 8 16 210330 66,7 6,8 5 195258 85,1 8,3 17 210332 126,5 11,2 6 195259 78,2 7,9 18 210333 101,2 9,6 7 195261 89,7 8,7 19 210334 94,3 9 8 195263 71,3 7,3 20 210338 75,9 7,6 9 195265 105,8 9,8 21 375244 98,9 9,2 10 210312 98,9 9,2 22 420167 9,2 1,9 11 210316 82,8 8,2 23 420168 0 0 12 210319 98,9 9,2 24 420170 62,1 6,4 2. Rock Quality Designation (RQD) Rock Quality Designation adalah parameter yang menunjukkan kualitas massa batuan. Sifat ini sangat berpengaruh terhadap kinerja pengeboran di lapangan. Kenaikan nilai RQD akan menyebabkan penurunan laju penembusan (Penetration Rate), sehingga bisa mengurangi produktivitas. Nilai RQD diperoleh dengan menjalankan script pada software Minesight untuk mencocokkan koordinat dari identitas lubang bor pada database RQD yang telah dimodelkan sebelumnya dari data eksplorasi dalam suatu blok model. Penentuan bobot RQD untuk perhitungan RMR tiap blok pengeboran di lokasi penelitian dengan menggunakan grafik penentuan bobot RQD yang diberikan oleh Bieniawski (1989) ditunjukkan pada Gambar 4.2. Data RQD tiap blok pengeboran di lokasi penelitian ditunjukkan dalam Tabel 4.4. 43

Gambar 4.2. Grafik Penentuan RQD untuk Penentuan RMR (Bieniawski, 1989) Tabel 4.4 Penentuan RQD tiap Blok untuk Perhitungan RMR No. Blok RQD (%) No. Blok RQD (%) 1 150254 63,5 12,7 13 210320 70,9 14,1 2 150255 24 5,8 14 210323 67,3 13,1 3 195256 56,7 11,4 15 210328 51,3 10,1 4 195257 41,1 8,3 16 210330 33,2 7 5 195258 62,8 12,5 17 210332 64,4 12,7 6 195259 63,5 12,7 18 210333 60,9 12,1 7 195261 48,2 9,6 19 210334 62,9 12,5 8 195263 52,5 10,5 20 210338 51,1 10,1 9 195265 53,1 10,5 21 375244 9,4 3,9 10 210312 53,4 10,5 22 420167 0 0 11 210316 57,3 11,4 23 420168 0 0 12 210319 59,4 11,8 24 420170 0 0 44

3. Jarak antar bidang diskontinuitas (Joint Spacing) Data mengenai jarak antar bidang diskontinuitas pada massa batuan untuk blok pengeboran di lokasi penelitian diperoleh dari perhitungan menggunakan persamaan Priest dan Hudson (1976), (lihat Bab 3 Sub-Bab 3.5.3). Untuk perhitungan tersebut dibutuhkan data-data RQD dari blok pengeboran yang diteliti. Kemudian dari data-data tersebut dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode coba-coba (trial and error). Berikut adalah sebagai contoh perhitungan: Diketahui RQD = 70%. Untuk menentukan frekuensi diskontinuitas per meter (λ) dilakukan metode coba-coba dengan memasukkan angka-angka (λ) ke dalam persamaan (3.2) sampai mendapatkan angka RQD = 70%. λ = 1 λ = 2 RQD = 100 e -0,1λ (0,1λ + 1) 100 = 100 e (-0,1x1) ((0,1x1)+1) 98 = 100 e (-0,1x2) ((0,1x2) + 1) λ = 11 70 = 100 e (-0,1x11) ((0,1x11) + 1) Diperoleh λ = 11 diskontinuitas per meter. Maka Joint Spacing-nya = 11 1 = 0,09 m. Data penentuan bobot untuk Joint Spacing tiap blok pengeboran di lokasi penelitian dengan menggunakan grafik penentuan bobot Joint Spacing dari Bieniawski (1989) (Gambar 4.3), ditunjukkan dalam Tabel 4.5. 45

Gambar 4.3. Grafik Penentuan Joint Spacing untuk Penentuan RMR (Bieniawski, 1989) Tabel 4.5. Penentuan Joint Spacing tiap blok pengeboran untuk Perhitungan RMR No. Blok λ JS Blok λ JS No. (kekar/m) (m) (kekar/m) (m) 1 150254 13 0,08 6,3 13 210320 11 0,09 6,5 2 150255 27 0,04 5,8 14 210323 12 0,08 6,3 3 195256 15 0,07 6,2 15 210328 16 0,06 6 4 195257 20 0,05 5,9 16 210330 23 0,04 5,8 5 195258 13 0,08 6,3 17 210332 13 0,08 6,3 6 195259 13 0,08 6,3 18 210333 13 0,08 6,3 7 195261 17 0,06 6 19 210334 13 0,08 10 8 195263 16 0,06 6 20 210338 16 0,06 6 9 195265 16 0,06 6 21 375244 40 0,03 5,5 10 210312 16 0,06 6 22 420167 0 0 0 11 210316 15 0,07 6,2 23 420168 0 0 0 12 210319 14 0,07 6,2 24 420170 0 0 0 46

4. Kondisi bidang diskontinuitas Kondisi dan orientasi bidang diskontinuitas pada massa batuan tiap blok pengeboran diperoleh dari data bench mapping yang dilakukan oleh Geotech Department PT. Newmont Nusa Tenggara. Pengukuran dan pengamatan diskontinuitas oleh Geotech Department PT. Newmont Nusa Tenggara tidak dilakukan pada jenjang tempat blok pengeboran melainkan dilakukan pada jenjang yang telah diledakkan dan diangkut materialnya. Hal ini dilakukan karena faktor keamanan dan faktor teknis pengukuran. Muka jenjang tempat blok peledakan berada masih tertimbun material hasil peledakkan sebelumnya sehingga tidak mungkin diukur, selain itu di lokasi penelitian berlangsung aktivitas pemuatan dan pengangkutan material dengan alat berat yang dinyatakan sangat membahayakan. Petunjuk penentuan bobot nilai untuk kondisi diskontinuitas menggunakan Tabel 4.6 yang diberikan oleh Bieniawski (1989). Tabel 4.6 Petunjuk Penentuan Kondisi Diskontinuitas untuk Penentuan RMR (Bieniawski, 1989) Parameter Klasifikasi Kondisi Diskontinuitas Panjang diskontinuitas < 1 m 1-3 m 3-10 m 10-20 m > 20 m 6 4 2 1 0 Pemisahan/separasi Tidak ada < 0,1 mm 0,1-1 mm 1-5 mm > 5 mm 6 5 4 1 0 Kekasaran Sangat kasar kasar Sedikit kasar halus licin 6 5 3 1 0 Material keras Material lunak Tidak ada Isian < 5 mm > 5 mm < 5 mm > 5 mm 6 4 2 2 0 Sedikit Sangat Tidak lapuk Lapuk sedang Pelapukan lapuk lapuk terurai 6 5 3 1 0 47

Dengan menggunakan petunjuk tersebut, diperoleh data pembobotan kondisi diskontinuitas untuk tiap blok pengeboran dan ditunjukkan dalam Tabel 4.7. Misal penentuan kondisi diskontinuitas untuk blok pengeboran 210338, kedalaman blok pengeboran adalah 15 m. Dari data bench mapping (lihat Lampiran), panjang diskontinuitas = 65 mm; separasi 1 1,5 m; kekerasan = kasar; isian = kuarsa dan pirit (material keras) dengan ketebalan 10,8 mm; pelapukan = tidak lapuk. Dari data tersebut, diperoleh bobot kondisi diskontinuitas sebesar 19. Tabel 4.7 Penentuan Kondisi Diskontinuitas untuk tiap Blok untuk perhitungan RMR Blok Panjang Diskontinuitas/ Separasi/ Kekerasan/ Isian/ Pelapukan/ Total 150254 1-3 m / 4 > 5mm / 0 kasar / 5 Clay(>5 mm) / 0 Tidak lapuk / 6 15 150255 1-3 m / 4 > 5mm / 0 kasar / 5 Clay(>5 mm) / 0 Tidak lapuk / 6 15 195256 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 23 195257 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 23 195258 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 23 195259 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 23 195261 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 23 195263 1-3 m / 4 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 21 195265 1-3 m / 4 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 21 210312 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 clay ( > 5mm) / 0 Tidak lapuk / 6 17 210316 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 clay ( > 5mm) / 0 Tidak lapuk / 6 17 210319 1-3 m / 4 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 21 210320 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 pirit (< 5 mm) / 4 Tidak lapuk / 6 21 210323 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 pirit (< 5 mm) / 4 Tidak lapuk / 6 21 210328 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 pirit (< 5 mm) / 4 Tidak lapuk / 6 21 210330 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 pirit (< 5 mm) / 4 Tidak lapuk / 6 21 210332 1-3 m / 4 > 5mm / 0 kasar / 5 kuarsa, pirit (>5mm) / 2 Tidak lapuk / 6 17 210333 1-3 m / 4 > 5mm / 0 kasar / 5 kuarsa, pirit (>5mm) / 2 Tidak lapuk / 6 17 48

210334 1-3 m / 4 > 5mm / 0 kasar / 5 kuarsa, pirit (>5mm) / 2 Tidak lapuk / 6 17 210338 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 kuarsa, pirit (>5 mm) / 2 Tidak lapuk / 6 19 375244 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 Tidak ada / 6 Tidak lapuk / 6 23 420167 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 iron stain ( > 5mm) / 2 Tidak lapuk / 6 19 402168 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 iron stain ( > 5mm) / 2 Tidak lapuk / 6 19 420170 < 1 m / 6 > 5mm / 0 kasar / 5 iron stain ( > 5mm) / 2 Tidak lapuk / 6 19 5. Kondisi airtanah Pengamatan kondisiair tanah untuk tiap blok pengeboran dilakukan secara visual. Kondisi airtanah pada blok pengeboran secara umum adalah lembab. Dengan menggunakan klasifikasi sistem RMR Bieniawski (1989), kondisi umum air tanah untuk blok pengeboran diberi bobot nilai 10. 6. Rock Mass Rating (RMR) Untuk menentukan nilai RMR untuk tiap blok pengeboran di lokasi penelitian, bobot nilai untuk parameter utama masing-masing blok pengeboran dijumlahkan (lihat Tabel 4.8). Untuk parameter tambahan, orientasi bidang diskontinu, tidak dimasukkan dalam perhitungan RMR karena orientasi bidang diskontinu terhadap muka lereng yang tidak mempengaruhi laju penembusan yang dilakukan mesin bor. Tabel 4.8 Penentuan nilai RMR untuk tiap blok No. Blok Nilai Untuk Nilai RMR UCS RQD JS Kondisi Diskontinuiti Kondisi Air Tanah RMR 1 150254 7,9 12,7 6,3 15 10 52 2 150255 6,8 5,8 5,8 15 10 43 3 195256 6,8 11,4 6,2 23 10 58 49

4 195257 8 8,3 5,9 23 10 55 5 195258 8,3 12,5 6,3 23 10 60 6 195259 7,9 12,7 6,3 23 10 60 7 195261 8,7 9,6 6 23 10 57 8 195263 7,3 10,5 6 21 10 55 9 195265 9,8 10,5 6 21 10 57 10 210312 9,2 10,5 6 17 10 53 11 210316 8,2 11,4 6,2 17 10 53 12 210319 9,2 11,8 6,2 21 10 58 13 210320 10,4 14,1 6,5 21 10 62 14 210323 9,2 13,3 6,3 21 10 60 15 210328 8 10,1 6 21 10 55 16 210330 6,8 7 5,8 21 10 51 17 210332 11,2 12,7 6,3 17 10 57 18 210333 9,6 12,1 6,3 17 10 55 19 210334 9 12,5 10 17 10 59 20 210338 7,6 10,1 6 19 10 53 22 375244 9,2 3,9 5,5 23 10 52 23 420167 1,9 0 0 19 10 31 24 420168 0 0 0 19 10 29 25 420170 6,4 0 0 19 10 35 Dari penjumlahan bobot yang dilakukan, dapat diklasifikasikan bahwa massa batuan di lokasi penelitian termasuk dalam kelas batuan sedang. Hal ini disesuaikan dengan pengklasifikasian massa batuan berdasarkan sistem RMR yang diberikan oleh Bieniawski (1989) (lihat Tabel 4.9). Tabel 4.9 Klasifikasi Massa Batuan Menurut Total (Bieniawski, 1989) 100-81 80-61 60-41 40-21 < 20 No. Kelas I II III IV V Deskripsi Batuan sangat Batuan Batuan Batuan Batuan sangat baik baik sedang buruk buruk 50

4.3 Pengamatan Lapangan 4.3.1 Siklus Siklus pengeboran merupakan aktivitas-aktivitas dalam proses pengeboran untuk menghasilkan lubang tembak oleh mesin bor (lihat Gambar 4.4). Siklus pengeboran terdiri dari aktivitas moving (jalan), pull down jack, drilling, pull up batang bor dan pull up jack (lihat Gambar 4.5). 1. Moving Merupakan aktivitas dimana saat mesin bor bergerak ke lokasi dimana akan dilakukan pemboran. 2. Pull down Jack Setelah mesin bor sudah berada pada lokasi yang akan dibor, kemudian jack diturunkan untuk menstabilkan mesin bor. Hal ini dilakukan supaya mesin bor dapat melakukan pemboran dengan baik. 3. Drilling (Pemboran) Mata bor melakukan pemecahan dan penembusan batuan sampai kedalaman tertentu. Waktu pemboran dihitung setelah mata bor mulai menyentuh permukaan batuan. Pada penelitian ini, data yang dicatat dari lapangan adalah waktu pemboran (drilling time). 4. Pull up Batang bor Setelah melakukan pemboran dengan kedalaman tertentu, kemudian batang bor ditarik ke atas sampai posisi aman. 51

5. Pull up Jack Setelah batang bor ditarik, kemudian jack diangkat supaya mesin bor dapat berpindah ke lokasi titik bor yang akan dibor. Gambar 4.4 Mesin bor Tipe DM-HD Ingersoll Rand Gambar 4.5 Siklus 4.3.2 Laju Penembusan Laju penembusan batuan yaitu berapa kedalaman yang dihasilkan dalam mengebor dalam satu satuan waktu. Untuk menentukan laju penembusan, data waktu pemboran diperoleh dari pengamatan di lapangan. Laju penembusan untuk tiap jenis batuan berbeda-beda sesuai dengan karakteristik batuan. Perumusan laju penembusan adalah sebagai berikut, H PR =... (4.2) t Keterangan: PR = Penetration Rate (Laju Penembusan) (m/jam) H = Kedalaman lubang tembak (m) 52

t = Waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penembusan (jam) Data Penetration Rate untuk tiap blok pengeboran ditunjukkan dalam tabel 4.10. Tabel 4.10 Laju Penembusan untuk tiap Blok Blok Jenis Batuan RMR Total Kedalaman (m) Jumlah Lubang Tembak Waktu Penembusan (menit) PR (m/jam) 150254 Diorite 52 63,6 4 105,4 36 150255 Diorite 43 30,9 2 68,8 27 195256 Vulkanik 58 592,3 37 858,8 41 195257 Vulkanik 55 681,9 42 906,7 45 195258 Vulkanik 60 1182,5 74 2205,6 32 195259 Vulkanik 60 113,9 7 161,7 42 195261 Vulkanik 57 47,1 3 82,1 34 195263 Vulkanik 55 529,6 33 944,6 33 195265 Vulkanik 57 425,9 26 624,2 41 210312 Vulkanik 53 65,9 4 107,8 37 210316 Vulkanik 53 77,7 5 120,6 39 210319 Vulkanik 58 401,3 25 605,3 40 210320 Vulkanik 62 242,8 15 696,7 21 210323 Vulkanik 60 15,6 1 45,8 20 210328 Vulkanik 55 81,8 5 182,5 27 210330 Vulkanik 51 193,9 12 221,5 53 210332 Vulkanik 57 190,4 12 461,6 25 210333 Vulkanik 55 103,9 7 248,1 25 210334 Vulkanik 59 169,6 11 508,8 20 210338 Vulkanik 53 31,7 2 39,1 49 375244 Diorite 45 235,5 14 273,8 52 420167 Diorite 46 410,5 25 417,8 59 420168 Diorite 31 346,9 21 354,3 59 420170 Diorite 29 485,9 28 519,4 56 53

Dengan uji laboratorium, energi pemboran dapat dihitung dengan persamaan berikut (Analisis Hubungan antara Laju Penembusan Jack Hammer dengan Karakteristik Batuan dan Parameter Operasi, Juanda, 2001). P m 2 πd EvV p (kgm/menit) =... (4.3) 48xR Keterangan: V p P R D m e e = Laju penembusan (cm/menit) = Energi pemboran (kgm/menit) = Perpindahan energi keluaran (antara 0,6 0,8) = Diameter lubang tembak (cm) E v = Energi spesifik per unit volume (kg m/cm 3 ) Tabel 4.11 menunjukkan besar nilai energi pemboran mesin bor untuk menghasilkan lubang tembak pada tiap blok pengeboran. Tabel 4.11 Energi Pemboran tiap Blok Blok UCS (MPa) Ev (MJ/m 3 ) PR (m/jam) Pm (MJ/jam) 150254 78,2 78,2 36 25,4 150255 66,7 66,7 27 16,3 195256 66,7 66,7 41 24,7 195257 80,5 80,5 45 32,7 195258 85,1 85,1 32 24,6 195259 78,2 78,2 42 29,7 195261 89,7 89,7 34 27,6 195263 71,3 71,3 33 21,3 195265 105,8 105,8 41 39,2 210312 98,9 98,9 37 33,1 210316 82,8 82,8 39 29,2 54

210319 98,9 98,9 40 35,8 210320 115 115 21 21,8 210323 98,9 98,9 20 17,9 210328 80,5 80,5 27 19,6 210330 66,7 66,7 53 32,0 210332 126,5 126,5 25 28,6 210333 101,2 101,2 25 22,9 210334 94,3 94,3 20 17,0 210338 75,9 75,9 49 33,6 375244 13,8 13,8 52 6,5 420167 98,9 98,9 59 52,7 420168 9,2 9,2 59 4,9 4.3.3 Laju Penembusan tiap Kekuatan Batuan Data laju penembusan yang diambil secara manual di lapangan dikelompokkan sesuai dengan kekuatan batuan berdasarkan RQD dan PLI. Dari pengelompokan tersebut, kemudian dicari nilai laju penembusan untuk tiap kekuatan batuan tersebut. Data nilai laju penembusan tiap kekuatan batuan ditunjukkan dalam Tabel 4.12. Tabel 4.12 Laju Penembusan tiap Kekuatan Batuan RQD (%) PLI PR (m/hr) 0-30 30-60 60 > 0-3 61,2 3-6 56,1 6 > 52,3 0-3 48,5 3-6 43,7 6 > 39,1 0-3 37,5 3-6 29,7 6 > 22,9 55

4.4 Data Biaya 4.4.1 Biaya Operasi dan Kepemilikan Mesin bor yang digunakan adalah mesin bor tipe DMH (Drill Master Heavy) dengan mata bor Rotary Roller dengan diameter 311 mm produksi Baker Hughes Mining Tools. Pada penelitian ini diasumsikan bahwa alat bor yang digunakan sudah tidak mempunyai nilai jual lagi, sehingga nilai depresiasi dan bunga sama dengan nol, dengan demikian ownership cost sama dengan nol. Dalam perhitungan Operating Cost, terdapat beberapa parameter yang harus diperhitungkan, antara lain penggunaan bahan bakar (fuel cost), biaya pekerja (labor cost), biaya perawatan (maintenance cost). Data biaya pekerja diperoleh dari data Critical Performance Indicator (CPI) report. Sedangkan biaya perawatan (maintenance) dan biaya bahan bakar diperoleh dari mine maintenance. 4.4.2 Biaya Total Untuk perhitungan biaya total pengeboran, diperlukan data harga mata bor dan umur mata bor. Data harga mata bor diperoleh dari ellipse, sedangkan data umur mata bor diperoleh dari data Drill Report. Perhitungan biaya total pengeboran per meter dilakukan untuk tiap mata bor. Kemudian dengan menggunakan pembagian batuan berdasarkan kekuatan batuan, yaitu berdasarkan RQD dan PLI, maka dari perhitungan tersebut diperoleh biaya total pengeboran per meter untuk kekuatan batuan yang akan digunakan selanjutnya dalam estimasi biaya pengeboran tahun 2009, yang ditunjukkan pada Tabel 4.13. Perhitungan biaya total pengeboran per meter dilakukan untuk pola pengeboran produksi dan trim. produksi merupakan pengeboran untuk orientasi pengeboran produksi saja, sedangkan trim adalah pengeboran produksi tetapi dengan orientasi bukan hanya untuk produksi tapi juga untuk menjaga kondisi jenjang supaya tetap aman. 56

Tabel 4.13. Biaya Total per meter (TDC/m) tiap kekuatan batuan untuk Pola Produksi (a) dan Trim (b) (a) (b) 4.5 Data Estimasi Biaya Untuk data perhitungan estimasi biaya pengeboran, data diperoleh dari cutshape rencana penambangan tahun 2009. Dari cutshape tersebut diperoleh data tonase per cutshape setiap bulannya selama tahun 2009. Dari keseluruhan data rencana penambangan 2009, dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu untuk produksi dan trim yang ditunjukkan dalam Tabel 4.14. Data produksi rencana penambangan tahun 2009 ini merupakan pengeboran untuk semua jenis material. Hasil perhitungan biaya total pengeboran sebelumnya akan digunakan untuk perhitungan estimasi biaya pengeboran. 57

Tabel 4.14 Data Tonase Rencana Penambangan tahun 2009 Bulan Produksi (ton) Trim (ton) Total (ton) Januari 5,882,899 2,944,124 8,827,023 Februari 5,787,019 2,186,141 7,973,160 Maret 6,619,206 2,218,698 8,837,904 April 7,046,841 2,188,652 9,235,493 Mei 6,739,382 2,822,438 9,561,820 Juni 6,909,243 2,329,431 9,238,674 Juli 7,224,540 2,336,254 9,560,794 Agustus 6,752,690 1,927,694 8,680,384 September 6,084,364 1,294,753 7,379,117 Oktober 5,401,867 2,040,277 7,442,144 November 5,660,269 1,538,973 7,445,995 Desember 5,802,319 1,646,040 7,448,359 Total 101,630,867 Tabel perhitungan estimasi biaya pengeboran tahun 2009 untuk produksi dan trim untuk bulan Januari ditunjukkan pada Tabel 4.15 dan Tabel 4.16. Perhitungan estimasi biaya pengeboran dilakukan per cutshape dari data rencana penambangan tahun 2009 dengan acuan data biaya pengeboran per meter untuk tipe kekuatan batuan yang diperoleh. 58

Tabel 4.15 Perhitungan Estimasi Biaya untuk Produksi untuk Januari 2009 Kekuatan batuan RQD (%) PLI Tipe TONNAGE (ton) PRODUKSI Volume (m 3 ) Burden Spacing (m) (m) Isi (ton/m 3 ) Hole Tonnage (ton) Jumlah Lubang Kedalaman (m) TDC per meter ($/m) 19,1 2,1 1 363,623 136,659 10 10 2,66 3991 91 1503,2 5,37 8,072 38,5 2,3 4 239,543 89,176 8 8 2,69 2579 93 1532,7 7,45 11,419 47,8 4,1 5 223,943 86,337 7 7 2,59 1906 117 1938,2 8,75 16,959 18,6 3,7 2 378,868 150,089 10 10 2,52 3786 100 1651 5,89 9,724 33,9 3,3 5 271,468 106,237 7 7 2,56 1878 145 2384,9 8,75 20,868 25,5 4,1 2 50,062 18,750 10 10 2,67 4005 13 206,3 5,89 1,215 47,6 4,2 5 740,397 278,980 7 7 2,65 1951 380 6262,8 8,75 54,800 67,1 4,5 8 402,529 154,059 7 7 2,61 1920 210 3458,5 12,75 44,095 75,6 6,5 9 37,601 14,615 7 7 2,57 1891 20 328,1 13,92 4,567 72,1 4,3 8 80,574 31,167 7 7 2,59 1900 42 699,7 12,75 8,921 55,1 3,2 5 71,884 28,579 7 7 2,52 1849 39 641,6 8,75 5,614 70,2 2,6 7 219,547 87,918 7 7 2,5 1835 120 1973,7 11,15 22,006 66,9 3,5 8 329,132 131,214 7 7 2,51 1844 179 2945,6 12,75 37,557 53,1 2,6 4 106,085 43,158 8 8 2,46 2360 45 741,8 7,45 5,526 68,9 2,6 7 45,351 17,819 7 7 2,55 1871 24 400 11,15 4,460 38,7 2,5 4 66,283 26,672 8 8 2,49 2386 28 458,4 7,45 3,415 45,8 3,6 5 224,011 89,729 7 7 2,5 1835 122 2014,3 8,75 17,625 68,2 4,5 8 492,337 197,365 7 7 2,49 1833 269 4430,6 12,75 56,491 49,5 2,2 4 78,034 29,605 8 8 2,64 2530 31 508,8 7,45 3,791 44,6 4,6 5 187,919 70,877 7 7 2,65 1949 96 1591,1 8,75 13,922 47,2 6,8 6 184,524 70,132 7 7 2,63 1934 95 1574,4 9,19 14,469 62,5 3,7 8 44,108 16,632 7 7 2,65 1949 23 373,4 12,75 4,760 64,4 4,4 8 101,506 38,119 7 7 2,66 1957 52 855,7 12,75 10,911 49,4 2,2 4 300,629 114,454 8 8 2,63 2522 119 1967,2 7,45 14,655 72,3 2,7 7 74,100 28,888 7 7 2,57 1885 39 648,5 11,15 7,231 80,4 4,2 8 132,179 50,962 7 7 2,59 1906 69 1144 12,75 14,587 Drill Cost Plan ($) 59

Tabel 4.16 Perhitungan Estimasi Biaya untuk Trim untuk Januari 2009 TRIM RQD PLI (%) TONNAGE (ton) Volume (m³) Burden Spacing Isi (ton/m³) Hole Tonnage (ton) Jumlah Lubang Depth (m) TDC per meter ($/m) Drill Cost Plan ($) 18.8 3.4 204,663 80,275 10 12 2.55 4589.14 45 735.85 5.66 4,165 27.0 2.4 741,316 279,165 10 12 2.66 4779.86 155 2559.01 5.66 14,484 32.8 2.3 309,604 118,509 7 8 2.61 2194.49 141 2327.86 8.52 19,833 60.5 3.5 190,776 72,085 7 8 2.65 2223.10 86 1415.96 13.04 18,464 62.5 4.1 564,158 216,234 7 8 2.61 2191.57 257 4247.45 13.04 55,387 62.5 2.6 405,410 161,223 7 8 2.51 2112.26 192 3166.88 13.04 41,296 63.7 4.6 163,381 63,476 7 8 2.57 2162.08 76 1246.85 13.04 16,259 65.0 3.0 364,816 138,349 7 8 2.64 2215.02 165 2717.57 13.04 35,437 Perhitungan dilakukan mulai dari bulan Januari 2009 sampai dengan Desember 2009. Kemudian diperoleh estimasi biaya pengeboran untuk produksi tahun 2009, yang ditunjukkan pada Tabel 4.17. Tabel 4.17 Estimasi Biaya Tahun 2009 Drill Cost Plan ($) Produksi Trim Total Drill Month Drill Cost Drill Cost Cost ($) Tonnage (ton) Tonnage (ton) Plan ($) Plan ($) Januari 5,882,899 438,875 2,944,124 205,325 644,201 Februari 5,787,019 424,628 2,186,141 130,750 555,378 Maret 6,619,206 514,891 2,218,698 155,961 670,852 April 7,046,841 518,148 2,188,652 138,975 657,123 Mei 6,739,382 527,972 2,822,438 213,552 741,524 Juni 6,909,243 566,927 2,329,431 171,114 738,041 Juli 7,224,540 572,454 2,336,254 157,560 730,013 Agustus 6,752,690 528,218 1,927,694 153,567 681,785 September 6,084,364 431,479 1,294,753 78,395 509,874 Oktober 5,401,867 408,363 2,040,277 162,749 571,113 November 5,660,269 399,664 1,538,973 114,020 513,684 Desember 5,802,319 418,960 1,646,040 93,318 512,279 Summary 2009 75,910,639 5,750,579 25,473,475 1,775,286 7,525,866 60