UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK

dokumen-dokumen yang mirip
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 40 TAHUN 1950 (40/1950) TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan :

Tentang: VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA *) VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1957 TENTANG VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Indeks: ANGKATAN PERANG. IKATAN DINAS SUKARELA (MILITER SUKARELA). ANGGOTA.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

UNDANG-UNDANG NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN [LN 1992/33, TLN 3474]

UANG LOGAM LARANGAN MENGUMPULKAN PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

PENDAFTARAN ORANG ASING Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1954 Tanggal 20 April 1954 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KAWAT TEMBAGA. SURAT IDZIN. ANCAMAN HUKUMAN. PENETAPAN SEBAGAI UNDANG-UNDANG.

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 62 TAHUN 1958 (62/1958) Tanggal: 29 JULI 1958 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Bentuk: UNDANG-UNDANG. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 4 TAHUN 1961 (4/1961) Tanggal: 25 PEBRUARI 1961 (JAKARTA)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 7 TAHUN 1960 (7/1960) Tanggal: 26 SEPTEMBER 1960 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Mengingat : Pasal-pasal 73, 89 dan 90 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR : 8 TAHUN 1982 (8/1982)

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:74 TAHUN 1958 (74/1958) Tanggal:11 AGUSTUS 1958 (JAKARTA)

P R E S I D E N REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 81 TAHUN 1958 TENTANG KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

b. bahwa untuk menjaga kelestarian benda cagar budaya diperlukan langkah pengaturan bagi penguasaan, pemilikan,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA Nomor 62 TAHUN 1958 Tentang KEWARGA-NEGARAAN REPUBLIK INDONESIA. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1959 TENTANG PEMBERIAN TUNJANGAN DAERAH TIDAK AMAN KEPADA PEGAWAI NEGERI SIPIL.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERSETUJUAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK MENGENAI SOAL DWIKEWARGANEGARAAN *)

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 48 TAHUN 1960 TENTANG PENGAWASAN PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1958 TENTANG KEWARGA-NEGARAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK MENGENAI SOAL DWIKEWARGANEGARAAN

PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2006 TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1974 TENTANG PENERTIBAN PERJUDIAN DENGAN RAKHMAT TUHAN YANG MAHAESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1957 TENTANG PEMASUKAN ANGGARAN BELANJA NEGARA *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1952 TENTANG DAFTAR SUSUNAN PANGKAT DAN KENAIKAN PANGKAT PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1959 TENTANG SUMPAH KETUA, WAKIL KETUA DAN ANGGOTA BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

UNDANG UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2006 TENTANG ADMINISTRASI KEPENDUDUKAN

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1959

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1994 TENTANG: SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1956 TENTANG PERJALANAN LUAR NEGERI TENAGA BANGSA ASING PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SELAKU PENGUASA PERANG TERTINGGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: SUMBANGAN. BADAN URUSAN TEMBAKAU. PABRIKAN- PABRIKAN ROKOK. PENETAPAN MENJADI UNDANG-UNDANG.

NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 36 TAHUN 1994 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1959

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DARURAT (UUDRT) NOMOR 42 TAHUN 1950 (42/1950) TENTANG BEA-BEA IMIGRASI Presiden Republik Indonesia

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1982 TENTANG WAJIB DAFTAR PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

b.bahwa peraturan+peraturan yang termaktub dalam undang+undang darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai undang+undang;

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 1994 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1977 TENTANG USAHA PETERNAKAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1956 TENTANG URUSAN PEMBELIAN MINYAK KAYU PUTIH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; MEMUTUSKAN :

PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) NOMOR 4 TAHUN 1957 (4/1957)

PENUNJUK UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2011

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 83 TAHUN 1958 TENTANG PENERBANGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1962 TENTANG HYGIENE UNTUK USAHA-USAHA BAGI UMUM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: ADMINISTRASI. HANKAM. KEHAKIMAN. Imigrasi. Warganegara. DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1954 TENTANG PELAKSANAAN PENGAWASAN TERHADAP ORANG ASING YANG BERADA DI INDONESIA

KEDUDUKAN KEUANGAN KETUA DAN ANGGAUTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 86 TAHUN 1958 TENTANG NASIONALISASI PERUSAHAAN-PERUSAHAAN MILIK BELANDA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1980 TENTANG TINDAK PIDANA SUAP DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1960 TENTANG KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK SELAMA DALAM KEADAAN BAHAYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1959 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Undang-Undang Nomor 11 tahun 1992 Tentang Dana Pensiun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1958 TENTANG PENGELUARAN UANG KERTAS PERBENDAHARAAN TAHUN 1958 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT NO. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1950 NOMOR 82), SEBAGAI UNDANG-UNDANG ) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah berdasarkan pasal 96 ayat 1 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia telah menetapkan Undang-undang Darurat No. 40 tahun 1950 tentang Surat Perjalanan Republik Indonesia; b. bahwa peraturan-peraturan yang termaktub dalam Undang- undang Darurat tersebut perlu ditetapkan sebagai Undang-undang dengan beberapa perubahan; Mengingat : 1. pasal-pasal 33, 97 dan 89 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia; 2. Undang-undang No. 29 tahun 1957 (Lembaran-Negara tahun 1957 No.101); Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat; Memutuskan: Menetapkan : Undang-undang tentang penetapan "Undang-undang Darurat No. 40 tahun 1950 tentang Surat Penjelasan Republik Indonesia (Lembaran-Negara tahun 1950 No. 82)" sebagai Undang-undang Pasal 1 Peraturan-peraturan termaktub dalam "Undang-undang Darurat No. 40 tahun 1950 tentang surat perjalanan Republik Indonesia (Lembaran-Negara tahun 1950 No. 82)" ditetapkan sebagai Undang-undang dengan perubahanperubahan sehingga berbunyi sebagai berikut : Pasal 1 Surat perjalanan Republik Indonesia terbagi atas: a. paspor diplomatik; b paspor dinas; c. paspor biasa; d. paspor untuk orang asing, e. surat perjalanan laksana paspor. Pasal 2 (1) Paspor diplomatik dan paspor dinas hanya diberikan, diperpanjang waktunya, ditambah, diubah atau dicabut oleh Menteri Luar Negeri atau pegawai-pegawai dinas luar negeri, yang ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri, (2) Pengeluaran paspor diplomatik oleh pejabat-pejabat tersebut dalam ayat (1) dilakukan atas nama Presiden; (3) Bentuk paspor diplomatik dan paspor dinas, juga peraturan selanjutnya tentang pengeluaran, perpanjangan waktu, penambahan, perubahan atau pencabutan paspos-paspor itu ditetapkan oleh Menteri Luar Negeri Pasal 3 Pengeluaran, perpanjangan waktu, penambahan, perubahan dan pencabutan paspor biasa dan paspor untuk orang asing dan surat perjalanan laksana paspor yang lain dilakukan di Indonesia oleh pegawai-pegawai yang ditunjuk untuk itu oleh Menteri Kehakiman dan di luar Indonesia oleh pegawai-pegawai Dinas Luar

Negeri, yang ditunjuk oleh Menteri Luar Negeri. Pasal 4 (1) Kepada warga-negara Indonesia yang berdiam di Indonesia yang tidak atau belum mempunyai paspor tersebut dalam pasal 1 dan yang berkehendak bepergian keluar negeri dan berangkatnya tidak terganggu oleh halanganhalangan berdasarkan hukum, dapat diberikan paspor biasa atau surat perjalanan laksana paspor. (2) Kepada warga-negara Indonesia yang berada di luar negeri dan tidak atau belum mempunyai paspor tersebut dalam pasal 1, dapat diberikan paspor biasa atau surat perjalanan laksana paspor. (3) Atas permintaan pemohon maka paspor atau surat perjalanan laksana paspor tersebut dapat berlaku juga untuk isteri dan anak-anaknya yang sah di bawah umur 16 (enam belas) tahun dan belum kawin. Pasal 5 (1)Kepada orang asing yang berdiam di Indonesia dan tidak mempunyai paspor atau surat perjalanan yang sah dan masih berlaku dan suatu negara asing, serta tidak sempat untuk memperoleh surat yang sedemikian itu dalam waktu yang dapat dianggap cukup lamanya, maka jikalau ia berkehendak pergi ke luar negeri dan berangkatnya tidak terganggu oleh halangan-halangan berdasarkan hukum, dapat diberikan paspor untuk orang asing atau surat perjalanan laksana paspor. (2)Atas permintaan pemohon maka paspor atau surat perjalanan laksana paspor tersebut dapat berlaku juga untuk isteri dan anak-anaknya yang sah di bawah umur 16 (enam belas) tahun dan belum kawin. Pasal 6 Dengan tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal 7 sub b maka: a. paspor biasa berlaku untuk paling lama 2 (dua) tahun, dapat diperpanjang untuk beberapa kali dengan selama-lamanya 2 (dua) tahun, akan tetapi tidak dapat melebihi waktu 6 (enam) tahun setelah hari dikeluarkannya; b. paspor untuk orang asing berlaku untuk paling lama 18 (delapan belas) bulan dan tidak dapat diperpanjang; c. surat perjalanan laksana paspor hanya berlaku untuk satu perjalanan. Pasal 7 Menteri Kehakiman, dimana perlu dengan kata sepakat Menteri Luar Negeri, dapat: a. menolak pemberian dan perpanjangan waktu berlakunya paspor biasa, juga pemberian paspor untuk orang asing atau surat perjalanan laksana paspor, kepada orang-orang yang tertentu atau golongan-golongan orang yang tertentu jika syarat-syarat tersebut dalam pasal 33 Undang-undang Dasar Sementara tidak dipenuhi; b. membatasi berlakunya paspor pada daerah dan negara tertentu dan/atau memperpendek waktu berlakunya paspor tersebut yang akan diberikan kepada orang-orang atau golongan-golongan orang yang tertentu; c. menetapkan bentuk paspor biasa, paspor untuk orang asing dan surat perjalanan laksana paspor dan menetapkan peraturan selanjutnya tentang pemberian, perpanjangan waktu penambahan, perubahan dan pembatalannya. Pasal 8. Undang-undang ini tidak berlaku untuk pas jalan bagi yang naik haji. Pasal 9

(1) Paspor atau surat perjalanan yang lain, tetap menjadi milik negara. (2) Barangsiapa yang menyerahkan suatu paspor atau surat perjalanan lainnya yang diberikan kepadanya, kepada orang lain dengan maksud dipergunakan dengan cara tidak berhak, akan dipidana dengan hukuman penjara setinggitingginya 1 (satu) tahun, atau dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah). (3) Barangsiapa yang memakai dengan sengaja satu paspor atau surat perjalanan lainnya yang diberikan kepada orang lain akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya 1 (satu) tahun, atau dengan hukuman denda sebanyak-banyaknya Rp. 10-000,- (sepuluh-ribu rupiah). Pasal 10 Pejabat yang dengan sengaja dan dengan melawan hukum memberikan atau memperpanjang berlakunya surat perjalanan Republik Indonesia untuk orang Indonesia atau orang asing sedang ia tahu bahwa orang tersebut oleh Menteri Luar Negeri/Menteri Kehakiman dinyatakan sebagai orang yang tidak berhak mendapat surat perjalanan akan dipidana dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun. Pasal 11 (1) Barangsiapa mempergunakan paspor biasa yang sudah dinyatakan dicabut/dibatalkan berlakunya oleh Menteri Kehakiman/Menteri Luar Negeri akan dipindana dengan hukuman Penjara setinggi-tingginya dua tahun. (2) Barangsiapa mempergunakan paspor biasa yang sudah dinyatakan dicabut/dibatalkan oleh Menteri Luar Negeri akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya tiga tahun. (3) Barangsiapa mempergunakan paspor diplomatik yang sudah dinyatakan dicabut/dibatalkan berlakunya oleh Menteri Luar Negeri akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya empat tahun. Pasal 12 Barangsiapa pada waktu hendak minta surat perjalanan Republik Indonesia dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar yang menentukan dalam pemberian surat perjalanan akan dipidana dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun. Pasal 13 Perbuatan yang tersebut dalam pasal 9 ayat (2) dan (3), pasal 10, pasal 11 dan pasal 12 dianggap sebagai kejahatan. Pasal 14 Pelaksanaan Undang-undang ini dilakukan oleh Menteri Luar Negeri dan Menteri Kehakiman. Pasal 11 Undang-undang ini dapat disebut "Undang-undang paspor tahun 1959" dan mulai berlaku pada hari diundangkan. Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran-Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 26 Juni 1959. Pejabat Presiden Republik Indonesia, ttd SARTONO. Diundangkan pada tanggal 4 Juli 1959,

Menteri Kehakiman, ttd G. A. MAENGKOM. Menteri Luar Negeri a.i., ttd HARDI. MEMORI PENJELASAN MENGENAI UNDANG-UNDANG No. 14 TAHUN 1959 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT No. 40 TAHUN 1950 TENTANG SURAT PERJALANAN REPUBLIK INDONESIA (LEMBARAN-NEGARA TAHUN 1950 No. 82)" SEBAGAI UNDANG-UNDANG. A. PENJELASAN UMUM Sebagaimana telah sama diketahui, bahwa satu-satunya Undang-undang yang mengatur tentang surat-surat perjalanan Republik Indonesia, atau dengan istilah yang lebih populer disebut "Paspor Republik Indonesia" pada waktu terakhir ini hanyalah diatur oleh "Undang-undang Darurat tentang surat perjalanan Republik Indonesia No. 40 tahun 1950". Beberapa ketentuanketentuan dari Undang-undang Darurat tersebut diatas,- didalam pengalaman ternyata masih kedapatan beberapa ketentuan yang tidak lagi sesuai dengan keadaan. Hal ini dapat kita maklumi, oleh karena Undang-undang Darurat No. 40 tahun 1950 tersebut dimaksudkan agar dahulunya supaya didalam waktu yang singkat sekali dapat menggantikan segala ordonansiordonansi Hindia-Belanda yang belum ditarik kembali (Staatsblad 1919 No. 446, yo. Staatsblad 1919 No. 406).Oleh karena itu sifat kesementaraaan dari pada Undang-undang Darurat No. 40/1950 masih nampak.disana-sini, bahkan beberapa pasal sudah tidak aktuil lagi untuk dipergunakan, umpamanya: penghapusan adanya paspor konsuler pada Pasal 1 : Pasal 5 sub 2 Pasal 9 keseluruhannya. Pasal 10 sub 1 dan perubahan redaksionil pada pasal-pasal lainnya. Berhubung dengan soal-soal tersebut diatas, perlu diadakan penggantiannya, setelah diadakan perubahan dan tambahan serta penghapusan pasal-pasal disana-sini seperlunya, serta mengeluarkannya sebagai Undang-undang biasa. Dengan adanya Undang-undang Paspor Republik Indonesia ini diharapkan agar pelaksanaan-pelaksanaan yang sehingga dewasa ini masih bersifat sementara itu, dapat ditertibkan adanya. B. PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1. Pasal 1 menyebutkan beberapa jenis paspor yang dikeluarkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. Paspor diplomatik, diberikan kepada mereka yang mendapat tugas negara untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat diplomatik atau kepada pejabatpejabat negara yang oleh karena tugasnya mempunhai kedudukan diplomatik di Luar

Negeri sedangkan paspor dinas diberikan kepada pegawai-pegawai negeri yang melakukan tuas jabatan untuk kepentingan Pemerintah keluar negeri. Pasal 2 Pasal ini adalah mengenai paspor diplomatik dan dinas, Pengeluaran, perpanjangan waktu, penambahan, perubahan dan pencabutan paspor-paspor dinas dan pasporpaspor diplomatik telah diatur dengan Keputusan Meneri Luar Negeri tanggal 1 Juli 1955 No. 43780 VIII. Pasal 3 Paspor-paspor biasa dan surat-surat perjalanan lainnya yang tersebut pada bagian terakhir dari pasal 1 diberikan atau diatur tentang ketentuan-ketentuan pengeluarannya oleh Kepala Jawatan Imigrasi, yaitu sebagai pembesar yang ditunjuk oleh Menteri Kehakiman. Diluar Indonesia, hal ini adalah pada pegawai-pegawai dinas Luar Negeri dari perwakilan-perwakilan Republik Indonesia di Luar Negeri. Pasal 4 Pasal 4 mengatur perhubungan dengan pelaksanaan dari pada pasal 9 sub 2 dari Undang-undang Dasar Sementara, dengan tidak mengurangi ketentuan tersebut pada pasal 33 Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia. Pasal 5 Pasal 5 mengatur pemberian paspor-paspor Republik Indonesia -Asing, yaitu kepada mereka yang bukan warga-negara Indonesia dan orang-orang asing yang oleh karena keadaan, didalam waktu yang dianggap cukup pantas tidak bisa memperoleh paspor kebangsaannya sendiri atau tak bisa memperoleh paspor dari negara asing lain - umpamanya: Orang-asing dari sesuatu negara yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Indonesia, dalam hal mana dapat dikeluarkan surat perjalanan laksana paspor. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Menteri Kehakiman dengan kata, sepakat dari Menteri Luar Negeri, dapat menggantungkan pemberian, perpanjangan dan berlakunya sesuatu paspor atas nama seseorang, jika menyangkut kepentingan dan keamanan Negara serta menghendakinya atas adanya tindakan tersebut. Dalam hal ini syarat-syarat tersebut dalam pasal 33 Undang-undang Dasar Sementara diperhatikan pula. Pasal 8 Oleh karena perjalanan naik haji telah ada ketentuan-ketentuannya sendiri yang diatur oleh Menteri Agama, dengan sendirinya Undang-undang ini tidak berlaku untuk warganegara Indonesia yang memperoleh paspor haji (pas-mekkah). Pasal 9 Pasal 9 menentukan, bahwa paspor-paspor atau surat-surat perjalanan lainnya, selama masih berlaku, adalah tetap menjadi kepunyaan negara. Demikian pula paspor atau surat perjalanan yang lain yang dinyatakan dicabut/dibatalkan berlakunya oleh Menteri Kehakimanan dan/atau Menteri Luar Negeri yang harus diserahkan kembali kepada pegawai yang ditunjuk untuk itu diatur pelaksanaannya dalam Peraturan Pemerintah atau surat keputusan Menteri. Ketentuan ini amat penting, yaitu untuk menggantungkan adanya paspor-paspor atau surat-surat perjalanan itu, sebagai haknya Pemerintah yang tidak dapat diganggu-gugat, untuk setiap kepentingan negara menghendakinya, mengubah-mencabut-, membatalkan berlakunya sesuatu paspor, jika dianggap untuk itu ada alasan- alasannya.

Selain dari pada itu, diadakan juga ancaman-ancaman hukuman bagi barangsiapa yang menyalah-gunakan suatu paspor atau surat perjalanan lainnya yang diberikan kepadanya (sub 2, 3). Pasal 10 Pasal ini dimaksud untuk mencegah adanya kemungkinan bahwa pejabat di Indonesia atau diperwakilan diluar negeri menyalah-gunakan kekuasaannya untuk memberikan paspor kepada orang-orang tertentu yang sudah diketahui akan berbuat yang merugikan Negara tau Pemerintah yang sah. Pasal 11 Ketentuan yang mengatur ancaman hukuman terhadap para pelanggar perlu sekali agar penyalah-gunaan suatu paspor dapat dicegah atau setidak-tidaknya dikurangi sedangkan hukuman yang ditentukan disesuaikan menurut sifat dan kedudukan paspor. Pasal 12 Pasal ini bermaksud memberikan ancaman hukuman tersendiri kepada orang-orang yang dengan sengaja memberikan keterangan yang tidak benar, yang sifatnya menentukan dalam pemberian surat perjalanan. Pasal 13 Cukup jelas. Pasal 14 Cukup jelas. Pasal 15 Segala ketentuan yang merupakan perubahan atas Undang-undang Darurat No. 40 tahun 1950 dengan sendirinya mulai berlaku semenjak diundangkan. Termasuk Lembaran-Negara No. 56 tahun 1959. Diketahui: Menteri Kehakiman, G.A. MAENGKOM. -------------------------------- CATATAN *)Disetujui D.P.R. dalam rapat pleno terbuka ke-44 tanggal 4 Mei 1959 pada hari Senin, P. 354/1958 TELAH DICETAK ULANG