LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR

dokumen-dokumen yang mirip
PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HIMPUNAN PERATURAN YANG BERKAITAN DENGAN PENANAMAN MODAL TAHUN 2014

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

KONSEP DAN TUJUAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1964 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK TENAGA ATOM PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1969 TENTANG PEMAKAIAN ISOTOP RADIOAKTIF DAN RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SYNOPSIS REAKTOR NUKLIR DAN APLIKASINYA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2012 TENTANG PERTANGGUNGJAWABAN KERUGIAN NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG KESELAMATAN KERJA BAB I TENTANG ISTILAH-ISTILAH. Pasal 1

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A Latar Belakang 01 Tujuan Instruksional Umum 02 Tujuan Instruksional Khusus. 02

PERSYARATAN PENGANGKUTAN LIMBAH RADIOAKTIF

OLEH : Dra. Suyati INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN INSPEKSI FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF ZAT RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

2. Reaktor cepat menjaga kesinambungan reaksi berantai tanpa memerlukan moderator neutron. 3. Reaktor subkritis menggunakan sumber neutron luar

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 01 A. Latar Blakang 01 B. Dasar Hukum 03 C. Definisi. 04 Tujuan Instruksional Umum 06 Tujuan Instruksional Khusus..

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

M E M U T U S K A N : Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2008 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN MANAJEMEN PENUAAN REAKTOR NONDAYA

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 197 TAHUN 1998 TENTANG BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGENALAN PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR (PLTN)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG TINGKAT KLIERENS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

Undang-undang Nomor I Tahun 1970

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 63 TAHUN 2000 (63/2000) TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

PENTINGNYA REAKTOR PEMBIAK CEPAT

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

EVALUASI KESIAPSIAGAAN NUKLIR DI INSTALASI RADIOMETALURGI BERDASARKAN PERKA BAPETEN NOMOR 1 TAHUN 2010

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

JENIS PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK SATUAN TARIF

No Penghasil Limbah Radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang mempunyai kewajiban mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah sebelum diser

LAMPIRAN LAMPIRAN Universitas Kristen Maranatha

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR : 14/Ka-BAPETEN/VI-99 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN PABRIK KAOS LAMPU

adukan beton, semen dan airmembentuk pasta yang akan mengikat agregat, yang

Transkripsi:

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR RINGKASAN Inspeksi keselamatan pada fasilitas nuklir termasuk regulasi yang dilakukan oleh Komisi Keselamatan Tenaga Nuklir adalah meliputi perencanaan desain, fondasi, konstruksi sampai dengan tahapan operasi. Inspeksi keselamatan yang dilaksanakan hingga diperoleh lisensi bagi pekerja, yaitu pemeriksaan terhadap basis desain fasilitas yang meliputi kebijakan desain dasar, khususnya kondisi lokasi fasilitas dan korelasi penting yang dilakukan. Selain itu dilakukan pemeriksaan terhadap konstruksi pada tiap level operasi, tiap jenis sangsi dan regulasi. Komisi ini juga melakukan pemeriksaan terhadap regulasi untuk garansi keselamatan yang berkaitan dengan perencanaan kebijakan, pengambilan keputusan dengan menggunakan skema indikator fasilitas tenaga nuklir dan melakukan pemeriksaan terhadap perizinan. Berkaitan dengan keselamatan tenaga nuklir, penduduk yang pernah menerima dampak kecelakaan nuklir dikumpulkan, khususnya yang terjadi pada tahun 1999. Dengan terjadinya kecelakaan nuklir pada akhir-akhir ini, dalam sejarah penggunaan dan pengembangan tenaga nuklir di Jepang atau disebut sebagai kecelakaan kekritisan pabrik pemrosesan uranium, maka Pemerintah Jepang menganggap penting untuk melakukan perbaikan terhadap kebijakan keselamatan tenaga nuklir, membuat system dan melakukan revisi terhadap peraturan keselamatan yang sudah ada. URAIAN Departemen.pada tahun 2001 ( Heisei 13 ) pada bulan Januari 2001 telah melakukan reorganisasi terhadap struktur organisasi Keselamatan Teanaga Nuklir dan membentuk struktur organisasi baru. 1. Kondisi regulasi keselamatan fasilitas nuklir Tujuan regulasi keselamatan fasilitas nuklir adalah untuk membatasi penggunaan tenaga nuklir hanya untuk maksud damai. Selain itu regulasi bertujuan untuk melindungi dan mencegah bencana, proteksi terhadap bahan nuklir dan untuk perencanaan keselamatan umum. Pentingnya regulasi adalah berkaitan dengan keselamatan pengoperasian fasilitas nuklir, dan pencegahan bencana keselamatan yang meliputi material tenaga nuklir, material bahan bakar nuklir dan reaktor Regulasi keselamatan fasilitas nuklir yang selanjutnya disebut hukum regulasi tenaga nuklir dilaksanakan sesuai dengan tanggung jawab instansi. Regulasi terhadap fondasi konstruksi tenaga nuklir dan struktur fasilitas nuklir adalah mencegah terjadinya bencana dan melakukan pemeriksaan yang meliputi konstruksi, tingkatan operator dan terhadap perizinannya.

Komite Keselamatan Nuklir membuat perencanaan, melakukan pemeriksaan dan menentukan kebijakan yang berhubungan dengan regulasi untuk menjamin keselamatan pengoperasian fasilitas nuklir. Selain itu juga melakukan double check yang berhubungan dengan penetapan petunjuk yang digunakan dalam pemeriksaan keselamatan, perizinan pembuatan (perubahan) instalasi nuklir. Sehubungan dengan hal penting seperti terjadinya kecelakaan dan kerusakan, manajemen paparan dan lain-lain, setelah menerima laporan dari instansi terkit, bila diperlukan akan dilakukan pemeriksaan yang kemudian hasilnya diumumkan dan diberitahukan pada instansi terkait. Kemudian mengenai double check yang berhubungan dengan perizinan pembuatan instalasi nuklir akan dilakukan dengar pendapat terbuka yang kedua. Apabila diperlukan, disain proses setelah pemberian izin pembangunan instalasi nuklir, ijin pembagunan dan inspeksi, Badan Pemerintah menunjuk hal-hal yang penting untuk dilakukan pemeriksanaan dan selanjutnya dilaporkan ke Badan Pengawas. Kemudian berdasarkan arahan dari Badan Pemerintah, setelah mendapat laporan akan dilakukan sidang dan selanjutnya hasilnya dilaporkan ke Badan Pemerintah. (1) Instalasi reaktor PLTN Terhadap instalasi reaktor PLTN dan reaktor yang masih dalam tahap pengembangan dilakukan regulasi berdasarkan reaktor nuklir dan industri listrik, yaitu izin lokasi, izin keselamatan yang diatur dengan peraturan reaktor nuklir. Sedangkan izin desain atau perencanaan pembangunan, inspeksi sebelum operasi maupun inspeksi berkala diatur berdasarkan peraturan tentang industri listrik. Seperti halnya di Jepang, pengaturan ini dilakukan oleh Kementrian Industri dan Ekonomi (gambar 2). (2) Instalasi reaktor penelitian dan reaktor dalam pengembangan Terhadap instalasi reaktor nuklir untuk penelitian dan reactor yang masih dalam tahap pengembangan (tidak termasuk untuk pembangkit listrik), dilakukan pengaturan berdasarkan peraturan reaktor nuklir. Selain itu pengaturan juga meliputi izin lokasi, izin desain, izin konstruksi, pemeriksaan sebelum operasi, izin keselamatan dan inspeksi berkala. Pengaturan ini dilakukan oleh Kementrian Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan dan Olah Raga (gambar 3) (3) Instalasi bahan bakar nuklir Terhadap industri penambangan, fabrikasi pengolahan ulang material bahan bakar nuklir, pemanfaatan material bahan nuklir diatur berdasarkan peraturan reaktor nuklir, yaitu izin operasi. Selain itu pengaturan juga meliputi izin desain, izin konstruksi, pemeriksaan sebelum operasi, izin keselamatan dan inspeksi. Pengaturan ini dilakukan oleh Kementrian Ilmu Pengetahuan, Kebudayaan dan Olah Raga ( Tabel 1, Gambar 4 dan 5) (4) Pengolahan dan pembuangan limbah radioaktif Limbah radioaktif yang dihasilkan dari penggunaan bahan nuklir dan pengoperasian instalasi nuklir ada dalam berbagai jenis dan bentuk bedasarkan jenis dan konsentrasinya. Limbah radioaktif digolongkan ke dalam limbah radioaktif tingkat aktivitas tinggi, yang berasal dari bahan bakar bekas pada instalasi olah ulang dan limbah radioaktif tingkat aktivitas rendah. Limbah radioaktif tingkat aktivitas rendah yang berbentuk gas maupun cairan diolah agar aktivitasnya berada di bawah batas ambang keamanan yang telah ditentukan. Selanjutnya limbah gas dapat dilepaskan ke udara dan limbah padat

hasil olahan dapat di buang ke laut atau disimpan dalam kolam penyimpanan pada tanah dangkal. Sedanglan sebagian limbah radioaktif cair dan padat setelah dilakukan proses pemadatan kemudian dimasukkan ke dalam wadah tangki dari baja atau semen kemudian disimpan ke dalam kolam penyimpanan atau ke dalam instalasi penyimpanan. Terhadap limbah radioaktif ini diatur bedasarkan peraturan reaktor nuklir dan peraturan pencegahan akibat radiasi dari unsur radioisotop. Limbah radioaktif yang dimaksud adalah yang dihasilkan dari instalasi penambangan, instalasi fabrikasi, instalasi reaktor nuklir, instalasi olah ulang, instalasi pemanfatan material bahan bakar nuklir, instlasi pemanfataan bahan nuklir dan limbah dari kegiatan di luar instalasi nuklir. Pembuangan limbah radioaktif harus mendapatkan izin operasi, izin keselamatan, izin instalasi pembuangan. Sedangkan kegiatan pengelolaan bahan limbah radioaktif harus mendapat izin operasi,izin desain,izin konstruksi kemudian dilakukan inspeksi secara berkala. Semua itu diatur oleh Kementrian Ekonomi dan Industri (Gambar 6). (5) Penyimpanan bahan bakar bekas Penyimpanan sementara terhadap bahan bakar bekas PLTN, dengan adanya perubahan undang-undang reaktor nuklir pada bulan Juni 1999, telah ditetapkan ketentuan yang berhubungan dengan pengelolaan penyimpanan bahan bakar bekas, yaitu ketentuan tentang izin pengelolaan bahan bakar bekas, sertifikasi metode disain dan pengerjaan, inspeksi sebelum pemakaian dan lain-lain dilakukan oleh Departemen Ekonomi dan Industri. Selain itu, Komisi Keselamatan Tenaga Nuklir melakukan pembahasan dan survei terhadap hal-hal yang berhubungan dengan keselamatan instalasi penyimpanan sementara yang ketentuannya dilakukan oleh Departemen Ekonomi dan Industri (Gambar 7) (6) Pengangkutan materi bahan bakar nuklir Di Jepang pengangkutan terhadap bahan bakar baru berupa uranium dengan konsentrasi rendah dan bahan bakar bekas dari PLTN dilakukan secara teratur. Selain itu juga dilakukan pengangkutan bahan bakar MOX yang dihasilkan dari riset pengembangan reaktor pembiak cepat. Pengangkutan materi bahan bakar nuklir secara umum dilakukan dengan angkutan darat menggunakan truk atau trailer khusus. Untuk pengangkutan bahan bakar bekas dilakukan pengangkutan menuju instalasi olah ulang, baik yang ada di dalam maupun dari luar negeri menggunakan kapal pengangkut khusus. Pengangkutan materi bahan bakar nuklir ini (termasuk materi yang tercemar), dilakukan berdasarkan ketentuan keselamatan yang ketat dan antisipasi keselamatan oleh pihak industri. (7) Isotop radioaktif Isotop radioaktif dan peralatan sinar radiasi secara luas digunakan dalam berbagai bidang seperti, kedokteran(untuk pemeriksaan dan terapi penyakit, seterilisasi alat-alat medis), lingkungan (analisis materi pencemar dalam air maupun udara, analisis pestisida dalam makanan), industri (pengukuran ketebalan, uji tak rusak), pertanian (perbaikan varietas, pembasmian hama), dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari (tabung TL, detektor asap). Untuk melindungi masyarakat dari dampak yang dapat ditimbulkan oleh sinar radiasi

dan pemakaian radioisotop, dibuat ketentuan mengenai pemakaian, penjualan peminjaman, pembuangan radioisotop dan pemakaian alat penghasil sinar radiasi yaitu Undang-undang tentang Pencegahan Dampak Radioaktif. (Gambar 9) 2. Tindakan menghadapi disusunnya kembali keselamatan tenaga nuklir Terjadinya berbagai masalah dan kecelakaan pada dekade 90 an telah menarik perhatian masyarakat terhadap keselamatan tenaga nuklir. Diantaranya kecelakaan kritis di pabrik pengolahan uranium JCO yang terjadi pada tanggal 29 September 1999, yang merupakan kecelakaan terburuk dalam sejarah pemanfaatan dan pengembangan tenaga nuklir di Jepang. Hal ini membuat Pemerintah Jepang memberlakukan sistem keselamatan yang ketat dan merevisi terhadap peraturan keselamatan yang sudah ada. (1) Pengetatan sistem dan peran Komisi Keselamatan Tenaga Nuklir Di dalam laporan akhir Komisi Survei Kecelakaan Kritis pabrik uranium JCO telah dibeberkan tentang banyaknya masalah yang ditemukan dan telah dilakukan teguran yang keras. Selain itu juga diberikan anjuran-anjuran. Sebagai tindak lanjutnya dari kejadian tersebut kemudian ditetapkan kembali mengenai Dasar-dasar Ketetapan Komisi Keselamatan Nuklir yang isinya mengenai sistem terkendalinya keselamatan, target keselamatan, respon terhadap kecelakaan dan siaran pers (gambar 10). (2) Amandemen Undang-undang Ketentuan Reaktor Nuklir Dalam rangka memberikan fasilitas dalam kerangka untuk meneruskan ketegangan maka dilakukanlah: Penambahan sistem inspeksi berkala pada instalasi Pembuatan sistem inspeksi terhadap kondisi ketaatan pengusaha Penempatan inspektur keselamatan tenaga nuklir di Departemen Pendidikan & Ilmu Pengetahuan dan Departemen Ekonomi & Industri Bila terjadi pelanggaran akan dilakukan perubahan mendasar seperti membuat suatu kondisi yang memudahkan pelaporan pada lembaga yang kompeten. (3) Undang-undang tindakan khusus dalam mengantisipasi bencana tenaga nuklir. Apabila terjadi kecelakaan tenaga nuklir maka sebagai tahap awal tindakan adalah memperkuat kerja sama antara negara dan pemerintah daerah. Selain itu kewajiban pihak pengusaha diperjelas dengan cara penetapan Undang-undang tindakan khusus antisipasi kecelakaan nuklir. Jelasnya adalah sebagai berikut : Tindakan awal yang cepat serta terjaminnya rangkaian yang baik antara negara, Pemda tingkat I dan Pemda tingkat II. Dipercepatnya tindakan awal yaitu pembuatan posko penanggulangan kecelakaan nuklir dan Perdana Menteri sebagai ketuanya, penunjukkan lokasi penanggulangan kondisi darurat (offsite center).

Penguatan kerja sama antara negara dan lembaga di daerah yaitu dengan melaksanakan latihan penanggulangan kecelakaan yang menyeluruh. Pengetatan sistem antisipasi pada saat darurat negara dalam respon kecelakaan nuklir. Pengetatan sistem negara yaitu dengan menempatkan seorang ahli penanggulangan kecelakaan nuklir di Departemen Pendidikan & Ilmu Pengetahuan dan Departemen Ekonomi Keuangan, terjaganya sistem yang memungkinkan pengerahan fungsi antisipatif ke daerah kecelakan secara cepat). Diperjelasnya peran serta pengusaha pada saat kecelakaan nuklir. Kewajiban pengusaha yaitu melengkapi alat ukur radiasi, melakukan tindakan penanggulangan kecelakaan secara cepat dan menetapkan rencana penanggulangan kecelakan oleh pengusaha. Sumber : www.batan.go.id