Sampul Simpul Senyum Senja - Cerpen - Horison Online. Ditulis oleh Aila Nadari Senin, 12 Maret :12 -

dokumen-dokumen yang mirip
Tuhan dalam Cerita. Pada paru-paru yang terhujam dangkal ke sukma. Dikala nafas mulai menepi pada gulita tanpa suara

Aku Mencintai dan Dicintai Cinta

Sebuah kata teman dan sahabat. Kata yang terasa sulit untuk memasuki kehidupanku. Kata yang mungkin suatu saat bisa saja meninggalkan bekas yang

LUCKY_PP UNTUKMU. Yang Bukan Siapa-Siapa. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

Tentang Mencintaimu. Lelah kita terjerat pada noktah di malam buta. Di mana aku hanya menemukan siluet aromamu

Berlari. Nurlaeli Umar

RINDU. Puguh Prasetyo ~ 1

Lucu memang.. Aku masih bisa tersenyum manis, melihatmu disana tertawa lepas bersamanya.

TEMAN KESUNYIAN BUKU PUISI BAGUS EKO SAPUTRO

Kesengsaraan adalah aku! Apakah ia kan mencampur kesedihannya atas jalinan persahabatan dengan sahabat lainnya yang serupa? Apakah ia tidak kesepian

PROLOG. Wow, lihat! Dia datang. Kata Ronald sambil bersiul.

PENJAGAL ANGIN. Tri Setyorini

Ah sial aku selingkuh!

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN. Naskah Film Dan Sinopsis. Ber Ibu Seekor KUCING

Oleh: Yasser A. Amiruddin

Mukadimah. Aku bukan siapa-siapa Hanya mencoba untuk bercerita dari khayalan dan pengalaman

1. TENTANG CINTA. Aku tak pernah mengerti pun memahami cinta. Kami tak pernah saling mengenal. Dan aku tak punya cerita tentangnya.

Sahabat Terbaik. Semoga lekas sembuh ya, Femii, Aldi memberi salam ramah. Kemarin di kelas sepi nggak ada kamu.

Sore yang indah bergerak memasuki malam. Langit yang bertabur warna keemasan mulai menghitam dengan taburan bintang-bintang. Aku masih duduk di kursi

Kumpulan Prosa Vyna,

Ketika mimpi menjadi sebuah bayangan, aku menanyakan "kapan ini akan terwujud?" Mungkin nanti, ketika aku telah siap dalam segalagalanya

KASIH. Embusan angin panas menghempas Membakar semua yang dilaluinya Bara panas membara membahana Menghanguskan makhluk persada

1. Aku Ingin ke Bandung

Bayangan Merah di Laut dan Tempat Untuk Kembali:

MASYA ALLAH. Sempurna Tuhan menciptakan Dirimu yang tiada cela Kurasa engkaulah orangnya Yang tercantik di jagat raya

Rima Perjalanan Cinta

Karena Kita Adalah Hujan

SYAIR KERINDUAN. Genre: Puisi-puisi cinta, sahabat, keluarga semuanya tentang CINTA dan CITA-CITA.

CINTA TANPA DEFINISI 1 Agustus 2010

- Sebuah Permulaan - - Salam Perpisahan -

Simoan DELAPAN SIMOAN

Rintik, rintik, Tiap tetesnya menyimpan kisah yang harus segera diceritakan. Sebelum semuanya kembali memuai ke awan.

Dimana hati? Ia mati ketika itu juga..

Senja, Sebuah Kisah Sebuah Cerita

Kamu adalah alasan untuk setiap waktu yang berputar dari tempat ini.

IQBAL AR. Nyanyian. Sebuah Kumpulan Puisi. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com NYANYIAN. Oleh: IQBAL AR. Copyright 2018 by IQBAL AR

Prolog. Entah kenapa puisi yang kugubah. Padahal aku bukannya mahir berkata-kata. Kurasa, ini karenamu juga:

Cinta, bukan satu hal yang patut untuk diperjuangkan. Tapi perjuangan untuk mendapatkan cinta, itulah makna kehidupan. Ya, lalu mengapa...

Perempuan dan Seekor Penyu dalam Senja

angkasa. Tidak ada lagi gugusan bintang dan senyuman rembulan. Langit tertutup awan kelam. Dan sesaat kemudian hujan turun dengan deras.

P A D A M U E M B U N

Wonderheart ditinggali oleh manusia-manusia yang memiliki kepribadian baik. Tidak hanya itu, hampir semua dari mereka nampak cantik dan

Ruang Rinduku. Part 1: 1

semoga hujan turun tepat waktu

Arif Rahman

1 Curahan Hati Sebatang Pohon Jati

KUMPULAN PUISI KAHLIL GIBRAN

TATA IBADAH KELUARGA GABUNGAN GPIB Jemaat IMMANUEL di DEPOK Rabu, 2 Desember 2015 MENGHADAP TUHAN

Kierkegaard dan Sepotong Hati

Di bawah daun yang menggugur dan resah embun menembus kulitku di remang bulan malu-malu aku memikirkanmu

"Jika saya begitu takut maka biarlah saya mati malam ini". Saya takut, tetapi saya tertantang. Bagaimanapun juga toh akhirnya kita harus mati.

Karya Kreatif Tanah Air Beta. Karya ini diciptakan untuk menuturkan isi hati Mama Tatiana di dalam buku hariannya. Karya

KOPI DI CANGKIR PELANGI..

Pergi Tak Kembali. Oleh: Firmansyah

Aku menoleh. Disana berdiri seorang pemuda berbadan tinggi yang sedang menenteng kantong belanjaan di tangan kirinya. Wajahnya cukup tampan.

Tak Ada Malaikat di Jakarta

Pertama Kali Aku Mengenalnya

pelajaran 9 energi tahukah kamu apa itu energi 119

Sepasang Sayap Malaikat

Yang Mencinta dalam Diam

Primer Amor. One could fall in love many times during the course of lifetime, but the first rush of love always holds a special place in our hearts

cs maulana Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com

Hari masih pagi di saat pertama kalinya Reandra mulai masuk sekolah setelah dua minggu lamanya libur kenaikan kelas. Hari ini adalah hari yang

Dhekamora BUNGA INI HANYA UNTUKMU

Ini tepat tengah malam, Tepat saat aku merasa sendiri, Hanya aku dan hening, Tenggelam bersama aksara-aksara yang kutulisakan,

Lebih dekat dengan Mu

HW Prakoso. Yang Terabaikan. ~ Kumpulan Naskah Gatot!! ~ Publishing

Larantuka. Mungkin sekembalinya pagi Kita akan bertemu pada tepian lautmu

SEBUAH NAMA DI JALUR PANTURA. Sebuah nama menuntunku untuk mengingat lagi Kau, gadis kecil baik hati, Yang kukenal lewat dongeng tengah malam

Yui keluar dari gedung Takamasa Group dengan senyum lebar di wajahnya. Usaha kerasnya ternyata tak sia-sia. Dia diterima berkerja di perusahaan itu

Air mataku berlinang-linang sewaktu dokter mengatakan

Dimas Dewa. Sajak Satu tm

Cinta itu datang tanpa pernah dapat ditebak. Dia seperti angin yang masuk kedalam pintu hati tanpa pernah menyapa pemiliknya.

Pemanah yang Lihai. Tiga Putri ~ 1

Musim Semi Merah. Dyaz Afryanto

BATANG BERMANFAAT. Farhan Abdul Aziz M. Kau berjalan diatas kertas Kau menari-nari diatas kertas Kau berjasa bagi kita Kau adalah pahlawanku

Bagaimana mungkin bisa Sekarang aku harus terbiasa dengan ketidakhadiranmu di sisiku? Alasan, perlukah alasan?

Kisah Tentangmu. Sebuah kumpulan kisah-kisah tentangmu.. Zhie & Dilla

Kuk Tuhan Memberi Kelegaan Matius 11 : 20-30

Suratku. 1 Rosyid Ridho [Paulheme]

Sayang berhenti menangis, masuk ke rumah. Tapi...tapi kenapa mama pergi, Pa? Masuk Sayang suatu saat nanti pasti kamu akan tahu kenapa mama harus

Terkadang ia adalah aku. Terkadang juga kamu. Ya, kamu, Jend!

Teguh masih mengintip

1. Menata Kesenangan Hati

Semahkota mawar yang mulai layu itu memberitahuku bagaimana pertama kali aku menyebut


Bagian: 1 Merindu Rindu

TUGAS PERANCANGAN FILM KARTUN

Tubuh-tubuh tanpa bayangan

Tapi, tapi, tapi ternyata, ia ada di mana-mana, dan sepertinya, semuanya sama saja, sama berbelit-belitnya, sama membingungkannya, sama

Tiga Judul Tentang Langit. Tentang Awan. Linda Astri D. W.

JISA AFTA KITAB SEMILIR

FAIRA FA. Sakura In The Fall. Diterbitkan secara mandiri. melalui Nulisbuku.com

Karya-Karya. Agus Sri Purwanto

Ditulis oleh Ida Ar-Rayani Selasa, 30 Juni :03 - Terakhir Diperbaharui Selasa, 18 Agustus :13

Satu Hari Bersama Ayah

TINTA ITU BUTA Kumpulan Puisi atau Semacamnya Zaki Ef

Behind the sea there s a kingdom where I could see your sweet smile.

Selalu terbuka jelas mata ini Mata ciptaan-mu Aku berjalan lemah di atas hiasan Pijakan menuju satu berita gembira

Kisah Dari Negeri Anggrek

Transkripsi:

Saat bintang gemintang berpendar memenuhi angkasa yang muram suara. Dan awan gemawan pamit seraya mengundurkan diri di batas malam yang memekat. Aku masih terkunci di sini, di gang buntu pada musim basah yang berkabut. Alam membisu, tak ada suara malam yang biasa mengintip dari balik jeruji kelam yang dingin. Angin diam, mungkin dia demam. Semalam aku menemukan kabar sedang bersedih di bawah pohon rambutan. Dia kesepian. Angin tak ingin kuajak bermain malam ini, katanya dengan suara seringan tokek yang mendengkur di atas dahan yang menjuntai anggun. Kata ibunya, dia sakit. Memang, semenjak sore yang riuh akan rintik hujan, kulihat angin asyik bermain riak hujan di batas senja. Sudahlah, biarkan dia istirahat. Kau bisa mengajaknya bermain di lain hari. Lalu, kulihat kabar mulai menatap malam yang semakin mendekati ambang kelam, dengan senyum penuh keyakinan kabar berkata pelan, Ya, kau benar. Semoga angin sudah sembuh esok. Dan aku akan mengajaknya berkeliling kompleks dengan sepeda baruku ini. Aku masih sendiri berteman sepi yang memagut saat kulihat kabar mulai mengayuh sepedanya menembus ruang dimensi yang entah apa namanya. Kulihat bintang semakin sumringah malam ini. Sinarnya yang kemilau mampu menembus langit yang mulai basah akan pekat. Mungkin karena awan sedang terlelap dalam selimut hangatnya setelah seharian mengguyur bumi dengan rakusnya. Dalam bayangan kelam, aku masih berpikir tentang tulisan-tulisan yang harus sesegera mungkin aku kumpulkan. Tulisan tulisan itu sungguh mengganggu respirasiku. Mengusik dentuman denyut jantungku. Menyekat aliran darahku. Dan yang terparah, tulisan-tulisan itu telah memasang pasak lebar nan panjang dalam setiap melodi napasku. Malam yang mengelam, aku hanya bisa mengotori satu lembar kertas suci dengan noda-noda hitam berbentuk rapi. Namun, jika tak kumulai dari malam ini, aku tak tahu kapan waktu yang tepat untuk kembali berteman dengan sepi yang mengaum dalam dinginnya malam tanpa suara. Kata tak banyak membantu malam ini, dia lebih suka berdiam di pojok kursi sambil berayun-ayun kecil. Lalu, semuanya absurd, terantuk oleh kantuk yang melenakan. 1 / 6

*** Sebuah senja di batas hari yang mulai rapi tanpa liatan hitam di tepian panjang cakrawala. Mentari senja kali ini tersenyum simpul kepadaku. Memberi berita apik dengan sampul keemasan. Dalam beritanya, mentari berkata bahwa dirinya akan kembali menemuiku esok hari, di saat tanda baca tak lagi dapat menemukan kata. Aku hanya bisa mengulum dahi yang berkerut. Mencoba menuliskan agenda untuk keesokan hari bersama mentari di penghujung musim basah. Sesaat setelah aku melambaikan tangan padanya di persimpangan malam, kumulai perjalanan sayu bersama goresan-goresan tinta hitam. Mencoba untuk menyelesaikan tulisan-tulisan yang mulai rapi meski bulan kembali mengenakan handuk tebalnya. Sesaat kemudian kudengar para makhluk langit mulai memainkan genderang dengan dentuman yang mampu memecah gendang telinga. Upacara yang mereka lakukan benar-benar mempercepat kelam. Namun, kata ternyata tetap saja tak banyak membantu dan kertas yang lain masih bersih dari dosa. Padahal malam mulai menyapa. Mengucap salam semanis kurma ranum dalam taman surga. Padahal bintang mulai meninggalkan bulan yang baru saja merangkak di langit. Padahal angin baru saja sembuh dari demamnya. Dan kabar masih termangu di bawah pohon rambutan bersama sepeda barunya. Kata tak kunjung berjawab. Mereka senyap. Tak ada alur yang mengalir di sana. Semesta kembali diam dalam muhashabah cintanya. Dan aku masih sendiri di sini bersama tokek yang semakin pulas di ranjang ayunnya. *** Saat aku benar-benar yakin jika tanda baca tak dapat menemukan kata, aku menemui mentari di ujung jembatan senja. Ternyata dirinya sudah menungguku di sana meski sendiri. Dengan gaunnya yang menjuntai anggun, dia tampak cantik di senja kali ini. Meski awan berarak di langit dan tak rapi. Meski genderang petir ditabuh berkali-kali, dia tetap cantik dengan ujung bibir yeng terpoles senyum mengindah. 2 / 6

Hai, kau cantik hari ini, kataku memulai suara. Terima kasih, kawan. Kau selalu memujiku. Ah, tidak. Begitulah dirimu. Tak kurang tetapi sering lebih. Aku tahu kau sedang bersedih, kawan. Aku tahu kau sedang kehilangan kata, mentari lalu berkata-kata. Ya, kau benar. Aku tak dapat menemukan kata. Kata yang biasanya kuajak untuk bergumul melawan waktu. Dan aku terlalu bersedih jika mengingat hal itu. Aku merindukan mereka, aku merindukan kata-kata. Entah bagaimana aku bisa hidup tanpa mereka, kata sudah seperti udara bagiku, ujarku sampai terengah saat mengeluarkan kata yang tersendat. Jangan bersedih, kau hanya terperangkap dalam panggung yang kau ciptakan sendiri. Bagaimana aku tak bersedih jika panggung yang aku buat hanya menyengsarakanku seperti ini? kataku menceracau tak karuan. Jangan bersedih. Pikirkan, betapa banyak jalan keluar yang datang setelah rasa putus asa dan betapa banyak kegembiraan datang setelah kesusahan, suaranya yang halus kembali berdesir di dalam rumah siputku. Tapi aku tetap bersedih jika kata benar-benar tak bisa aku temukan. Semoga jalan keluar terbuka. Semoga kita bisa mengobati jiwa kita dengan doa. Janganlah engkau berputus asa manakala kecemasan yang menggenggam jiwa menimpa. 3 / 6

Ya, kau benar. Aku hanya cemas manakala kata benar-benar tak mau menemuiku lagi untuk menyelesaikan tulisan-tulisan itu. Pesanku padamu, suruhlah kata pulang jika kau temukan dia, aku teramat rindu untuk kembali berbincang dan menyeduh kopi bersamanya. Aku hanya bisa melihatnya mengangguk mantap saat dirinya berpamitan di tepian hari yang semakin mendekati poros menghitam jelaga. Lambaian tangannya sempat aku balas meski wajahnya yang teduh tak dapat aku saksikan di penghujung hari yang menawan. Aku hanya bisa berharap, kata mau pulang dan menemaniku menyelesaikan tulisan. Saat senja benar-benar naik kelas menjadi malam yang gulita, aku terduduk sambil menekuk lutut di depan tulisan yang terdiam menunggu kata, bersamaku. Aku tahu, tulisan-tulisan itu pasti menggerutuiku, menceemoohku dengan kata-kata yang tak dapat kupahami maknanya. Aku yakin mereka sedang berebut kata untuk menggunjingku. Sudahlah. Aku masih menunggu waktu yang kian beranjak menua. Berharap kata pulang dan menyapaku meski sekarang sudah kelewat batas malam. Pintu depan tak kukunci, biar dia bisa masuk sesuka hati. Dan benar saja, sejurus kemudian kata menyapaku di ambang pintu dengan senyum yang mengindah. Langsung kusalami kata dan mengajaknya duduk di samping tulisan-tulisan yang sebenarnya hampir selesai. Kusodorkan kopi yang asapnya masih mengepul di bibir cangkir favoritnya. Berdoa agar kata mau membantuku menyelesaikan tulisanku ini. Di batas malam yang kian menjelaga, kami berdua hingar dalam tulisan penuh makna. *** Dua kali senja setelah pertemuanku dengan kata yang menghilang di akhir musim basah. Selama itu pula mentari tak kelihatan di batas hari yang syarat dengan riak riuh air. Aku mulai merindukannya, sama seperti saat aku merindukan kata. Aku hanya ingin menyampaikan berita bahwa tulisanku kini telah usai. Tulisanku sudah penuh dengan kata. 4 / 6

Di hari ketiga saat aku masih setia menunggu mentari di ujung jembatan senja. Sepertinya dia akan datang senja ini, bisikku kepada hati. Aku memulai segalanya serapi mungkin. Aku ingin melihatnya terpesona dengan dandananku bersama kata yang aku genggam dalam tulisan-tulisan ini. Lama aku terduduk bersama kata di ujung batu menghitam jelaga. Saat tersadar angin mulai memainkan kidungnya tentang cinta, saat itulah tersadar diri bahwa senja benar-benar sempurna hari ini. Sesempurna kata yang telah aku pahat dalam kertas yang telah penuh dengan coretan-coretan makna. Tak sabar rasanya ingin bersua dengan matahari yang telah menyuburkan kata dalam tulisan-tulisan ini. Masihku terduduk bersama kata yang mulai basah dengan tanda baca. Di ujung batu menghitam ini, kurasakan cerita yang begitu hangat tentang semangat mentari di awal hari dan kasihnya di senja seperti ini. Angin, dirinya masih saja menyanyikan kidung tentang cinta. Bersama dedaunan yang bergesek lembut. Dengan suasana yang kian menghangat kuku. Syair yang angin dendangkan sangat syarat akan riuhnya hari. Angin tampak bersemangat setelah beberapa hari terantuk sakit yang membuatnya lesu. Hingga kulihat kabar tengah mengayuh sepeda barunya di tepian telaga. Bersama semangat yang direngkuhnya serta. Dia tak jadi berkeliling kompleks dengan angin sore ini. Mungkinkah mereka ingin bermain di atas batu menghitam di teian telaga? Dan lihatlah, kabar ternyata membawa sesuatu! Mentari, akhirnya kau datang. Telah lama aku menunggumu di batas hari yang mulai menggigil. Maaf, aku terlambat. Tadi aku harus membantu petani mengeringkan padi. Kasihan mereka, sudah tiga hari padi mereka masih tetap basah. Aku mau menyerahkan ini padamu. Terimalah. 5 / 6

Apa ini? Mentari, ini tulisanku. Persembahanku untukmu yang telah menemaniku di setiap ujung senja yang mengelam. Aku harap, kau mau menerima kata-kata yang telah aku bingkai halus dalam kertas yang tak lagi bersih, kataku pada mentari yang mengindah. Kata, terima kasih telah menemaniku. Kini kita sama-sama telah terbebas dari deadline ujung musim basah yang menawan. Tulisan-tulisan itu sudah aku serahkan pada mentari untuk dia baca. Selamat tinggal, kata. Kita sudah merdeka, ucapku pada kata yang mulai menangis saat malam mulai menyapa. Dalam haru tangisnya yang mulai jatuh kecil-kecil, mentari meninggalkanku di sini, di gerbang malam yang meredup. Bintaro, Oktober 2011 Joomla SEO by AceSEF 6 / 6