KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT PENYUSUNAN STATUS MUTU LAUT KOTA BATAM DAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015

dokumen-dokumen yang mirip
Bab 1 Pendahuluan 1.1. Latar Belakang

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER. 14/MEN/2009 TENTANG MITRA BAHARI

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN PENCEMARAN PERAIRAN

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PENGAWASAN SUMBER DAYA KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR: KEP.59/DJ-PSDKP/2011 TENTANG

DATA, INFORMASI, KRITERIA, PERTIMBANGAN, PENENTUAN DAN DELIENASI ALOKASI RUANG UNTUK ZONA PERIKANAN TANGKAP DEMERSAL

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Republik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan yang terdiri atas sumberdaya alam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai Negara Kepulauan (Archipilagic State) terbesar di

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/2008 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, NOMOR KEP.65/MEN/2009 TENTANG

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BUPATI PACITAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN PACITAN NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG

Tantangan Ke Depan. 154 Tantangan Ke Depan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,


PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM Nomor 09/PRT/M/2010 Tentang PEDOMAN PENGAMANAN PANTAI MENTERI PEKERJAAN UMUM,

Judul Studi : Kajian Kebijakan Kelautan Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir

Kementerian Kelautan dan Perikanan

PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENYULUHAN PERIKANAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Welly Yulianti, 2015

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

2018, No Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahu

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DAMPAK POLA PENGGUNAAN LAHAN PADA DAS TERHADAP PRODUKTIVITAS TAMBAK DI PERAIRAN PESISIR LAMPUNG SELATAN

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

I. PENDAHULUAN. negara Indonesia menyebabkan Indonesia memiliki kekayaan alam yang sangat

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.02/MEN/2009 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 36 TAHUN 2017 TENTANG

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai salah satu negara dengan garis pantai terpanjang di

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

LKPJ- Bupati Berau Tahun 2014 Bab V halaman 286

I. PENDAHULUAN pulau dengan luas laut sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah pesisir dan. lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional;

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 142/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN ALOKASI DANA ALOKASI KHUSUS TAHUN ANGGARAN 2008 MENTERI KEUANGAN,

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

KERANGKA ACUAN KERJA (TERMS OF REFERENCE) KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN TAHUN 2017 LAYANAN INTERNAL

KEBIJAKAN PENATAAN RUANG DI PERAIRAN LAUT

MENTERI KEUANGAN KAK/TOR PER KELUARAN KEGIATAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN BALAI BESAR/BARISTAND INDUSTRI

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

KEMENTERIAN KEHUTANAN SEKRETARIAT JENDERAL PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN BOGOR

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

KAK/ TOR PER KELUARAN KEGIATAN TAHUN PERALATAN DAN FASILITAS PERKANTORAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.10/Menhut-II/2010 TENTANG MEKANISME DAN TATA CARA AUDIT KAWASAN HUTAN

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57/KEPMEN-KP/2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 94 TAHUN 2008

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 20 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan

BUPATI BANGKA TENGAH

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 127/KEPMEN-KP/2015 TENTANG

I. PENDAHULUAN. mangrove. Sebagai salah satu ekosistem pesisir, hutan mangrove merupakan

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 97 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA STRATEGIS WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN NOMOR : 070/Kpts-II/2000 TENTANG

TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

V. PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEHUTANAN B O G O R

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 2012 TENTANG STRATEGI NASIONAL PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE

KERANGKA ACUAN KERJA KEGIATAN PENYUSUNAN POTENSI SERTA NERACA SUMBERDAYA DAN CADANGAN MINERAL DI JAWA TENGAH

RENCANA STRATEGIK DIREKTORAT JENDERAL KELAUTAN, PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL TAHUN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2010

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.35/MEN/2011 TENTANG

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN ATAU PERUSAKAN LAUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tabel 1.1 Luas Hutan Mangrove di Indonesia Tahun 2002 No Wilayah Luas (ha) Persen

Transkripsi:

KERANGKA ACUAN KEGIATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN KERUSAKAN PESISIR DAN LAUT PENYUSUNAN STATUS MUTU LAUT KOTA BATAM DAN KABUPATEN BINTAN TAHUN 2015 Kementerian Negara/Lembaga : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Unit Eselon I : Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Ditjen PPKL) Program : Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hasil : Laporan Status Mutu Laut Kota Batam dan Kabupaten Bintan Tahun 2015 Unit Eselon II/Satker : Direktorat Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut Kegiatan : Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Pesisir dan Laut Indikator Kinerja Kegiatan : Tersusunnya Laporan Status Mutu Laut Kota Batam dan Kabupaten Bintan Tahun 2015 Satuan Ukur dan Jenis Keluaran : Laporan Volume : 1 Dokumen Laporan A. Latar Belakang 1. Dasar Hukum Undang Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup mengamanatkan perencanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dilaksanakan melalui tahapan inventarisasi lingkungan hidup. Hasil inventarisasi digunakan sebagai data dasar untuk pengelolaan lingkungan pesisir dan laut sehingga kualitas lingkungan hidup bisa terjaga. Ditjen PPKL dalam menjalankan tugas pokok di bidang pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, khususnya dalam mengembangkan dan melaksanakan kebijakan di bidang pengendalian dan kerusakan lingkungan. Di bidang pengendalian kerusakan dan pencemaran pesisir dan laut memiliki tugas dan tanggung jawab untuk menurunkan beban pencemaran yang masuk ke lingkungan pesisir dan laut baik dari sumber pencemar point sources maupun non point sources. Kegiatan ini sejalan dengan

substansi inti Prioritas Nasional dalam RPJM 2010 2014. Dalam mengembangkan dan melaksanakan kebijakan pengendalian lingkungan pesisir dan laut, data dan informasi lingkungan di wilayah ini sangat penting. Data dan informasi lingkungan pesisir dan laut selama ini terdapat di berbagai perguruan tinggi, instansi sektoral dan pemerintah daerah. Pengumpulan data dan informasi yang menyebar ini akan membantu tugas Ditjen PPKL dalam perlindungan lingkungan pesisir dan laut di Indonesia. 2. Gambaran Umum Kepulauan Indonesia terbentuk dari 13.466 pulau (BIG, 2010) yang bergelimang sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Kekayaan yang melimpah ruah itu berperan sebagai bekal pembangunan ekonomi selama empat dekade terakhir. Kendati pernah dihantam krisis pada penghujung 1990-an, tren pembangunan agaknya masih berkinerja lumayan baik. Sayangnya, pertumbuhan ekonomi dalam periode itu diiringi dengan merosotnya sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Indonesia menghadapi tantangan tak ringan: kelangkaan dan kualitas lingkungan menyusut. Sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia, Indonesia perlu mempertahankan integritas ekosistem pesisir dan laut. Sayangnya wilayah pesisir yang merupakan daerah penting bagi pertumbuhan biota laut sangat rentan (vulnarable) terhadap gangguan. Karena itu, wilayah ini mudah berubah baik dalam skala temporal maupun spasial. Perubahan di wilayah pesisir dipicu karena adanya berbagai kegiatan seperti industri,perumahan, transportasi, pelabuhan, budidaya tambak, pertanian, pariwisata. Disamping itu, wilayah pesisir dan laut juga sangat dipengaruhi oleh aktivitas di daratan yang menimbulkan sedimentasi dan pencemaran, dan perubahan iklim. Perubahan iklim menyebabkan meningkatnya suhu air laut dan muka air laut sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan keanekaragaman hayati ekosistem pesisir dan laut. Pada akhirnya semua ini akan mempengaruhi kehidupan penduduk, terutama masyarakat pesisir. Perubahan lingkungan pesisir ini perlu dicatat setiap tahunnya sebagai dasar pemikiran bagi bangsa dalam melaksanakan kebijakan perlindungan lingkungan dan menentukan arah pembangunan wilayah pesisir dan laut Indonesia di masa datang. Kebijakan pengendalian dan kerusakan pesisir dan laut ditujukan juga untuk daerah yang menjadi salah satu jalur pelayaran antar pulau sehingga dapat meminimalisasi kerusakan laut sekitarnya, salah satu daerah yang dijadikan perhatian dalam hal ini adalah kondisi laut kota Batam dan Kota Bintan. Oleh karena itu perlu kiranya dalam pelaksanaan kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di kota Batam dan Kabupaten Bintan haruslah didukung oleh informasi mengenai status mutu pesisir dan laut itu sendiri, sehingga kebijakankebijakan yang perlu dilaksanakan dan dikembangkan di wilayah tersebut sesuai dengan kondisi status mutu laut di kota Batam dan Bintan. B. Penerima Manfaat 1. Pemerintah dan Pemerintah Daerah Manfaat yang akan diperoleh bahwa Status Mutu Laut Kota Batam dan Kabupaten Bintan dapat berdayaguna dan memberikan arah bagi pelaksanaan kebijakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan pesisir dan laut di Indonesia.

2. Masyarakat Manfaat yang akan diperoleh masyarakat terhadap kualitas lingkungan yang lebih baik dapat diperoleh dari pelaksanaan kebijakan dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan pesisir dan laut di Indonesia yang sasarannya adalah kualitas lingkungan pesisir dan laut yang lebih baik. C. Strategi Pencapaian Keluaran 1. Metoda Pelaksanaan Kegiatan ini akan dilaksanakan dengan lelang. 2. Tahap dan Waktu Pelaksanaan 2.1 Persiapan 1) Penyusunan Rencana Kerja 2.2 Pelaksanaan 1) Koordinasi antar sektor dan pemangku kepentingan di tingkat Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota. Koordinasi ini dilakukan melalui rapat-rapat di daerah maupun di Jakarta. Tujuannya selain untuk mendapatkan data sekunder juga untuk memberikan pemahaman mengenai tujuan disusunnya Laporan Status Mutu Laut. 2) Pengumpulan data primer di 12 titik lokasi (6 lokasi di perairan Kota Batam dan 6 lokasi di Kabupaten Bintan) 3) Pengumpulan data sekunder serta informasi lainnya 4) Pengolahan data primer dan sekunder serta data /informasi lainnya. 5) Evaluasi, Klarifikasi dan Verifikasi Data dan informasi. 6) Penyusunan laporan, pencetakan dan disain bahan publikasi. 2.3 Pasca Pelaksanaan 1) Evaluasi Laporan. Laporan yang disusun dengan bantuan tenaga ahli/konsultan dievaluasi oleh Tim untuk perbaikan dan penyempurnaan laporan. 2) Evaluasi Bahan Publikasi. Bahan publikasi yang disusun dengan bantuan tenaga ahli/konsultan dievaluasi oleh Tim untuk perbaikan dan penyempurnaan 3) Evaluasi akhir dan editing. 4) Pencetakan 5) Publikasi D. Pembentukan Tim Tim yang akan terlibat dalam penyusunan laporan ini merupakan tim internal KLHK dan sektor yang terkait dengan kegiatan perlindungan dan pengelolaan lingkungan pesisir dan laut. E. Penyusunan laporan, pencetakan dan disain bahan publikasi akan dibantu oleh tim tenaga ahli yang terdiri dari:

1. 1 orang tenaga ahli Teknik Kimia dan sebagai koordinator minimal berpendidikan S2 (Jurusan Teknik Kimia) pengalaman 3 tahun Melakukan kajian dan inventarisasi mengenai kondisi pesisir dan laut di Kota Batam dan Kabupaten Bintan Mengecek kesiapan personil dan peralatan lapangan Melakukan pengambilan data primer dan sekunder kepada pemerintah (dinas terkait) Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan hasil survey 2. Empat orang orang tenaga ahli yang terdiri dari dua orang tenaga ahli Teknik Lingkungan minimal berpendidikan S2 (Jurusan Ilmu Lingkungan/Teknik Lingkungan) dan dua orang tenaga ahli Biologi minimal berpendidikan S2 (Jurusan Biologi) berpengalaman 3 tahun Mengecek kesiapan personil dan peralatan lapangan Melakukan pengambilan data primer dan sekunder kepada pemerintah (dinas terkait) Melaporkan kemajuan kepada koordinator ahli Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan hasil survey 3. 1 orang tenaga Operator GIS minimal berpendidikan S1 (GIS) Melakukan interpretasi citra satelit Merencanakan titik sampel yang akan disurvey Melakukan pengecekan alat survey (GPS, handheld, kamera serta perlengkapannya Memantau kemajuan survey dan mengendalikan kondisi di lapangan Mengevaluasi data lapangan secara spasial dan mengintegrasikan dengan data lainnya Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dan hasil survey lapangan 4. 1 orang Tenaga Pendukung Administrasi minimal berpendidikan D3 Menyusun laporan keproyekan Melaksanakan kegiatan adminsitrasi F. Data Primer/Sekunder Data Primer : Pengambilan sampling air laut di 12 titik lokasi (Batam 6 lokasi dan Bintan 6 lokasi) termasuk sewa perahu dan laboratorium. Data Sekunder : Data kerusakan ekosistem mangrove, padang lamun dan terumbu karang dan peta kondisi ekosistem Batam dan Bintan.

G. Waktu Pencapaian Keluaran Matrik jadwal pelaksanaan No Kegiatan Bulan 1 2 1 Pelaksanaan a. Koordinasi Pelaksanaan b c Pengumpulan data primer Pengolahan data primer, data sekunder dan data /informasi lainnya. d Evaluasi, Klarifikasi dan Verifikasi e. Penyusunan Laporan Akhir, Pencetakan dan Bahan Publikasi 2 Pasca Pelaksanaan a. Evaluasi Laporan b. Evaluasi Disain Publikasi c. Evaluasi Akhir e. Pencetakan f. Publikasi H. Biaya Yang dibutuhkan Biaya pelaksanaan kegiatan untuk penyusunan Status Mutu Laut Kabupaten Bintan dan Kota Batam berasal dari dana APBN Tahun 2015, dengan jumlah Rp 248.459.200,- (Dua ratus empat puluh delapan juta empat ratus lima puluh sembilan ribu dua ratus rupiah).