BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan adalah. badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah iuran rakyat kepada Kas Negara berdasarkan Undang-undang (yang dapat

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pajak. Pajak adalah suatu kewajiban kenegaraan dan pengapdiaan peran aktif

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Definisi Pajak menurut undang-undang No.16 tahun 2009 tentang. perubahan keempat atas undang undang No. 6 tahun 1983 tentang

BAB II KAJIAN PUSTAKA. menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip Waluyo (2008:3)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang

PAJAK PENGHASILAN (PPh)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

MATERI PENYULUHAN PAJAK DI SMKN PENGASIH KULON PROGO

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB II KAJIAN PUSTAKA

UU 10/1994, PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1991

BAB II KAJIAN PUSTAKA. rakyat ke kas Negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan)

BAB II KAJIAN PUSTAKAN DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Rochmat Soemitro (Mardiasmo 2011:1), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang - Undang dengan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pengertian Pajak sesuai dengan Undang-Undang Ketentuan Umum

BAB II LANDASAN TEORI. a. Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, S.H. ( Resmi, 2013) (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapatkan jasa timbal balik

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORI / PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pengertian bank menurut Pasal 1 Undang-undang No.10 Tahun 1998

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak

BAB II LANDASAN TEORI. pemungutan pajak merupakan perwujudan dari pengabdian, kewajiban dan peran serta

Amir Hidayatulloh, S.E., M.Sc Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Ahmad Dahlan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 ayat 1:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sendiri, menurut Rochmat Soemitro dalam bukunya Mardiasmo (2011 : 1) :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

Repositori STIE Ekuitas

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1994 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Pasal 1 angka 1, Pajak adalah kontribusi

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

PAJAK PENGHASILAN UMUM DAN NORMA PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN

Rekonsiliasi LK Komersial ke LK Fiskal

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI (PKLM)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. (2006), Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORI. Pemahaman akan pengertian pajak merupakan hal penting untuk dapat

BAB II TINJAUAN TEORITIS. merupakan hal yang paling penting dalam meningkatkan pembangunan nasional dan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. a. Definisi koperasi yang terdapat dalam Peraturan Undang-Undang. Koperasi No.25Tahun 1992 yang berbunyi:

BAB II LANDASAN TEORI. pembangunan adalah penerimaan yang berasal dari dalam negeri yaitu dari sektor pajak.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM ) bebas yang menyeluruh (global). Negara Indonesia berusaha segiat-giatnya

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB 2 LANDASAN TEORI. 1. Joanna Junaedi (2010) dengan judul Analisis Rekonsiliasi Fiskal Atas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI. Pengertian Pajak menurut Resmi (2013) adalah kontribusi wajib kepada negara

BAB II LANDASAN TEORI. diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Yang dimaksud dengan tahun

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Laporan Keuangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Rochmat Soemitro yang dikutip oleh Mardiasmo, (2003:1) :

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA. undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara

BAB II LANDASAN TEORI

OLEH: Yulazri M.Ak. CPA

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PRAKTEK KERJA LAPANGAN MANDIRI. Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah kegiatan yang dilakukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II LANDASAN TEORI. Pajak dapat diartikan sebagai iuran wajib yang dipungut oleh Negara dari wajib pajak

22/06/2013. Materi Kuliah SUBJEK PAJAK. Definisi Subjek Pajak. Subjek Pajak (Ps 2 UU No 36 Th 2008)

BAB II LANDASAN TEORI

PAJAK PENGHASILAN. Saiful Rahman Yuniarto, S.Sos, MAB

BAB II LANDASAN TEORI

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB I BENDAHARA DAN KEWAJIBAN PAJAKNYA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dalam Siti Resmi (2009:1) pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN.

BAB II TELAAH PUSTAKA Pengertian Penghasilan menurut Akuntansi dan Pajak. Penghasilan menurut SAK No. 23 meliputi pendapatan (revenue)

Konsep Dasar Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dan BUT

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH DARI UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN SEBAGAIMANA TELAH DIUBAH TERAKHIR DENGAN

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KERANGKA TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. Pajak merupakan komponen yang sangat penting dalam keberlangsungan

BAB II LANDASAN TEORI. Soemitro, SH (Mardiasmo, 2006) adalah iuran rakyat kepada negara yang dapat

MINGGU PERTAMA KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PENGHASILAN

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SUSUNAN DALAM SATU NASKAH UNDANG-UNDANG PAJAK INDONESIA TENTANG PAJAK PENGHASILAN BAB I KETENTUAN UMUM

BAB II BAHAN RUJUKAN. Para ahli di bidang perpajakan mendefinisikan pengertian pajak dengan berbagai pendapat yang berbeda antara lain :

Undang-Undang PPh dan Peraturan Pelaksanaannya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PAJAK PENGHASILAN UMUM. Amanita Novi Yushita, M.Si

BAB II LANDASAN TEORITIS. 2.1 Pengertian dan Fungsi Pajak Penghasilan. 1. Pengertian Pajak Penghasilan (PPh)

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. adalah sebagai berikut, iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-undang

BAB II URAIAN TEORITIS

Kelompok 3. Karina Elminingtias Ni Putu Ayu A.W M. Syaiful Mizan

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 LandasanTeori 2.1.1 Pengertian Pajak Pengertian pajak menurut Pasal 1 angka 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pengertian Pajak Menurut Rochmat Soemitro (Mardiasmo, 2012:1) yaitu, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan definisi pajak menurut Adriani mengemukakan, Pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan umum (Undang-Undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum yang berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. Berdasarkan beberapa pendapat diatas pengertian pajak yaitu iuran wajib yang pembayaran pajaknya harus berdasarkan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya, sifatnya dapat dipaksakan. Hal ini berarti pelanggaran 7

atas aturan perpajakanakan berakibat adanya sanksi, tidak ada kontraprestasi atau jasa timbale dari negara yang dapat dirasakan langsung oleh pembayar pajak, Pemungutan pajak dilakukan oleh Negara baik pusat maupun daerah (tidak boleh dilakukan oleh swasta yang orientasinya adalah keuntungan), Pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah (rutin dan pembangunan) bagi kepentingan umum. 2.1.2 Fungsi pajak Menurut Mardiasmo (2012:1) ada dua fungsi pajak, yaitu. 1) Fungsi Anggaran (budgetair) Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya. 2) Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. 2.1.3 Pengelompokkan pajak Menurut Mardiasmo (2012:1) pajak dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, yaitu. 1) Menurut golongannya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu. a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib Pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan. 8

b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. 2) Menurut sifatnya, pajak dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu. a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Penghasilan. b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. 3) Menurut lembaga pemungutannya, dibagi menjadi dua yaitu. a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiayai rumah tangga Negara Contoh: Pajak Penghasilan, Pajak PertambahanNilai, Pajak atas Penjualan Barang Mewah. b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas : (a) Pajak Provinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. 9

(b) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Pajak Restoran dan Pajak Hiburan. 2.1.4 Sistem pemungutan pajak Menurut Mardiasmo (2012:7) terdapat tiga sistem pemungutan pajak yaitu. 1) Official Assessment System Official Assessment System adalah suatu system pemungutan yang member wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang olehwajib pajak. Ciri-cirinya yaitu. (a) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus. (b) (c) Wajib Pajak bersifat pasif Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 2) Self Assessment System Self Assessment System adalah suatu system pemungutan pajak yang member wewenang kepada Wajib Pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinyayaitu. (a) Wewenang untuk menetukan besarnya pajak terutang ada pada Wajib Pajak sendiri. (b) Wajib Pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendir pajak yang terutang. (c) Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi. 10

3) With Holding System With Holding System adalah suatu sistem pemungutan pajak yang member wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukanwajib Pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang olehwajib Pajak. Ciri-cirinya yaitu Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus danwajib Pajak. 2.1.5 Pengertian Pajak Penghasilan Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak yaitu orang pribadi, badan, Bentuk Usaha Tetap (BUT) atas penghasilan yang diterima atau yang diperolehnya dalam tahun pajak. Menurut Undang- Undang Perpajakan Tahun 2008 Badan merupakan sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga, dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap (BUT). 2.1.6 Subjek dan Objek Pajak Penghasilan Badan 1) Subjek Pajak Penghasilan Badan Subjek pajak menurut Waluyo (2011:99) diartikan sebagai orangpribadi atau 11

badan atau pihak yang dituju oleh Undang-Undang untuk dikenakan pajakberkenaan dengan penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak.subjek pajak badan adalah badan yang harus melaksanakan kewajiban Pajak Penghasian yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Subjek pajak badan tersebut dikenai pajak penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan, apabila tidak menerima penghasilan tidak akan dikenakan pajak penghasilan, apabila sudah mempunyai NPWP hanya mempunyai kewajiban perlaporan pajaknya saja. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah merupakan subjek pajak tanpa memperhatikan nama dan bentuknya sehingga setiap unit tertentu dari badan Pemerintah, misalnya lembaga, badan, dan sebagainya yang dimiliki oleh Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan untuk memperoleh penghasilan merupakan subjek pajak. Dalam pengertian perkumpulan termasuk pula asosiasi, persatuan, perhimpunan, atau ikatan dari pihak-pihak yang mempunyai kepentingan yang sama. Bentuk usaha tetap merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya dipersamakan dengan subjek pajak badan. Yang menjadi subjek pajak badan adalah : a) badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria : (1) pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundangundangan, (2) pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, 12

(3) penerimaannya dimasukkan dalam Anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah, dan (4) pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. b) Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang berada di Indonesia tidak lebih dari 183 (seratus delapan puluh tiga) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan, dan badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia yang dapat berupa : (1) Tempat kedudukan manajemen (2) Cabang perusahaan (3) Kantor perwakilan (4) Gedung kantor (5) Pabrik (6) Bengkel (7) Gudang (8) Ruang untuk promosi dan penjualan (9) Pertambangan dan penggalian sumber alam (10) Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi (11) Perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan (12) Proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan (13) Pemberian jasa dalam bentuk apapun oleh pegawai atau orang lain, sepanjang dilakukan lebih dari 60 (enam puluh) hari dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan 13

(14) Orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas (15) Agen atau pegawai perusahaan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia, dan (16) Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet. 2) Objek Pajak Penghasilan Badan Objek Pajak penghasilan menurut Waluyo (2011:109) dapat diartikan sebagai sasaran pengenaan pajak dan dasar untuk menghitung pajak terutang. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan yaitu tambahan kemampuan nilai ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun yang berasal dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Yang menjadi objek pajak penghasilan badan yaitu : a) laba usaha; b) keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: (1) keuntungan karena pengalihan harta karena perseroan, persekutuan dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal. 14

(2) keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekuritas, atau anggota yang diperoleh perseroan, persekutuan, dan badan lainnya; (3) keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan pengambilalihan usaha, atau organisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; (4) keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan badan keagaman dan badan pendididkan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan; (5) keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan. c) penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya; dan pembayaran tambahan pengembalian pajak; d) bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; 15

e) deviden, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deviden dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha operasi; f) royalti; atau imbalan atas penggunaan hak; g) sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; h) penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; i) keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; j) keuntungan selisih kurs mata uang asing; k) selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; l) tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenai pajak; m) penghasilan dari usaha yang berbasis syariah; n) imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan o) surplus Bank Indonesia. p) hadiah dari undian dan penghargaan 2.1.7 Penghasilan yang dikenai PPh Final Penghasilan di bawah iniyang dikenai pajak bersifat final : 1) penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; 2) penghasilan berupa hadiah undian; 16

3) penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; 4) penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan, usaha jasa kontruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan/atau bangunan, dan; 5) penghasilan terntentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan pemerintah. 2.1.8 Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 25 Pajak penghasilan pasal 25 adalah angsuran pajak penghasilan yang harus dibayarkan sendiri oleh wajib pajak untuk setiap bulannya dalam tahun pajak berjalan. Angsuran pajak penghasilan pasal 25 tersebut dijadikan sebagai kredit pajak terhadap pajak terutang atas seluruh penghasilan wajib pajak pada akhir tahun pajak yang dilaporkan dalam SPT tahunan pajak penghasilan (Waluyo,2011:305). 2.1.9 Unsur-unsur Pajak Penghasilan Pasal 25 1) Cara Menghitung Pajak Penghasilan Pasal 25 Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang lalu dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, kemudian 17

dibagi menjadi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak. 2) Penyetoran dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 25 Ketentuan perundang-undangan perpajakan mengatur penyetoran dan pelaporan PPh Pasal 25 seperti berikut ini. (a) Pajak Penghasilan Pasal 25 dibayarkan/disetorkan selambatlambatnya tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya. (b) Wajib Pajak diwajibkan untuk menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir dalam bentuk Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ketiga. 3) Penghitungan PPh Pasal 25 dalam hal-hal tertentu Yang dimaksud dengan perhitungan PPh Pasal 25 dalm hal-hal tertentu adalah perhitungan PPh Pasal 25 dalam hal. (a) Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian. (b) Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur. (c) Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan. (d) Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. (e) Wajib pajak membetulkan sendiri Surat Pmberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan, dan (f) Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak. 18

2.1.10 Tarif Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Berdasarkan pasal 17 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008, tarif Pajak Penghasilan untuk Wajib Pajak Badan adalah sebagai berikut. 1) Wajib pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha tetap adalah sebesar 28% yang berakhir pada tahun 2012. 2) Pada tahun 2010 berlaku tarif baru yaitu sebesar 25% dengan fasilitas pengurangan tarif sebesar 50% bagi Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp 50.000.000.000,00-. 3) Wajib Pajak Badan dalam negeri dengan bentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% dari jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah yang diatur berdasarkan Peraturan Pemerintah. PPh terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Penghasilan Kena Pajak. Namun pada tahun 2013, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yaitu, Peraturan Pemerintah RI No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto tertentu. Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 pasal 2 menyatakan bahwa Wajib Pajak Pribadi dan Badan tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00- dalam 1 (satu) tahun pajak akan dikenakan pajak final sebesar 1% dari peredaran bruto. 19

2.1.11 Koreksi Fiskal Koreksi fiskal adalah koreksi atau penyesuaian yang harus dilakukan oleh wajib pajak sebelum menghitung Pajak Penghasilan untuk wajib pajak badan dan wajib pajak orang pribadi (yang menggunakan pembukuan dalam menghitung penghasilan kena pajak). Koreksi fiskal terjadi karena adanya perbedaan perlakuan/pengakuan penghasilan maupun biaya antara akuntansi komersial dengan akuntansi pajak. Koreksi fiskal dibedakan menjadi dua jenis yaitu : 1) Koreksi Fiskal Positif Koreksi Fiskal Positif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan penambahan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Koreksi ini dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih besar daripada Laba Komersial. Akibat dari adanya koreksi ini adalah laba yang dhitung secara fiskal akan menjadi lebih besar daripada laba yang dihitung secara komersial. 2) Koreksi Fiskal Negatif Koreksi Fiskal Negatif yaitu koreksi fiskal yang menyebabkan pengurangan penghasilan kena pajak dan PPh terutang. Koreksi ini dilakukan atas Laba Rugi Komersial yang menghasilkan Laba Fiskal lebih kecil daripada Laba Komersial. 2.1.12 Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dan Tidak dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto 1) Biaya-biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu. a) Biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha. 20

b) Penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh hak dan atas biaya lain yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 dan pasal 11 A. c) Iuran kepada dana pensiun yang pendiriannya tealh disahkan Menteri Keuangan. d) Kerugian karena penjualan atau pengalihan harta yang dimiliki dan digunakan dalam perusahaan atau yang dimiliki untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. e) Kerugian selisih kurs mata uang asing. f) Biaya penelitian dan pengembangan perusahaan yang dilakukan di Indonesia. g) Biaya beasiswa, magang dan pelatihan. h) Piutang yang nyata-nyata tidak dapat ditagih i) Sumbangan dalam rangka penanggulangan bencana nasional yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. j) Sumbangan dalam rangka penelitian dan pengembangan yang dilakukan di Indonesia yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. k) Biaya pembangunan infrastruktur sosial yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. l) Sumbangan dalam rangka pembinaan olahraga yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah. 21

2) Biaya-biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto yaitu. a) Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota. b) Premi asuransi kesehatan, kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwi guna, dan asuransi beasiswa yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi. c) Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa dalam bentuk natura dan kenikmatan. d) Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau pihak yang memiliki hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan. e) Biaya Pajak Penghasilan. f) Sanksi administrasi berupa bunga, dan kenaikan serta saksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaan perundangundangan di bidang perpajakan. 2.1.13 Peraturan Pemerintah Nomor 46 Pada pertengahan tahun 2013, pemerintah mengeluarkan peraturan baru yaitu, Peraturan Pemerintah RI No. 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan dengan peredaran bruto tertentu. Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 adalah peraturan baru yang mengatur tentang besarnya pajak terutang atas penghasilan Wajib Pajak dengan peredaran bruto tertentu dalam tahun pajak. Peraturan ini dikenakan 1% dari peredaran bruto. 22

Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2013 pasal 2 menyatakan bahwa Wajib Pajak Pribadi dan Badan tidak termasuk Bentuk Usaha Tetap yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000,00- dalam 1 (satu) tahun pajak akan dikenakan pajak final sebesar 1% dari peredaran bruto. 23