3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

dokumen-dokumen yang mirip
PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Djarot S. Wisnubroto Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif - BATAN

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

FORMAT DAN ISI LAPORAN PELAKSANAAN KEGIATAN DEKOMISIONING. A. Kerangka Format Laporan Pelaksanaan Kegiatan Dekomisioning URAIAN INSTALASI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

Ruang Lingkup Perizinan Instalasi dan Bahan Nuklir meliputi:

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

DIREKTORAT PERIZINAN FASILITAS RADIASI DAN ZAT RADIOAKTIF BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

FORMAT DAN ISI LAPORAN SURVEI RADIOLOGI AKHIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republi

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

pelaksanaan program proteksi dan keselamatan sumber radioaktif yang berada di Batakan base PT. Halliburton Indonesia Balikpapan-Kalimantan Timur dapat

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

2013, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

DEFINISI. Definisi-definisi berikut berlaku untuk maksud-maksud dari publikasi yang sekarang.

KECENDERUNGAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF*) Djarot S. Wisnubroto

PRINSIP DASAR KESELAMATAN NUKLIR (I)

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Keamanan Sumber Radioaktif

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2011 TENTANG DESAIN SISTEM CATU DAYA DARURAT UNTUK REAKTOR DAYA

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG KONSUMEN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

FORMAT DAN ISI PROGRAM DEKOMISIONING INNR

2017, No Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5445); 3. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun

LAMPIRAN I PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG FORMAT DAN ISI

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang


UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA ILLICIT TRAFFICKING PADA SUMBER RADIOAKTIF

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

TINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM FRZR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TATA CARA DAN ETIKA INSPEKSI. Oleh : SUYATI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2009 TENTANG

LAMPIRAN I Cara. Indikator. Kualitas (esensi) Ada/Tidak

Transkripsi:

3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF 301. Pengelolaan limbah radioaktif yang bertanggungjawab memerlukan implementasi dan pengukuran yang menghasilkan perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan, karena pengelolaan limbah radioaktif yang tak sesuai dapat menghasilkan efek yang merugikan bagi kesehatan manusia atau lingkungan baik sekarang maupun yang akan datang. 302. Perundang-undangan nasional yang efektif serta infrastruktur organisasi yang terkait dengannya menghasilkan dasar-dasar untuk pengelolaan limbah radioaktif secara benar. Tiap tahapan dalam pengelolaan limbah radioaktif seperti dinyatakan dalam lampiran sangat mungkin tergantung satu sama lain, sehingga memerlukan koordinasi untuk pelaksanaannya. Dengan memperhatikan saling ketergantungan tersebut akan membantu memahami faktor keselamatan dalam seluruh tahapan pengelolaan limbah radioaktif. 303. Pengamatan terhadap prinsip-prinsip pengelolaan limbah radioaktif diharapkan akan menjamin bahwa pertimbang-pertimbangan di atas akan dilaksanakan, sehingga memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan pengelolaan limbah radioaktif. Prinsipprinsip tersebut serta tambahan penjelasan harus dilihat sebagai satu kesatuan dan dijelaskan berikut ini. Prinsip 1: Perlindungan Kesehatan Manusia Limbah Radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga diperoleh tingkat yang dapat diterima oleh kesehatan manusia. 304. Beberapa resiko bahaya yang terkait dengan limbah radioaktif mirip dengan yang terkait limbah beracun, misalnya terhadap kendali operasi pertambangan dan kimia. Namun sifat alami limbah radioaktif mempunyai resiko bahaya lainnya, yaitu kemungkinan paparan radiasi pengion. Sehingga berbeda dengan limbah lainnya maka tingkat yang dapat diterima untuk

perlindungan manusia dan lingkungan harus ada. Perhatian khusus harus diberikan untuk kendali banyak jalur dimana manusia mungkin akan terkena paparan radiasi, dan diperhatikan pula bahwa pengelolaan limbah radioaktif menjamin bahwa paparan-paparan tersebut ada di bawah persyaratan nasional yang telah ditetapkan. 305. Persyaratan proteksi radiasi secara nasional ditetapkan dengan tujuan lebih luas daripada hanya pengelolaan limbah radioaktif. Untuk menetapkan tingkat yang dapat diterima dalam rangka proteksi, maka harus diperhatikan rekomendasi International Commission on Radiological Protection (ICRP) dan IAEA, dan terutama adalah konsep pembenaran (justifikasi), optimisasi dan batasan dosis. Relevansi konsep-konsep ini tergantung pada jenis aktivitas pengelolaan limbah radioaktif. 306. Aktivitas pengelolaan limbah radioaktif terkait baik dengan suatu kegiatan aplikasi nuklir misalnya pembangkit tenaga nuklir, atau dengan intervensi, misalnya setelah suatu kecelakaan (accident). Dalam hal aplikasi nuklir, pengelolaan limbah radioaktif harus ikut dipertimbangkan dalam segala aspek kegiatan yang menimbulkan limbah rdaioaktif, sehingga pengelolaan limbah radioaktif tidak ditetapkan sebagai keputusan yang terpisah: optimisasi dan batasan dosis tetap dipakai. Dalam hal intervensi, pembenaran (justifikasi) dan optimisasi meskipun merupakan persyaratan, namun bukan bagian konsep batasan dosis. 307. Aktivitas manusia dan dampaknya bisa saja terpisah dalam jangka waktu yang lama, misalnya, dalam hal pembuangan akhir limbah radioaktif. Dalam hal ini, suatu perencanaan pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus memperhitungkan adanya fakta bahwa keuntungan yang didapat dari pemanfaatan bahan radioaktif dan paparan yang mungkin akan mengenai masyarakat terpisah beberapa generasi. Waktu yang lama tersebut

menyebabkan adanya ketidakpastian hasil kajian keselamatan serta meluruhnya radionuklida. Prinsip 2: Proteksi Lingkungan Limbah radioaktif harus dikelola dengan suatu cara sehingga menghasilkan suatu tingkatan yang dapat diterima untuk melindungi lingkungan. 308. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman meliputi pula kegiatan pelepasan limbah dari berbagai langkah-langkah pengelolaan limbah dengan cara yang dapat diterapkan secara minimum. Pendekatan yang lebih baik dalam pengelolaan limbah radioaktif adalah pemekatan dan pewadahan radionuklida, daripada pengenceran dan dispersi ke lingkungan. Namun demikian, sebagai bagian dari pengelolaan limbah radioaktif, bahan radioaktif kemungkinan dilepas di bawah kendali suatu batasan yang ditetapkan oleh pemerintah ke udara, air dan tanah, dan juga melalui penggunaan kembali bahan-bahan tersebut. Harus didefinisikan pengukuran keselamatan dan kendali yang sesuai. 309. Saat radionuklida dilepas ke lingkungan, makhluk hidup selain manusia dapat mengalami paparan radiasi pengion, dan dampak dari paparan tersebut harus diperhitungkan pula. Karena manusia adalah organisme paling sensitif terhadap radiasi, maka keberadaannya harus diasumsikan, secara umum, sebagai bagian dari perkiraan dampak lingkungan secara menyeluruh.. 310. Pembuangan akhir limbah radioaktif kemungkinan memberikan efek merugikan pada sumber alam yang ada dan digunakan di masa depan misalnya, terjadinya dampak merugikan bagi tanah, hutan, air permukaan, air tanah, dan bahan-bahan mentah, setelah waktu yang lama. Jadi pengelolaan limbah radioaktif harus dilakukan dengan suatu cara untuk membatasi, sedapat mungkin, dampak-dampak tersebut. 311. Kegiatan pengelolaan limbah radioaktif kemungkinan mengakibatkan pengaruh pada lingkungan yang tidak bersifat radiologi. Misalnya, pencemaran kimia atau perubahan habitat alam. Pengaruh tersebut harus diperhitungkan dan

pengelolaan limbah radioaktif harus menghasilkan tingkatan dimana dampaknya bagi lingkungan paling tidak sama dengan persyaratan pengelolaan limbah industri yang serupa. Prinsip 3: Proteksi melewati batas negara Limbah radioaktif harus dikelola untuk meyakinkan bahwa kemungkinan dampak yang diterima oleh manusia dan lingkungan melewati negara yang bersangkutan diperhitungkan. 312. Prinsip-prinsip ini diperoleh dari pertimbangan etika mengenai kesehatan manusia dan lingkungan di negara-negara lain. Ini berdasar pada pemikiran bahwa suatu negara mempunyai kewajiban dalam tanggung jawab, sebagai syarat minimum, tidak boleh membebankan dampak pada kesehatan manusia dan lingkungan di negaranegara lain melebihi batas yang diterima yang telah ditetapkan oleh negara yang bersangkutan. Untuk memenuhi kewajiban tersebut, sebuah negara harus mempertimbangkan rekomendasi organisasi internasional seperti ICRP dan IAEA terutama untuk konsep optimisasi proteksi radiasi. 313. Untuk pelepasan secara normal limbah radioaktif, maka untuk mengendalikan migrasi atau pelepasan radionuklida ke luar batas negara, maka negara tempat ditimbulkannya limbah dapat memilih untuk mendapatkan cara dalam menerapkan prinsip proteksi radiasi, misalnya dengan pertukaran informasi atau pengaturan dengan negara tetangga atau negara yang terkena dampaknya. 314. Impor dan ekspor dari limbah radioaktif adalah subyek dari IAEA "Code of Practice on the International Transboundary Movement Radioactive" (Undang-undang untuk kegiatan pergerakan bahan radioaktif melewati batas negara), yang menyatakan bahwa suatu negara dapat menerima limbah radioaktif untuk pengelolaan atau pembuangan bila mempunyai kapasitas administrasi dan teknis serta struktur regulasi untuk menangani dan membuang

limbah semacam sesuai dan konsisten dengan standard keselamatan internasional. Prinsip 4: Proteksi untuk generasi yang akan datang Limbah radioaktif harus dikelola sehingga dampak yang diprediksi untuk generasi yang akan datang tidak lebih besar daripada tingkat berdampak yang dapat diterima hari ini. 315. Prinsip ini berasal dari tanggung jawab etika dalam rangka kesehatan generasi yang akan datang. Untuk menetapkan tingkat yang dapat diterima dalam proteksi, maka rekomendasi paling mutakhir dari organisasi internasional seperti ICRP dan IAEA harus dipetimbangkan. 316. Di satu sisi merupakan hal yang tidak mungkin untuk menjamin isolasi total limbah radioaktif selama waktu yang lama, maka hal yang paling mungkin adalah mencapai keadaan yang menjamin secara rasional bahwa tidak ada dampak yang diterima oleh manusia. Hal ini biasanya dapat dicapai dengan pendekatan penghalang ganda dimana penghalang alami dan penghalang buatan digunakan. Penetapan penghalang alami dilakukan dengan proses penetapan lokasi. Lebih dari itu, harus dipertimbangkan pula adanya eksplorasi dan eksploitasi bahan berharga di masa depan yang kemungkinan dapat memberi dampak merugikan bagi kemampuan isolasi di fasilitas pembuangan akhir. Pada implementasi pengelolaan limbah radioaktif, khususnya untuk pembuangan akhir (disposal), ketidak pastian pada kajian keselamatan jangka panjang harus masuk dalam pertimbangan karena sulitnya memprediksi dampak di masa datang Prinsip 5: Beban bagi generasi yang akan datang Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak membebani generasi yang akan datang. 317. Pertimbangan terhadap generasi yang akan datang merupakan dasar yang sangat penting dalam pengelolaan limbah radioaktif. Prinsip ini berdasar pada

pertimbangan etika dimana generasi yang memanfaatkan dan mendapat keuntungan dari suatu kegiatan harus menanggung beban tanggungjawab untuk mengelola limbah yang ditimbulkannya. Sangat penting memperhatikan berkesinambungnya kendali institusi, bila diperlukan, untuk fasilitas pembuangan akhir. 318. Tanggungjawab generasi saat ini termasuk juga mengembangkan teknologi, membangun dan mengoperasikan fasilitas, dan menetapkan sistem pendanaan, kendali yang cukup, serta perencanaan pengelolaan limbah radioaktif. 319. Pemilihan waktu dan pelaksanaan pembuangan akhir untuk limbah radioaktif tergantung pada faktor sain, teknis, sosial dan ekonomi, misalnya ketersediaan, penerimaan dan pengembangan lokasi yang sesuai, dan penurunan tingkatan radioaktif serta penurunan panas yang timbul selama penyimpanan sementara. 320. Pengelolaan limbah radioaktif harus, sejauh mungkin, tidak hanya bersandar pada pengaturan institusi jangka panjang saja atau mengutamakan keselamatan saja, meskipun generasi yang akan datang mungkin memutuskan untuk menggunakan penyusunan tersebut, misalnya memantau tempat penyimpanan limbah radioaktif atau mengambil kembali limbah radioaktif setelah penutupan fasilitas mulai berlaku. Namun juga identitas, lokasi dan inventori sebuah fasilitas limbah radioaktif harus secukupnya direkam, serta rekaman tersebut terpelihara. Prinsip 6: Kerangka kerja legalitas nasional Limbah radioaktif harus dikelola dibawah kerangka kerja legalitas nasional termasuk pemisahan tanggung jawab yang jelas serta dibentuknya fungsi pengaturan yang mandiri. 321. Negara-negara penghasil radionuklida atau pengguna radionuklida harus mengembangkan kerangka kerja legal nasional dengan mengadakan undang-

undang, peraturan dan pedoman untuk pengelolaan limbah radioaktif, dengan mempertimbangkan strategi keseluruhan pengelolaan limbah radioaktif. Tanggungjawab masing-masing pihak terkait harus jelas dalam aktivitas pengelolaan limbah radioaktif dalam suatu negara. 322. Pemisahan fungsi pengaturan, termasuk di dalamnya pelaksanaan perundangundangan, dari fungsi pelaksanaan merupakan persyaratan untuk menjamin operasi fasilitas nuklir secara aman. Pemisahan ini memberikan peluang untuk peninjauan/review secara mandiri (independent) serta pemeriksaan terhadap kegiatan pengelolaan limbah radioaktif. Kerangka kerja legal harus menjelaskan cara-cara untuk memisahkan kedua fungsi tersebut. 323. Karena pengelolaan limbah radioaktif dapat mempunyai rentang waktu yang melibatkan generasi ke generasi umat manusia, maka perhatian terhadap operasi saat ini dan kemungkinan operasi di masa datang harus dipertimbangkan. Harus dibuat suatu persyaratan tanggung jawab dan pendanaan yang berkelanjutan untuk rentang waktu lama. Prinsip 7: Kendali terhadap timbulnya limbah radioaktif Timbulnya limbah radioaktif harus diupayakan seminimal mungkin. 324. Timbulnya limbah radioaktif harus diupayakan seminimal mungkin, dalam arti aktivitas dan volume, dengan melakukan desain, operasi serta dekomisioning sebaikbaiknya. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan pemilihan dan kendali bahan, penggunaan kembali atau daur ulang bahanbahan, serta pelaksanaan operasi harus sesuai prosedur. Harus ditekankan mengenai pemisahan limbah dan material sesuai dengan jenisnya untuk mereduksi volume limbah radioaktif serta memudahkan pengelolaannya. Prinsip 8: Timbulnya limbah dan saling ketergantungan dalam pengelolaan Harus dipertimbangkan saling ketergantungan diantara langkah-langkah pada saat timbulnya maupun saat pengelolaan limbah radioaktif

325. Tahapan-tahapan dasar dalam pengelolaan limbah radioaktif, tergantung dari jenis limbahnya, adalah pra-olah, pengolahan, conditioning, penyimpanan dan pembuangan akhir (disposal) (lihat Lampiran). Terdapat saling ketergantungan diantara tahapan-tahapan tersebut. Suatu keputusan dalam satu tahap pengelolaan limbah radioaktif mungkin akan menutup alternatif tahap berikutnya, atau mempengaruhi tahap berikutnya. Lebih dari itu ada hubungan antara tahapan-tahapan pengelolaan limbah radioaktif dengan operasi operasi yang menimbulkan limbah radioaktif, atau ada hubungan dengan bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali. Sangat diinginkan bahwa tanggungjawab untuk tahapan pengelolaan limbah radioaktif atau kegiatan yang menghasilkan limbah mengetahui interaksi dan hubungan-hubungan tersebut, sehingga secara keseluruhan terjadi keseimbangan antara keselamatan dan keefektifan pengelolaan limbah radioaktif. Dalam hal ini termasuk identifikasi jalur limbah, karakterisasi limbah dan implikasi pengangkutan limbah radioaktif. Harus dihindari suatu persyaratan yang saling bertentangan yang menyebabkan timbulnya kompromi antara operasi dan keselamatan jangka panjang. 326. Karena tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah radioaktif terjadi pada waktu yang berbeda maka dalam prakteknya, seringkali keputusan harus dibuat sebelum tahapan-tahapan pengelolaan limbah radioaktif diterapkan. Sejauh secara rasional dapat dikerjakan, pengaruh masa depan dari kegiatan pengelolaan limbah radioaktif harus diperhitungkan pada saat apapun kegiatan pengelolaan limbah radioaktif. Prinsip 9: Keselamatan fasilitas Keselamatan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif harus dijamin sebaikbaiknya selama waktu hidup fasilitas tersebut. 327. Selama pencarian lokasi, desain, pembangunan, komisioning, operasi, dan dekomisioning fasilitas atau penutupan tempat penyimpanan, maka prioritas

harus diberikan pada keselamatan termasuk pencegahan kecelakaan, dan minimalisasi dampak kecelakaan apabila hal itu terjadi. Seluruh proses tersebut merupakan isu publik (bagian dari topik di masyarakat). 328. Penetapan lokasi harus mempertimbangkan hal penting yang mempengaruhi keselamatan fasilitas atau dipengaruhi oleh fasilitas. 329. Desain, pembangunan, operasi, dan aktivitas selama dekomisioning suatu fasilitas atau penutupan tempat penyimpanan limbah radioaktif harus dapat memberikan dan memelihara, sedapat mungkin, tingkatan proteksi yang cukup untuk membatasi kemungkinan dampak radiologi. 330. Jaminan mutu yang sebaik-baiknya serta pendidikan dan kualifikasi bagi personil harus tetap dipelihara selama berfungsinya fasilitas pengelolaan limbah radioaktif. 331. Kajian harus dilakukan untuk mengevaluasi keselamatan dan dampak lingkungan dari fasilitas.