UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA ILLICIT TRAFFICKING PADA SUMBER RADIOAKTIF

dokumen-dokumen yang mirip
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

Keamanan Sumber Radioaktif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

KESELAMATAN DAN KEAMANAN DALAM PEMANFAATAN ZAT RADIOAKTIF NON BAHAN NUKLIR

3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

2 Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir tentang Keamanan Sumber Radioaktif; Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (L

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

2 Sebagai pelaksanaan amanat Undang-undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran telah diberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2002 te

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KONSEP SAFETY AND SECURITY PADA PEMANFAATAN ZAT RADIOAKTIF

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR TENTANG KESELAMATAN RADIASI DALAM KEGIATAN IMPOR, EKSPOR, DAN PENGALIHAN BARANG KONSUMEN

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Peraturan Pemerintah No. 64 Tahun 2000 Tentang : Perijinan Pemanfaatan Tenaga Nuklir

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR

BAB I PENDAHULUAN I.1.

2013, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 64 TAHUN 2000 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN INSPEKSI DALAM PENGAWASAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 23, Tam

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

REVIU PERATURAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF DI INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KECENDERUNGAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF*) Djarot S. Wisnubroto

- 5 - INDIKATOR KINERJA UTAMA BAPETEN

UPAYA/TINDAKAN HUKUM DALAM PENGAWASAN KEGIATAN PEMANFAATAN KETENAGANUKLIRAN : Preventif, Represif dan Edukatif

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

STATUS KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF DI INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. listrik dalam wujud reaktor nuklir. Pengembangan teknologi nuklir tidak hanya

pelaksanaan program proteksi dan keselamatan sumber radioaktif yang berada di Batakan base PT. Halliburton Indonesia Balikpapan-Kalimantan Timur dapat

BATAN KEPALA BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BAPETEN TENTANG VERIFIKASI DAN PENILAIAN KESELAMATAN REAKTOR NONDAYA

Pengamanan Sumber Radiasi Oleh : Rini Rindayani'

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME [LN 2002/106, TLN 4232]

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Naskah Terjemahan Lampiran Umum International Convention on Simplification and Harmonization of Customs Procedures (Revised Kyoto Convention)

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

Sihana

PENGEMBANGAN SILABUS PELATIHAN DALAM RANGKA PENINGKATAN KOMPETENSI PETUGAS PROTEKSI RADIASI BIDANG MEDIS

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Polandia, selanjutnya disebut Para Pihak :

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RENCANA STRATEGIS. Revisi - 1 Nopember 2005 Halaman 1 dari 31 KATA PENGANTAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

Sihana

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

BAPETEN. Petugas Tertentu. Bekerja. Instalasi. Sumber Radiasi Pengion. Bekerja. Surat Izin. Pencabutan.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

DUKUNGAN DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI TERHADAP KEAMANAN NUKLIR DI KAWASAN PABEAN

KEBIJAKAN PENGAWASAN TERHADAP LIMBAH RADIOAKTIF

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 04-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN PELATIHAN OPERATOR DAN SUPERVISOR REAKTOR NUKLIR

FNP-12: PENGGUNAAN PERALATAN RADIATION PORTAL MONITOR DALAM RANGKA MENDUKUNG KEAMANAN NUKLIR NASIONAL

2017, No Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan

No pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia, terutama hak untuk hidup. Rangkaian tindak pidana terorisme yang terjadi di wilayah Negara Ke

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SISTEM AKUNTANSI LIMBAH TERPADU (SALT)

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

Nuklir sebagai Energi Pedang Bermata Dua. Sarah Amalia Nursani. Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1975 TENTANG KESELAMATAN KERJA TERHADAP RADIASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN REAKTOR NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR

KAJIAN TERHADAP PERATURAN TENTANG SEIFGARD DAN KEAMANAN BAHAN NUKLIR MENGGUNAKAN KUESIONER US DOE (UNITED STATES DEPARTMENT OF ENERGY)

Transkripsi:

UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA ILLICIT TRAFFICKING PADA SUMBER RADIOAKTIF B.Y. Eko Budi Jumpeno Praktisi Keselamatan Radiasi Badan Tenaga Nuklir Nasional PENDAHULUAN Pemanfaatan zat radioaktif dalam bentuk bahan nuklir (nuclear material) maupun sumber radioaktif (radioactive sources) telah merambah mulai dari bidang energi, perminyakan, uji tak merusak, kesehatan, pertanian dan bidang-bidang lainnya. Pada pemanfaatan bahan nuklir di instalasi pembangkit energi (pembangkit listrik tenaga nuklir), instalasi penelitian (reaktor penelitian) dan instalasi persenjataan nuklir, bidang keselamatan (safety) maupun bidang keamanan (security) mendapat perhatian yang besar. Potensi bahan nuklir untuk digunakan dalam teror, menciptakan ketakutan dan kekacauan dalam masyarakat dunia relatif tinggi. Hal ini menjadi alasan ditempuhnya kebijakan tersebut. Di sisi lain, segi keamanan sumber radioaktif kurang mendapatkan perhatian sehingga muncul beberapa kasus kejadian tak normal (anomali) atau kecelakaan yang melibatkan sumber radioaktif; misalnya pencurian sumber radioaktif PT Krakatau Steel di Cilegon, Indonesia pada tanggal 20 Oktober 2000 atau pengambilan sumber radioaktif secara sembrono di bekas instalasi radioterapi oleh pemulung di Goiania, Brasil tanggal 21 September 1987. Berdasarkan tindakan penanggaulangan dan investigasi yang dilakukan Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN) terhadap kasus yang terjadi di PT Krakatau Steel, ternyata telah ditemukan 3 unit sumber Cobalt-60, sedangkan 22 unit sumber lainnya belum ditemukan. Pencarian mengalami kesulitan karena waktu pasti hilangnya sumber tidak diketahui. Hasil investigasi kesehatan yang dilakukan oleh BAPETEN tidak menemukan indikasi adanya dampak kesehatan pada manusia. Sejak tragedi 11 September 2001 perhatian terhadap keamanan pemanfaatan sumber radioaktif meningkat. Kekhawatiran akan penyalahgunaan sumber radioaktif oleh para teroris atau penjahat dalam bentuk dirty bomb atau Radioactive Dispersal Device (RDD) menjadi alasan utama untuk merubah paradigma safety of radioactive source menjadi safety and security of radioactive source. International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai badan dunia yang bergerak di bidang tenaga nuklir menjadikan isu ini sebagai program utama. Sebelum tragedi 11 September 2001 terjadi. IAEA sebenarnya telah menyelenggarakan konferensi internasional tentang keselamatan dan keamanan sumber radioaktif yaitu International Conference on the Safety of Radiation Sources and the Security of Radioactive Material di Dijon, Perancis pada tanggal 14 18 September 1998. Rencana aksi yang disusun IAEA kemudian disahkan oleh Dewan Gubernur pada bulan September 1999 dan menjadi dasar bagi pengembangan Code of Conduct on the Safety and Security of Radioactive Sources. Pada tahun 2000 diadakan Sidang Umum anggota IAEA, yang pada intinya membahas aplikasi yang luas mengenai Code of Conduct on Safety and Security of Radioactive Sources. Pada tanggal 8 September 2003 Dewan Gubernur IAEA mengesahkan Buku Code of Conduct on the Safety and Security of Radioactive Sources Upaya pencegahan terjadinya Illicit Trafficking pada 157 sumber radioaktif (B.Y. Eko Jumpeno)

tesebut sebagai acuan bagi otoritas nasional untuk memastikan bahwa sumber radioaktif dimanfaatkan secara tepat dalam kerangka kerja radiation safety and security. Selain buku tersebut, dalam International Conference on Security of Radioactive Sources di Vienna (2003) juga telah disahkan buku panduan tentang Security of Radioactive Sources (IAEA TECDOC-1355). Tulisan ini memfokuskan pada uraian untuk mencegah pemanfaatan sumber radioaktif secara tidak sah. Sedngkan bahan nuklir tidak dibahas dalam tulisan ini. ILLICIT TRAFFICKING Illicit trafficking sumber radioaktif didefinisikan sebagai penerimaan, pemilikan, penggunaan, pemindahan atau pembuangan sumber radioaktif secara tidak sah. Illicit trafficking sumber radioaktif juga bisa diartikan sebagai pemindahan atau perdagangan sumber radioaktif secara tidak sah untuk tujuan negatif (terorisme atau keuntungan materi). Tindak kejahatan yang melibatkan pemanfaatan sumber radioaktif dapat terjadi dalam bentuk: Kegiatan subvesif atau teroris, baik berskala nasional maupun internasional. Tindak kejahatan yang ditujukan untuk membahayakan masyarakat dan lingkungan hidup. Tindak kejahatan yang ditujukan untuk mendapatkan keuntungan uang atau materi Tindak kejahatan untuk menghindari pajak atau biaya yang harus dikeluarkan Tindak pelanggaran terhadap ketentuan pengangkutan sumber radioaktif. Pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan tenaga nuklir pada pemanfaatan sumber radioaktif dapat menimbulkan gangguan keamanan dalam masyarakat. Pelanggaran tersebut juga dapat menimbulkan kerugian materi bagi negara maupun masyarakat itu sendiri. Permasalahan illicit trafficking ini sangat kompleks dan tidak dapat ditangani sendiri oleh badan pengawas (di Indonesia dilaksanakan oleh BAPETEN), maka perlu kerjasama antara badan pengawas dengan institusi penegak hukum lainnya misalnya kepolisian, bea cukai, imigrasi dan kejaksaan. Untuk menangani masalah illicit trafficking sumber radioaktif, maka semua personel penegak hukum yang terlibat perlu mendapatkan pengetahuan tentang efek radiasi pada pemanfaatan sumber radioaktif, penyalahgunaan yang mungkin terjadi dalam pemanfaatan zat radioaktif serta ketentuan-ketentuan ketenaganukliran yang berskala nasional (peraturan perundang-undangan ketenaga-nukliran) dan internasional (IAEA Publication, ICRP) yang telah menjadi rujukan dalam peneyelenggaraan keselamatan dan keamaan pemanfaatan sumber radioaktif. Para personel ini juga perlu mendapatkan pelatihan praktis tentang metoda untuk mendeteksi dan menangani sumber radioaktf secara aman terhadap barang/benda yang dicurigai. Badan Pengawas Tenaga Nuklir di suatu negara perlu mengkoordinasikan kegiatan ini. Berkaitan dengan usaha pencegahan kegiatan illicit trafficking, IAEA telah menerbitkan TECDOC 1311 yang berisi panduan untuk mencegah terjadinya illicit trafficking. TECDOC yang berjudul Prevention of the Inadvertent Movement and Illicit Trafficking of Radioactive Material dapat menjadi acuan dalam menyusun rencana aksi bersama untuk menangani masalah illicit trafficking di antara institusi penegak hukum dalam suatu negara (termasuk Indonesia). Di Indonesia kerja sama di bidang penegakan hukum dalam hal pemanfaatan sumber radioaktif antara BAPETEN selaku badan pengawas ketenaganukliran dengan institusi penegak hukum lainnya; misalnya kepolisian dan kejaksaan belum terlihat nyata. Tampaknya 158 Buletin Alara, Volume 6 Nomor 3, April 2005, 157 162

belum ada kesamaan pemahaman dan kesamaan persepsi mengenai penegakan hukum pada pelanggaran terhadap pemanfaatan sumber radioaktif antara BAPETEN, kepolisian, kejaksaan, bea cukai dan pengadilan kita. Perkembangan pemanfaatan sumber radioaktif yang begitu pesat dan perubahan paradigma keselamatan dalam hal pemanfaatan sumber radioaktif menuntut institusi-institusi yang terkait dengan penegakan hukum ini duduk bersama membangun jaringan dan kerjasama yang efektif untuk memerangi illicit trafficking. KERANGKA ACUAN PENCEGAHAN ILLICIT TRAFFICKING Upaya untuk membangun sistem yang efektif dalam memerangi illicit trafficking harus dipelopori oleh Badan Pengawas (BAPETEN). Badan ini perlu menyiapkan dan mendorong ketersediaan peraturan perundang-undangan yang mampu menjawab permasalahan hukum yang berkaitan dengan illicit trafficking. Berkaitan dengan upaya pencegahan terjadinya illicit trafficking tersebut, Badan Pengawas perlu: Mengembangkan peraturan perundangundangan dan menerbitkan panduan yang terkait. Menerbitkan, mengamandemen, menangguhkan dan menarik kembali izin pemanfaatan sumber radioaktif yang meliputi penerimaan, penguasaan, impor, ekspor, pemakaian, pemindahan dan pembuangan sumber radioaktif.. Memasuki lokasi dan fasilitas pemanfaatan sumber radioaktif untuk melakukan inspeksi Mendorong dipatuhinya ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Mengembangkan kemampuan untuk memulihkan kembali kendali atas sumber radioaktif akibat adanya kehilangan, pengalihan, pencurian dan penguasaan sumber radioaktif yang tidak sah. Membangun jaringan penegakan hukum dan sistem pencegahan dalam hal penyalahgunaan sumber radioaktif melalui sosialisasi dan kerja sama dengan institusi penegak hukum lainnya Hak untuk memanfaatkan sumber radioaktif melalui penerbitan izin atau lisensi oleh Badan Pengawas memerlukan aplikasi dari calon pengguna (user). Dalam formulir aplikasi diuraikan scara detil tentang sistem keselamatan dan keamanan yang ada. Sistem ini akan diterapkan, dipelajari dan dikaji oleh Badan Pengawas untuk mendapatkan penilaian apakah sudah sesuai dengan tingkat dan sifat bahaya sumber radioaktif yang telah ada. Izin pemanfaatan sumber radioaktif diperoleh sebelum pengguna memiliki, menyimpan, memindahkan dan membuang sumber radioaktif. Informasi penting terkait dengan illicit trafficking yang perlu disampaikan oleh pengguna kepada Badan Pengawas pada waktu mengajukan izin pemanfaatan meliputi: Informasi tentang sumber radioaktif dan aktivitasnya. Deskripsi teknis peralatan yang menggunakan sumber radioaktif serta informasi tentang peralatan keselamatan yang ada termasuk alat ukur radiasi dan/atau alat ukur kontaminasi. Informasi jenis pemanfaatan, lokasi pemakaian dan sifat serta lokasi fasilitas penyimpanan. Identitas personel yang bertanggung jawab terhadap keselamatan dan keamananan pemanfaatan sumber radioaktif. Pengguna juga harus memiliki rekaman dokumen (inventarisasi) mengenai penerimaan, kepemilikan, perpindahan, penyimpanan dan pembuangan sumber radioaktif termasuk dokumen pengapalan serta dokumen ekspor/ impor. Dokumen inventarisasi sumber radioaktif sebagaimana sudah disinggung di atas harus meliputi jenis sumber radioaktif, aktivitas sumber (termasuk tanggal/bulan/tahun diukur), sifat fisika/kimia sumber dan peralatan yang terkait Upaya pencegahan terjadinya Illicit Trafficking pada 159 sumber radioaktif (B.Y. Eko Jumpeno)

dengan sumber tersebut. Informasi tentang kehilangan dan pencurian sumber radioaktif juga dicatat di dalam rekaman yang harus dirawat dengan baik. Rekaman ini sangat berguna untuk keperluan investigasi oleh Badan Pengawas atau kepolisian. Di dalam Basic Safety Standard (IAEA Safety Series No. 115) disebutkan bahwa sumber radioaktif haus dijaga dengan baik untuk mencegah pencurian dan kerusakan serta untuk mencegah pengambilan atau pemindahan oleh personel secara tidak sah. Oleh karena itu dipenuhinya persyaratan izin, penyelenggaraan inventarisasi pemanfaatan sumber radioaktif dan pelaporan terhadap sumber radioaktif yang hilang merupakan hal-hal mendukung penyelenggaraan sistem keselamatan dan keamanan. Dalam hal pengamanan sumber radioaktif, proteksi fisik (bangunan yang kuat, pemasangan penghalang dan pembuatan sistem penguncian yang berlapis) dan pembuatan sistem kendali jalan masuk (acces control) yang memadai akan mampu mencegah pengambilan sumber radioaktif secara tidak sah. Menurut IAEA-TECDOC-1355 tentang Security of Radioactive Sources, berdasarkan sasaran unjuk kerja, penyelenggaraan keamanan dalam pemanfaatan sumber radioaktif dikategorikan menjadi 4 yaitu: Kelompok keamanan A Kelompok keamanan B Kelompok keamanan C Kelompok keamanan D Kelompok keamanan A dibentuk untuk menghalangi jalan masuk yang tidak sah, mendeteksi jalan masuk yang tidak sah, dan mendeteksi adanya tambahan atau pengurangan sumber radioaktif. Langkah-langkah ini harus dilakukan sedemikan rupa untuk menunda penambahan atau pengurangan sumber radioaktif sampai tanggapan yang diperlukan tersedia. Kelompok keamanan B dibentuk untuk menghalangi dan mendeteksi jalan masuk yang tidak sah. Kelompok keamanan C dibentuk untuk menghalangi jalan masuk yang tidak sah dan memverifikasi keberadaan sumber radioaktif pada jeda yang sudah ditentukan. Kelompok keamanan D dibentuk untuk memastikan pemanfaatan sumber radioaktif secara aman dan melindunginya secara memadai sebagai suatu aset serta memverifikasi keberadaannya pada jeda yang sudah ditentukan. Berkaitan dengan masalah keamanan dalam pemanfaatan sumber radioaktif, terdapat beberapa tindakan yang perlu dilakukan untuk memastikan bahwa sumber radioaktif berada dalam kondisi aman di lokasi penyimpanan maupun lokasi pemakaian. Tindakan tersebut adalah : Inventarisasi sumber radioaktif secara periodik oleh petugas yang berwenang. Pemberitahuan kepada Badan Pengawas dan/atau institusi penegak hukum lainnya sehubungan dengan kehilangan, pencurian dan pengambilan alihan atas sumber radioaktif. Audit dan verifikasi atas pemanfaatan sumber radioaktif serta tanggapan pengguna secara periodik atas status sumber radioaktif yang dimanfaatkan.. Disain dan pengawasan atas sistem proteksi fisik yang mampu memberikan tingkat keselamatan dan keamanan yang memadai. Kedisipinan para petugas untuk mencatat keluar masuknya sumber dari tempat pemakaian atau penyimpanan Dalam hal pengamanan sumber radioaktif, komunikasi dan koordinasi para petugas pengamanan di fasilitas pemanfaatan sumber radioaktif dan petugas kepolisian setempat perlu dibangun dan dijaga dengan baik sehingga setiap anomali atau gangguan keamanan sekecil apapun dapat segera dideteksi dan diambil langkah antisipasi. Dengan demikian anomali atau gangguan ini tidak membesar dan menjadi tidak terkendali. 160 Buletin Alara, Volume 6 Nomor 3, April 2005, 157 162

PERAN INSTITUSI PENEGAK HUKUM TERHADAP PENCEGAHAN ILLICIT TRAFFICKING Badan Pengawas dan institusi penegak hukum lainnya yang terkait; misalnya kepolisian dan kejaksaan harus saling bekerjasama dan saling tukar informasi untuk memperkuat kemampuan dalam meningkatkan keamanan dan mencegah hilangnya kendali atas pemanfaatan sumber radioaktif. Kerjasama dan saling tukar informasi ini dapat dilakukan secara nasional, regional maupun internasional. Kerjasama dan saling tukar informasi dengan badan dunia seperti IAEA, World Customs Organization (WCO) dan International Criminal Police Organization (INTERPOL) juga mampu meningkatkan kompetensi dan kewaspadaan. Jaringan kerjasama (tukar intormasi) juga dilakukan dengan pihak kepolisian dan pihak bea cukai negara-negara tetangga. Dengan demikian setiap pemakaian atau perpindahan sumber radioaktif yang tidak sah terutama yang melintasi perbatasan negara dapat segera dalakukan tindakan hukum yang tepat Agar terjalin kerjasama dan komunikasi yang efektif di antara petugas Badan Pengawas dan petugas penegak hukum lainnya di tingkat nasional, mereka diharapkan untuk: Membentuk jaringan kerja sebagai bagian dari mekanisme koordinasi dan pengendalian. Mendorong kerjasama intelijen dan upayaupaya yang serupa oleh para petugas pabean dan petugas penegak hukum lainnya untuk mencegah perpindahan dan perdagangan yang tidak terkendali dalam penyelundupan sumber radioaktif. Mendorong pertukaran informasi di antara badan atau institusi yang berwenang berkaitan dengan illicit trafficking. Membangun basis data yang handal, luas dan diperbaharui secara berkala pada kasus illicit trafficking. Mengadopsi format pelaporan dan pemberitahuan. Pada tingkat nasional, selain masalah koordinasi dan komunikasi di antara Badan Pengawas, pabean dan institusi penegak hukum lainnya, upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya penyalahgunaan pemanfaatan sumber radioaktif dapat mendorong dicegahnya kasus illicit trafficking. Demikian juga penyelenggaraan pelatihan bagi para petugas serta ketersediaan peralatan deteksi yang memadai akan mengefektifkan penanganan illicit trafficking. Sejauh mana jaringan kerja pemberantasan illicit trafficking ini dapat diwujudkan tentu kita menunggu langkah kerja BAPETEN sebagai Badan Pengawas pemanfaatan tenaga nuklir (termasuk sumber radioaktif) untuk menjalin komunikasi dan menyususn aksi bersama institusi penegak hukum lainnya baik nasional, regional maupun internasional. PENUTUP Ancaman penyalahgunaan peman-faatan sumber radioaktif untuk tujuan yang negatif; misalnya dalam bentuk radioactive dispersal device (dirty bomb) sangat mencemaskan masyarakat dunia. Ancaman penyalahgunaan ini tidak lepas dari fenomena illicit trafficking atau pemanfaatan sumber radioaktif secara tidak sah. IAEA telah menerbitkan beberapa dokumen yang berkaitan dengan keselamatan dan keamanan pemanfaatan sumber radioaktif. Salah satu dokumen tersebut ialah TECDOC-1311 tentang Prevention of the Inadvertent Movement and Illicit Trafficking of Radioactive Materials. Dokumen ini memberikan panduan kepada badan pengawas pemanfaatan tenaga nuklir di tingkat nasioanl dalam mencegah terjadinya illicit trafficking. Di dalam dokumen tersebut diuraikan juga perlunya kerja sama antara badan pengawas tenaga nuklir dengan institusi penegak hukum lainnya misalnya kepolisian. Jaringan kerja yang efektif antara BAPETEN sebagai institusi yang melakukan pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir di Upaya pencegahan terjadinya Illicit Trafficking pada 161 sumber radioaktif (B.Y. Eko Jumpeno)

Indonesia dengan institusi penegak hukum lainnya baik nasional, regional maupun internasional misalnnya kepolisian, kejaksaaan dan bea cukai untuk memerangi illicit trafficking tampaknya belum terlihat nyata. Dengan meningkatnya pemanfaatan sumber radioaktif dan meningkatnya ancaman penyalahgunaan sumber radioaktif untuk tujuan negatif atau penguasaan sumber radioaktif secara tidak sah maka komunikasi dan koordinasi antara BAPETEN dengan penegak hukum lainnya harus dibangun dan ditingkatkan. Dengan demikian diharapkan akan terbentuk kesamaan pemahaman dan kesamaan persepsi tentang penegakan hukum di bidang pemanfaatan sumber radioaktif sehingga menjadi aksi bersama antara BAPETEN dan insitusi penegak hukum lainnya baik nasional, regional maupun internasional untuk mencegah terjadinya illicit trafficking. DAFTAR PUSTAKA 1. IAEA, Prevention of the Inadvertent Movement and Illicit Trafficking of Radioactive Materials. IAEA- TECDOC-1311, Vienna (2002). 2. IAEA, Security of Radioactive Sources : Interim Guidance for Comment. IAEA-TECDOC-1355, Vienna (2003). 3. IAEA, Categorization of Radioactive Sources. IAEA- TECDOC-1344, Vienna (2003) 4. IAEA, Code of Conduct on the Safety and Security of Radioactive Sources. Vienna (2004). 5. BAPETEN, Ketenaganukliran. Undang-undang No. 10/1997, Jakarta (1997). 6. BAPETEN, Rekualifikasi Petugas Proteksi Radiasi Bidang Industri. Jakarta (2001) 7. NEIFERT A., Case Study: Accidental Leakage of Cesium-137 in Goiania, Brazil, in 1987. Artikel Internet (1996). 8. O NEILL K., The Nuclear Terrorist Threat. Institute for Science and International Security, Artikel Internet (1997). 9. PROSSER A., Nuclear Trafficing Routes : Dangerous Trends in Southern Asia, Center for Defence Information, Artikel Internet (2004) 162 Buletin Alara, Volume 6 Nomor 3, April 2005, 157 162