PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Djarot S. Wisnubroto Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif - BATAN

dokumen-dokumen yang mirip
3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi

Aneks TAHAPAN-TAHAPAN DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang efektif harus memperhatikan tahapantahapan dasar

Prinsip Dasar Pengelolaan Limbah Radioaktif. Djarot S. Wisnubroto

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*39525 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 27 TAHUN 2002 (27/2002) TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF TINGKAT RENDAH DAN TINGKAT SEDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KECENDERUNGAN KEBIJAKSANAAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF*) Djarot S. Wisnubroto

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

2. PERSYARATAN UNTUK PENGKAJIAN KESELAMATAN DALAM PROSES PERIJINAN REAKTOR RISET

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bab 5 PERKEMBANGAN PERTAHANAN BERLAPIS UNTUK REAKTOR DAYA DI MASA DEPAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2007 TENTANG KESELAMATAN RADIASI PENGION DAN KEAMANAN SUMBER RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2 instalasi nuklir adalah instalasi radiometalurgi. Instalasi nuklir didesain, dibangun, dan dioperasikan sedemikian rupa sehingga pemanfaatan tenaga

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG NILAI BATAS RADIOAKTIVITAS LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR REPUBLIK INDONESIA

SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI

KESELAMATAN STRATEGI PENYIMPANAN LIMBAH TINGKAT TINGGI

2015, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

Kebijakan Pengawasan Ketenaganukliran

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN OPERASI REAKTOR NONDAYA

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR DAN PEMANFAATAN BAHAN NUKLIR

PENGUKURAN KONSENTRASI RADON DALAM TEMPAT PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF. Untara, M. Cecep CH, Mahmudin, Sudiyati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

RENSTRA PTLR

STUDI PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA NUKLIR

PELUANG DAN TANTANGAN BATAN SEBAGAI ORGANISASI PENDUKUNG TEKNIS DI BIDANG PROTEKSI RADIASI

2013, No Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang

2011, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir ini, yang dimaksud dengan: 1. Reaktor nondaya adalah r

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PERIZINAN PEMANFAATAN SUMBER RADIASI PENGION DAN BAHAN NUKLIR

LAMPIRAN III PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG BATASAN DAN KONDISI OPERASI INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2010 TENTANG SISTEM MANAJEMEN FASILITAS DAN KEGIATAN PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

URGENSI AMANDEMEN TERHADAP PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 27 TAHUN 2002 TENTANG PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF

2012, No Instalasi Nuklir, Reaktor Nuklir, dan Bahan Nuklir adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 tentang Keten

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No Penghasil Limbah Radioaktif tingkat rendah dan tingkat sedang mempunyai kewajiban mengumpulkan, mengelompokkan, atau mengolah sebelum diser

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 6 TAHUN TENTANG DEKOMISIONING INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 05-P/Ka-BAPETEN/I-03 TENTANG PEDOMAN RENCANA PENANGGULANGAN KEADAAN DARURAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGANUKLIRAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2015 TENTANG KESELAMATAN RADIASI DAN KEAMANAN DALAM PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF

PENGANGKUTAN LIMBAH RADIOAKTIF PADAT DAN CAIR DARI PENIMBUL KE INSTALASI PENGOLAHAN LIMBAH RADIOAKTIF. Arifin Pusat Teknologi Limbah Radioaktif -BATAN

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

HUKUM KETENAGANUKLIRAN; Tinjauan dari Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja, oleh Eri Hiswara Hak Cipta 2014 pada penulis

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2011, No Peraturan Pemerintah Nomor 33 Tahun 2007 tentang Keselamatan Radiasi Pengion dan Keamanan Sumber Radioaktif (Lembaran Negara Republi

FORMAT DAN ISI LAPORAN PENILAIAN KESELAMATAN BERKALA KONDISI TERKINI STRUKTUR, SISTEM, DAN KOMPONEN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PERIZINAN INSTALASI NUKLIR NONREAKTOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERTIMBANGAN DALAM PEMBUATAN RANCANGAN FASILITAS PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF DEKAT PERMUKAAN.

USAHA DAN/ATAU KEGIATAN BERISIKO TINGGI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ASPEK KESELAMATAN TERHADAP BAHAYA RADIASI NUKLIR, LIMBAH RADIOAKTIF DAN BENCANA GEMPA PADA PLTN DI INDONESIA SKRIPSI

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

TINJAUAN PROGRAM PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM FRZR

LINGKUP KESELAMATAN NUKLIR DI SUATU NEGARA YANG MEMILIKI FASILITAS NUKLIR

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

2015, No Tenaga Nuklir tentang Penatalaksanaan Tanggap Darurat Badan Pengawas Tenaga Nuklir; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 te

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR... TAHUN... TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN DESAIN REAKTOR DAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PREDIKSI DOSIS PEMBATAS UNTUK PEKERJA RADIASI DI INSTALASI ELEMEN BAKAR EKSPERIMENTAL

FORMAT DAN ISI LAPORAN SURVEI RADIOLOGI AKHIR

PENGENALAN DAUR BAHAN BAKAR NUKLIR

PROSES PENYIMPANAN LIMBAH RADIOAKTIF

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG PROTEKSI DAN KESELAMATAN RADIASI DALAM PEMANFAATAN TENAGA NUKLIR

PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF BENTUK PADAT BERAKTIVITAS RENDAH DI INSTALASI RADIOMETALURGI TAHUN 2007

FORMAT DAN ISI PROGRAM DEKOMISIONING INNR

PEMILIHA STRATEGI DEKOMISIO I G FASILITAS PE GGU A BAHA RADIOAKTIF. Husen Zamroni, Jaka Rachmadetin Pusat Teknologi Limbah Radioaktif-BATAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR NOMOR 11 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN KESELAMATAN INSTALASI NUKLIR NON REAKTOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS TENAGA NUKLIR FORMULIR PERMOHONAN SURAT IZIN BEKERJA PETUGAS TERTENTU

PENINGKATAN SISTEM PROTEKSI RADIASI DAN KESELAMATAN KAWASAN NUKLIR SERPONG TAHUN 2009

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2000 TENTANG KESELAMATAN DAN KESEHATAN TERHADAP PEMANFAATAN RADIASI PENGION

OPTIMASI ASPEK KESELAMATAN PADA KALIBRASI PESAWAT RADIOTERAPI

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2002 TENTANG KESELAMATAN PENGANGKUTAN ZAT RADIOAKTIF PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UPAYA PENCEGAHAN TERJADINYA ILLICIT TRAFFICKING PADA SUMBER RADIOAKTIF

2017, No Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 152, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5445); 3. Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2012 TENTANG KESELAMATAN DAN KEAMANAN INSTALASI NUKLIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTIMBANGAN DALAM PERANCANGAN PENYIMPANAN BAHAN BAKAR BEKAS SECARA KERING. Dewi Susilowati Pusat Teknologi Limbah Radioaktif

Transkripsi:

PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Djarot S. Wisnubroto Pusat Pengembangan Pengelolaan Limbah Radioaktif - BATAN 1. Pendahuluan Limbah radioaktif ditimbulkan selama beroperasinya pembangkit listrik tenaga nuklir dan juga akibat penggunaan bahan radioaktif di industri, penelitian dan rumah sakit. Sudah lama diketahui bahwa faktor keselamatan dalam pengelolaan limbah radioaktif yang bertujuan untuk melindungi kesehatan manusia dan lingkungan berperan sangat penting, dan pengalaman di bidang pengelolaan limbah radioaktif tersebut sudah cukup banyak didapat. Sejak awal abad kedua puluh, hasil dari penelitian dan pengembangan bidang ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir mendorong aplikasinya di bidang penelitian, pengobatan, industri dan pembangkitan listrik melalui reaksi fisi. Secara umum, pemanfaatan teknologi nuklir menghasilkan limbah radioaktif yang memerlukan pengelolaan secara khusus untuk memastikan perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan, serta tidak membebani generasi yang akan datang. Limbah radioaktif dapat juga diakibatkan oleh proses pengolahan bahan baku yang secara alami berisi radionuklida. Untuk mencapai sasaran pengelolaan limbah radioaktif yang aman memerlukan suatu pendekatan sistematis dan efektif di dalam suatu kerangka undangundang/ peraturan di masing-masing negara di mana peran dan tanggung-jawab dari semua pihak-pihak yang terkait didefinisikan secara jelas. Secara umum masalah yang dihadapi oleh negara-negara berkembang. termasuk Indonesia, dalam penanganan limbah radioaktif adalah: 1. Meningkatnya pemanfaatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (iptek) nuklir dalam bidang industri, kesehatan, serta penelitian dan pengembangan (Litbang) iptek nuklir itu sendiri, hal ini akan meningkatkan jenis maupun jumlah limbah radioaktif aktivitas rendah dan sedang. 2. Meningkatnya pengoperasian Reaktor Riset, akan meningkatkan limbah aktivitas rendah dan sedang. Di sisi lain kemungkinan adanya dekomisioning terhadap 1

reaktor riset yang telah kadaluwarsa menyebabkan perlunya pertimbangan penangan limbah hasil dekomisioning yang umumnya bervolume besar. 3. Dekomisioning fasilitas industri yang bahan mentahnya (raw material) mengandung unsur-unsur radioaktif alam (pabrik kaos lampu dan pabrik pupuk), akan menghasilkan limbah aktivitas rendah dan sedang dengan volume yang cukup banyak 4. Meningkatnya tuntutan keselamatan (ratifikasi konvensi, adopsi rekomendasi terbaru), sehingga akan meningkatkan jenis limbah yang harus ditangani seperti limbah TENORM (technically enhanced naturally occurred radioavtive materials) dari kegiatan industri non nuklir (pertambangan, produksi pupuk, produksi minyak dan gas, dan produksi konsumsi). 5. Penyimpanan limbah radioaktif hasil kegiatan di atas (kecuali limbah TENORM) memerlukan fasilitas penyimpanan sementara dan kemungkinan memerlukan penyimpanan akhir (disposal). Bentuk limbah radioaktif bervariasi baik kondisi fisik maupun karakteristik kimianya, misalnya konsentrasi dan waktu paruh radionuklida. Bentuk fisik limbah radioaktif meliputi: - gas, misalnya ventilasi exhaust dari fasilitas yang menangani bahan radioaktif; - cairan, misalnya cairan sintilasi dari fasilitas riset sampai dengan limbah cair aktivitas tinggi dari proses olah ulang bahan bakar bekas; atau - padat, mulai dari alat gelas dan sampah yang tercemar dari rumah sakit, fasilitas riset pengobatan dan laboratorium radiofarmasi sampai dengan limbah proses olah ulang yang divitrifikasi atau bahan-bakar bekas dari reaktor daya (bila dianggap sebagai limbah aktivitas tinggi). Limbah di atas cakupannya luas, dimulai yang keradioaktifannya rendah, seperti yang dihasilkan dari prosedur diagnostik dalam dunia pengobatan, sampai yang sangat radioaktif, seperti limbah dari proses olah ulang yang divitrifikasi atau sumber radiasi bekas dari penggunaan di radiografi, radioterapi atau aplikasi lainnya. Limbah radioaktif kemungkinan mempunyai volume yang sangat kecil, misalnya sumber radiasi tertutup 2

bekas, atau volume sangat besar dan tersebar, seperti tailing hasil penambangan dan penggilingan bijih uranium, serta limbah dari restorasi lingkungan. Prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif telah dikembangkan meskipun terdapat banyak perbedaan yang besar baik asal maupun karakteristik limbah radioaktif, misalnya, konsentrasi, volume, waktu paruh, dan radiotoksisitasnya. Meskipun prinsip tersebut secara umum bisa diterapkan namun implementasinya bervariasi tergantung pada jenis limbah radioaktif dan fasilitas yang digunakan. Limbah Radioaktif, sebagai sumber radiasi pengion, telah lama dikenal memiliki potensi resiko bahaya bagi kesehatan manusia. Regulasi nasional serta standar dan petunjuk (guideline) dari rekomendasi internasional yang berhubungan dengan proteksi radiasi dan pengelolaan limbah radioaktif telah dikembangkan, hal ini berdasar pada kumpulan pengetahuan yang bersifat sain. Sudah merupakan sifat utama dari pengelolaan limbah radioaktif bahwasanya perhatian khusus diberikan untuk perlindungan generasi yang akan datang. Pertimbangan terhadap generasi yang akan datang termasuk potensial paparan radiasi, konsekuensi ekonomi, dan kemungkinan kebutuhan akan pengawasan atau pemeliharaan. Limbah radioaktif kemungkinan mengandung pula senyawa yang berbahaya secara kimia maupun biologi, dan adalah sangat penting diperhatikan resiko bahaya yang berhubungan dengan senyawa-senyawa tersebut di dalam pengelolaan limbah radioaktif. Pendekatan keselamatan fundamental untuk pengelolaan limbah radioaktif berdasar pada pengalaman internasional. Di dalam publikasi Standar Keselamatan Limbah Radioaktif (Radioactive Waste Safety Standards / RADWASS), IAEA menyatukan pengalaman ini ke dalam suatu paket yang saling berkaitan diantara prinsip, standar, petunjuk (guide) dan praktek untuk mencapai pengelolaan limbah radioaktif yang memperhatikan faktor keselamatan. 3

TUJUAN Publikasi ini mendefinisikan sasaran pengelolaan limbah radioaktif dan himpunan yang terkait dengan prinsip-prinsip yang disetujui internasional. Prinsip-prinsip ini memberikan dasar yang umum untuk pengembangan lebih lanjut dan lebih detail dari standar keselamatan IAEA. LINGKUP Publikasi ini menjelaskan prinsip-prinsip pengelolaan limbah radioaktif yang mencakup bahan radioaktif, yang dianggap limbah radioaktif sesuai dengan kriteria nasional, serta fasilitas untuk pengelolaan, dimulai dari timbulnya limbah sampai pembuangan akhir (disposal). Prinsip-prinsip ini menjangkau seluruh aspek pengelolaan limbah radioaktif, kecuali bila aktivitasnya merupakan hal khusus dari dokumen IAEA diluar seri RADWASS atau instrument internasional. Misalnya transportasi bahan radioaktif, dan eksport-import bahan nuklir. Prinsip-prinsip ini juga menjangkau pengelolaan limbah radioaktif yang mengandung, misalnya, senyawa berisiko bahaya kimia atau biologi, meskipun persyaratan khusus lainnya harus digunakan pula. STRUKTUR Dasar-dasar keselamatan terdiri dari tujuan atau sasaran pengengelolaan limbah radioaktif, dan prinsip dasar pengelolaan limbah radioaktif. Prinsip-prinsip dasar meliputi hal-hal umum seperti: perlindungan kesehatan manusia, perlindungan lingkungan, perlindungan lintas batas Negara, pertanggungjawaban terhadap generasi yang akan datang, serta prosedur implementasinya. Tiap-tiap prinsip dinyatakan, secara jelas dan diberikan pula informasi tambahan untuk memperjelas prinsip-prinsip tersebut.. 4

2. TUJUAN PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Tujuan pengelolaan limbah radioaktif adalah menangani limbah radioaktif dengan suatu cara sehingga melindungi kesehatan manusia dan lingkungan untuk generasi sekarang dan yang akan datang tanpa membebani masalah bagi generasi yang akan datang. 3. PRINSIP-PRINSIP DASAR PENGELOLAAN LIMBAH RADIOAKTIF Pengelolaan limbah radioaktif yang bertanggungjawab memerlukan implementasi dan pengukuran yang menghasilkan perlindungan kesehatan manusia dan lingkungan, karena pengelolaan limbah radioaktif yang tak sesuai dapat menghasilkan efek yang merugikan bagi kesehatan manusia atau lingkungan baik sekarang maupun yang akan datang. Perundang-undangan nasional yang efektif serta infrastruktur organisasi yang terkait dengannya menghasilkan dasar-dasar untuk pengelolaan limbah radioaktif secara benar. Tiap tahapan dalam pengelolaan limbah radioaktif sangat mungkin tergantung satu sama lain, sehingga memerlukan koordinasi untuk pelaksanaannya. Dengan memperhatikan saling ketergantungan tersebut akan membantu memahami faktor keselamatan dalam seluruh tahapan pengelolaan limbah radioaktif. Pengamatan terhadap prinsip-prinsip pengelolaan limbah radioaktif diharapkan akan menjamin bahwa pertimbang-pertimbangan di atas akan dilaksanakan, sehingga memberikan kontribusi untuk mencapai tujuan pengelolaan limbah radioaktif. Prinsipprinsip tersebut serta tambahan penjelasan harus dilihat sebagai satu kesatuan dan dijelaskan berikut ini. Prinsip 1: Perlindungan Kesehatan Manusia Limbah Radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga diperoleh level yang dapat diterima oleh kesehatan manusia. 5

Beberapa resiko bahaya yang terkait dengan limbah radioaktif mirip dengan yang terkait limbah beracun, misalnya terhadap kendali operasi pertambangan dan kimia. Namun sifat alami limbah radioaktif mempunyai resiko bahaya lainnya, yaitu kemungkinan paparan radiasi pengion. Sehingga berbeda dengan limbah lainnya maka tingkat/level yang dapat diterima untuk perlindungan manusia dan lingkungan harus ada. Perhatian khusus harus diberikan untuk kendali banyak jalur dimana manusia mungkin akan terkena paparan radiasi, dan diperhatikan pula bahwa pengelolaan limbah radioaktif menjamin bahwa paparan-paparan tersebut ada di bawah persyaratan nasional yang telah ditetapkan. Persyaratan proteksi radiasi secara nasional ditetapkan dengan tujuan lebih luas daripada hanya pengelolaan limbah radioaktif. Untuk menetapkan tingkat/level yang dapat diterima dalam rangka proteksi, maka harus diperhatikan rekomendasi International Commission on Radiological Protection (ICRP) dan IAEA, dan terutama adalah konsep pembenaran (justifikasi), optimisasi dan batasan dosis. Relevansi konsep-konsep ini tergantung pada jenis aktivitas pengelolaan limbah radioaktif. Aktivitas pengelolaan limbah radioaktif terkait baik dengan suatu kegiatan aplikasi nuklir misalnya pembangkit tenaga nuklir, atau dengan intervensi, misalnya setelah suatu kecelakaan (accident). Dalam hal aplikasi nuklir, pengelolaan limbah radioaktif harus ikut dipertimbangkan dalam segala aspek kegiatan yang menimbulkan limbah radioaktif, sehingga pengelolaan limbah radioaktif tidak ditetapkan sebagai keputusan yang terpisah: optimisasi dan batasan dosis tetap dipakai. Dalam hal intervensi, pembenaran (justifikasi) dan optimisasi meskipun merupakan persyaratan, namun bukan bagian konsep batasan dosis. Aktivitas manusia dan dampaknya bisa saja terpisah dalam jangka waktu yang lama, misalnya, dalam hal pembuangan akhir limbah radioaktif. Dalam hal ini, suatu perencanaan pengelolaan limbah radioaktif yang aman harus memperhitungkan adanya fakta bahwa keuntungan yang didapat dari pemanfaatan bahan radioaktif dan paparan yang mungkin akan mengenai masyarakat terpisah beberapa generasi. Waktu yang 6

lama tersebut menyebabkan adanya ketidakpastian hasil kajian keselamatan serta meluruhnya radionuklida. PRINSIP 2: Proteksi Lingkungan Limbah radioaktif harus dikelola dengan suatu cara sehingga menghasilkan suatu tingkatan/ level yang dapat diterima untuk melindungi lingkungan. Pengelolaan limbah radioaktif yang aman meliputi pula kegiatan pelepasan limbah dari berbagai langkah-langkah pengelolaan limbah dengan cara yang dapat diterapkan secara minimum. Pendekatan yang lebih baik dalam pengelolaan limbah radioaktif adalah pemekatan dan pewadahan radionuklida, daripada pengenceran dan dispersi ke lingkungan. Namun demikian, sebagai bagian dari pengelolaan limbah radioaktif, bahan radioaktif kemungkinan dilepas dibawah kendali suatu batasan yang ditetapkan oleh pemerintah ke udara, air dan tanah, dan juga melalui penggunaan kembali bahan-bahan tersebut. Harus didefinisikan pengukuran keselamatan dan kendali yang sesuai. Saat radionuklida dilepas ke lingkungan, makhluk hidup selain manusia dapat mengalami paparan radiasi pengion, dan dampak dari paparan tersebut harus diperhitungkan pula. Karena manusia adalah organisme paling sensitive terhadap radiasi, maka keberadaannya harus diasumusikan, secara umum, sebagai bagian dari perkiraan dampak lingkungan secara menyeluruh. Pembuangan akhir limbah radioaktif kemungkinan memberikan efek merugikan pada sumber alam yang ada dan digunakan di masa depan misalnya, terjadinya dampak merugikan bagi tanah, hutan, air permukaan, air tanah, dan bahan-bahan mentah, setelah waktu yang lama. Jadi pengelolaan limbah radioaktif harus dilakukan dengan suatu cara untuk membatasi, sedapat mungkin, dampak-dampak tersebut. Kegiatan pengelolaan limbah radioaktif kemungkinan mengakibatkan pengaruh pada lingkungan yang tidak bersifat radiologi. Misalnya, pencemaran kimia atau perubahan habitat alam. Pengaruh tersebut harus diperhitungkan dan pengelolaan 7

limbah radioaktif harus menghasilkan tingkatan dimana dampaknya bagi lingkungan paling tidak sama dengan persyaratan pengelolaan limbah industri yang serupa. Prinisp 3: Proteksi melewati batas Negara Limbah radioaktif harus dikelola untuk meyakinkan bahwa kemungkinan dampak yang diterima oleh manusia dan lingkungan melewati negara yang bersangkutan diperhitungkan. Prinsip-prinsip ini diperoleh dari pertimbangan etika mengenai kesehatan manusia dan lingkungan di negara-negara lain. Ini berdasar pada pemikiran bahwa suatu negara mempunyai kewajiban dalam tanggung jawab, sebagai syarat minimum, tidak boleh membebankan dampak pada kesehatan manusia dan lingkungan di negaranegara lain melebihi batas yang diterima yang telah ditetapkan oleh negara yang bersangkutan. Untuk memenuhi kewajiban tersebut, sebuah negara harus mempertimbangkan rekomendasi organisasi internasional seperti ICRP dan IAEA terutama untuk konsep optimisasi proteksi radiasi. Untuk pelepasan secara normal limbah radioaktif, maka untuk mengendalikan migrasi atau pelepasan radionuklida ke luar batas negara, maka negara tempat ditimbulkannya limbah dapat memilih untuk mendapatkan cara dalam menerapkan prinsip proteksi radiasi, misalnya dengan pertukaran informasi atau pengaturan dengan negara tetangga atau negara yang terkena dampaknya. Import dan ekspor dari limbah radioaktif adalah subyek dari IAEA "Code of Practice on the International Transboundary Movement Radioactive" (Undang-undang untuk kegiatan pergerakan bahan radioaktif melewati batas negara), yang menyatakan bahwa suatu negara dapat menerima limbah radioaktif untuk pengelolaan atau pembuangan bila mempunyai kapasitas administrasi dan teknis serta struktur regulasi untuk menangani dan membuang limbah semacam sesuai dan konsisten dengan standard keselamatan internasional. 8

Prinsip 4: Proteksi untuk generasi yang akan datang Limbah radioaktif harus dikelola sehingga dampak yang diprediksi untuk generasi yang akan datang tidak lebih besar daripada tingkat berdampak yang bisa diterima hari ini. Prinsip ini berasal dari tanggung jawab etika dalam rangka kesehatan generasi yang akan datang. Untuk menetapkan tingkatan atau level yang dapat diterima dalam proteksi, maka rekomendasi paling mutakhir dari organisasi internasional seperti ICRP dan IAEA harus dipetimbangkan. Di satu sisi merupakan hal yang tidak mungkin untuk menjamin isolasi total limbah radioaktif selama waktu yang lama, maka hal yang paling mungkin adalah mencapai keadaan yang menjamin secara rasional bahwa tidak ada dampak yang diterima oleh manusia. Hal ini biasanya dapat dicapai dengan pendekatan penghalang ganda dimana penghalang alami dan penghalang buatan digunakan. Penetapan penghalang alami dilakukan dengan proses penetapan lokasi. Lebih dari itu, harus dipertimbangkan pula adanya eksplorasi dan eksploitasi bahan berharga di masa depan yang kemungkinan dapat memberi dampak merugikan bagi kemampuan isolasi di fasilitas pembuangan akhir. Pada implementasi pengelolaan limbah radioaktif, khususnya untuk pembuangan akhir (disposal), ketidak pastian pada kajian keselamatan jangka panjang harus masuk dalam pertimbangan karena sulitnya memprediksi dampak di masa datang Prinsip 5: Beban bagi generasi yang akan datang Limbah radioaktif harus dikelola sedemikian rupa sehingga tidak membebani generasi yang akan datang. Pertimbangan terhadap generasi yang akan datang merupakan dasar yang sangat penting dalam pengelolaan limbah radioaktif. Prinsip ini berdasar pada pertimbangan etika dimana generasi yang memanfaatkan dan mendapat keuntungan dari suatu kegiatan harus menanggung beban tanggungjawab untuk mengelola limbah yang ditimbulkannya. Sangat penting memperhatikan berkesinambungnya kendali institusi, bila diperlukan, untuk fasilitas pembuangan akhir. 9

Tanggungjawab generasi saat ini termasuk juga mengembangkan teknologi, membangun dan mengoperasikan fasilitas, dan menetapkan sistem pendanaan, kendali yang cukup, serta perencanaan pengelolaan limbah radioaktif. Pemilihan waktu dan pelaksanaan pembuangan akhir untuk limbah radioaktif tergantung pada faktor sain, teknis, sosial dan ekonomi, seperi misalnya ketersediaan, penerimaan dan pengembangan lokasi yang sesuai, dan penurunan tingkatan radioaktif serta penurunan panas yang timbul selama penyimpanan sementara. Pengelolaan limbah radioaktif harus, sejauh mungkin, tidak hanya bersandar pada pengaturan insitusi jangka panjang saja atau mengutamakan keselamatan saja, meskipun generasi yang akan datang mungkin memutuskan utnuk menggunakan penyusunan tersebut, misalnya memantau tempat penyimpanan limbah radioaktif atau mengambil kembali limbah radioaktif setelah penutupan fasilitas mulai berlaku. Namun juga identitas, lokasi dan inventori sebuah fasilitas limbah radioaktif harus secukupnya direkam, serta rekaman tersebut terpelihara. Prinsip 6: Kerangka kerja legalitas nasional Limbah radioaktif harus dikelola dibawah kerangka kerja legalitas nasional termasuk pemisahan tanggung jawab yang jelas serta dibentuknya fungsi pengaturan yang mandiri. Negara-negara penghasil radionuklida atau pengguna radionuklida harus mengembangkan kerangka kerja legal nasional dengan mengadakan undang-undang, peraturan dan pedoman untuk pengelolaan limbah radioaktif, dengan mempertimbangkan strategi keseluruhan pengelolaan limbah radioaktif. Tanggungjawab masing-masing pihak terkait harus jelas dalam aktivitas pengelolaan limbah radioaktif dalam suatu negara. Pemisahan fungsi pengaturan, termasuk di dalamnya pelaksanaan perundangundangan, dari fungsi pelaksanaan merupakan persyaratan untuk menjamin operasi fasilitas nuklir secara aman. Pemisahan ini memberikan peluang untuk 10

peninjauan/review secara mandiri (independent) serta pemeriksaan terhadap kegiatan pengelolaan limbah radioaktif. Kerangka kerja legal harus menjelaskan cara-cara untuk memisahkan kedua fungsi tersebut. Karena pengelolaan limbah radioaktif dapat mempunyai rentang waktu yang melibatkan generasi ke generasi umat manusia, maka perhatian terhadap operasi saat ini dan kemungkinan operasi di masa datang harus dipertimbangkan. Harus dibuat suatu persyaratan tanggung jawab dan pendanaan yang berkelanjutan untuk rentang waktu lama. Prinisp 7: Kendali terhadap timbulnya limbah radioaktif Timbulnya limbah radioaktif harus diupayakan seminimal mungkin. Timbulnya limbah radioaktif harus diupayakan seminimal mungkin, dalam arti aktivitas dan volume, dengan melakukan desain, operasi serta dekomisioningan sebaikbaiknya. Termasuk di dalamnya adalah kegiatan pemilihan dan kendali bahan, penggunaan kembali atau daur ulang bahan-bahan, serta pelaksanaan operasi harus sesuai prosedur. Harus ditekankan mengenai pemisahan limbah dan material sesuai dengan jenisnya untuk mereduksi volume limbah radioaktif serta memudahkan pengelolaannya. Prinsip 8: Timbulnya limbah dan saling ketergantungan dalam pengelolaan Harus dipertimbangkan saling ketergantungan diantara langkah-langkah pada saat timbulnya maupun saat pengelolaan limbah radioaktif Tahapan-tahapan dasar dalam pengelolaan limbah radioaktif, tergantung dari jenis limbahnya, adalah pra-olah, pengolahan, conditioning, penyimpanan dan pembuangan akhir (disposal). Terdapat saling ketergantungan diantara tahapantahapan tersebut. Suatu keputusan dalam satu tahap pengelolaan limbah radioaktif mungkin akan menutup alternatif tahap berikutnya, atau mempengaruhi tahap berikutnya. Lebih dari itu ada hubungan antara tahapan-tahapan pengelolaan limbah radioaktif dengan operasi operasi yang menimbulkan limbah radioaktif, atau ada hubungan dengan bahan yang dapat didaur ulang atau digunakan kembali. Sangat 11

diinginkan bahwa tanggungjawab untuk tahapan pengelolaan limbah radioaktif atau kegiatan yang menghasilkan limbah mengetahui interaksi dan hubungan-hubungan tersebut, sehingga secara keseluruhan terjadi keseimbangan antara keselamatan dan keefektifan pengelolaan limbah radioaktif. Dalam hal ini termasuk identifikasi jalur limbah, karakterisasi limbah dan implikasi pengangkutan limbah radioaktif. Harus dihindari suatu persyaratan yang saling bertentangan yang menyebabkan timbulnya kompromi antara operasi dan keselamatan jangka panjang. Karena tahapan-tahapan dalam pengelolaan limbah radioaktif terjadi pada waktu yang berbeda maka dalam prakteknya, seringkali keputusan harus dibuat sebelum tahapan-tahapan pengelolaan limbah radioaktif diterapkan. Sejauh secara rasional dapat dikerjakan, pengaruh masa depan dari kegiatan pengelolaan limbah radioaktif harus diperhitungkan pada saat apapun kegiatan pengelolaan limbah radioaktif. Prinsip 9: Keselamatan fasilitas Keselamatan fasilitas pengelolaan limbah radioaktif harus dijamin sebaik-baiknya selama waktu hidup fasilitas tersebut. Selama pencarian lokasi, desain, pembangunan, commissioning, operasi, dan dekomisioning fasilitas atau penutupan tempat penyimpanan, maka prioritas harus diberikan pada keselamatan termasuk pencegahan kecelakaan, dan minimalisasi dampak kecelakaan apabila hal itu terjadi. Seluruh proses tersebut merupakan isu public (bagian dari topik di masyarakat). Penetapan lokasi harus mempertimbangkan hal penting yang mempengaruhi keselamatan fasilitas atau dipengaruhi oleh fasilitas. Desain, pembangunan, operasi, dan aktifitas selama dekomisioning suatu fasilitas atau penutupan tempat penyimpanan limbah radioaktif harus dapat memberikan dan memelihara, sedapat mungkin, tingkatan proteksi yang cukup untuk membatasi kemungkinan dampak radiologi. 12

Jaminan mutu yang sebaik-baiknya serta pendidikan dan kualifikasi bagi personil harus tetap dipelihara selama berfungsinya fasilitas pengelolaan limbah radioaktif. Kajian harus dilakukan untuk mengevaluasi keselamatan dan dampak lingkungan dari fasilitas. 13

DAFTAR PUSTAKA INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Regulations for Safe Transport of Radioactive Material, Safety Series No. 6, 1985 edition (as amended 1990), IAEA, Vienna (1990). INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Code of Practice on The International Transboundary Movement of Radioactive Waste, INFCIR/386, IAEA, Vienna (1990). INTERNATIONAL COMMISSION ON RADIOLOGICAL PROTECTION, Recommendations of ICRP, Publication 26, Pergamon Press, Oxford and New York (1977). INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, International Basif Safety Standards for Protection against Ionizing Radiation and for Safety of Radiation Sources, Safety Series No. 155-I, Vienna (1994). INTERNATIONAL OMMISSION ON RADIOLOGICAL PROTECTION, Protection Principles for the Disposal of Solid Radioactive Waste, ICRP Publication 46, Pergamon Press, Oxford and New York (1986). INTERNATIONAL COMMISSION ON RADIOLOGICAL PROTECTION, 1990 Recommendations of ICRP, Publication 60, Pergamon Press, Oxford and New York (1991). 14

DAFTAR ISTILAH Penghalang (barrier). Suatu penghalang fisik yang mencegah atau menunda pergerakan (misalnya migrasi) radionuklida atau bahan lain diantara komponenkomponen dalam sistem. Penghalang, ganda (barrier, multiple). Penghalang) Dua atau lebih penghalang (Lihat Tingkat clearance. Suatu kumpulan nilai, ditetapkan oleh badan pengawas suatu negara atau negara bagian, dan dinyatakan sebagai konsentrasi aktivitas dan/atau aktivitas total, pada atau di bawah di mana sumber radiasi dapat dilepaskan dari kendali badan pengawas. Penutupan, secara permanen (closure, permanent). Istilah penutupan mengacu pada status, atau tindakan yang diarahkan pada fasilitas pembuangan (disposal) setelah selesai beroperasi. Fasilitas pembuangan ditempatkan dalam situasi penutupan secara permanent biasanya setelah selesainya penempatan limbah, dengan penutupan bagian atas fasilitas penyimpanan limbah tanah dangkal, atau dengan menempatkan backfill dan penutup pada fasilitas penyimpanan gelologi. Conditioning. Operasi-operasi yang menghasilkan paket limbah yang sesuai untuk penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau pembuangan. Conditioning dapat meliputi perubahan limbah ke bentuk limbah padat, meletakkanya dalam wadah, dan bila diperlukan memberikan wadah tambahan (overpack). Decommissioning. Kegiatan yang dilakukan saat berakhirnya fungsi fasilitas nuklir dan tidk digunakan lagi dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan pekerja dan masyarakat serta proteksi lingkungan. Tujuan akhir dekomisioning adalah pelepasan dari kendali badan pengawas atau penggunaan lokasi tersebut untuk hal lain. Periode waktu untuk mencapai tujuan tersebut dari beberapa tahun ke ratusan tahun. 15

Hal yang menjadi subyek dekomisioning oleh peraturan dan persyaratan nasional adalah fasilitas nuklir atau sisa bagian fasilitas diperhitungkan sebagai bagian yang didekomisioning bila terkait atau digabung dengan fasilitas baru atau yang sudah ada, atau bahkan bila lokasi tersebut masih di bawah kendali badan pengawas. Definisi ini tidak dapat digunakan untuk beberapa fasilitas nuklir yang digunakan untuk pertambangan bahan radioaktif atau pembuangan limbah radioaktif. Pelepasan, rutin (discharge, routine). Suatu pelepasan radionuklida ke lingkungan yang terencana dan terkendali. Pelepasan tersebut harus sesuai dengan segala batasan peraturan yang ditetapkan oleh badan pengawas. Penyebaran (dispersi). Hasil dari proses seperti pengangkutan, difusi dan pencampuran limbah atau beningan (effluent) (misalnya, pelepasan cairan dan gas) dalam air atau udara- yang akhirnya membawa pada pengenceran. Pembuangan (disposal). Penempatan limbah dalam fasilitas yang telah disetujui (misalnya penyimpanan limbah tanah dangkal, atau penyimpanan geologi) tanpa tujuan untuk mengambil kembali. Pembuangan dapat saja meliputi juga pelepasan beningan (effluent) secara langsung yang telah disetujui (misalnya limbah cair dan gas) ke lingkungan dilanjutkan dengan dispersi. (Lihat pelepasan, rutin) Remediasi/ restorasi lingkungan. Suatu kegiatan untuk memperbaiki atau membersihkan lokasi yang terkontaminasi oleh radioaktif dimana bahan berbahaya lainnya kemungkinan juga ada. Bahan bakar bekas (yang telah digunakan). Bahan baker yang telah diradiasi dan tidak untuk digunakan lagi dalam bentuk yang sekarang ini. Siklus bahan bakar (nuklir). Segala operasi yang terkait dengan produksi energi nuklir, termasuk pertambangan, proses dan pengkayaan uranium atau thorium, fabrikasi bahan bakar, operasi reaktor nuklir, olah ulang bahan bakar nuklir, dekomisioning, dan segala 16

aktivitas untuk pengelolaan limbah radioaktif, serta segala kegiatan penelitian atau pengembangan yang terkait dengan kegiatan-kegiatan di atas. Imobilisasi. Suatu konversi dari suatu limbah ke bentuk lainnya dengan cara pemadatan, dengan menanamkan atau diberi pelindung kapsul. Imobilisasi mengurangi potensi migrasi atau disperse radionuklida selama penanganan, transportasi, penyimpanan dan pembuangan. (Lihat conditioning) Kendali institusi. Kendali terhadap suatu lokasi limbah (misalny, lokasi pembuangan) oleh suatu badan atau institusi yang diberi wewenang oleh Negara. Kendali ini dapat aktif (pemantauan, pengawasan, pekerjaan perbaikan), atau pasif (kendali penggunaan tanah) dan dapat merupakan suatu factor untuk mendesain suatu fasilitas nuklir (misalnya, fasilitas pembuangan tanah dangkal). Periode panjang (long term). Dalam pembuangan limbah radioaktif, merupakan acuan periode waktu melebihi batas kemungkinan kendali institusi masih dapat dilakukan. Migrasi. Pergerahan materi (misalnya radionuklida) melalui berbagai macam media (misalnya bahan penghalang atau tanah) biasanya dibawa atau diangkut oleh aliran fluida. Pemantauan (monitoring). Pengukuran parameter radiology atau non radiology untuk suatu alasan yang erhubungan dengan kajian atau kendali paparan serta interpretasi pengukuran tersebut. Pemantauan dapat secara kontinyu atau tidak kontinyu. Multi-barrier atau multiple barrier (Lihat penghalang, ganda). Fasilitas Nuklir. Suatu fasilitas dan lokasi serta tanah terkait, bangunan dan peralatan dimana bahan radioaktif diproduksi, diproses, digunakan, diolah, disimpan atau dibuang (misalnya, repository) dalam suatu skala dimana keselamatan dipersyaratkan. 17

Pra-olah (pretreatment). Satu, beberapa atau seluruh operasi sebelum pengolahan limbah, misalnya: - pengumpulan - pemisahan - pengaturan kimiawi - dekontaminasi Proteksi radiasi atau proteksi radiologi Pengukuran yang berhubungan dengan pembatasan pengaruh merusak akibat radiasi pengion pada manusia, misalnya pembatasan paparan eksternal radiasi, pembatasan penyatuan radionuklida, juga pembatasan penyakit akibat cedera karena hal di atas. Radionuklida. Suatu inti (dari atom) yang mempunyai sifat disintegrasi secara spontan (radioaktivitas). Ini dibedakan berdasar massa dan nomor atomnya. Pelepasan (release). (Lihat pelepasan, rutin /discharge routine). Tempat pembuangan (repository). Fasilitas nuklir (misalnya, tempat pembuangan geologi) dimana limbah diletakkan untuk pembuangan. Pengambilan kembali limbah di masa depan dari fasilitas repository bukan merupakan suatu tujuan. Penyimpanan sementara (interim storage). Penempatan limbah radioaktif dalam fasilitas nuklir dimana diberikan isolasi, proteksi lingkungan dan kendali manusia (misalnya pemantauan) dengan tujuan limbah akan diambil kembali. Pengolahan (Treatment). Operasi dengan tujuan mendapatkan keselamatan dan atau ekonomu dengan mengubah sifat limbah. Tiga tujuan pengolahan adalah: (a) reduksi volume (b) pengambilan radionuklida dari limbah (c) perubahan komposisi 18

Setelah pengolahan, limbah dilakukan imobilisasi atau tidak untuk mendapatkan bentuk limbah yang sesuai. Limbah, pembebasan (waste, exempt). Dalam kontek pengelolaan limbah radioaktif, limbah yang dilepaskan darikendali peraturan nuklir sesuai dengan tingkat clearancenya, karena potensi kerusakan radiologinya dapat dianggap diabaikan. Tanda petunjuknya dapat berupa konsentrasi aktivitas dan atau aktivitas total, dan mungkin termasuk spesifikasi jenis, bentuk kimia/fisika, massa atau volume limbah. (Lihat pula clearance level). Limbah, umur panjang (Waste, long lived). Limbah radioaktif yang mengandung radionuklida dengan waktu paruh panjang yang cukup mempunyai tingkat keracunan dalam kuantitas dan atau konsentrasi sehingga memerlukan isolasi jangka panjang dari biosphere. Isitilah radiokulida berumur panjang mengacu pada waktu paruh biasanya untuk yang lebih dari 30 tahun. Limbah, radioaktif. Untuk tujuan legal dan peraturannya, maka limbah radioaktif dapat didefinisikan sebagai suatu bahan yang mengandung, atau terkontaminasi dengan, radionuklida yang mempunyai konsentrasi atau aktivitas lebih besar dari clearance level yang ditetapkan oleh badan pengawas, dan diperkirakan tidak digunakan lagi. (Harus diakui bahwa definisi ini untuk tujuan peraturan, dan bahan yang mempunyai aktivitas sama atau lebih rendah dari clearance level adalah radioaktif dari sisi fisika-meskipun kaitan dengan potensi bahaya radiology dapat dianggap diabaikan.) Limbah, bentuk. Limbah dalam bentuk fisika atau kimia setelah pengolahan dan/atau conditioning (hasilnya dalam bentuk produk padat) sebelum pengepakan. Pengelolaan limbah, radioaktif. Seluruh aktivitas, administrative dan operasional, yang terlibat dalam penanganan, praolah, pengolahan, conditioning, penyimpanan dan pembuangan limbah dari suatu fasilitas nuklir. Termasuk di dalamnya pengangkutannya. 19

Paket limbah. Hasil dari conditioning yang termasuk di dalamnya adalah limbah dan wadahnya serta penghalang internal (misalnya, bahan absorbsi dan liner), yang disiapkan sesuai dengan persyaratan untuk penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan/atau pembuangan. Pemrosesan Limbah. Tiap operasi yang merubah karakteristik sebuah limbah, termasuk praolah, pengolahan dan conditioning. 20