BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

dokumen-dokumen yang mirip
IV. KONDISI UMUM WILAYAH

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

IV. KEADAAN UMUM 4.1. Regulasi Penataan Ruang

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV ANALISIS KINERJA PEMBANGUNAN

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

V. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA BARAT. Provinsi Jawa Barat, secara geografis, terletak pada posisi 5 o 50-7 o 50

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KONDISI UMUM WILAYAH

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

2.1 Geografis, Administratif, dan Kondisi Fisik. A. Kondsi Geografis

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM. A. Gambaran Umum Kabupaten Tulang Bawang Barat. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak di bagian utara Provinsi Lampung.

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KAJIAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Kondisi Geografis

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Bab II Bab III Bab IV Tujuan, Kebijakan, dan Strategi Penataan Ruang Kabupaten Sijunjung Perumusan Tujuan Dasar Perumusan Tujuan....

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PERENCANAAN 2.1. KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Geografi Kabupaten Badung. satu kota di Bali yang mempunyai wilayah seluas 418,52 km 2 atau 41.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

KONDISI UMUM BANJARMASIN

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

KINERJA WILAYAH JAWA BARAT SELATAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN TUGAS AKHIR. Oleh: DESRA NINDITA

PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 3 GAMBARAN UMUM KABUPATEN KUNINGAN, KECAMATAN CIBEUREUM, CIBINGBIN, DAN CIGUGUR

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN. peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Wilayah Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Hampir semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan,

BAB I PENDAHULUAN MATERI TEKNIS RTRW PROVINSI JAWA BARAT Pendahuluan LATAR BELAKANG

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sektor yang memiliki peranan yang cukup besar dalam. pembangunan perekonomian nasional adalah sektor pariwisata.

Gambar 4.1 Peta Provinsi Jawa Tengah

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

Analisis Isu-Isu Strategis

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Kondisi Geografis dan Iklim

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

PROFIL KABUPATEN / KOTA

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung Tengah terletak pada

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI UTARA DARI SISI PDRB SEKTORAL TAHUN 2013

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

ppbab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB IV GAMBARAN UMUM

Transkripsi:

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH JAWA BARAT SELATAN Bab sebelumnya telah memaparkan konsep pembangunan wilayah berkelanjutan dan indikator-indikatornya sebagai landasan teoritis sekaligus instrumen dalam memonitor keberlanjutan pembangunan di Wilayah Jawa Barat Selatan. Bab ini akan memaparkan kondisi fisik dan lingkungan, sumber daya manusia, perekonomian, serta sarana dan prasarana wilayah yang akan memberikan orientasi kontekstual dalam menganalisis kinerja dan keberlanjutan wilayah pada bab berikutnya. 3.1 Kondisi Fisik dan Lingkungan Kondisi fisik dan lingkungan Wilayah Jawa Barat Selatan yang meliputi letak dan luas wilayah, kondisi klimatologi, morfologi, topografi, kemiringan lahan, geologi dan sumber daya mineral, hidrologi, dan tata guna lahan diuraikan dalam bagian ini. Tinjauan terhadap kondisi fisik dan lingkungan tersebut dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai potensi sekaligus keterbatasan fisik dan lingkungan yang dimiliki Jawa Barat Selatan dalam pembangunan wilayahnya. 3.1.1 Letak dan Luas Wilayah Wilayah Jawa Barat Selatan meliputi 5 (lima) kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, yaitu Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi. Kelima kabupaten tersebut memiliki proporsi luas wilayah yang cukup besar, yaitu mencakup sekitar 44% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat. Dari kelima kabupaten, Sukabumi memiliki luas wilayah paling besar dan Tasikmalaya yang baru mengalami pemekaran wilayah pada tahun 2001 lalu memiliki luas wilayah terkecil. Adapun luas wilayah masingmasing kabupaten di Jawa Barat Selatan dapat dirinci sebagai berikut. Kabupaten Sukabumi (4.160,47 km 2 ) Kabupaten Cianjur (3.615,56 km 2 ) Kabupaten Garut (3.087,57 km 2 ) Kabupaten Tasikmalaya (2.726,58 km 2 ) Kabupaten Ciamis (2.732,52 km 2 ) 40

41 3.1.2 Klimatologi dan Morfologi Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki iklim tropis dan curah hujan yang tinggi, yaitu antara 1000-4000 mm/tahun. Morfologinya termasuk dalam satuan zona pegunungan selatan, berupa plateau dan dataran terangkat. Kemiringan lereng wilayahnya cukup bervariasi, yaitu antara 0 - >40%. Di bagian utara dan tengah kemiringannya relatif curam dengan luas yang paling besar, sedangkan di bagian selatan relatif landai. Kondisi topografi di bagian utara dan tengah didominasi oleh pegunungan dan perbukitan. Di bagian selatan, terdapat pesisir yang tidak terlalu luas yang merupakan dataran rendah atau agak bergelombang. Keberadaan pegunungan/perbukitan yang relatif curam dan curah hujan yang tinggi menyebabkan Wilayah Jawa Barat Selatan umumnya rawan terhadap bencana alam, terutama erosi dan gerakan tanah (longsor). Kondisi tersebut menjadi salah satu kendala dalam pengembangan, dimana kegiatan pembangunan yang dilakukan di wilayah tersebut menjadi relatif mahal. Selain itu, kondisi fisik yang labil dan rawan bencana alam juga mengakibatkan terbatasnya daya dukung dan kawasan yang sesuai bagi budidaya pertanian maupun permukiman. Keberadaan pegunungan dan perbukitan yang cukup luas di Jawa Barat Selatan menyebabkan wilayah tersebut memiliki kawasan lindung dan konservasi yang cukup signifikan (Gambar III.1). Berdasarkan RTRW Provinsi Jawa Barat, hampir 80% Wilayah Jawa Barat Selatan ditetapkan sebagai kawasan lindung. Luas kawasan lindung dan konservasi yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan mencakup 60% dari seluruh kawasan lindung dan konservasi yang ada di Jawa Barat. Dengan luas kawasan lindung dan konservasi yang signifikan, maka Wilayah Jawa Barat Selatan berperan penting sebagai benteng lingkungan dan kebumian Jawa Barat. Kondisi tersebut menyebabkan infrastruktur dan pusatpusat kegiatan di wilayah tersebut hanya boleh dikembangkan secara terbatas.

42 PETA KAWASAN LINDUNG DAN BUDIDAYA WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

43 Struktur geologi Wilayah Jawa Barat Selatan sebagian besar terdiri dari batuan sedimen laut berumur Oligosen-Miosen, terutama terdiri dari breksi gunung api, selang-seling batu pasir - batu lempung, batu gamping, serta endapan vulkanik tua dan intrusi-intrusi batuan beku. Kondisi geologi tersebut di satu sisi menjadikan Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki morfologi kasar sehingga aksesibilitasnya menjadi sulit. Di sisi lain, dengan kondisi geologi tersebut, Wilayah Jawa Barat Selatan menyimpan potensi sumber daya mineral yang cukup besar dan belum sepenuhnya tereksplorasi dengan baik, antara lain berupa emas, tembaga, seng, besi/pasirbesi, titan plaser, belerang, perak, barit, mangan, bentonit, gypsum, kalsit, resin, kaolin, fosfat, batu gamping/marmer industri, zeolit, batu gunung dan sirtu. Dengan adanya potensi sumber daya mineral, maka Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki potensi ekonomi yang cukup besar dari sektor pertambangan dan memerlukan sumber daya manusia, dana, dan teknologi untuk mengelolanya demi kepentingan pembangunan. Namun, pengelolaan potensi sumber daya alam tersebut perlu dilakukan dengan bijak dan hati-hati agar tidak merusak lingkungan mengingat peran penting Wilayah Jawa Barat Selatan sebagai benteng lingkungan dan kebumian Jawa Barat. 3.1.3 Hidrologi (Sumber Daya Air) Sumber daya air yang terdapat di Wilayah Jawa Barat Selatan terdiri dari air permukaan dan air tanah. Untuk air permukaan, sumber utamanya adalah sungai. Sebanyak 400 dari 700 sungai di Jawa Barat berada di Wilayah Jawa Barat Selatan. Dalam pengelolaannya, sungai-sungai tersebut dibagi menjadi beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang hampir semuanya tergolong dalam kategori tidak kritis (BPLHD, 2005). Keberadaan sungai yang cukup banyak merupakan daya dukung fisik yang penting dalam memenuhi kebutuhan penduduk. Di sisi lain, dengan keberadaan sungai yang cukup banyak, maka perlu biaya yang besar untuk membangun jembatan guna membuka keterisolasian wilayah. Untuk air tanah, sumbernya ada 3 (tiga), yaitu: (1) air tanah bebas (air tanah dangkal) yang biasanya dijumpai dalam bentuk sumur gali dan banyak dipakai penduduk sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan domestik, (2) air tanah tertekan (air tanah dalam) yang banyak dijumpai dalam bentuk mata air yang mengalir sepanjang tahun dan banyak dimanfaatkan penduduk dengan

44 cara menggunakan sistem jaringan pipa yang didistribusikan ke desa-desa, dan (3) air tanah aquifer yang banyak ditemukan di Wilayah Jawa Barat Selatan dengan produktivitas yang beragam. Potensi air tanah aquifer yang cukup besar tersebut dapat menjadi cadangan sumber daya air di masa depan. 3.1.4 Tata Guna Lahan Penggunaan lahan di Wilayah Jawa Barat Selatan didominasi oleh kegiatan budidaya pertanian, berupa sawah (11,37%), ladang/tegalan (8,50%), perkebunan (17,36%), dan kebun campuran (29,37%). Sawah beririgasi seluas 151.858 Ha tersebar di Kabupaten Ciamis (24,5%), Tasikmalaya (21,8%), Garut (23%), dan Cianjur (30,5%). Di Kabupaten Sukabumi, sawahnya masih bersifat tadah hujan. Perkebunan rakyat maupun negara sebagian besar berada di Kabupaten Garut (105 ribu Ha), Cianjur (124 ribu Ha), dan Sukabumi (86 ribu Ha). Kebun campuran yang biasanya merupakan perkebunan rakyat sebagian besar berada di Kabupaten Ciamis (170 ribu Ha) dan Tasikmalaya (239 ribu Ha). Masih luasnya budidaya pertanian lahan kering memerlukan pengaturan kebutuhan air dengan prasarana irigasi. Walaupun terdapat sekitar 400 sungai di Wilayah Jawa Barat Selatan, namun sangat sulit untuk membangun jaringan irigasi karena kebanyakan lahan pertanian di wilayah tersebut berada di atas aliran sungai. Dengan penggunaan lahan pertanian yang masih luas, maka mata pencaharian penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan masih banyak yang bergantung pada lahan dan usaha pertanian sehingga kehidupannya masih bersifat agraris dan karakter perdesaannya masih menonjol. Di luar pertanian, penggunaan lahan yang proporsinya tergolong besar adalah hutan, yaitu terdiri dari hutan primer (15,22%) dan hutan sekunder (10,87%). Hutan primer sebagian besar berada di Kabupaten Cianjur (147 ribu Ha), Garut (106.771,47), dan Sukabumi (77.059,72 Ha). Hutan sekunder sebagian besar berada di Kabupaten Ciamis (90 ribu Ha) dan Tasikmalaya (97 ribu Ha). Penggunaan lahan lainnya adalah untuk padang rumput/ilalang (3,13%), permukiman (0,94%), kawasan pertambangan/galian (0,05%), kawasan dan zona Industri (0,01%), tanah kosong/terbuka (0,39%), dan semak belukar (1,42%). Peta guna lahan Wilayah Jawa Barat Selatan dapat dilihat pada Gambar III.2 berikut.

45 PETA GUNA LAHAN WILAYAH JAWA BARAT SELATAN

46 3.2 Kondisi Sumber Daya Manusia Manusia adalah subyek sekaligus obyek dalam pembangunan sehingga merupakan salah satu unsur yang esensial dalam pembangunan. Berikut ini akan diuraikan mengenai kondisi sumber daya manusia di wilayah studi. Total penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan pada tahun 2005 mencapai 9.880.847 jiwa atau sekitar 24,72% dari total penduduk Propinsi Jawa Barat. Kabupaten Garut memiliki jumlah penduduk terbanyak (23,49%) dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Ciamis (15,61%). Garut sekaligus menjadi kabupaten terpadat, sedangkan Sukabumi yang memiliki areal wilayah paling luas menjadi kabupaten yang terjarang penduduknya. Secara umum, kepadatan penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif rendah dibandingkan dengan rata-rata Jawa Barat (Tabel III.1). Areal wilayah yang cukup luas dengan kondisi topografi pegunungan atau perbukitan yang tidak memungkinkan bagi perkembangan permukiman, serta ketersediaan infrastruktur dan aksesibilitas wilayah yang masih minim menyebabkan Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki keterbatasan dan kurang menarik untuk dijadikan tempat tinggal sehingga kepadatan penduduk di wilayah tersebut menjadi relatif rendah. Dengan kepadatan penduduk yang relatif rendah, maka Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki persediaan sumber daya manusia yang relatif terbatas untuk mengelola wilayahnya yang tergolong luas tersebut. Tabel III.1 Jumlah dan Kepadatan Penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2005 Kabupaten/ Wilayah Jumlah Penduduk Luas Wilayah Kepadatan Penduduk (Jiwa) (Km2) (Jiwa/ Km2) Ciamis 1.542.661 2.732,52 565 Tasikmalaya 1.693.479 2.726,58 621 Garut 2.321.070 3.087,57 752 Cianjur 2.098.644 3.615,56 580 Sukabumi 2.224.993 4.160,47 535 Jawa Barat Selatan 9.880.847 16.322,70 605 Jawa Barat 39.960.869 37.095,28 1.077 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2006 Rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) Wilayah Jawa Barat Selatan selama kurun waktu tahun 2003-2005 adalah sebesar 1,07% per tahun (Tabel

47 III.2). Angka tersebut jauh lebih kecil dari rata-rata LPP Jawa Barat yang mencapai 2,37% per tahun. Dari lima kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, hanya Kabupaten Tasikmalaya dan Garut yang memiliki rata-rata LPP di atas Jawa Barat. Sementara Kabupaten Ciamis memiliki rata-rata LPP paling rendah dibandingkan dengan kabupaten lainnya, yaitu hanya sebesar -3,80% per tahun. Rendahnya LPP Wilayah Jawa Barat Selatan terkait dengan rendahnya tingkat migrasi ke wilayah tersebut. Sementara di Jawa Barat, LPP penduduknya tinggi karena dipengaruhi oleh perkembangan penduduk di wilayah utara yang memiliki tingkat migrasi masuk cukup besar. Tabel III.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2004-2005 Kabupaten/ Wilayah Laju Pertumbuhan Penduduk (%) 2004 2005 Rata-rata (%) Ciamis -8,90 1,30-3,80 Tasikmalaya 4,23 3,53 3,88 Garut 3,60 2,68 3,14 Cianjur 1,04 0,93 0,98 Sukabumi 0,40 0,67 0,54 Jawa Barat Selatan 0,27 1,78 1,02 Propinsi Jawa Barat 2,64 2,10 2,37 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2006 Partisipasi penduduk dalam kegiatan ekonomi di Wilayah Jawa Barat Selatan relatif besar dibandingkan dengan Jawa Barat. Berdasarkan hasil Suseda 2005, sebanyak 4.332.203 jiwa atau 54,31% penduduk usia kerja di Wilayah Jawa Barat Selatan telah masuk dalam pasar kerja atau menjadi bagian dari angkatan kerja. Sementara di Jawa Barat, hanya sekitar 52,77% penduduk usia kerjanya yang menjadi bagian dari angkatan kerja. Tingginya tingkat partisipasi angkatan kerja di Wilayah Jawa Barat Selatan ditunjang oleh kondisi ekonominya yang masih didominasi oleh pertanian. Sektor pertanian memiliki kemampuan yang besar dalam mengakomodasi tenaga kerja, relatif mudah dimasuki, dan tidak mensyaratkan keahlian yang tinggi sehingga kesempatan kerjanya relatif terbuka luas. Kondisi tersebut ditambah dengan adanya tuntutan

48 ekonomi memungkinkan penduduk usia kerja termasuk yang seharusnya masih perlu melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi untuk segera masuk atau berpartisipasi dalam pasar kerja. Perekonomian yang didominasi oleh pertanian juga memungkinkan penyerapan tenaga kerja dalam jumlah besar sehingga tingkat pengangguran terbuka Wilayah Jawa Barat Selatan relatif rendah dibandingkan dengan Jawa Barat. Pada tahun 2005, sekitar 90,72% angkatan kerja di wilayah tersebut telah terserap dalam lapangan kerja; dan hanya sekitar 9,28% angkatan kerjanya yang masih berstatus pengangguran (mencari kerja). Di Jawa Barat, pada tahun yang sama, hanya sekitar 88,09% angkatan kerjanya yang telah terserap dalam lapangan kerja, sementara sisanya masih berstatus pengangguran. Meskipun tingkat pengangguran terbuka Wilayah Jawa Barat Selatan relatif rendah, tapi pengangguran terselubung di wilayah tersebut sebenarnya masih lebih besar dari Jawa Barat. Seperti yang tampak pada Tabel III.3, proporsi penduduk yang bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu (pekerja setengah menganggur) di Wilayah Jawa Barat Selatan jumlahnya mencapai 40,69% atau 13,44% lebih tinggi dari Jawa Barat yang hanya mencapai 27,25%. Dari lima kabupaten yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan, Kabupaten Ciamis memiliki tingkat partisipasi angkatan kerja dan tingkat penyerapan tenaga kerja yang paling baik, sedangkan yang paling buruk adalah Kabupaten Sukabumi. Kabupaten Cianjur yang tenaga kerja pertaniannya paling besar (Tabel III.4) ternyata memiliki tingkat pengangguran setengah menganggur yang paling tinggi dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Untuk lebih jelasnya, gambaran mengenai kondisi ketenagakerjaan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat dapat dilihat pada Tabel III.3 berikut.

49 Tabel III.3 Jumlah Angkatan Kerja dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Jawa Barat dan Wilayah Jawa Barat Selatan Tahun 2005 Angkatan Kerja Tingkat Setengah Kabupaten/ Mencari Partisipasi Pengangguran Wilayah Bekerja % Kerja % Jumlah Angkatan atau Bekerja < (Jiwa) (Jiwa) Kerja (%) 35 Jam (%) Ciamis 721.554 93,71 48.408 6,29 769.962 59,60 41,16 Tasikmalaya 685.583 91,01 67.735 8,99 753.318 55,12 39,60 Garut 869.415 92,53 70.140 7,47 939.555 52,58 34,20 Cianjur 821.876 90,82 83.072 9,18 904.948 54,43 49,52 Sukabumi 831.625 86,23 132.795 13,77 964.420 51,62 39,27 Jawa Barat Selatan 3.930.053 90,72 402.150 9,28 4.332.203 54,31 40,69 Jawa Barat 15.011.002 88,09 2.029.082 11,91 17.040.084 52,77 27,25 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2006 Hingga tahun 2005, penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan masih mengandalkan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian utamanya (Tabel III.4). Sebanyak 40,51% tenaga kerja di Wilayah Jawa Barat Selatan terserap di sektor pertanian pada tahun tersebut. Dibandingkan dengan Jawa Barat, persentase tenaga kerja sektor pertanian di seluruh Wilayah Jawa Barat Selatan tampak lebih tinggi (LQ>1). Dengan demikian, dari sisi ketenagakerjaan, sektor pertanian merupakan sektor basis bagi seluruh Wilayah Jawa Barat Selatan. Sebagai sektor basis, maka pertanian memiliki kemampuan untuk berkembang melebihi kemampuan pertumbuhan ekonomi wilayah dan hasil produksinya memiliki potensi untuk diekspor ke luar wilayah. Dengan demikian, sektor tersebut memiliki peran penting dalam mendukung proses pembangunan Wilayah Jawa Barat Selatan. Sektor berikutnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sebanyak 16,77% tenaga kerja Wilayah Jawa Barat Selatan terserap ke sektor tersebut pada tahun 2005. Dari kelima kabupaten, hanya Tasikmalaya yang persentase tenaga kerja sektor perdagangan, hotel, dan restorannya lebih besar dari Jawa Barat (LQ>1). Dapat dikemukakan bahwa sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebagai sektor kedua terbesar masih merupakan sektor non basis bagi Wilayah Jawa Barat Selatan, kecuali bagi Kabupaten Tasikmalaya. Sebagai sektor non basis, maka

50 hasil produksi sektor perdagangan, hotel, dan restoran di Wilayah Jawa Barat Selatan hanya mampu memenuhi kebutuhan konsumsi lokal sehingga perkembangannya cenderung terikat oleh kondisi ekonomi atau tingkat pendapatan masyarakat setempat dan tidak dapat berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Tabel III.4 Nilai LQ dan Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Ke Atas Yang Bekerja di Lapangan Pekerjaan Utama di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2005 Kabupaten/ WIlayah Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Listrik, Gas, dan Air Konstruksi Perdagangan Angkutan dan Komunikasi Keuangan % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ % LQ Jasa Ciamis 43,51 1,47 0,00 0,00 16,09 0,88 0,06 0,22 5,53 0,92 16,36 0,73 9,23 1,06 0,34 0,19 8,8 0,71 Tasikmalaya 46,52 1,57 0,46 1,15 10,60 0,58 0,08 0,30 4,61 0,77 25,2 1,13 5,94 0,68 0,68 0,38 5,87 0,47 Garut 43,49 1,47 0,18 0,45 10,46 0,57 0,00 0,00 5,47 0,91 21,73 0,97 7,79 0,89 0,09 0,05 10,8 0,87 Cianjur 61,00 2,06 0,15 0,38 6,08 0,33 0,16 0,59 3,76 0,63 15,44 0,69 6,35 0,73 0,57 0,32 6,49 0,52 Sukabumi 41,35 1,39 0,30 0,75 12,37 0,68 0,16 0,59 4,95 0,82 19,45 0,87 8,96 1,03 0,36 0,20 12,12 0,97 Jawa Barat Selatan 47,23 1,59 0,21 0,53 11,01 0,60 0,09 0,34 4,86 0,81 19,55 0,87 7,68 0,88 0,39 0,22 8,97 0,72 Jawa Barat 29,65-0,40-18,28-0,27-6,01-22,39-8,73-1,8-12,45 - Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka 2006 Hasil Perhitungan LQ 3.3 Kondisi Perekonomian Kondisi perekonomian wilayah maupun sektoral yang meliputi kondisi Produk Domestik Bruto (PDRB) dan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) diuraikan dalam bagian ini. Tinjauan terhadap kondisi perekonomian tersebut dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai tingkat perkembangan dan potensi relatif perekonomian wilayah. 3.3.1 Produk Domestik Bruto (PDRB) Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki peranan yang kecil terhadap perekonomian Jawa Barat. Rata-rata selama periode 1996-2004, peranan seluruh Wilayah Jawa Barat Selatan terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat hanya sebesar 16,54%. Peranan masing-masing kabupaten terhadap pembentukan PDRB Jawa Barat juga sangat kecil, yaitu kurang dari 4,5%. Dari kelima kabupaten, Garut memiliki peranan PDRB terbesar, sedangkan yang

51 terkecil adalah Kabupaten Tasikmalaya. Peranan PDRB Wilayah Jawa Barat Selatan yang kecil menunjukkan bahwa perekonomian wilayah tersebut masih relatif tertinggal dibandingkan dengan wilayah lainnya di Provinsi Jawa Barat. Dengan perekonomian yang tertinggal, maka Jawa Barat Selatan memiliki keterbatasan dalam melakukan pembangunan wilayahnya. Dari tahun 1996 ke 2004 peranan PDRB Wilayah Jawa Barat Selatan cenderung menurun. Penurunan terjadi sejak tahun 2001. Hingga tahun 2004, hanya Kabupaten Garut dan Sukabumi yang menunjukkan perbaikan. Penurunan peranan PDRB memberi petunjuk bahwa perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan semakin jauh tertinggal dari wilayah lainnya di Jawa Barat. Penurunan peranan PDRB di Wilayah Jawa Barat Selatan dialami oleh beberapa sektor, termasuk sektor pertanian yang merupakan sektor paling menonjol di wilayah tersebut. Di Kabupaten Tasikmalaya, penurunan peranan PDRBnya juga dipengaruhi oleh adanya pemekaran wilayah, yaitu terpisahnya Kabupaten Tasikmalaya dengan Kota Tasikmalaya pada tahun 2001. Dengan adanya pemekaran, maka Kabupaten Tasikmalaya kehilangan sebagian pendapatan dari sektor-sektor produktifnya yang berada di Kota Tasikmalaya sehingga peranannya PDRBnya menunjukkan penurunan paling besar pada tahun 2001 tersebut. Gambar III.3 Perkembangan Peranan PDRB Wilayah Jawa Barat Selatan Terhadap PDRB Jawa Barat Pada Tahun 1996 s.d 2004 Peranan PDRB (%) 5,00 4,50 4,00 3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00 0,50 0,00 1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 Tahun Ciamis Tasikmalaya Garut Cianjur Sukabumi

52 Struktur perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan didominasi oleh pertanian (43,19%). Sektor berikutnya yang agak besar adalah perdagangan, hotel dan restoran (22,26%). Peranan sektor sekunder (khususnya industri pengolahan) masih lemah, yaitu hanya sekitar 8,87%. Sedangkan sektor-sektor lainnya masih berada dalam tahap mulai berkembang (Tabel III.8). Dibandingkan dengan Jawa Barat, peranan PDRB sektor pertanian, bangunan dan sektor tersier (sektor perdagangan, hotel, dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, dan jasa-jasa) Wilayah Jawa Barat Selatan tampak lebih menonjol (LQ>1). Dapat dikemukakan bahwa dari sisi PDRB, sektor-sektor tersebut merupakan sektor basis bagi perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan. Sektor basis merupakan sektor yang memiliki potensi ekspor. Secara tidak langsung, hal tersebut memberi petunjuk adanya keunggulan komparatif, khususnya pada sektor pertanian yang merupakan sektor utama yang telah lama berkembang di Wilayah Jawa Barat Selatan. Tabel III.5 Nilai LQ dan Peran PDRB Sektoral Terhadap PDRB Keseluruhan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2004 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 (Tanpa Minyak dan Gas Bumi) Sektor Kab. Ciamis Peran LQ (%) Kab. Tasikmalaya Peran LQ (%) Kab. Garut Peran LQ (%) Kab. Cianjur Peran LQ (%) Kab. Sukabumi Peran LQ (%) Jawa Barat Selatan Peran LQ (%) Jawa Barat Peran (%) SEKTOR PRIMER Pertanian 35,60 2,44 38,54 2,64 50,99 3,49 50,11 3,43 36,83 2,52 43,19 2,96 14,61 Pertambangan dan Galian 0,38 0,11 0,17 0,05 0,13 0,04 0,12 0,04 5,04 1,52 1,36 0,41 3,31 SEKTOR SEKUNDER Industri Pengolahan 7,04 0,17 7,36 0,18 7,19 0,17 2,62 0,06 17,99 0,43 8,87 0,21 42,01 Listrik, Gas dan Air Bersih 0,63 0,28 0,99 0,43 0,47 0,21 0,74 0,32 1,34 0,59 0,83 0,36 2,29 Bangunan 8,31 2,94 4,52 1,60 2,62 0,93 3,05 1,08 2,83 1,00 3,96 1,40 2,83 SEKTOR TERSIER Perdagangan, Hotel dan Restoran 24,05 1,26 24,64 1,29 25,46 1,33 21,86 1,14 16,65 0,87 22,26 1,16 19,14 Pengangkutan dan Komunikasi 8,01 1,82 3,75 0,85 2,88 0,65 6,74 1,53 5,95 1,35 5,38 1,22 4,41 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 5,69 1,83 3,38 1,09 2,58 0,83 5,21 1,68 3,51 1,13 3,96 1,27 3,11 Jasa-Jasa 10,3 1,24 16,65 2,01 7,68 0,93 9,56 1,15 9,86 1,19 10,18 1,23 8,3 Sumber: BPS, PDRB Kabupaten/ Kota di Propinsi Jawa Barat Tahun 2003-2005 Hasil Perhitungan LQ

53 Sektor pertanian merupakan sektor basis yang memiliki peranan paling besar terhadap perekonomian seluruh kabupaten. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, sektor tersebut didominasi oleh pertanian tanaman pangan. Kabupaten Garut memberikan kontribusi terbesar pada sektor tersebut, sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten Ciamis. Besarnya kontribusi sektor pertanian di Wilayah Jawa Barat Selatan, selain terkait dengan kondisi geografis wilayah, juga dipengaruhi oleh faktor kesuburan tanah, ketersediaan lahan pertanian yang masih luas, dan ketersediaan tenaga kerja yang cukup besar. Masih dominannya peranan sektor pertanian menunjukkan bahwa Wilayah Jawa Barat Selatan masih memiliki karakter perdesaan yang menonjol. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran memberi kontribusi terbesar kedua dalam perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan. Sektor tersebut merupakan sektor basis bagi seluruh kabupaten, kecuali Kabupaten Sukabumi. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, perkembangan sektor tersebut terkait dengan perdagangan hasil pertanian dan pariwisata alami maupun buatan. Kabupaten Tasikmalaya memiliki peran terbesar pada sektor tersebut, sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten Sukabumi. Sektor yang memberikan kontribusi terbesar ketiga adalah jasa-jasa. Sektor tersebut merupakan sektor basis bagi seluruh kabupaten, kecuali Kabupaten Garut. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, sektor tersebut didominasi oleh sub sektor pemerintahan. Kontribusi terbesar pada sektor tersebut diberikan oleh Kabupaten Tasikmalaya, sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten Garut. Sektor terbesar keempat adalah industri. Sektor tersebut merupakan sektor non basis bagi seluruh kabupaten. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, jenis perindustrian yang berkembang berupa industri kecil dan besar. Industri besar didominasi oleh Kabupaten Sukabumi. Sedangkan industri kecil tersebar di seluruh kabupaten. Sebagian besar industri kecil di Wilayah Jawa Barat Selatan terkait dengan industri pengolahan bahan makanan karena wilayah tersebut merupakan penghasil sektor primer terbesar di Jawa Barat. Dari kelima kabupaten, Sukabumi memberikan kontribusi terbesar pada sektor tersebut, sedangkan yang terkecil adalah Kabupaten Cianjur. Sektor lainnya terdiri dari sektor pertambangan dan galian, listrik, gas, dan air bersih, bangunan dan konstruksi, pengangkutan dan komunikasi, serta keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan. Sektor-sektor tersebut belum

54 terlalu berkembang dan masih memberi kontribusi yang kecil terhadap perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan. Diantara sektor-sektor tersebut, sektor listrik, gas, dan air bersih memperlihatkan kontribusi paling kecil. Selama ini, perkembangan sektor tersebut baru didominasi oleh sub sektor listrik, dimana hampir semua kecamatan di Jawa Barat Selatan sudah mendapatkan pusat pelayanan jaringan listrik PLN sehingga menjadi modal dasar yang cukup strategis untuk pengembangan sektor ekonomi lainnya. Sub sektor air bersih, lingkup pelayanannya masih terbatas di kawasan perkotaan dan kebanyakan masih menggunakan air sumur sehingga sub sektor tersebut belum terlalu berkembang. Untuk sub sektor gas, hingga saat ini belum dibangun instalasi pelayanan gas sebagaimana di kota-kota besar sehingga sub sektor tersebut sama sekali tidak berkontribusi terhadap PDRB wilayah. 3.3.2 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Selama kurun waktu empat tahun (2000-2004), rata-rata LPE Wilayah Jawa Barat Selatan hanya sebesar 4,53% per tahun. Sementara pada saat yang bersamaan, rata-rata LPE Jawa Barat telah mencapai 6,22% per tahun. Rendahnya rata-rata LPE Wilayah Jawa Barat Selatan menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi wilayah tersebut berjalan relatif lambat dibandingkan dengan Jawa Barat. Lambatnya perkembangan ekonomi Wilayah Jawa Barat Selatan terkait dengan masih lambatnya pertumbuhan sektor-sektor ekonominya, terutama untuk sektor pertanian yang memiliki kontribusi paling besar terhadap PDRB wilayah. Kondisi fisik yang kurang mendukung merupakan salah satu penghambat utama bagi peningkatan produksi dan produktivitas sektor pertanian di wilayah tersebut. Dari kelima kabupaten, Sukabumi memiliki rata-rata LPE paling tinggi, sedangkan kabupaten lainnya memiliki rata-rata LPE yang relatif sejajar. Ratarata LPE Kabupaten Sukabumi bahkan lebih tinggi dari Jawa Barat selama tahun 2000-2004. Tingginya LPE Kabupaten Sukabumi disebabkan oleh adanya pertumbuhan yang cukup pesat pada sektor bangunan, listrik, gas dan air bersihnya. Atau dengan kata lain, terdapat peningkatan pembangunan fisik dan infrastruktur (listrik, gas dan air bersih) yang cukup signifikan di kabupaten tersebut.

55 Tabel III.6 Perkembangan Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2000-2004 (Persen) Kabupaten/Wilayah 2001 2002 2003 2004 Rata-rata Ciamis 2,90 4,27 4,07 4,36 3,90 Tasikmalaya 2,74 3,07 3,44 3,52 3,19 Garut 3,62 3,96 2,70 4,01 3,57 Cianjur 3,69 3,74 3,68 3,97 3,77 Sukabumi 10,44 8,05 5,49 6,78 7,69 Jawa Barat Selatan 4,83 4,76 3,87 4,64 4,53 Jawa Barat 4,93 4,14 10,32 5,48 6,22 Sumber: BPS, PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat Tahun 2000-2004 Pada tahun 2004, sektor listrik, gas dan air minum mengalami pertumbuhan ekonomi paling tinggi di Wilayah Jawa Barat Selatan, diikuti oleh sektor bangunan sebesar 8,85% (Tabel III.7). Sedangkan sektor jasa-jasa mengalami pertumbuhan ekonomi terkecil, diikuti oleh sektor pertanian sebesar 3,69%. Dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi Jawa Barat Selatan lebih dominan ke sektor sekunder. Sementara ketiga sektor utamanya (yaitu sektor pertanian, perdagangan, hotel, dan restoran, serta jasa-jasa) masih menunjukkan perkembangan yang relatif lambat dibandingkan dengan sektorsektor lainnya. Tabel III.7 Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2004 Atas Dasar Harga Konstan 2000 (Persen) Sektor Kab. Ciamis Kab. Tasikmalaya Kab. Garut Kab. Cianjur Kab. Sukabumi Jawa Barat Selatan Jawa Barat SEKTOR PRIMER Pertanian 2,41 2,97 3,96 3,84 4,38 3,69 6,11 Pertambangan dan Galian 3,59 2,27 0,56 4,71 6,19 5,83-6,4 SEKTOR SEKUNDER Industri Pengolahan 5 4,17 5,14 3,47 4,72 4,71 3,85 Listrik, Gas dan Air Bersih 3,28 5,18 4,57 3,6 21,64 10,35 8,53 Bangunan 4,46 4,18 1,96 3,18 43,49 8,85 10,31 SEKTOR TERSIER Perdagangan, Hotel dan Restoran 6,42 4,54 4,14 3,6 9,14 5,37 5,15 Pengangkutan dan Komunikasi 4,91 4,55 5,31 4,47 13,28 6,93 10,2 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 6,99 4,52 4,53 8,22 4,18 6,01 4,01 Jasa-Jasa 4,21 2,32 2,93 3,32 3,78 3,29 11,01 PDRB 4,36 3,52 4,01 3,97 6,78 4,65 5,48 Sumber: BPS, PDRB Kabupaten/Kota di Jawa Barat 2000-2004, 2003-2005

56 3.3 Kondisi Sarana dan Prasarana Wilayah Kondisi sarana dan prasarana Wilayah Jawa Barat Selatan belum terdistribusi secara proporsional. Ketersediaannya juga masih minim jika dilihat dari standar kebutuhan untuk menunjang dan melayani aktivitas masyarakatnya. Secara umum, gambaran kondisi sarana prasarana di Wilayah Jawa Barat Selatan yang meliputi sarana pendidikan dan kesehatan, infrastruktur transportasi, air bersih, dan enegi listrik akan dijelaskan dalam bagian ini. Tinjauan terhadap kondisi sarana dan prasarana tersebut dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai ketersediaan sumber daya buatan yang merupakan salah satu sumber daya penting dalam mendukung proses pembangunan wilayah berkelanjutan. 3.4.1 Sarana Pendidikan dan Kesehatan Penyediaan sarana pendidikan dan kesehatan memiliki peran strategis dalam upaya pembangunan manusia. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, sarana pendidikan yang ada terdiri dari Sekolah Dasar (SD)/sederajat, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP)/sederajat dan Sekolah Menengah Umum (SMU)/sederajat. Untuk SD/Sederajat ketersediaannya telah mencukupi dan tersebar merata di setiap kecamatan. Untuk SLTP, meskipun telah tersebar merata, tapi ketersediannya masih minim dibandingkan standar kebutuhan yang ada. Untuk SMU, sebarannya belum merata dan baru beberapa kecamatan saja yang telah memiliki SMU. Gambaran mengenai ketersediaan dan kebutuhan sarana pendidikan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat dapat dilihat dalam Tabel III.8 berikut. Tabel III.8 Ketersediaan dan Kebutuhan Sarana Pendidikan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2005 Kabupaten/ Wilayah Ketersediaaan Standar Kebutuhan SD SLTP SMU SD SLTP SMU Ciamis 1.107 105 27 964 321 154 Tasikmalaya 1.133 111 29 1.058 353 169 Garut 1.605 150 47 1.451 484 232 Cianjur 1.292 120 35 1.312 437 210 Sukabumi 1.227 150 46 1.391 464 222 Jawa Barat Selatan 6.364 636 184 6.400 2.059 988 Jawa Barat 20.804 2.799 1.038 24.976 8.325 3.996 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 2006

57 Sarana kesehatan di Wilayah Jawa Barat Selatan masih didominasi oleh Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu), sedangkan ketersediaan rumah sakitnya masih minim dibandingkan dengan standar kebutuhan yang ada (Tabel III.9). Tingkat penyebaran sarana kesehatan tersebut sudah relatif merata di seluruh wilayah, kecuali untuk fasilitas rumah sakit. Fasilitas rumah sakit paling banyak terdapat di Kabupaten Sukabumi, sedangkan di Kabupaten Tasikmalaya pada tahun 2005 tidak tersedia rumah sakit sama sekali. Tabel III.9 Ketersediaan dan Standar Kebutuhan Sarana Kesehatan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2005 Ketersediaan Standar Kebutuhan Kabupaten/ Puskesmas Wilayah Rumah Balai Rumah Balai Puskesmas Sakit Induk Pembantu Keliling Jumlah Pengobatan Sakit Pengobatan Ciamis 4 51 110 39 200 88 6 51 51 Tasikmalaya 0 40 146 21 207 22 7 56 56 Garut 4 62 122 21 205 310 10 77 77 Cianjur 3 42 104 33 179 34 9 70 70 Sukabumi 5 56 107 42 205 22 9 74 74 Jawa Barat Selatan 16 251 589 156 996 476 41 329 329 Jawa Barat 177 994 1.465 526 2.985 3.149 167 1.332 1.332 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 2006 Sarana pendidikan yang didominasi oleh SD/sederajat dan sarana kesehatan yang didominasi oleh puskesmas dan puskesmas pembantu menunjukkan bahwa orientasi pendidikan masyarakat baru sebatas SD/sederajat; dan kecenderungannya untuk berobat hanya sampai ke puskesmas saja. Aksesibilitas untuk mencapai sarana pendidikan maupun kesehatan yang masih belum baik, serta letak sarana yang masih terkonsentrasi di kota kecamatan merupakan masalah utama dalam pembangunan bidang pendidikan dan kesehatan. Dengan kondisi dan keterbatasan tersebut, maka pembangunan sumber daya manusia di Wilayah Jawa Barat Selatan tidak dapat dilakukan secara optimal sehingga kualitas sumber daya manusia wilayah tersebut pun menjadi relatif terbatas.

58 3.4.2 Infrastruktur Transportasi Infrastruktur transportasi sebagai simpul pemacu perkembangan wilayah kondisinya selama ini masih terbatas (Gambar III.4). Sistem jaringan jalan primer lintas vertikal maupun horizontal di Wilayah Jawa Barat Selatan masih belum baik, termasuk koridor selatan Jawa Barat yang meliputi Pelabuhan ratu Sagaranten Sindangbarang Pamengpeuk Cipatujah Pangandaran - Majingklak. Pada koridor selatan tersebut masih banyak ruas jalan yang belum tersambungkan. Hubungan antar kecamatan di koridor selatan juga terputusputus karena kendala alam yang sulit. Dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat, kondisi jaringan jalan Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif tertinggal. Kondisi topografi yang berbukit-bukit dengan dialiri banyak sungai yang bermuara ke pantai selatan Pulau Jawa memberi kendala bagi pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur transportasi wilayah. Biaya finansial maupun waktu yang dikeluarkan menjadi lebih besar karena harus menjawab semua keterbatasan dari fitur bentang alam yang dimiliki daerah tersebut. Data statistik tahun 2004 menunjukkan bahwa ratarata sekitar 47,45% dari seluruh jalan yang ada di Wilayah Jawa Barat Selatan berada dalam kondisi rusak dan rusak berat (Tabel III.10). Kabupaten Tasikmalaya memiliki persentase jalan dengan kondisi rusak dan rusak berat terbesar (78,39%) dan yang terkecil adalah Kabupaten Garut (18,69%). Masih besarnya proporsi jaringan jalan yang rusak dan rusak berat mengindikasikan aksesibilitas wilayah yang masih terbatas sehingga dapat menghambat upaya pembangunan sosial maupun pertumbuhan ekonomi. Tabel III.10 Kondisi Permukaan Jalan di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2004 Kabupaten/ Wilayah Baik Sedang Rusak dan Rusak Berat Ciamis 9,74 42,63 47,63 Tasikmalaya 21,61 0,00 78,39 Garut 38,64 42,67 18,69 Cianjur 24,75 1,81 73,44 Sukabumi 3,28 77,60 19,12 Jawa Barat Selatan 19,61 32,94 47,45 Jawa Barat 31,68 36,31 32,01 Sumber: BPS, Jawa Barat Dalam Angka, 2005

59 PETA JARINGAN JALAN JAWA BARAT

60 3.4.3 Infrastruktur Air Bersih Kondisi pelayanan air bersih di Wilayah Jawa Barat Selatan masih didominasi oleh proporsi rumah tangga yang tidak memiliki akses ke sumber air minum ledeng (Tabel III.11). Pada tahun 2004, rata-rata persentase rumah tangga yang menggunakan sumber air minum ledeng baru sebesar 4,52%. Sementara itu, sebanyak 23,23% rumah tangga di Wilayah Jawa Barat Selatan masih mendapatkan air minum dari sumber yang tidak memadai, seperti air hujan, sungai, sumur, dan mata air terbuka (tidak terlindung). Keterbatasan akses masyarakat ke sumber air minum atau air bersih yang memadai mengindikasikan masih rendahnya pengetahuan dan kesadaran mayarakat tentang perilaku hidup bersih dan sehat. Hal tersebut dapat mengakibatkan peningkatan angka kejadian diare, penyakit kulit, dan penyakit lain akibat rendahnya kualitas air yang digunakan sehingga dapat menghambat upaya peningkatan kualitas kesehatan masyakat. Tabel III.11 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2004 Kabupaten/ Wilayah Air Ledeng Air Hujan, Sungai, Sumur dan Mata Air Tidak Terlindung Lainnya (Air Kemasan, Pompa,, Sumur dan Mata Air Terlindung) Ciamis 3,11 24,70 72,19 Tasikmalaya 1,43 27,18 71,39 Garut 6,68 26,83 66,49 Cianjur 4,03 16,69 79,28 Sukabumi 7,34 20,73 71,93 Jawa Barat Selatan 4,52 23,23 72,25 Jawa Barat 11,91 14,39 73,70 Sumber: BPS, Data Basis Untuk Analisis IPM Tahun 2004/2005 3.4.4 Infrastruktur Listrik Dalam pembangunan, listrik berperan penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan manusia. Di Wilayah Jawa Barat Selatan, belum semua wilayahnya terlayani jaringan listrik. Masih ada sekitar 22 desa yang belum teraliri listrik, yaitu terdiri dari 17 desa di Kabupaten Cianjur, 3 desa di Kabupaten Garut, dan 2 desa di Kabupaten Ciamis (Tabel III.12). Secara keseluruhan, rasio elektrifikasi wilayah perdesaan Jawa Barat

61 Selatan baru mencapai 98,76%, sedangkan untuk wilayah perkotaannya baru mencapai 40,77%. Dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat, kondisi pelayanan listrik di Wilayah Jawa Barat Selatan tergolong paling rendah. Kondisi fisik wilayah yang memiliki medan berat dan terjal merupakan salah satu faktor penghambat yang menyebabkan terbatasnya pelayanan energi listrik PLN. Kondisi tersebut menyebabkan pemenuhan energi listrik masyarakat menjadi terbatas, dan pembangunan sosial maupun pertumbuhan ekonomi wilayahnya tidak dapat dilakukan secara optimal. Tabel III.12 Jangkauan Pelayanan Energi Listrik dan Kondisi Listrik Perdesaan Menurut Jaringan PLN di Wilayah Jawa Barat Selatan dan Jawa Barat Tahun 2005 Rasio Elektrifikasi (%) Kondisi Listrik Perdesaan Kabupaten/ Wilayah Listrik Perdesaan Listrik Perkotaan Desa Berlistrik Desa Belum Berlistrik Ciamis 100 21,44 343 2 Tasikmalaya 100 47,54 351 0 Garut 99,27 46,93 421 3 Cianjur 94,54 48,84 331 17 Sukabumi 100 39,12 348 0 Jawa Barat Selatan 98,76 40,77 1.794 22 Jawa Barat 98,57 63,00 5.795 24 Sumber: PT PLN (Persero) Distribusi Jawa Barat dan Banten, 2006 Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Jawa Barat 2006 Keterangan: Rasio elektrifikasi = (Jumlah pelanggan rumah tangga/ jumlah rumah tagga) x 100% 3.4 Rangkuman Wilayah Jawa Barat Selatan meliputi 5 (lima) kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang berbatasan dengan Samudera Indonesia, yaitu Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Cianjur, dan Sukabumi. Dari segi fisik dan lingkungan, wilayah ini memiliki kendala serius dalam upaya pengembangannya akibat karakteristik wilayahnya yang khas, yaitu sebagian besar merupakan kawasan konservasi sekaligus limitasi, berupa kawasan pegunungan/perbukitan yang labil dan kawasan rawan bencana alam yang cukup tersebar (terutama longsor). Kondisi geologi/morfologinya yang berrelief kasar dan kondisi hidrologinya yang dilalui oleh banyak sungai juga menyebabkan aksesibilitasnya menjadi sulit sehingga wilayah ini pun menjadi relatif terisolasi.

62 Penggunaan lahan di wilayah ini masih didominasi oleh kegiatan pertanian, berupa sawah, ladang/tegalan, perkebunan, dan kebun campuran. Penggunaan lahan lainnya yang proporsinya tergolong besar adalah hutan yang didominasi oleh hutan primer. Masih dominannya penggunaan lahan pertanian menunjukkan bahwa mata pencaharian penduduk wilayah ini masih bersifat agraris dan karakter perdesaannya masih menonjol. Secara umum, jumlah penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan tergolong besar. Namun, dengan luas wilayah yang besar, tingkat kepadatan penduduk wilayah ini pun menjadi relatif rendah. Laju pertumbuhan penduduk wilayah ini juga masih rendah dibandingkan dengan Jawa Barat. Kondisi tersebut menyebabkan Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki persediaan sumber daya manusia yang relatif terbatas untuk mengelola pembangunan wilayahnya yang tergolong luas tersebut. Tingkat partisipasi angkatan kerja di Wilayah Jawa Barat Selatan tergolong tinggi. Tingkat penyerapan tenaga kerjanya juga relatif tinggi dibandingkan dengan Jawa Barat sehingga tingkat pengangguran terbuka di wilayah ini relatif rendah. Meskipun demikian, tingkat pengangguran terselubung atau pengangguran setengah menganggur di wilayah ini sebenarnya masih lebih besar dibandingkan dengan Jawa Barat. Sektor pertanian berperan besar dalam mendorong tingginya tingkat partisipasi dan penyerapan tenaga kerja. Hingga kini, penduduk Wilayah Jawa Barat Selatan masih mengandalkan sektor tersebut sebagai sumber mata pencaharian utamanya. Selain pertanian, sektor berikutnya yang menyerap tenaga kerja cukup banyak adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Dari sisi ketenagakerjaan, sektor pertanian merupakan sektor basis bagi seluruh Wilayah Jawa Barat Selatan, sedangkan sektor perdagangan, hotel, dan restoran masih merupakan sektor non basis, kecuali bagi Kabupaten Tasikmalaya. Sebagai sektor basis, pertanian memiliki kemampuan untuk berkembang melebihi kemampuan pertumbuhan ekonomi wilayah dan hasil produksinya memiliki potensi ekspor sehingga berperan penting dalam mendukung proses pembangunan wilayah. Perkembangan sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebagai sektor non basis masih cenderung terikat oleh kondisi ekonomi atau tingkat pendapatan masyarakat setempat dan hasil produksinya hanya mampu

63 memenuhi kebutuhan konsumsi lokal sehingga sektor tersebut tidak dapat berkembang melebihi pertumbuhan ekonomi wilayah. Dalam pembentukan PDRB Jawa Barat, peranan Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif kecil dan cenderung menurun. Ini mengindikasikan bahwa perekonomian Wilayah Jawa Barat Selatan masih relatif tertinggal dan semakin jauh tertinggal dari wilayah lainnya di Jawa Barat. Dengan perekonomian yang tertinggal, maka Wilayah Jawa Barat Selatan memiliki keterbatasan dalam mengembangkan wilayahnya. Struktur perekonomian Wilayah Jawa Barat masih didominasi oleh sektor pertanian. Sektor berikutnya yang peranannya agak besar adalah perdagangan, hotel, dan restoran. Peranan industri pengolahan masih lemah, sedangkan sektor lainnya masih berada dalam tahap mulai berkembang. Sektor pertanian merupakan sektor basis bagi seluruh kabupaten dari sisi PDRB. Sektor lainnya yang termasuk sektor basis adalah sektor bangunan dan sektor tersier (sektor perdagangan, hotel, dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, dan jasa-jasa). Sektor basis merupakan sektor yang memiliki potensi ekspor. Secara tidak langsung, hal tersebut memberi petunjuk adanya keunggulan komparatif wilayah, terutama pada sektor pertanian yang telah lama berkembang di wilayah ini. Selama kurun waktu empat tahun (tahun 2000-2004), rata-rata LPE Wilayah Jawa Barat Selatan tampak lebih rendah dari Jawa Barat dan cenderung menurun. Sementara LPE Jawa Barat justru semakin meningkat. Ini mengindikasikan bahwa perkembangan ekonomi wilayah ini masih relatif tertinggal dari Jawa Barat. LPE yang cenderung menurun juga memberi petunjuk bahwa perkembangan ekonomi wilayah ini cenderung melambat. Sektor listrik, gas, dan air bersih mengalami pertumbuhan ekonomi tertinggi di wilayah ini. Sektor berikutnya yang mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi adalah sektor bangunan. Pertumbuhan tiga sektor utamanya (yaitu pertanian, perdagangan, dan jasa-jasa) masih relatif lambat dibandingkan dengan sektor lainnya. Dapat disimpulkan bahwa perkembangan perekonomian Jawa Barat Selatan lebih dominan ke sektor sekunder. Kondisi sarana prasarana Wilayah Jawa Barat Selatan masih minim dibandingkan standar kebutuhan yang ada dan belum terdistribusi secara proporsional. Sarana pendidikannya masih didominasi oleh SD/Sederajat,

64 sedangkan sarana kesehatannya didominasi oleh puskesmas dan puskesmas pembantu. Ketersediaan SLTPnya masih minim dan belum tersebar merata, sementara ketersediaan SMUnya baru terdapat di beberapa kecamatan saja. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa orientasi pendidikan masyarakat baru sebatas SD/sederajat; dan kecenderungannya untuk berobat hanya sampai ke puskesmas sehingga kualitas sumber daya manusia yang tersedia di wilayah ini pun menjadi relatif terbatas. Infrastruktur transportasi Wilayah Jawa Barat Selatan kondisinya masih tertinggal dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat. Sistem jaringan jalan primer lintas vertikal maupun horizontalnya masih belum baik dan terputusputus. Jaringan jalannya juga masih banyak yang berada dalam kondisi rusak dan rusak berat. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa aksesibilitas di wilayah ini masih relatif terbatas. Infrastruktur lainnya (yaitu listrik dan air bersih) kondisinya juga masih tertinggal dibandingkan dengan wilayah lainnya Jawa Barat. Kondisi pelayanan air bersih wilayah ini masih didominasi oleh proporsi rumah tangga yang tidak memiliki akses ke air ledeng. Pelayanan listriknya juga masih rendah dibandingkan dengan wilayah lainnya di Jawa Barat. Dengan kondisi infrastruktur air bersih dan listrik yang terbatas, maka pembangunan sosial dan ekonomi wilayah ini pun menjadi kurang optimal.