PENILAIAN UNTUK PELAPORAN KEUANGAN

dokumen-dokumen yang mirip
Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306)

Petunjuk Teknis PENILAIAN UNTUK TUJUAN LELANG (SPI 366)

Eksposur Draft. Petunjuk Teknis PENILAIAN UNTUK TUJUAN LELANG (SPI 366)

Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306)

Petunjuk Teknis PENILAIAN TERHADAP PENGADAAN TANAH BAGI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (SPI 306) Exposure draft

Panduan Penerapan Penilaian Indonesia 18 (PPPI 18) Penilaian Dalam Rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum

KATA PENGANTAR. Terima kasih. Jakarta, September 2015 Plt. Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan,

Ekspose Draf Standar Penilaian Indonesia 363 ( SPI 363 ) Kaji Ulang Penilaian

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV

Konsep & Prinsip Umum Penilaian (KPUP)

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang

Eksposur Draft Standar Penilaian Indonesia 366 (SPI 366) Penilaian Untuk Tujuan Lelang

PERNYATAAN STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN NO. 48 PENURUNAN NILAI AKTIVA

Kode Etik Penilai Indonesia dan Standar Penilaian Indonesia (KEPI dan SPI)

2010 MEMUTUSKAN: Menetapkan: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENILAIAN KEKAYAAN YANG DIKUASAI NEGARA BERUPA SUMBER DAYA ALAM. BAB I KETENTUAN UMUM

PROFESI PENILAI & KONSEP DAN TEORI DASAR PENILAIAN PROPERTI

Pedoman Penilaian dan Laporan Perkembangan Pembangunan Properti terkait LTV

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Sumber Daya Alam. Penilaian.

Standar Audit SA 620. Penggunaan Pekerjaan Pakar Auditor

Pedoman Tugas Akhir AKL2

TENTANG JASA PENILAI PUBLIK MENTERI KEUANGAN,

2 e. bahwa Peraturan Menteri Keuangan Nomor 125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik dipandang sudah tidak relevan dengan perkembangan profesi sehi

1 PENDAHULUAN. 1.1 Identitas Pemberi Tugas

BAB I PENDAHULUAN. Laporan keuangan sangat berperan penting dalam menarik investor.

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK LAMPIRAN I

Standar Audit SA 540. Audit Atas Estimasi Akuntansi, Termasuk Estimasi Akuntansi Nilai Wajar, dan Pengungkapan yang Bersangkutan

1 of 11 7/26/17, 12:19 AM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SELAMAT DATANG PUBLIC HEARING EXPOSURE DRAFT STANDAR AKUNTANSI KEUANGAN ENTITAS MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH ( ED SAK EMKM

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI 2013: KPUP 3.4), tanah

ANALISIS PERLAKUAN AKUNTANSI BERDASARKAN SAK ETAP DAN SAK IFRS ATAS PEROLEHAN ASET TETAP DAN KAITANNYA DENGAN ASPEK PERPAJAKAN.

BAB II LANDASAN TEORI

2015, No Alat Utama Sistem Senjata di lingkungan Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia; Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 3 Ta

SPR Perikatan untuk Reviu atas Laporan Keuangan

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 185/PMK.06/2009 TENTANG PENILAIAN ASET BEKAS MILIK ASING/CINA DAN BENDA CAGAR BUDAYA

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. Perbandingan Perlakuan Akuntansi PT Aman Investama dengan

OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Dalam Bahasa dan Mata Uang Apa Laporan Keuangan Disajikan?

KONVERGENSI KETENTUAN PERPAJAKAN KE IFRS. Godang P. Panjaitan

PT PENYELENGGARA PROGRAM PERLINDUNGAN INVESTOR EFEK INDONESIA

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

BAB II LANDASAN TEORI

LEBIH JAUH MENGENAI PSAK No. 16 (REVISI 2007) TENTANG ASET TETAP

ORGANISASI NIRLABA. Oleh: Tri Purwanto

PEDOMAN PENCATATAN TRANSAKSI KEUANGAN PESANTREN. Priyo Hartono Tim Perumus Pedoman Akuntansi Pesantren

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang telah diperbaharui

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 185/PMK.06/2014 TENTANG

BAB II LANDASAN TEORITIS. 1. Pengertian Dan Latar Belakang Konvergensi. usaha harmonisasi) standar akuntansi dan pilihan metode, teknik

PERPAJAKAN II. Konvergensi IFRS dan Pengaruhnya terhadap Perpajakan

Pernyataan ini dimaksudkan untuk meningkatkan mutu laporan keuangan yang disajikan sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan melalui:

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

PEDOMAN PELAPORAN KEUANGAN PEMANFAATAN HUTAN PRODUKSI DAN PENGELOLAAN HUTAN (DOLAPKEU PHP2H)

AKUNTANSI KOMERSIAL VS AKUNTANSI PAJAK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77 /POJK.04/2017 TENTANG PEDOMAN MENGENAI BENTUK DAN ISI PERNYATAAN PENDAFTARAN PERUSAHAAN PUBLIK

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

KANTOR JASA PENILAI PUBLIK (KJPP) O, P, Q DAN REKAN. LAPORAN POSISI KEUANGAN (NERACA) KOMPARATIF 31 DESEMBER 2013 DAN 2014 (Dinyatakan dalam Rupiah)

BAGIAN X ASET TETAP, ASET TIDAK BERWUJUD, DAN ASET YANG DIAMBIL-ALIH

BAB II LANDASAN TEORI

BAB IV PEMBAHASAN. CV Scala Mandiri akan memperoleh beberapa manfaat, antara lain: 1. Dapat menyusun laporan keuangannya sendiri.

Akuntasi Koperasi Sektor Riil sebagai STANDAR AKUNTANSI

Standar Jasa Akuntansi dan Review memberikan panduan yang berkaitan dengan laporan keuangan entitas nonpublik yang tidak diaudit.

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 02/PMK.06/2008 TENTANG PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN,

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 of 9 21/12/ :39

STANDAR AKUNTANSI ENTITAS TANPA AKUNTABILITAS PUBLIK

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02/PMK.06/2008 TENTANG PENILAIAN BARANG MILIK NEGARA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya tujuan utama setiap perusahaan adalah untuk mencapai laba

2017, No Indonesia Nomor 3608); 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 20

BAB I PENDAHULUAN. kaidah kaidah akuntansi yang berlaku umum. Menurut IAI (2015) dalam PSAK

Nilai Atas Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum. Ir. Hamid Yusuf, M.M., MAPPI (cert), FRICS

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN KEBIJAKAN AKUNTANSI ASET LAINNYA

BAGIAN IX ASET

BERITA ACARA SURVEI LAPANGAN NOMOR: BASL-..(2).. / (3)../.(4) Berita Acara ini dibuat dengan sebenarnya

BAB I PENDAHULUAN. Pasca dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

SALINAN SURAT EDARAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 30 /SEOJK.04/2016 TENTANG BENTUK DAN ISI LAPORAN TAHUNAN EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

Standar Audit SA 230. Dokumentasi Audit

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu unit usaha atau kesatuan akuntansi, dengan aktifitas atau kegiatan ekonomi dari

AUDITING INVESTASI. SA Seksi 332. Sumber: PSA No. 07

- 2 - OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. hidup dan kesempatan perusahaan untuk berkembang sangat dipengaruhi oleh

STANDAR PENGENDALIAN MUTU 1 STANDAR PERIKATAN JASA 4410 PERIKATAN KOMPILASI

BAB IV PEMBAHASAN. Pengenaan Pajak atas Penghasilan PT PIBS. PT PIBS adalah perusahaan yang bergerak di bidang konstruksi.

SURAT PERIKATAN AUDIT

BAB II LANDASAN TEORI

PROSEDUR SEWA BARANG MILIK NEGARA/DAERAH

PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP

ASET TETAP, PSAK 16 (REVISI 2011) ANALISIS PADA PT. BUMI SERPONG DAMAI TBK LAPORAN KEUANGAN KONSOLIDASIAN TAHUN 2013

BAB 4 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

TANGGUNG JAWAB AKUNTAN PUBLIK

Standar Audit SA 580. Representasi Tertulis

ANALISIS KONVERGENSI PSAK KE IFRS

PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP UNTUK TUJUAN PERPAJAKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN

Standar Audit SA 800. Pertimbangan Khusus Audit atas Laporan Keuangan yang Disusun Sesuai dengan Kerangka Bertujuan Khusus

KRITERIA PENILAIAN ANNUAL REPORT AWARD Ikhtisar Data Keuangan Penting: Bobot keseluruhan untuk klasifikasi ini sebesar 5 %.

BAB 2 LANDASAN TEORI. Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

a. dimiliki untuk digunakan dalam penyediaan jasa atau untuk tujuan administratif; dan b. diharapkan akan digunakan lebih dari satu periode.

Transkripsi:

Petunjuk Teknis SPI 201 PENILAIAN UNTUK PELAPORAN KEUANGAN KELOMPOK ASET BERWUJUD KOMITE PENYUSUN STANDAR PENILAIAN INDONESIA (KPSPI) MASYARAKAT PROFESI PENILAI INDONESIA (MAPPI)

Petunjuk Teknis SPI 201 - PENILAIAN UNTUK PELAPORAN KEUANGAN (KELOMPOK ASET BERWUJUD) 1.0 Pendahuluan 1.1 Petunjuk teknis (Juknis) ini membahas mengenai pedoman penilaian aset berwujud terkait dengan revaluasi dalam rangka pelaporan keuangan, serta tujuan perpajakan. Juknis ini memberikan panduan mengenai Lingkup Penugasan, Implementasi dan Pelaporan Penilaian untuk penilaian dengan tujuan pelaporan keuangan sebagaimana diatur pada SPI 201 atau untuk tujuan perpajakan. 1.2 Aset Berwujud yang dibahas dalam juknis ini mencakup aset tetap dan properti investasi. 1.3 Juknis ini tidak mengatur cara penulisan, namun memberikan gambaran terkait dengan hal-hal teknis dalam proses penilaian yang dimaksud dalam Lingkup Penugasan, hal-hal yang perlu dipertimbangkan pada proses Implementasi dan hal-hal yang perlu diungkapkan dalam Pelaporan Penilaian. 1.4 Pendekatan penilaian dengan metode penerapan serta pengungkapannya dalam laporan menjadi cakupan pada Juknis ini, dimana diharapkan Penilai dapat menerapkan secara konsisten sehingga memiliki pola yang seragam dalam praktek penilaian dan selanjutnya menghasilkan penilaian yang dapat dipercaya. 1.5 Jenis, isi dan kedalaman Pelaporan Penilaian sesuai dengan yang dinyatakan di dalam Lingkup Penugasan yang disepakati dengan Pemberi Tugas dan tertuang di dalam kontrak atau perjanjian kerja. 1.6 Penilai harus memiliki kompetensi didalam melaksanakan pekerjaan penilaian untuk pelaporan keuangan sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam KEPI dan SPI. Dalam pemenuhan dasar kompetensi tersebut, Penilai secara terus menerus menjaga dan meningkatkan pengetahuannya melalui program CPD (Continuing Professional Development) yang diselenggarakan oleh Asosiasi Profesi Penilai dan lembaga kompeten lainnya yang diakui oleh Asosiasi Profesi Penilai. 1.7 Sepanjang sesuai dan relevan, SPI 201 berikut Juknis ini dapat juga digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79/PMK.03/2008 juncto Nomor 191/PMK.010/2015 juncto Nomor 233/PMK.03/2015 berikut Peraturan Dirjen Pajak Nomor Per-37/PJ/2015 dan peraturan perundang terkait. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 2

1.8 Berkaitan dengan revaluasi untuk tujuan pelaporan keuangan dan perpajakan, keuntungan bagi Entitas atau Wajib Pajak antara lain: 1.8.1 Meningkatkan kemampuan perusahaan dalam mendapatkan pembiayaan dengan naiknya ekuitas dari selisih nilai aset. 1.8.2 Menurunkan beban pajak penghasilan karena penghasilan neto fiskal akan berkurang oleh penyusutan yang berasal dari selisih lebih revaluasi. 1.9 Juknis ini diterbitkan dan dapat dipergunakan sejak tanggal 1 Februari 2016. 2.0 Definisi dan Pengertian 2.1 Aset Berwujud; 2.1.1 Aset Tetap adalah aset berwujud yang: a) dimiliki untuk digunakan dalam proses produksi atau penyediaan barang atau jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan administrative; dan b) diperkirakan untuk digunakan selama lebih dari satu periode. Aset Tetap yang dimaksud dalam Juknis ini adalah sama dengan terminologi Aktiva Tetap dalam konteks perpajakan. 2.1.2 Properti Investasi adalah properti (tanah dan bangunan atau bagian dari suatu bangunan atau kedua-duanya) yang dikuasai (oleh pemilik atau lessee melalui sewa pembiayaan) untuk menghasilkan rental atau untuk kenaikan nilai atau keduanya, dan tidak untuk: a) digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau jasa atau untuk tujuan administrative; atau b) dijual dalam kegiatan usaha sehari-hari. Definisi Aset Tetap dan Properti Investasi diatas sesuai dengan PSAK 16 dan PSAK 13. 2.2 Lingkup Penugasan; merupakan dasar dalam pengaturan kesepakatan penugasan penilaian, tingkat kedalaman investigasi, penentuan asumsi dan batasan penilaian (SPI 103-3.1). 2.3 Implementasi; merupakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh Penilai meliputi tahapan Investigasi, penerapan pendekatan penilaian dan penyusunan kertas kerja penilaian (SPI 104-3.1). 2.4 Laporan Penilaian; merupakan suatu dokumen yang mencantumkan instruksi penugasan, tujuan dan dasar penilaian, dan hasil analisis yang menghasilkan opini nilai. Suatu laporan penilaian dapat juga menjelaskan proses analisis yang Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 3

dilakukan dalam pelaksanaan penilaian, dan menyatakan informasi penting yang digunakan dalam analisis (SPI 105-3.1). 2.5 Nilai Wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk transfer liabilitas dalam transaksi yang teratur di antara pelaku pasar pada tanggal pengukuran (SPI 102 3.19). Definisi Nilai Wajar ini sesuai dengan definisi pada PSAK 68 atau IFRS 13. 2.6 Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (Highest and Best Use - HBU), didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu aset, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari aset tersebut (KPUP - 12.1). 2.7 Pendekatan Pasar; mempertimbangkan penjualan dari properti sejenis atau pengganti dan data pasar yang terkait, serta menghasilkan estimasi nilai melalui proses perbandingan. Pada umumnya, properti yang dinilai (objek penilaian) dibandingkan dengan transaksi properti yang sebanding, baik yang telah terjadi maupun properti yang masih dalam tahap penawaran penjualan dari suatu proses jual beli. 2.8 Pendekatan Pendapatan; mempertimbangkan pendapatan dan biaya yang berhubungan dengan properti yang dinilai dan mengestimasikan nilai melalui proses kapitalisasi. Kapitalisasi menghubungkan pendapatan (umumnya pendapatan bersih) dengan suatu definisi jenis nilai melalui konversi pendapatan menjadi estimasi nilai. Proses ini dapat menggunakan metode kapitalisasi langsung atau metode Arus Kas Terdiskonto (Discounted Cash Flow/DCF), atau keduanya. 2.9 Pendekatan Biaya; menetapkan nilai properti dengan mengestimasi biaya perolehan tanah dan biaya pengganti pengembangan baru (sesuatu yang dibangun) di atasnya dengan utilitas yang sebanding atau mengadaptasi properti lama dengan penggunaan yang sama, tanpa mempertimbangkan antara lain biaya akibat penundaan waktu pengembangan dan biaya lembur. Untuk properti yang lebih tua, pendekatan biaya memperhitungkan estimasi depresiasi termasuk penyusutan fisik dan keusangan lainnya (fungsional dan eksternal). Biaya konstruksi dan depresiasi seharusnya ditentukan oleh hasil analisis perkiraan biaya konstruksi dan depresiasi sesuai dengan kelaziman yang ada di pasar atau dalam praktek penilaian. 2.10 Penilaian aset untuk tujuan pelaporan keuangan dimaksudkan untuk memberi gambaran mengenai nilai aset yang sebenarnya (riil) dari entitas, dibandingkan dengan nilai buku yang lebih berupa pencatatan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 4

2.11 Pengertian atas Asosiasi Profesi Penilai pada Juknis ini adalah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) sebagaimana yang tercantum dalam bagian Pendahuluan KEPI dan SPI Edisi VI - 2015. 3.0 Lingkup Penugasan (merujuk kepada SPI 103-5.3) Penugasan penilaian pada tahap awal dimulai dengan memahami Lingkup Penugasan sesuai dengan tujuan penilaian yang akan dilaksanakan. Selain pemberian opini Nilai Wajar sesuai dengan yang diatur SPI 201, terdapat pekerjaan tambahan (lihat SPI 364) yang dapat diminta oleh pemberi tugas dan harus dinyatakan secara jelas di dalam Lingkup Penugasan. Pekerjaan tambahan tersebut, antara lain mencakup: Inventarisasi Aset Perincian Nilai Wajar berdasarkan daftar aset berwujud yang tercermin pada laporan keuangan pada tanggal penilaian. Perincian Nilai Wajar berdasarkan daftar aset tetap sesuai dengan SPT Tahunan pada tanggal penilaian (untuk tujuan perpajakan), Penentuan Sisa Umur Ekonomi, Penentuan Nilai Sisa, Persyaratan dari Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud dalam SPI 103 5.3 harus digunakan Penilai secara konsisten, dimana sistematika dan isinya dijelaskan sebagai berikut : Hal Referensi SPI 103 Penjelasan Status Penilai 5.3.1.1 Sebuah pernyataan yang menyatakan apakah : a) Identitas Penilai sebagai individu atau instansi/kantor Jasa Penilai Publik; b) Penilai dalam posisi untuk memberikan penilaian objektif dan tidak memihak; c) Penilai tidak mempunyai atau mempunyai potensi benturan kepentingan dengan pemberi tugas, pengguna laporan dan/atau objek penilaian; d) Penilai memiliki kompetensi untuk melakukan penilaian. Jika Penilai memerlukan bantuan tenaga ahli atau Tenaga Penilai lainnya, maka sifat bantuan dan sejauh mana pekerjaan dilakukan akan disepakati dan diungkapkan dalam Lingkup Penugasan. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 5

Hal Referensi SPI 103 Penjelasan Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan 5.3.1.2 Bila tidak dinyatakan lain oleh peraturan dan perundangan yang berlaku, maka Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan adalah Entitas Pemilik Aset/Manajemen. Khusus untuk tujuan perpajakan, maka Pemberi tugas adalah Entitas Pemilik Aset dan Pengguna Laporan adalah Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI (PMK No. 79 tahun 2008 juncto PMK No. 191 tahun 2015). Sebagaimana yang dimaksud dalam KEPI dan SPI, nama Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan harus diungkapkan secara jelas. Maksud dan Tujuan Penilaian 5.3.1.3 Maksud dan Tujuan Penilaian adalah untuk memberikan opini Nilai Wajar yang akan digunakan untuk tujuan pelaporan keuangan (lihat Lampiran SPI 103 dan SPI 201) atau untuk tujuan perpajakan. Penilai harus dapat mengidentifikasi secara jelas dan memahami SAK yang mensyaratkan pengukuran Nilai Wajar dalam penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan, misalnya untuk model revaluasi aset sesuai PSAK 16-Aset Tetap, atau model Nilai Wajar sesuai PSAK 13-Properti Investasi. Objek penilaian 5.3.1.4 Penilai harus mendapatkan informasi secara jelas dari Pemberi Tugas atas objek penilaian yang akan dinilai. Objek penilaian yang akan dinilai untuk tujuan pelaporan keuangan merujuk kepada daftar aset tetap sesuai dengan laporan keuangan yang harus diperoleh dari Pemberi Tugas. Sedangkan objek penilaian yang akan dinilai untuk tujuan perpajakan merujuk kepada daftar aset tetap yang dilaporkan pada SPT (Surat Pemberitahuan) Tahunan yang harus diperoleh dari Pemberi Tugas. Penilai harus mengklarifikasi dan membatasi untuk tidak melakukan pekerjaan selain yang diatur oleh Lingkup Penugasan pada SPI 201 dan Juknisnya. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 6

Hal Referensi SPI 103 Penjelasan Bentuk kepemilikan 5.3.1.5 Bukti penguasaan dan/atau kepemilikan aset berwujud harus dinyatakan sesuai dengan informasi dari Entitas sebagaimana yang tercantum dalam daftar aset. Dasar Nilai 5.3.1.6 Berdasarkan SPI 102-3.19 dan SPI 201 5.2 dasar nilai yang digunakan adalah Nilai Wajar. Dasar Nilai ini harus didefinisikan sesuai dengan SPI. Tanggal penilaian 5.3.1.7 Tanggal penilaian harus bersamaan dengan tanggal pelaporan keuangan Entitas atau tanggal lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku. Yang dimaksud dengan tanggal pengukuran pada definisi Nilai Wajar adalah sama dengan tanggal penilaian. Khusus untuk tujuan perpajakan, tanggal penilaian dapat berbeda dengan tanggal pelaporan keuangan Entitas, atau sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Mata uang yang digunakan 5.3.1.8 Untuk tujuan pelaporan keuangan, hasil penilaian harus dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku atau mata uang fungsional sesuai dengan PSAK 10. Untuk tujuan perpajakan sesuai dengan PMK 191, mata uang yang digunakan adalah Rupiah atau US Dollar. Tingkat kedalaman investigasi 5.3,1.9 Penilai harus mengungkapkan bahwa investigasi yang dilakukan dibatasi hal-hal sebagai berikut : Data dan informasi menyangkut fisik dan legal atas objek penilaian diperoleh dari Entitas sesuai dengan daftar aset berwujud dan dokumen kepemilikan atau penguasaan yang diterima; Verifikasi yang dilakukan Penilai terhadap objek penilaian, merupakan bagian dari keperluan dan kepentingan pelaksanaan penilaian; Bila ditemukan adanya batasan tingkat kedalaman investigasi, misalnya untuk aset tipikal dalam jumlah banyak, maka inspeksi dapat dilakukan secara sampling. Sedangkan jika aset tidak dapat diinspeksi dikarenakan lokasinya atau situasi Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 7

Hal Referensi SPI 103 Penjelasan tertentu, maka Penilai dapat melakukan penilaian dengan melakukan verifikasi terhadap data sekunder dan membuat asumsi khusus; Penilai harus mengungkapkan apabila penilaian dilaksanakan tanpa informasi yang biasanya tersedia dalam pelaksanaan penilaian. Sifat dan sumber informasi yang dapat diandalkan Konfirmasi bahwa penilaian dilakukan berdasarkan KEPI dan SPI Laporan Penilaian 5.3.1.10 Data dan informasi lain yang dianggap dapat dipercaya dalam mendukung pelaksanaan penilaian dalam juknis ini dapat bersumber dari : Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi Profesi Penilai di Indonesia maupun di Luar Negeri, Sumber lainnya yang dapat dipercaya. 5.3.1.11 Pernyataan bahwa pekerjaan penilaian dilakukan berdasarkan Kode Etik Penilai Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) yang berlaku. 5.3.2 Laporan penilaian yang akan disampaikan adalah laporan terinci (lengkap) dalam bahasa Indonesia, dan isi laporan penilaian sesuai dengan SPI 105. Format laporan penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan atau tujuan perpajakan harus mencakup informasi mengenai Nilai Wajar pada tanggal penilaian. Jumlah dan kelengkapan dokumen laporan penilaian sesuai dengan kebutuhan Pemberi Tugas dan seharusnya dicantumkan pada Lingkup Penugasan. Persyaratan atas Persetujuan untuk Publikasi 5.3.3 Harus dinyatakan secara jelas kepada pemberi tugas pada saat penugasan diterima, bahwa persetujuan Penilai harus didapatkan atas setiap publikasi terhadap keseluruhan atau sebagian dari laporan, atau referensi yang dipublikasikan. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 8

Hal Referensi SPI 103 Penjelasan Lingkup Penugasan harus memuat persyaratan mengenai hal tersebut. Batasan atau pengecualian atas tanggung jawab kepada pihak selain pemberi tugas Persyaratan adanya pernyataan tertulis berupa surat representasi Asumsi dan asumsi khusus 5.3.4 Penilai dapat mencantumkan klausul bahwa Penilai tidak memiliki tanggung jawab kepada pihak ketiga, selama tidak menyimpang dari peraturan dan hukum yang berlaku. 5.3.5 Penilai harus mensyaratkan adanya pernyataan tertulis berupa surat representasi dari pemberi tugas mengenai kebenaran dan sifat informasi yang diberikan oleh pemberi tugas (lampiran 7). 5.3.6 Asumsi dan metode yang mendasari opini nilai sesuai dengan sifat dari data masukan/input penilaian harus dijelaskan, sehingga Entitas Pemberi Tugas dapat membuat klasifikasi aset ke dalam Hirarki Nilai Wajar yang disyaratkan sesuai dengan SPI 201-6.3. Asumsi khusus harus dinyatakan secara jelas apabila terdapat ketidak pastian informasi berkaitan karakteristik fisik, legal atau ekonomi dari properti, atau mengenai kondisi eksternal properti seperti kondisi pasar atau tren atau integritas data yang digunakan dalam analisis. Apabila penilaian dilakukan dengan informasi yang terbatas, laporan harus memuat seluruh penjelasan mengenai keterbatasan tersebut. Seluruh penyimpangan dari standar dinyatakan dan dijelaskan (bila ada). Biaya Jasa Penilaian Lainnya 5.3.7 Biaya jasa Penilaian diperhitungkan dengan merujuk kepada standar fee/biaya yang dibuat Asosiasi Profesi Penilai (MAPPI) Dalam hal untuk tujuan pelaporan keuangan atau tujuan perpajakan dibutuhkan pekerjaan tambahan oleh Pemberi Tugas dan/atau Pengguna Laporan berupa antara lain; Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 9

Hal Referensi SPI 103 Penjelasan Perincian Nilai Wajar pada daftar aset, Penentuan Sisa Umur Ekonomi, Penentuan Nilai Sisa, maka hal ini harus diungkapkan secara jelas didalam Lingkup Penugasan. Pekerjaan tambahan termasuk didalam Jasa Konsultansi yang diatur dalam SPI 364, dimana laporannya disampaikan secara terpisah dan tidak merupakan bagian dari laporan penilaian. Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud di atas harus dituangkan menjadi bagian dari kontrak atau perjanjian pekerjaan diantara Penilai dan Pemberi Tugas. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 10

4.0 Implementasi (merujuk kepada SPI 104) 4.1 Investigasi Investigasi yang dilakukan dalam tugas penilaian harus didasarkan kepada tujuan penilaian sesuai dengan Lingkup Penugasan yang diatur dalam perjanjian tugas dan sesuai dengan Dasar Nilai yang akan dilaporkan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam prosedur Investigasi ini antara lain : 4.1.1 Proses pengumpulan data yang cukup dapat dilakukan dengan cara inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis yang dilakukan dengan cara yang benar. Penilai harus menentukan batasan, sejauh mana data yang dibutuhkan adalah cukup untuk tujuan penilaian. 4.1.2 Apabila setelah dilakukan Investigasi ternyata dijumpai hal-hal yang tidak sesuai dengan apa yang diatur dalam Lingkup Penugasan yang telah disepakati; seperti data dari pemberi tugas maupun pihak lain tidak sesuai atau tidak memadai yang akan mengakibatkan hasil penilaian tidak dapat diyakini dan dipercaya (credible), maka Lingkup Penugasan harus didiskusikan kepada Pemberi Tugas dan direvisi (dibuatkan addendum) atau opsi lainnya sesuai SPI 103-5.6.3. 4.1.3 Penilai harus mempertimbangkan apakah informasi yang diperoleh dapat dipercaya atau diandalkan, sehingga tidak mempengaruhi kredibilitas hasil penilaian. Pertimbangan tersebut dapat dilakukan dengan melakukan review, jika memiliki keraguan atas kredibilitas atau keandalannya, maka informasi tersebut seharusnya tidak digunakan. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan Penilai dalam mereview informasi yang diperoleh, antara lain: a) Materialitas informasi terhadap kesimpulan nilai; b) Kompetensi dari pihak ketiga; c) Indepedensi pihak ketiga terhadap objek penilaian atau pengguna penilaian; d) Sejauh mana informasi tersebut termasuk ke domain publik. 4.1.4 Objek penilaian dalam penugasan ini diperhitungkan berdasar Nilai Wajar dari aset apabila dijual dalam transaksi teratur antara pelaku pasar pada tanggal penilaian. Pengukuran Nilai Wajar berbasis pasar, bukan pengukuran yang spesifik atas Entitas atau biasa dikenal sebagai Nilai dalam Penggunaan. Dalam pengukuran Nilai Wajar, karakteristik aset (seperti kondisi dan lokasi, adanya restriksi) diperhitungkan sejauh karakteristik tersebut dipertimbangkan oleh pelaku pasar pada tanggal penilaian. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 11

4.1.5 Pengukuran Nilai Wajar mengasumsikan bahwa transaksi pertukaran terjadi dalam suatu transaksi yang teratur atau transaksi dengan asumsi adanya periode pemasaran yang lazim dan umum sebelum tanggal penilaian dan bukan merupakan transaksi karena keterpaksaan seperti dalam konteks likuidasi. 4.1.6 Transaksi penjualan aset terjadi: a) Di pasar utama untuk aset tersebut. Pasar utama didefinisikan sebagai pasar dengan volume dan tingkat aktivitas terbesar untuk aset. b) Jika tidak terdapat pasar utama, di pasar yang paling menguntungkan untuk aset tersebut. Pasar yang paling menguntungkan adalah pasar dimana jumlah maksimal dari penjualan aset akan diterima setelah memperhitungkan biaya transportasi dan biaya lainnya. Pada umumnya kondisi penjualan ini berlaku untuk personal properti berwujud. 4.1.7 Hirarki Nilai Wajar memberikan prioritas tertinggi kepada harga yang langsung dikutip dari pasar atau harga kuotasian (tanpa penyesuaian) di pasar aktif untuk aset atau liabilitas yang identik (input level 1) kemudian input yang dapat diobservasi dari pasar/data pasar baik secara langsung maupun tidak langsung (input level 2) dan prioritas terendah untuk input yang tidak dapat diobservasi dari pasar (input level 3) yang umumnya terkait dengan properti khusus atau properti dengan pasar yang terbatas. 4.1.8 Pengukuran Nilai Wajar dari aset memperhitungkan kemampuan pelaku pasar untuk menghasilkan manfaat ekonomi dengan menggunakan aset dalam penggunaan tertinggi dan terbaiknya (HBU) atau dengan menjualnya kepada pelaku pasar lain yang akan menggunakan aset tersebut dalam HBUnya. 4.2 Pendekatan Penilaian Pendekatan dan metode penilaian yang digunakan berdasar pertimbangan seperti, dasar nilai dan tujuan penilaian, ketersediaan informasi dan data, serta metode yang diterapkan para pelaku dalam pasar yang relevan. 4.2.1 Tujuan penilaian pada SPI 201 dan Juknis ini adalah pelaporan keuangan, dimana sesuai dengan Hirarki Nilai Wajar yang dijelaskan pada 4.1.7, pendekatan penilaian yang relevan dibutuhkan didalam menentukan Nilai Wajar level 2 dan level 3, dikarenakan adanya penyesuaian yang dibutuhkan dalam menentukan opini Nilai Wajar. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 12

4.2.2 Objek penilaian dalam revaluasi aset meliputi : 1) Tanah; dengan peruntukan seperti pertanian, permukiman, industri atau komersial 2) Bangunan; dapat terdiri bangunan residensial, industri dan komersil dan meliputi: a. Aset yang melekat dengan tanah; seperti prasarana dan sarana pelengkap bangunan. b. Mesin dan peralatan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan dari bangunan. 3) Personal Properti berwujud; antara lain terdiri dari mesin dan peralatan, alat transportasi, alat berat, perabotan dan peralatan lain. Untuk tujuan perpajakan, personal properti berwujud diklasifikasikan sebagai Aktiva Tetap Bukan Bangunan. 4.2.3 Penerapan pendekatan dan metode penilaian untuk menghitung Nilai Wajar atas objek penilaian, sebagai berikut: Objek Penilaian Pasar Pendapatan Biaya Keterangan Tanah HBU Tanah & Bangunan HBU Personal Properti Berwujud HBU 4.2.3.1 Pendekatan Pasar diterapkan dengan menggunakan data yang diobservasi langsung atau tidak langsung. Penilai mengumpulkan harga transaksi/penawaran dari aset sejenis dan sebanding, serta melakukan penyesuaian atas sifat atau karakteristik yang berbeda dengan aset yang dinilai. Khusus pada penilaian tanah atau tanah dan bangunan, Penilai harus memperhatikan aspek HBU, dikarenakan tanah dapat memiliki HBU yang berbeda dengan kondisi eksisting, misalnya tanah yang diatasnya terdapat bangunan gudang (eksisting) terletak di lokasi dengan peruntukan komersial, maka aset harus dinilai dengan peruntukan komersial, sehingga pengembangan di atasnya (gudang) menjadi tidak bernilai atau hanya diperhitungkan Nilai Sisa-nya (lihat SPI 102 butir 3.17). 4.2.3.2 Pendekatan Pendapatan diterapkan untuk objek penilaian yang menghasilkan pendapatan atau memiliki prospek pendapatan Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 13

dalam hal masih berupa tanah kosong. Penilai membuat proyeksi pendapatan dengan menggunakan data masukan yang dapat diobservasi dari pasar seperti harga jual, tingkat sewa, tingkat hunian dan lainnya yang didiskonto untuk memperoleh nilai kini dari arus kas yang diproyeksikan, yang akan mencerminkan nilai properti, dengan menggunakan kapitalisasi langsung atau metode arus kas terdiskonto (DCF). Dalam hal ini penilai juga harus memperhatikan apakah properti memenuhi HBUnya, karena dapat saja suatu properti dibangun sesuai dengan peruntukannya, namun pendapatan yang dihasilkan tidak optimum karena kondisi, lingkungan atau skala pengembangannya, sehingga memerlukan pertimbangan Penilai untuk memutuskan apakah properti eksisting akan dipugar atau direnovasi. Selain itu Penilai perlu mempertimbangkan adanya potensi tanah berlebih (excess land) yang harus dinilai tersendiri. Hal yang sama berlaku pada mesin dan peralatan dengan utilisasi yang tidak optimal, sehingga memerlukan pertimbangan Penilai untuk kemungkinan dilakukannya overhaul atau perbaikan. 4.2.3.3 Pendekatan Biaya diterapkan pada setiap objek penilaian kecuali tanah kosong. Penilai menghitung Biaya Pengganti dari aset modern ekivalen dikurangi dengan depresiasi fisik, kemunduran fungsional dan eksternal/ekonomis sesuai kondisi aset yang dinilai. Khusus untuk aset yang memiliki nilai historis (heritage asset), Penilai dapat memperhitungkan Biaya Reproduksi aset untuk mempertahankan nilai keantikan dari aset tersebut. 4.2.4 Penerapan pendekatan penilaian dalam konteks Nilai Wajar sangat terkait kepada pertimbangan Penggunaan Tertinggi dan Terbaik (HBU). Pertimbangan HBU dapat dilihat dari kondisi tanah dalam keadaan kosong (as vacant) atau tanah dalam kondisi telah dikembangkan (as improved). Dalam analisisnya, Penilai harus mempertimbangkan kriteria yang meliputi : Secara hukum diizinkan; Secara fisik dimungkinkan; Secara finansial menguntungkan; Menghasilkan nilai tertinggi (produktifitas maksimum) dari properti. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 14

4.2.5 Penilai harus mengidentifikasi apakah aset tergolong HBU sebagai properti yang telah dikembangkan (HBU as improved) atau dipertimbangkan dikonversi untuk penggunaan lainnya melalui renovasi atau jika tidak, maka Penilai akan menentukan HBU sebagai tanah kosong (HBU as though vacant), dimana Penilai akan menghitung Nilai Wajar dari tanah berdasarkan penggunaan alternatif dan pengembangan di atas tanah akan dihitung tersendiri, sehingga Nilai Wajar dari tanah saja (lihat diagram A) ditambahkan dengan Nilai Sisa dari pengembangan di atasnya. Contoh: Pabrik yang terletak di lokasi yang sudah berkembang menjadi residensial mengindikasikan penggunaan tidak memenuhi HBUnya, sehingga dinilai sebagai tanah kosong berdasarkan penggunaan alternatif untuk pengembangan perumahan (HBU as though vacant) dan ditambahkan dengan Nilai Sisa (jika ada) dari bangunan pabrik dan Nilai Wajar dari mesin dan peralatan dengan asumsi dinilai exsitu. Gedung kantor yang terletak di lokasi komersial dimana karena situasi over-supply di pasar, maka nilai sebagai gedung kantor menjadi rendah. Penilai perlu melihat apakah properti eksisting dapat dikonversi menjadi properti lainnya yang memenuhi HBUnya, misalnya sebagai hotel dan menghitung nilai properti sebagai nilai hotel dikurangi dengan biaya-biaya untuk konversi gedung kantor menjadi hotel dan memperhitungkan juga developer s profit sebagai faktor resiko. 4.2.6 Apabila aset tergolong ke dalam aset non operasional, maka Penilai akan menentukan HBU tanah untuk penggunaan alternatif yang mungkin berbeda dengan penggunaan sebelumnya. 4.2.7 Khusus untuk penilaian aset sektor publik, yang umumnya tergolong sebagai properti khusus, maka Penilai akan menghitung Nilai Wajar aset sebagai Nilai Wajar tanah (HBU penggunaan alternatif) + Nilai Wajar bangunan (lihat DRC pada SPI 350) + Nilai Wajar Mesin in situ. Hal ini didasarkan kepada pertimbangan bahwa untuk kepentingan aset sektor publik, harus menggunakan lokasi yang ditentukan Pemerintah dan umumnya memiliki perijinan khusus, sehingga tidak dimungkinkan untuk hanya dibangun di lokasi dengan peruntukan yang sesuai (industri). Dalam hal ini, Penilai akan menggunakan asumsi khusus bahwa pengembangan di atas tanah telah mencerminkan HBU Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 15

dari tapak. Penilai dapat merujuk kepada UU no 2/2012 untuk mengetahui cakupan dari aset sektor publik. (lihat diagram B) Contoh: Gardu Induk yang terletak di lokasi komersial, akan dinilai dengan asumsi khusus bahwa pengembangan sebagai gardu telah memenuhi HBU sesuai dengan pengembangan di lokasi sekitarnya yaitu komersial, sehingga tanah dinilai sebagai tanah komersial tanpa memperhitungkan biaya pembongkaran karena gardu akan diteruskan penggunaannya. Sedangkan untuk bangunan serta mesin dan peralatan akan dinilai sesuai dengan penggunaan yang ada sebagai gardu dengan asumsi in-situ. Dalam situasi lain, dimana Gardu Induk terletak di kawasan industri, maka properti dinilai dengan premis HBU as improved, dimana tanah dinilai sebagai tanah industri dan ditambahkan dengan nilai pengembangan serta mesin dan peralatan di atasnya. 4.2.8 Teknik Pengukuran berdasar SAK 4.2.8.1 Kuotasian langsung dari harga pasar aktif (quoted market price) seperti dari pasar modal, bursa komoditi dan pasar sejenisnya adalah Nilai Wajar terbaik menurut PSAK 68, yakni memenuhi hirarki tertinggi (level 1). Namun bila pasar aktif atau pasar utama tidak tersedia, maka hirarki nilai wajar PSAK 68 mensyaratkan untuk turun ke pengukuran level 2 atau ke level 3 (yang terendah). 4.2.8.2 Level 2 menggunakan data masukan baik berupa data yang langsung dapat diobservasi seperti harga transaksi aset serupa yang mirip, atau harga kuotasian aset identik di pasar yang tidak aktif, atau harga input lainnya yang masih bisa diobservasi dari pasar walau secara tidak langsung seperti harga sewa aset sejenis, tingkat hunian dan sebagainya. 4.2.8.3 Pengukuran Nilai Wajar level 3 menggunakan harga atau data masukan yang tidak bisa diobservasi. Level 3 ini yang biasanya menggunakan teknik penilaian seperti misalnya discounted cash flow yang menggunakan arus kas proyeksi dari aset yang diukur selama umur ekonomis aset. Pengukuran pada level 3 lebih subjektif dari pada level 1 dan level 2, karena banyak asumsi dalam pengukurannya. Data masukan untuk memperoleh Nilai Wajar level 3, sifat dan asumsi yang digunakan harus diungkapkan secara lebih rinci. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 16

Juga harus dijelaskan langkah-langkah proses penilaian yang dilakukan dengan semua data masukan tersebut. Analisis sensitivitas juga harus dibuat didalam pengungkapan atau pelaporannya atas perubahan data masukan/input penilaian yang tidak dapat diobservasi (Unobservable inputs), termasuk hubungannya yang dapat mempengaruhi penilaian. Input data yang digunakan dalam setiap level dapat dijelaskan sebagai berikut: Objek Penilaian Pasar Pendapatan Biaya Keterangan Level 1 Dikutip langsung tanpa penyesuaian NA NA HBU Level 2 Dihitung sebagai satu kesatuan dengan menggunakan data yang sejenis dan sebanding dari pasar. Properti komersial seperti, perkantoran, hotel dan properti penghasil pendapatan; dengan menggunakan data masukan yang dapat diobservasi dari pasar. Indikasi Nilai Wajar tanah dalam keadaan kosong ditambah Biaya Pengganti Baru (RCN) bangunan dan/atau personal properti berwujud yang disesuaikan dengan penyusutan fisik, fungsi dan eksternal, dengan menggunakan data masukan yang dapat diobservasi dari pasar. HBU Level 3 - Proxy dari properti penghasil pendapatan hipotetis yang dimungkinkan dikembangkan di lokasi dengan karakteristik yang mirip. RCN dikurangi dengan penyusutan, dimana data masukan tidak dapat diobservasi dari pasar. HBU hipotetis 4.3 Kertas Kerja Penilaian 4.3.1 Kertas kerja penilaian harus disimpan untuk jangka waktu yang sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku, dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy. 4.3.2 Kertas kerja penilaian mencakup dokumen investigasi dan analisis yang digunakan untuk memperoleh kesimpulan akhir, serta salinan dari setiap draft atau laporan akhir yang diberikan kepada pemberi tugas. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 17

5. Pelaporan Penilaian (merujuk kepada SPI 105-5.1) Penugasan penilaian pada tahap akhir berupa hasil dalam bentuk laporan penilaian. Uraian berikut ini merupakan penjelasan Pelaporan Penilaian yang merujuk kepada Lingkup Penugasan sebagaimana dimaksud oleh SPI yang harus digunakan Penilai secara konsisten. Hal Referensi SPI 105 Penjelasan Status Penilai 5.1.1 Bila tidak ditentukan lain, maka status Penilai dalam kepentingan penugasan ini adalah Penilai independen dan profesional sebagaimana yang dimaksud oleh peraturan dan ketentuan yang berlaku. Penilai harus mencantumkan statusnya berikut dengan KJPP atau institusinya. Laporan penilaian ini wajib mencantumkan tanda tangan Penilai yang bertanggung jawab sesuai dengan pengaturan dalam KEPI dan SPI. Jika Penilai memperoleh bantuan tenaga ahli dan/atau Penilai lainnya dalam kaitannya penugasan penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan atau perpajakan sebagaimana diatur oleh SPI, maka sifat bantuan dan sejauh mana pekerjaan dilakukan, disampaikan dalam laporan. Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan 5.1.2 Laporan harus ditujukan kepada Pemberi Tugas dalam hal ini adalah Entitas Pemilik Aset untuk tujuan pelaporan keuangan atau pihak terkait lainnya sesuai Lingkup Penugasan. Untuk tujuan perpajakan, maka Pemberi tugas adalah Entitas Pemilik Aset dan Pengguna Laporan adalah Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI (PMK No. 79 tahun 2008 dan PMK No. 191 tahun 2015). Pencantuman nama Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan diungkapkan secara jelas. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 18

Hal Referensi SPI 105 Penjelasan Maksud dan Tujuan Penilaian 5.1.3 Maksud dan Tujuan penilaian harus dinyatakan secara jelas. Tujuan penilaian Pemberi Tugas adalah untuk tujuan pelaporan keuangan atau tujuan perpajakan. Maksud penilaian adalah memberikan dasar nilai yang sesuai dengan tujuan penilaian, dalam hal ini adalah opini Nilai Wajar. Bila tidak dinyatakan lain maka kalimat lengkap yang dapat dikutip adalah sebagai berikut; memberikan opini Nilai Wajar yang akan digunakan untuk tujuan pelaporan keuangan (atau tujuan perpajakan). Objek penilaian 5.1.4 Penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan, biasanya terkait dengan penilaian aset berwujud untuk seluruh kelas aset dan/atau properti investasi, dimana penilaian dalam satu kelas aset harus dilakukan secara keseluruhan, tidak dapat hanya untuk sebagian aset (PSAK 16). Untuk tujuan pelaporan keuangan, sekelompok aset yang bersama-sama menghasilkan pendapatan akan dinilai sebagai satu kesatuan. Revaluasi aset atas objek penilaian untuk tujuan perpajakan, dapat dilakukan untuk sebagian aset dari suatu kelas aset yang sama. Penjelasan atas objek dimaksud harus diidentifikasikan sebagaimana disepakati dan disetujui dengan Pemberi Tugas. Bentuk kepemilikan 5.1.5 Hak kepemilikan atau penguasaan dari aset harus dinyatakan sesuai dengan hasil verifikasi dan inspeksi lapangan, sebagaimana yang diatur dalam peraturan dan perundangan yang berlaku. Penilai harus membedakan jenis kepemilikan properti yang dinilai apakah merupakan hak milik, hak sewa jangka panjang (HGB), hak pengusahaan dan lainnya, sebagaimana yang lazim dan umum Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 19

Hal Referensi SPI 105 Penjelasan diterima oleh pelaku pasar sebagai bentuk penguasaan atau kepemilikan. Dasar Nilai 5.1.6 Tujuan penilaian akan menentukan dasar nilai yang digunakan. Dasar nilai harus dinyatakan dan didefinisikan secara lengkap di dalam laporan penilaian. Berdasarkan SPI 102-3.19 dan SPI 201 dasar nilai yang digunakan adalah Nilai Wajar. Tanggal penilaian 5.1.7 Tanggal penilaian harus dinyatakan di dalam laporan sebagaimana dimaksud dalam Lingkup Penugasan dan umumnya merupakan tanggal pada saat laporan keuangan dikeluarkan, dimana seluruh parameter dan asumsi penilaian diambil pada tanggal tersebut. Tanggal penilaian untuk tujuan perpajakan dapat berbeda dengan tanggal pelaporan keuangan dan diatur tersendiri sesuai dengan peraturan dan perundangan yang berlaku yang didasarkan kepada Peraturan Direktorat Jenderal Pajak. Penting bagi Penilai untuk memberikan pemahaman kepada Pemberi Tugas dan Pengguna laporan bahwa nilai properti dapat berubah dalam satuan waktu, sehingga nilai yang berlaku pada suatu tanggal penilaian dapat tidak berlaku untuk tanggal yang lain. Mata uang yang digunakan 5.1.8 Untuk tujuan pelaporan keuangan, hasil penilaian harus dinyatakan dalam mata uang Rupiah atau mata uang lainnya berdasarkan ketentuan yang berlaku atau mata uang fungsional sesuai dengan PSAK 10. Untuk tujuan perpajakan sesuai dengan PMK 191, mata uang yang digunakan adalah Rupiah atau US Dollar sesuai dengan yang disebutkan pada Lingkup Penugasan. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 20

Hal Referensi SPI 105 Penjelasan Tingkat kedalaman investigasi 5.1.9 Investigasi yang dilakukan meliputi inspeksi, penelaahan, penghitungan dan analisis yang bertujuan untuk menghasilkan kesimpulan penilaian yang dapat dipercaya. Untuk itu, pelaksanaan investigasi sepanjang tidak diatur lain harus dilakukan secara lengkap. Beberapa hal terkait dengan investigasi yang perlu diketahui adalah : Data dan informasi menyangkut fisik dan legal atas objek penilaian diperoleh dari Entitas sesuai dengan daftar aset dan dokumen kepemilikan yang diterima; Verififikasi yang dilakukan Penilai terhadap objek penilaian, merupakan bagian dari keperluan dan kepentingan pelaksanaan penilaian; Dalam hal inspeksi dilakukan secara sampling atau tidak dapat dilakukan sesuai dengan yang disepakati dalam Lingkup Penugasan. Penilai harus mengungkapkan apabila penilaian dilaksanakan tanpa informasi yang biasanya tersedia dalam pelaksanaan penilaian. Penilai harus mengindikasikan di dalam laporan jika dibutuhkan verifikasi lebih lanjut untuk informasi atau asumsi yang mendasari penilaian, atau apabila informasi penting tidak tersedia. Sifat dan sumber informasi yang dapat diandalkan 5.1.10 Sebagaimana yang diatur pada tingkat kedalaman investigasi, seluruh informasi yang digunakan bersumber dari hasil inventarisasi dan identifikasi oleh pihak Entitas Pemilik Aset/Pemberi Tugas yang akan diverifikasi oleh Penilai sejauh dimungkinkan. Data dan informasi lain yang dianggap dapat dipercaya dapat bersumber dari : Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 21

Hal Referensi SPI 105 Penjelasan Badan Pusat Statistik (BPS), Asosiasi Profesi Penilai di Indonesia maupun di Luar Negeri, Sumber lainnya yang dapat dipercaya. Asumsi dan asumsi khusus 5.1.11 Asumsi dan metode yang mendasari opini nilai sesuai dengan sifat dari data masukan/input penilaian harus dijelaskan, sehingga Entitas Pemberi Tugas dapat membuat klasifikasi aset ke dalam Hirarki Nilai Wajar yang disyaratkan sesuai dengan SPI 201-6.3. Asumsi khusus harus dinyatakan secara jelas. Asumsi khusus dibuat apabila terdapat ketidak pastian informasi yang antara lain berkaitan dengan karakteristik fisik, legal dan ekonomi dari properti, serta kondisi eksternal properti seperti kondisi/tren pasar atau integritas data yang digunakan dalam analisis. Apabila penilaian dilakukan dengan informasi yang terbatas, laporan harus memuat seluruh penjelasan mengenai keterbatasan. Seluruh penyimpangan dari standar dinyatakan dan dijelaskan. Asumsi lain yang relevan untuk tujuan pelaporan keuangan dapat diungkapkan Penilai. Contoh, terkait perbedaan waktu antara tanggal penilaian dengan tanggal inspeksi atau dengan tanggal laporan keuangan. Pendekatan Penilaian 5.1.12 Pendekatan penilaian yang digunakan dan alasan pemilihannya pada proses implementasi, harus diungkapkan secara jelas di dalam laporan penilaian. Pengutipan istilah dan rujukan penggunaannya mengikuti sebagaimana diatur oleh SPI atau peraturan lain yang relevan. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 22

Hal Referensi SPI 105 Penjelasan Kesimpulan Penilaian 5.1.13 Kesimpulan penilaian ditampilkan secara jelas, mudah dimengerti dan tidak menimbulkan kesalahpahaman. Hasil penilaian dapat disusun per kelompok objek penilaian, dengan indikasi nilai dalam mata uang rupiah atau mata uang lainnya sesuai dengan yang dinyatakan di dalam Lingkup Penugasan. Persetujuan publikasi 5.1.14 Apabila terdapat kebutuhan akan pernyataan untuk dipublikasikan, hal ini harus dituangkan dalam dokumen terpisah yang dapat merupakan lampiran dari laporan penilaian (Consent Letter). Limitasi pengungkapan penilaian berdasarkan informasi atau instruksi yang terbatas seharusnya dimasukkan. Keterbukaan informasi seharusnya dapat dilihat dari kesepakatan yang tercantum dalam Lingkup Penugasan. Konfirmasi bahwa penilaian dilakukan berdasarkan kepada KEPI dan SPI Diskripsi uraian properti Tinjauan pasar Pernyataan Penilai (Compliance Statement) 5.1.15 Sesuai dengan ketentuan yang berlaku Penilai wajib tunduk kepada KEPI dan SPI. Setiap penugasan dan pelaporan penilaian sebagaimana dimaksud oleh SPI 201 wajib dikonfirmasi bahwa penilaian dimaksud dilakukan berdasarkan kepada KEPI dan SPI. 5.1.16 Uraian aset didiskripsikan secara jelas untuk mendukung analisis, opini dan kesimpulan dalam laporan. 5.1.16 Penilai harus memberikan gambaran mengenai tingkat permintaan/penawaran, tren harga dan indikator pasar lainnya untuk memberikan gambaran pasar dari aset yang dinilai. 5.1.17 Lembar Pernyataan Penilai harus mencantumkan nama semua Penilai dan tenaga ahli yang terlibat (termasuk penanggung jawab laporan), nomor izin Penilai Publik (bagi Penilai Publik), nomor Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 23

Hal Referensi SPI 105 Penjelasan keanggotaan asosiasi (bagi semua tim Penilai), kualifikasi profesional (bagi tenaga ahli) dan jabatan dalam penugasan (termasuk tim dari konsorsium bila ada). Pernyataan Penilai dapat merujuk kepada SPI 105 dan/atau petunjuk teknis ini (Lampiran 5). Kondisi dan Syarat Pembatas Nama, kualifikasi profesional dan tanda tangan Penilai Lainnya 5.1.18 Menyatakan ada batasan dalam penyampaian kesimpulan penilaian. Petunjuk teknis ini memberikan acuan rujukan yang dapat dijadikan dasar kutipan dalam menentukan Kondisi dan Syarat Pembatas (Lampiran 6). 5.1.19 Lembar Surat Pengantar perlu mencantumkan nama penanggung jawab laporan, nomor izin Penilai Publik dan jabatannya. Lembar surat pengantar harus ditandatangani oleh penanggung jawab laporan (Penilai Publik). Tanda tangan dimaksud berupa tulisan tangan (tanda tangan basah). Dalam hal Penilai diminta untuk melakukan perincian Nilai Wajar dari satu kesatuan aset yang diperoleh dengan Pendekatan Pendapatan, menjadi unit penilaian yang terdiri dari tanah, bangunan dan mesin, dapat terjadi selisih nilai lebih yang mungkin signifikan (dikarenakan manajemen pengelolaan aset atau kontrak) bila dibandingkan dengan hasil penilaian dengan Pendekatan Biaya, dan perincian nilai dilakukan dengan mencatatkan tanah pada Nilai Wajar sedangkan komponen pembentuk lainnya dilakukan dengan menambahkan secara proporsional selisih nilai yang diperoleh berdasar bobot harga perolehannya.. Bila ada pekerjaan tambahan yang diminta oleh Entitas sesuai yang disepakati dalam Lingkup Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 24

Hal Referensi SPI 105 Penjelasan Penugasan, misalnya perincian Nilai Wajar dicantumkan pada daftar aset, maka; Nilai Wajar dari aset individual dicantumkan pada aset dimaksud dalam daftar aset, Nilai Wajar dari satu kesatuan unit aset, untuk masing-masing kelompok (tanah, bangunan, mesin dan aset lainnya) di alokasikan ke setiap kelompok dan nilainya di propotional pada satuan aset yang dinilai dalam daftar aset. Rujukan sistematika dan isi laporan penilaian dapat dilihat pada Lampiran 3. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 25

LAMPIRAN DIAGRAM Diagram A Aset Tetap HBU as vacant HBU as improved Nilai Wajar tanah + Nilai Wajar asset* (existing use) *satu kesatuan tanah, bangunan, mesin Nilai Sisa bangunan + Mesin ex-situ Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 26

Diagram B Aset Tetap HBU as vacant HBU as improved Nilai Wajar tanah Nilai Wajar asset* (existing use) + *satu kesatuan tanah, bangunan, mesin Nilai Wajar bangunan + mesin in situ Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 27

Lampiran 1 : Hirarki Nilai Wajar Ya Apakah terdapat harga kuotasian untuk aset atau liabilitas yang identik? (Input Level 1) Tidak Pengukuran Level 1 Apakah terdapat observable inputs* yang dapat diobservasi selain dari harga kuotasian untuk aset atau liabilitas identik? Harus digunakan tanpa penyesuaian Ya Tidak Penggunaan input Level 2 tanpa adanya unobservable inputs yang signifikan= Pengukuran Level 2 Penggunaan unobservable inputs secara signifikan = Pengukuran Level 3 *Observable inputs termasuk data pasar (harga dan informasi lainnya) yang tersedia secara publik Unobservable inputs termasuk data entitas sendiri (proyeksi, budget dsb) Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 28

Lampiran 2 : Ilustrasi - A Penilaian Bangunan Gudang di Lokasi Komersial Indikasi Nilai Wajar sebagai Gudang Rp 15,000,000,000,- Tanah (asumsi peruntukan tanah industri) Rp 13,000,000,000,- Bangunan Rp 2,000,000,000,- Indikasi Nilai Wajar sesuai HBU sebagai tanah komersial Rp 35,000,000,000,- Biaya pembongkaran dan biaya lain-lain Rp 300,000,000,- Dapat disimpulkan bahwa penggunaan tanah tidak mencerminkan HBU nya, karena Nilai Wajar tanah saja sesuai HBU lebih besar dikurangi dengan biaya pembongkaran dan biaya lain-lain masih lebih besar dari Nilai Wajar sebagai gudang. Indikasi Nilai Sisa Bangunan Rp 500,000,000,- Pengungkapan dalam laporan penilaian: Nilai Wajar Aset Tanah Rp 35,000,000,000,- Nilai Sisa Bangunan Rp 500,000,000,- Ilustrasi - B Penilaian Bangunan Pabrik dengan excess land di Zona Transisi yang sudah mengarah ke Komersial. Asumsi (i) Pabrik masih memiliki ijin untuk beroperasi dan memenuhi HBU as improved Indikasi Nilai Wajar Pabrik Rp 25,000,000,000,- Tanah (asumsi peruntukan tanah industri) Rp 12,000,000,000,- (a1) Bangunan Rp 5,000,000,000,- Mesin & Peralatan (in situ) Rp 8,000,000,000,- Asumsi (ii) Pabrik masih memiliki ijin untuk beroperasi tapi tidak memenuhi HBU Indikasi Nilai Wajar Pabrik Rp 27,000,000,000,- Tanah (asumsi HBU untuk penggunaan alternatif) Rp 27,000,000,000,- (a2) Bangunan (Nilai Sisa) Rp 1,000,000,000,- Mesin & Peralatan (ex situ) Rp 5,000,000,000,- Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 29

Indikasi Nilai Wajar excess land sesuai HBU sebagai tanah komersial Rp 5,000,000,000,- (b) Pengungkapan dalam laporan penilaian: Asumsi (i) Nilai Wajar Aset Rp 30,000,000,000,- Tanah Rp 17,000,000,000,-(a1+b) Bangunan Rp 5,000,000,000,- Mesin & Peralatan (in situ) Rp 8,000,000,000,- Asumsi (ii) Nilai Wajar Aset Rp 32,000,000,000,- Tanah Rp 32,000,000,000,- (a2+b) Bangunan (Nilai Sisa) Rp 1,000,000,000,- Mesin & Peralatan (ex situ) Rp 5,000,000,000,- Ilustrasi - C Penilaian Aset Publik (Infrastruktur) berupa Gardu Induk yang berlokasi di Zona Komersial Indikasi Nilai Wajar Rp 39,000,000,000,- Tanah (asumsi peruntukan komersial) Rp 12,000,000,000,- (a) Bangunan Rp 2,000,000,000,- Mesin & Peralatan (in situ) Rp 25,000,000,000,- Indikasi Nilai Wajar excess land Rp 7,000,000,000,-(b) sesuai HBU sebagai tanah komersial (dihitung dari kelebihan tanah terhadap kebutuhan pengembangan GI) Pengungkapan dalam laporan penilaian: Nilai Wajar Aset Rp 46,000,000,000,- Tanah (asumsi peruntukan komersial) Rp 19,000,000,000,- (a+b) Bangunan Rp 2,000,000,000,- Mesin & Peralatan (in situ) Rp 25,000,000,000,- Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 30

Lampiran 3 : Sistematika dan Isi Laporan Penilaian (bentuk penomoran tidak terikat) Sistematika Laporan Gambaran Isi Bagian I - Pendahuluan i. Halaman Judul ii. Surat Pengantar iii. Daftar Isi iv. Pernyataan Penilai i. Halaman Judul (cover) Halaman judul memuat nama pekerjaan, nama Pemberi Tugas dan nama kantor dan alamat Penilai. v. Ringkasan Penilaian ii. Surat Pengantar Surat Pengantar secara formal menghantar laporan Penilaian kepada Pemberi Tugas dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Laporan Penilaian. Surat Pengantar dimaksudkan sebagai catatan permanen yang mengidentifikasikan Penilai dan Pengguna Laporan. Surat ini seharusnya ditulis dalam format surat bisnis yang layak dan seringkas mungkin serta dapat meliputi elemen sebagai berikut : Tanggal surat adalah tanggal laporan penilaian diterbitkan Nama pekerjaan dan alamatnya dalam deskripsi ringkas Dasar penugasan merujuk kepada perjanjian kerja/kontrak berikut dengan amandemen/adendumnya (bila ada) Deskripsi ringkas bahwa Penilai telah melakukan investigasi atas properti yang diperlukan Referensi bahwa surat tersebut diiikuti oleh laporan Penilaian dan identifikasi jenis Penilaian dan format laporan Dasar penilaian yang digunakan di dalam laporan dan definisinya Tanggal Penilaian dan opini nilai (dalam angka dan huruf) Tanda tangan Penilai Publik sebagai penanggung jawab Laporan iii. Daftar Isi Menyatakan pembagian utama dari laporan diikuti dengan sub-bagiannya Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 31

Sistematika Laporan Gambaran Isi iv. Pernyataan Penilai Lembar Pernyataan Penilai penempatannya adalah setelah Surat Pengantar, dengan mencantumkan tanda tangan Penilai dan tanggalnya (lihat pada lampiran 5). Pernyataan Penilai ini penting karena menjelaskan posisi Penilai, sehingga melindungi baik integritas Penilai maupun validitas penilaian. v. Ringkasan Penilaian Apabila laporan penilaian panjang dan kompleks, ringkasan dari hal utama dan kesimpulan penting di dalam penilaian menjadi berguna. Ringkasan ini sering disebut juga sebagai Ringkasan Eksekutif (Executive Summary) yang akan memudahkan pengguna laporan dan memungkinkan Penilai untuk memberi penekanan kepada hal-hal utama yang dipertimbangkan dalam mencapai opini nilai final. Bagian II Definisi & Lingkup Penugasan i. Status Penilai Berikut adalah pedoman isi dari Ringkasan Penilaian (Eksekutif) : Identifikasi ringkas dari properti (lokasi, fisik dan legal) Identifikasi hak atas properti yang dinilai Identifikasi jenis penilaian (normal atau terbatas) dan format laporan (laporan terinci, ringkas atau terbatas) Tanggal penilaian dan tanggal inspeksi, tanggal laporan Asumsi khusus (bila ada) Deskripsi properti secara ringkas dan informasi relevan lainnya Kesimpulan nilai Definisi dan Lingkup Penugasan merupakan penjelasan atas sejauhmana suatu pekerjaan penilaian berikut pelaporannya telah dilakukan oleh Penilai. Definisi dan Lingkup Penugasan dimaksud diuraikan sebagaimana yang diatur pada SPI 105- Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 32

Sistematika Laporan ii. Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan iii. Maksud dan Tujuan Penilaian iv. Objek Penilaian v. Hak Kepemilikan vi. Dasar Nilai vii. Tanggal Penilaian viii. Penggunaan Mata Uang ix. Tingkat Kedalaman Investigasi x. Sifat dan sumber informasi xi. Asumsi Umum dan Khusus xii. Pendekatan Penilaian xiii. Standar Penilaian Gambaran Isi 5.1.1 s/d 5.1.12 dan 5.1.15 (secara bersamaan dapat dibaca pada bagian ke-3 juknis ini) sebagai berikut : i. Status Penilai Penilai harus mencatumkan statusnya berikut dengan KJPP atau institusinya. Prosedur lengkap dapat dilihat pada uraian tentang Laporan Penilaian Untuk Tujuan Pelaporan Keuangan atau Tujuan Perpajakan pada juknis ini (bagian 5). ii. Pemberi Tugas dan Pengguna Laporan Laporan ditujukan kepada Pemberi Tugas yang sekaligus sebagai pengguna laporan, yaitu pihak yang memberikan penugasan kepada Penilai. Pemberi Tugas dapat berupa individu atau entitas atau sekelompok orang secara bersama-sama. Apabila berupa entitas, harus disertai dengan nama individu yang berhak mewakili.. iii. Maksud dan Tujuan Penilaian Maksud dan Tujuan Penilaian harus dijelaskan sehingga Pengguna Laporan memahami konteks dilakukannya penilaian. iv. Objek Penilaian Dapat disusun secara informatif dimana minimal terdapat informasi tentang jenis properti, lokasi dan volume (ukuran dan jumlah). Objek penilaian untuk tujuan pelaporan keuangan dimaksud harus didasarkan data dan/atau Daftar Aset (Asset Register) yang diberikan oleh Pemberi Tugas (bila ada perubahan lakukan penyesuaian pada Laporan Penilaian dan pada Lingkup Penugasan). Untuk tujuan perpajakan, harus didasarkan kepada Daftar sesuai SPT (Surat Pemberitahuan) tahunan yang diberikan oleh Entitas Pelapor. Juknis SPI 201 Kelompok Aset Berwujud 0102 33