BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Salah satu ciri khas pajak adalah tidak adanya kontra prestasi yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak. Mungkin saja pelayanan negara kepada pembayar pajak dengan penyelundup pajak sama saja. Bisa jadi manfaat pajak lebih terasa dinikmati oleh rakyat miskin yang tidak bayar pajak melalui subsidi pemerintah, pelayanan kesehatan yang murah, dan pendidikan yang gratis. Hampir semua orang tidak akan membayar pajak dengan senang hati. Jika mungkin, setiap orang dapat menikmati hasil usahanya tanpa berkurang karena pajak. Upaya pertama, Wajib Pajak akan berusaha tidak membayar pajak. Upaya kedua, jika pun terpaksa membayar pajak, maka membayar dengan sedikit saja. Upaya ketiga, jika memungkinkan membayar pajak yang sedikit tersebut dibayar secara nyicil. Karena itu, supaya pajak dapat tetap dibayar oleh Wajib Pajak maka pajak harus memiliki kekuatan memaksa agar Wajib Pajak melaksanakan kewajibannya. Dalam negara hukum, sifat memaksa hanya dapat dibenarkan jika berdasarkan undang-undang. Sesuai dengan konstitusi, bahwa Indonesia adalah negara hukum. Karena itu, pajak yang membebani rakyat harus didasarkan pada undang-undang. Dalam hukum publik, termasuk hukum pajak, ketentuan memberikan sanksi merupakan alat yang utama untuk memaksa sesorang mematuhi ketentuan perundangundangan. Selain itu, sanksi juga berfungsi untuk menjaga kewibawaan perundangundangan supaya ditaati. Peraturan perundang-undangan perpajakan dikenal dua jenis sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Sanksi administrasi terdiri dari sanksi bunga, sanksi denda, dan sanksi kenaikan. Sedangkan sanksi pidana yaitu sanksi penjara dan denda. 1
Atas satu perbuatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak, sanksi dapat dikenakan dengan sanksi administrasi atau sanksi pidana. Sanksi administrasi berupa bunga diatur pada Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf e ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Sanksi administrasi berupa bunga juga diatur pada Pasal 13 ayat (5) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: Walaupun jangka waktu 5 (lima) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tetap dapat diterbitkan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 48% (empat puluh delapan persen) dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, apabila Wajib Pajak setelah jangka waktu tersebut dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan atau tindak pidana lainnya yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Sanksi administrasi berupa denda diatur pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi. 2
Sanksi administrasi berupa denda diatur juga pada Pasal 8 ayat (3) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: Walaupun telah dilakukan tindakan pemeriksaan, tetapi belum dilakukan tindakan penyidikan mengenai adanya ketidakbenaran yang dilakukan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, terhadap ketidakbenaran perbuatan Wajib Pajak tersebut tidak akan dilakukan penyidikan, apabila Wajib Pajak dengan kemauan sendiri mengungkapkan ketidakbenaran perbuatannya tersebut dengan disertai pelunasan kekurangan pembayaran jumlah pajak yang sebenarnya terutang beserta sanksi administrasi berupa denda sebesar 150% (seratus lima puluh persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar. Sanksi administrasi berupa kenaikan diatur pada Pasal 13 ayat (3) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: Jumlah pajak dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, dan huruf d ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar: a. 50% (lima puluh persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dibayar dalam satu Tahun Pajak; b. 100% (seratus persen) dari Pajak Penghasilan yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor; atau c. 100% (seratus persen) dari Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang tidak atau kurang dibayar. Sanksi administrasi berupa kenaikan juga diatur pada Pasal 8 ayat (5) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: Pajak yang kurang dibayar yang timbul sebagai akibat dari pengungkapan ketidakbenaran pengisian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 50% (lima puluh persen) dari pajak yang kurang dibayar, harus dilunasi oleh Wajib Pajak sebelum laporan tersendiri dimaksud disampaikan. 3
Sanksi administrasi berupa kenaikan juga diatur pada Pasal 13A Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: Wajib Pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan atau menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, tidak dikenai sanksi pidana apabila kealpaan tersebut pertama kali dilakukan oleh Wajib Pajak dan Wajib Pajak tersebut wajib melunasi kekurangan pembayaran jumlah pajak yang terutang beserta sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% (dua ratus persen) dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang ditetapkan melalui penerbitan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Sanksi administrasi berupa kenaikan juga diatur pada Pasal 15 ayat (2) Undang- Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan ditambah dengan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pajak tersebut. Sedangkan sanksi pidana diatur pada Pasal 38, Pasal 39, Pasal 39A, Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 41B, dan Pasal 41C Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, yaitu: 1. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Setiap orang yang karena kealpaannya: a. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; atau b. menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13A, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah 4
pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan atau paling lama 1 (satu) tahun. 2. Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Setiap orang yang dengan sengaja: a. tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak; b. menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak; c. tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan; d. menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; e. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29; f. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya; g. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain; h. tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar. 3. Pasal 39A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Setiap orang yang dengan sengaja: a. menerbitkan dan/atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya; atau b. menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak 5
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak. 4. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Pejabat yang karena kealpaanya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan hal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). 5. Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajibannya atau seseorang yang menyebabkan tidak dipenuhinya kewajiban pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). 6. Pasal 41A Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Setiap orang yang wajib memberikan keterangan atau bukti yang diminta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan atau bukti, atau memberi keterangan atau bukti yang tidak benar dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah). 7. Pasal 41B Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: 6
Setiap orang yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah). 8. Pasal 41C ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 9. Pasal 41C ayat (2) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (1) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). 10. Pasal 41C ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35A ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah). 11. Pasal 41C ayat (4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan: Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan 7
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). B. Pokok Permasalahan Ketika sanksi pidana pajak mulai diterapkan kepada Wajib Pajak, tampaknya penerapan sanksi tersebut menimbulkan keresahan di kalangan pelaku bisnis. Pelaku bisnis pada umumnya, memandang persoalan hukum pajak sebagai bagian dari hukum administrasi negara, sejatinya diselesaikan melalui cara-cara hukum administrasi, bukan hukum pidana. Pendekatan dengan cara pidana, pastinya akan menimbulkan keresahan serius. Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Sofyan Wanandi dalam harian Suara Karya menyatakan bahwa kasus Asian Agri tidak perlu dibawa ke ranah pengadilan pidana umum jika hakim mengerti masalah perpajakan. Wajib Pajak bisa dibawa ke pengadilan pidana jika memang melakukan pelanggaran hukum berupa tindak pidana. Namun, terkait masalah pajak, tidak perlu ditempuh jalur pidana. Pada umumnya putusan-putusan Mahkamah Agung R.I. diputuskan oleh hakim dengan tidak hanya sebagai penerap undang-undang semata (de normative), tetapi terdapat beberapa putusan hakim yang mengutamakan keadilan berdasarkan pengalaman, pengetahuan, dan keyakinan hakim (de instrumentele) sesuai dengan hukum yang berkembang dalam masyarakat sehingga putusan tersebut memuaskan rasa keadilan masyarakat. Salah satu putusan Mahkamah Agung R.I. tersebut adalah dalam perkara pidana pajak Asian Agri Grup (AAG) dengan terdakwa Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak yang didakwa melakukan tindak pidana menyampaikan surat pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap secara berlanjut sesuai Pasal 39 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. Berdasarkan uraian diatas, timbul permasalahan sebagai berikut: 8
1) Bagaimanakah peran hakim dalam memutus memidanakan atau membebaskan terdakwa? 2) Apa saja pertimbangan-pertimbangan hakim Mahkamah Agung R.I. dalam rangka memidanakan terdakwa Suwir Laut alias Liu Che Sui alias Atak? C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang akan dilakukan adalah: 1) Mengetahui peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya penerapan sanksi pidana dibidang perpajakan. 2) Mengetahui pertimbangan-pertimbangan hakim Mahkamah Agung R.I. yang dapat dipergunakan oleh para petugas lapangan khususnya Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Direktorat Jenderal Pajak. D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitan yang dilakukan ini diharapkan dapat: a) Memberikan masukan untuk penyempurnaan perubahaan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. b) Berkontribusi positif dalam rangka meningkatkan kesadaran (Wajib Pajak) membayar pajak. c) Berguna bagi kalangan praktisi khususnya para PPNS yang bekerja di Direktorat Jenderal Pajak d) Sebagai salah satu rujukan atau referensi untuk penelitian lebih lanjut bagi yang memerlukannya. e) Menambah wawasan bagi para akademisi yang mendalami bidang perpajakan khususnya hukum perpajakan. 9
E. Kerangka Teori Sistem peradilan pidana di Indonesia menempatkan hakim sebagai tokoh sentral dalam penyelenggaraan peradilan pidana. Sebagai tokoh sentral dapat diindikasikan dengan kemampuan dan kewenangannya untuk memberikan putusan: 1. memidana pelaku tindak pidana terhadap yang terbukti bersalah, atau 2. membebaskan dari tuntutan hukuman terhadap yang tidak bersalah. Tetapi dengan kedudukan dan peranan hakim yang demikian penting tersebut, tidak begitu saja mewujudkan adanya kebebasan hakim dalam perkara pidana. Hal itu tergantung dari bagaimana sistem hukum suatu negara memberikan keleluasaan pada hakim untuk menyelenggarakan peradilan yang bebas dalam rangka menemukan/mencapai kebenaran material. Selain itu, menurut Kadri Husin (1993) apabila sistem yang digunakan suatu negara berdasarkan pendekatan de normative, maka hakim hanyalah sebagai pelaksana undang-undang tanpa mengerti "untuk apa" dan "mengapa". Hakim tidak perlu mengemukakan "What's the laws does not says" atau "What's behind of the law" karena hakim berpandangan bahwa hukum adalah sebagai blacks letter dan sudah sempurna. Sedangkan apabila digunakan pendekatan lainnya, yaitu pendekatan de instrumentele yang mengutamakan ditekankannya keuntungan dan kerugian yang diprediksikan akan terjadi sebagai akibat terhadap pemidanaan yang akan dijatuhkan berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmiah, kemanusiaan, dan rasional, maka hakim tidak hanya sebagai pelaksana undang-undang semata. Pendekatan de instrumentele diarahkan pada pertimbangan-pertimbangan ilmiah, kemanusiaan dan rasional. Pembalasan sebagai dasar hukuman sedapat mungkin harus dihilangkan. Pendekatan de instrumentele ditopang oleh asas oportunitas, yaitu suatu dasar yang diberikan oleh undang-undang untuk melakukan kebijaksanaan secara hukum pidana instrumentele. 10
Apabila suatu perkara dikesampingkan karena pertimbangan terhadap suatu kasus yang menyangkut baik dari segi pelakunya maupun dari segi perbuatannya, dihadapkan dengan hukum yang harus diterapkan karena asas persamaan hukum, pembalasan yang khas dan normatif karena menjamin kepastian hukum, maka hal ini memerlukan pembenaran dan alasan yang dapat diterima (Kadri Husin, 1993:2). Kedudukan dan peranan hakim dapat dilihat pada Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman (UPKK) yaitu: 1. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat; 2. Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana hakim wajib pula mempertimbangkan sifat-sifat yang baik dan yang jahat dari tertuduh. F. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan perpajakan khususnya tindak pidana perpajakan yang berlaku kemudian membandingkan dengan teori-teori hokum yang berhubungan dengan pokok permasalahan yang dibahas. Pembahasan lebih lanjut tentang Metode Penelitian akan diuraikan pada Bab III. G. Sistematika Penulisan Tesis Penulis menguraikan tesis ini dalam lima bab dan masing-masing dibagi lagi menjadi beberapa sub bab dengan maksud agar sistematis dan teratur. Penulisan tesis ini disusun sebagai berikut: BAB I Pendahuluan 11
Pada bab ini penulis akan menggambarkan mengenai latar belakang permasalah, pokok permasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metode penelitian dan sistematikan penulisan tesis. BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini penulis akan menguraikan (A) Peranan dan fungsi hakim menurut Undang-Undang nomor 48 Tahun 2009 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman, (B) Substansi hukum, (C) Pertanggungjawaban pidana bagi Wajib Pajak Badan, (D) ultimum remedium, dan (E) Asas ultimum remedium dalam administrasi pajak. BAB III Metode Penelitian Pada bab ini penulis akan menguraikan Menguraikan cara penelitian yang digunakan dalam penulisan tesis ini, bahan atau materi penelitian termasuk tipe penelitian, lokasi penelitian, alat pengumpulan data, dan analisis hasil penelitian. BAB IV Analisis Pertimbangan Hakim Dalam Penerapan Asas Ultimum Remedium Dalam Kasus Asian Agri Grup Bab ini dibagi menjadi emapat subbab yaitu, sanksi dalam perpajakan, dakwaan jaksa, keputusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Keputusan Mahkamah Agung, dan analisi pertimbangan-pertimbangan hakim dalam penerapan asas ultimum remedium dalam kasus Asian Agri Grup. BAB V Penutup Pada bab ini penulis akan mengambil kesimpulan yang didapat dari uraian babbab sebelumnya serta mengajukan dua saran. 12