PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK TENTANG PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK DAN PORNOGRAFI ANAK

dokumen-dokumen yang mirip
Diadaptasi oleh Dewan Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal 18 Januari 2002

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK, DAN PORNOGRAFI ANAK

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PROTOKOL OPSIONAL KONVENSI HAK-HAK ANAK MENGENAI KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK ANAK TENTANG KETERLIBATAN ANAK DALAM KONFLIK BERSENJATA

Telah menyetujui sebagai berikut: Pasal 1. Untuk tujuan Konvensi ini:

PROTOKOL OPSIONAL PERTAMA PADA KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1

I. UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

K182 PELANGGARAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Terkait Keterlibatan Anak Dalam Konflik Bersenjata

Institute for Criminal Justice Reform

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2006 TENTANG

UMUM. 1. Latar Belakang Pengesahan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, dan Merendahkan Martabat Manusia

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

KONVENSI INTERNASIONAL PEMBERANTASAN PENDANAAN TERORISME. Mukadimah

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana Transnasional yang Terorganisasi);

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA 1

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

KONVENSI KETENAKERJAAN INTERNASIONAL KONVENSI 182 MENGENAI PELARANGAN DAN TINDAKAN SEGERA PENGHAPUSAN BENTUK-BENTUK PEKERJAAN TERBURUK UNTUK ANAK

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PENCARIAN DAN PERTOLONGAN MARITIM, 1979 (Hamburg, 27 April 1979)

KONVENSI NO. 138 MENGENAI USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

KONVENSI MENGENAI PENERAPAN PRINSIP PRINSIP HAK UNTUK BERORGANISASI DAN BERUNDING BERSAMA

K87 KEBEBASAN BERSERIKAT DAN PERLINDUNGAN HAK UNTUK BERORGANISASI

K144 KONSULTASI TRIPARTIT UNTUK MENINGKATKAN PELAKSANAAN STANDAR-STANDAR KETENAGAKERJAAN INTERNASIONAL

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

K 183 KONVENSI PERLINDUNGAN MATERNITAS, 2000

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA. Ditetapkan oleh Resolusi Majelis Umum 2200 A (XXI)

K143 KONVENSI PEKERJA MIGRAN (KETENTUAN TAMBAHAN), 1975

Annex 1: Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA

Konvensi 183 Tahun 2000 KONVENSI TENTANG REVISI TERHADAP KONVENSI TENTANG PERLINDUNGAN MATERNITAS (REVISI), 1952

KONVENSI MENENTANG PENYIKSAAN DAN PERLAKUAN ATAU PENGHUKUMAN LAIN YANG KEJAM, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT MANUSIA

KONFERENSI PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MENGENAI ARBITRASE KOMERSIAL INTERNASIONAL KONVENSI MENGENAI PENGAKUAN DAN PELAKSANAAN PUTUSAN ARBITRASE ASING

MENEGAKKAN TANGGUNG JAWAB MELINDUNGI: PERAN ANGGOTA PARLEMEN DALAM PENGAMANAN HIDUP WARGA SIPIL

K81 PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONVENSI INTERNASIONAL PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI RAS

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NO. 83 TAHUN 1998

PROTOKOL CARTAGENA TENTANG KEAMANAN HAYATI ATAS KONVENSI TENTANG KEANEKARAGAMAN HAYATI

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

15A. Catatan Sementara NASKAH KONVENSI TENTANG PEKERJAAN YANG LAYAK BAGI PEKERJA RUMAH TANGGA. Konferensi Perburuhan Internasional

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

DAFTAR INVENTARISASI MASALAH (DIM)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

K189 Konvensi tentang Pekerjaan Yang Layak bagi Pekerja Rumah Tangga, 2011

Konvensi Internasional menentang Perekrutan, Penggunaan, Pembiayaan, dan Pelatihan Tentara Bayaran (1989) Pasal 1

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1999 TENTANG

KONVENSI NOMOR 81 MENGENAI PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DALAM INDUSTRI DAN PERDAGANGAN

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K 95 KONVENSI PERLINDUNGAN UPAH, 1949

1998 Amandments to the International Convention on Maritime Search and Rescue, 1979 (Resolution MCS.70(69)) (Diadopsi pada tanggal 18 Mei 1998)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang

KOVENAN INTERNASIONAL HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

K100 UPAH YANG SETARA BAGI PEKERJA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN UNTUK PEKERJAAN YANG SAMA NILAINYA

KonveKonvensi Anti Penyiksaan dan perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Manusia

KONVENSI INTERNASIONAL TENTANG PERLINDUNGAN TERHADAP SEMUA ORANG DARI TINDAKAN PENGHILANGAN SECARA PAKSA

PEDOMAN PRAKTISI ASEAN

Diadopsi oleh resolusi Majelis Umum 53/144 pada 9 Desember 1998 MUKADIMAH

K187. Tahun 2006 tentang Landasan Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dewasa ini dalam pembaharuan hukum, indonesia telah melahirkan

Pengertian Anak dan Pentingnya Mendefinisikan Anak Secara Konsisten dalam Sistem Hukum 1 Oleh: Adzkar Ahsinin

DENGAN RAHMAT TUHAN Y ANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Perdagangan perempuan dan anak (trafficking) telah lama terjadi di muka

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

R-111 REKOMENDASI DISKRIMINASI (PEKERJAAN DAN JABATAN), 1958

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KORBAN PERDAGANGAN ANAK DAN PEREMPUAN

PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA MENGENAI BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA REPUBLIK INDONESIA DAN AUSTRALIA

PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG PENGHAPUSAN SEGALA BENTUK DISKRIMINASI TERHADAP PEREMPUAN

PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA SEHUBUNGAN DENGAN PERDAGANGAN MANUSIA (ANAK)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

K150 Konvensi mengenai Administrasi Ketenagakerjaan: Peranan, Fungsi dan Organisasi

K138 USIA MINIMUM UNTUK DIPERBOLEHKAN BEKERJA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2000 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

1 PROTOKOL OPSIONAL PADA KONVENSI TENTANG HAK TENTANG PENJUALAN ANAK, PROSTITUSI ANAK DAN PORNOGRAFI ANAK Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa Negara-negara dalam Protokol ini, Pada tanggal 25 Mei 2000 Menimbang bahwa untuk mencapai tujuan Konvensi tentang Hak-hak Anak dan penerapan aturan-aturannya lebih lanjut, khususnya pasal 1, 11, 21, 32, 33, 34, 35, dan 36 maka harus diambil langkah-langkah oleh negara pihak yang dianggap perlu guna menjamin perlindungan anak terhadap praktik penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, Menimbang pula bahwa Konvensi tentang Hak-hak Anak memberikan perlindungan pula terhadap hak-hak anak terhadap eksploitasi ekonomi dan melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang sekiranya membahayakan atau mengganggu pendidikan, atau membahayakan kesehatan anak atau perkembanagn fisik, mental, spritual, moral, dan sosial anak. Benar-benar mengkhawatirkan semakin maraknya dan meningkatnya lalu lintas perpindahan anak untuk tujuan penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, Sangat mengkhawatirkan meluasnya dan berlanjutnya praktik wisata seks, yang mana anak-anak sangat rentan terhadapnya, karena praktik ini secara langsung mendukung terjadinya penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, Menyadari bahwa jumlah kelompok khusus yang rentan termasuk anak perempuan, menghadapi resiko yang lebih tingggi terhadap eksploitasi seksual, dan ia tidak diwakili secara proporsional di antara mereka yang secara seksual dieksploitasi, Memperhatikan bertambahnya jumlah pornografi anak di internet dan teknologi lain yang berkembang, dan mengingat kesimpulan akhir Konferensi Internasional Memerangi Pornografi Anak di Internet yang diselenggarakan di Wina pada tahun 1999 bahwa semua tindakan memperoduksi, distribusi, pengiriman, ke luar negeri, tranmisi, pengiriman dari luar negeri, kepemilikan yang dikehendaki dan pengiklanan pornografi anak, dianggap sebagai tindakan kriminal di seluruh dunia, serta menekankan pentingnya kerja sama dan kemitraan yang lebih erat antara Pemerintah dan industri internet. Meyakini bahwa untuk menghapus penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, akan menggunakan pendekatan holistik yang ditujukan kepada faktor pendorong termasuk keterbelakangan, kemiskinan, kesenjangan ekonomi, kesenjangan struktur sosio-ekonomi, disfungsi keluarga, kurangnya pendidikan,

2 migrasi desa-kota, diskriminasi gender, perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab, praktik-praktik tradisional yang merugikan, konflik bersenjata dan perdagangan anak, Meyakini bahwa usaha meningkatkan kesadaran publik diperlukan untuk mengurangi tuntutan konsumen atas penjualan anak, prostitusi anak dan pornografi anak, serta meyakini pentingnya memperkuat kemitraan global semua pihak dan meningkatkan penerapan hukum pada tingkat nasional, Memperhatikan pernyataan instrumen hukum internasional yang relevan dengan perlindungan anak-anak, termasuk Konvensi Den Haag tentang Perlindungan Anak dan Kerjasama dalam Hal Agopsi Antar-Negara, Konvensi den Haag tentang Aspek-aspek Perdata tentang Penculikan Anak Internasional, Konvensi Den hag tentang Yurisdiksi, Hukum yang Berlaku, Pengakuan, Penegakan, dan Kerja Sama dalam Hal Tanggung Jawab Orang Tua dan Langkah-langkah Perlindungan Anak, dan Konvensi Organisasi Buruh Internasional No. 182 tentang Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak, Didorong oleh besarnya dukungan terhadap Konvensi tentang Hak-hak Anak menunjukkan komitmen yang tinggi untuk melaksanakan dan melindungi hak-hak anak, Menyadari pentingnya pelaksanaan ketentuan-ketentuan dalam Program Aksi untuk Pencegahan Penjualan Anak, Prostitusi Anak, dam Pornografi Anak dan Deklarasi dan Agenda Aksi yang ditetapkan di Kongres Dunia melawan Eksploitasi Seksual Komersial Anak-anak, diadakan di Stocklhom dari tanggal 27 hingga 31 Agustus 19996, dan putusan-putusan serta rekomendasi-rekomendasi lain dari lembaga internasional terkait, Mempertimbangkan pentingnya nila-nilai tradisi dan buadaya tiap orang untuk perlindungan dan perkembangan anak yang selaras, Menyetujui hal-hal sebagai berikut ; Pasal 1 Negara pihak harus melarang penjulan anak, pornografi anak dan pornografi seperti yang terdapat dalam protokol ini. Protokol ini menerangkan bahwa : Pasal 2 (a) Penjualan anak berarti setiap tindakan atau transaksi yang aman seorang anak dipindahkan kepada orang lain oleh orang lain atau sekelompok orang-orang untuk memperoleh pembayaran atau pertimbangan lainnya,

3 (b) Prostitusi anak berarti menggunakan seorang anak dalam kegiatan seksual untuk memperoleh pembayaran atau pertimbangan lainnya, (c) Pornografi anak berarti penampilan apapun, dengan acara apa pun, yang melibatkan anak di dalam aktivitas seksual eksplisit yang nyata atau simulasi atau penampilan apapun dari bagain seksual tubuh demi tujuan-tujuan seksual. Pasal 3 1) Tiap negara pihak harus menjamin bahwa sebagai standar minimum, perbuatan dan kegiatan berikut ini dianggap sebagai tindak kriminal atau melanggra hukum pidana, apakah kejahatan tersebut dilakukan di dalam negeri atau antar negara atau berbasis individu atau teroganisir: a) Dalam lingkup penjualan anak-anak seperti yang didefinisikan dalam pasal 2 i) Menawarkan, mengantarkan atau menerima, dengan acara, untuk tujuan berikut : (1) Eksploitasi seksual anak (2) Mengambil organ tubuh anak untuk suatu keuntungan (3) Keterlibatan anak dalam kerja paksa ii) Secara tidak pantas membujuk untuk memperoleh izin sebaga perantara, mengadopsi seorang anak dengan melanggar instrumen hukum yang berlaku tentang adposi b) Menawarkan, mendapatkan, mengadakan atau menyediakan anak untuk prostitusi anak seperti yang didefinisikan dalam pasal 2 c) Memproduksi, mengirimkan, menyebarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, menjual atau memiliki untuk tujuan pornogarfi anak dengan tujuan di atas seperti yang didefinisikan dalam pasal 2 2) Dengan mempertimbangkan ketentuan hukum nasioanl negara pihak, hal yang sama akan berlaku terhadap percobaan untuk melakukan setiap tindakan-tindakan tersebut dan penyertaan atau keterlibatan dalam setiap tindakan-tindakan tersebut. 3) Tiap-tiap negara pihak harus menghukum kejahatan ini dengan hukuman-hukuman yang pantas yang mempertimbangkan beratnya kejahatan-kejahatan tersebut. 4) Dengan memperhatikan ketentuan hukum nasionalnya, negara pihak harus mengambil langkah-langkah, bilamana sesuai untuk menetapkan tanggung jawab subjek-subjek hukum atas kejahatan yang dilakukan seperti yang disebutkan pada ayat 1 pasal ini. Dengan memperhatikan prinsipprinsip hukum tiap negara pihak, pertanggungjawaban subjek hukum ini dapat berbentuk kriminal, perdata atau administratif. 5) Negara-negara pihak harus mengambil tindakan administratif dan hukum yang sesuai untuk memastikan bahwa setiap orang yang terlibat di dalam adopsi seorang anak bertindak sesuai dengan instrumen hukum internasional yang berlaku.

4 Pasal 4 1) Tiap negara pihak harus mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menegakan yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan yang terdapat pada pasal 3 ayat 1, jika kejahatan tersebut dilakukan di wilayah atau di kapal atau di pesawat yang terdaftar di negara tersebut. 2) Tiap-tiap negara harus mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menegakan yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan yang terdapat pada pasal 3 ayat 1, dalam hal-hal berikut ini :; a) Jika tersangka atau pelaku kejahatan adalah warga negara atau perorangan yang bertempat tinggal di wilayah negara tersebut b) Jika korban adalah warga negara tersebut 3) Tiap negara pihak harus mengambil tindakan yang dianggap perlu untuk menegakkan yurisdiksi atas kejahatan-kejahatan yang tersebut di atas jika tersangka pelaku kejahatan berada di wilayah kekuasaanya dan ia tidak mengekstradisi ke negara pihak lain dengan alasan bahwa kejahatan tersebut telah dilakukan oleh salah seorang warga negaranya. 4) Protokol ini tidak mengesampingkan yurisdiksi kriminal yang berlaku sesuai dengan hukum internasional Pasal 5 (1) Kejahatan-kejahatan seperti yang terdapat pada pasal 3 ayat 1 harus dianggap sebagai kejahatan yang dapat diekstradisi sesuai dengan perjanjian ekstradisi yang berlaku antar negara-negara pihak dan harus dianggap sebagai kejahatan yang dapat diekstradisi sesuai dengan perkanjian ekstradisi yang berlaku sesudahnya, sesuai dengan kondisi yang tercantum di dalam perjanjian tersebut. (2) Jika suatu negara pihak yang memberlakukan ekstradisi berdasarkan persyaratan adanya suatu perjanjin menerima permintaan untuk ekstradisi dari negara pihak lainnya yang dengannya ia tidak memiliki perjanjian ekstradisi, ia dapat mempertimbangkan protokol ini sebagai dasar hukum untuk ekstradisi dalam hal kejahatan semacam itu. Ekstradisi harus tunduk pada ketentuanketentuan yang terdapat dalam hukum negara yang diminta. (3) Negara-negara pihak yang tidak memperlakuakn ekstradisi berdasarkan persyaratan adanya sutau perjanjian harus mengakui kejahatan tersebut sebagai kejahatan yang dapat diekstradisi di anatara mereka dengan tunduk pada ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam hukum negara yang diminta. (4) Untuk tujuan ekstradisi antar negara pihak, kejahatan-kejahatan tersebut harus dianggap tidak hanya dilakukan di tempat terhadinya kejahatan, namun juga dianggap dilakukan di wilayah negara yang diminita untuk melaksanakan yurisdiksinya sesuai dengan pasal 4. (5) Jika mempertimbangkan ekstradisi dikelurakan untuk kejaahatan yang tercantum dalam pasal 3 ayat 1, dan negara pihak yang diminta tidak atau tidak akan melakukan ekstradisi berdasarkan kewarganegaraan pelaku kejahatan, maka negara tersebut harus mengambil tindakan yang sesuai untuk menyerahkan kasus tersebut kepada pihak yang berwenang untuk meneruskan penuntutannya.

5 Pasal 6 (1) Negara-negara pihak harus saling membatu sedapat mungkin dalam proses penyidikan atau acara pidana atau ekstardisi terhadap kejahatan yang dilakukan seperti yang terdapat dalam pasal 3 ayat 1, termasuk bantuan dalam mencaru bukti-bukti yang tersedian yang diperlukan dalam prosesproses tersebut. (2) Negara-negara pihak harus melakukan kewajibannya seperti yang tercantum dalam ayat 1 pasal ini sesuai dengan perjanjian internasional atau pengaturan-pengaturan lain mengenai bantuan hukum timbal balik yang mungkin berlaku di antara mereka. Dalam hal ini tidak terdapat perjanjian atau pengaturan semacam itu, negara pihak harus saling memberikan bantuan sesuai dengan hukum nasionalnya. Pasal 7 Negara-negara pihak dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam hukum nasional mereka, harus : (a) Mengambil langkah-langkah untukm mengatur tentang pengambilan atau penyitaan sepanjang sesuai atas : a. Benda-benda, seperti bahan-bahan, asset dan peralatan lain yang digunakan untuk melakukan atau memfasilitasi kejahatan seperti yang tercantum dalam protokol ini b. Pembayaran yang diperoleh dari kejahatan-kejahatan tersebut (b) Melaksanakan permohonan negara pihak lain untuk mengambil atau menyita barang-barang atau pembayaran sebagaiman dimaksud dalam sub ayat (a) (c) Mengambil tindakan yang ditujukan untuk menutup tempat-tempat yang digunakan untuk melakukan kejahatan tersebut, baik sementara atau selamanya. Pasal 8 (1) Negara-negara pihak harus mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna melindungi hak-hak dan kepentingan anak yang menjadi korban dari praktik-praktik yang dilarang oleh protokol ini dalam setiap tahap proses peradilan kriminak, khususnya dengan : a. Menyadari rentanya korban anak dana menetapkan prosedur untuk mengakui keperluan-keperluan khusus mereka, termasuk keperluan khusus sebagaisaksi b. Menginformasikan kepada para korban anak mengenai hak-hak mereka, peran dan lingkup mereka, pemilihan waktu dan perkembangan penyelesaian kasus mereka c. Menyertakan pandangan, kebutuhan dan kepentingan para korban anak untuk dikemukan dan perimbangan dalam proses beracara yang mana kepentingan pribadi mereka dipengaruhi,

6 sesudai dengan ketentuan-ketentuan beracara dalam hukum nasional d. Memberikan dukungan pelayanan yang layak kepada korban anak selama proses hukum e. Memberikan perlindungan, sepanjang sesuai, terhadap hak pribadi dan identitas korban anak dan mengambil tindakantindakan yang perlu sesuai dengan hukum nasional untuk menghindari menyebarnya informasi yang menyebabkan korba anak dapat dikenali f. Mengatur dalam hal-hal tertentu, keselamatan para korban anak, dan para keluarganya dan para saksi di pihak mereka, dari intimidasi dan tindakan balasan g. Menghindari penundaan yang tidak perlu dalam proses kasus dan pelaksanaan hukuman atau keputusan yang menjamin ganti rugi para korban anak. (2) Negara-negara pihak harus menjamin bahwa ketidakpastian tentang usia korban sesungguhnya tidak menghalangi dilaksanakannya penyidikan kasus kriminal, termasuk penyidikan yang bertujuan untuk menentukan usia korban. (3) Negara-negara pihak harus memastikan bahawa dalam sistem peradilan kriminal, perlakuan terhadap anak-anak yang menjadi korban kejahatan yang disebutkan di dalam Protokol ini harus dilakukan dengan pertimbanagn kepentingan terbaik untuk anak. (4) Negara-negara pihak harus memberikan pelatihan-pelatihan yang memadai, khususnya pelatihan hukum dan psikologi, kepada orang-orang yang bekerja dengan para korban kejahatan yang dilarang berdasarkan protokol ini. (5) Dalam hal-hal tertentu, negara-negara pihak harus mengambil tindakan untuk melindungi keselamatan dan keutuhan orang-orang dan/atau organisasi yang terlibat di dalam pencegahan dan/atau perlindungan serta rehabilotasi para korban kejahatan ini. (6) Tidak ada satu pun dalam pasal ini yang ditafsirkan merugikan atau tidak konsisten dengan hak-hak terdakwa atas pengadilan yang adil dan tidak memihak. Pasal 9 (1) Negara-negara pihak harus memberlakukan, memperkuat, melaksanakan dan menyebarluaskan hukum, tindakan administratif, kebijakan dan program sosial, untuk mencegah terhadinya tindak kejahatan yang tercantum dalam protokol ini. Perhatian khusus juga harus diberikan untuk melindungi anakanak yang rentan terhadap parktik kejahatan ini. (2) Negara-negara pihak harus meningkatkan kesadaran publik pada umumnya, termasuk kepada anak-anak, melalui informasi dengan media yang sesuai, pendidikan dan pelatihan, mengenai tindakan pencegahan dan dampak yang merugikan dari kejahatan yang tercantum dalam protokol ini, Untuk memenuhi kewajiban-kewajiban dalam pasal ini, negara-negara pihak harus mendorong partisipasi masyarakat dan khsusnya anak-anak dan korban anak, dala program informasi dan pendidikan serta pelatihan tersebut, termasuk dalam tingkat internasional.

7 (3) Negara-negara pihak mengambil tindakan yang memungkinkan untuk menjamin bantuan yang sesuai kepada para korban kejahatan ini, termasuk reintegrasi sosial mereka secara penuh, dan pemulihan fisik dan psikologis mereka secara penuh. (4) Negara-negara pihak harus menjamin bahwa setiap anak korban kejahatan yang tercantum dalam protokol ini mendapatkan akses terhadap prosedur yang memadai untuk memperoleh ganti rugi dari pihak-pihak yang bertanggung jawab secara hukum, tanpa adanya diskriminasi. (5) Negara-negara pihak harus mengambil tindakan yang sesuai untuk secara efektif melarang produksi dan penyebaran bahan-bahan yang mengiklakan kejahatan yang tercantum dalam Protokol ini. Pasal 10 (1) Negara-negara pihak harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memperkuat kerjasama internasional melalui kesepakatan multilateral, regional, dan bilateral untuk mencegah, menemukan, menyelidiki, mengadili dan menghukum meraka yang bertanggung jawab atas tindakan-tindakan yang melibatkan penjualan anak, prostitusi anak, pornografi anak dan wisata seks anak. Negara-negara pihak harus meningkatan kerjasama dan koordinasi internasional antara pihak yang berwenang, organisasi non pemerintah nasional dan internasional dana organisasi ineternasional. (2) Negara-negara pihak juga harus meningkatkan kerjasama internasional untuk membantu korban anak dalam pemulihan fisik dan psikologis mereka, reintegrasi sosial, dan memulangkan mereka ke tempat asal. (3) Negara-negara pihak juga harus meningkatkan kerjasama internasional untuk mengatasi penyebab utama, seperti kemiskinan dan keterbelakangan, yang menyebabkan rentannya anak-anak terhadap penjualan anak, prostitusi anak, pornografi anak dan wisata seks anak. (4) Negara-negara pihak yang melaksanakan hal-hal tersebut harus menyediakan bantuan keuangan, teknisi, atau bantuan lain melalauimprogram multilateral, regional, blateral atau yang lainnya. Pasal 11 Tidak satu pun ketentuan dalam protokol yang berdampak terhadap setiap ketentuan yang lebih kondusif dalam perwujudan hak-hak anak yang mungkin terdapat pada : (a) (b) Hukum dari negara pihak Hukum internasional yang berlaku terhadap negara tersebut. Pasal 12 (1) Tiap negara pihak, dalam dua tahun sesudah berlakunya Protokol ini berlaku terhadapnya harus menyerahkan laporan kepada Komite Hak Anak yang memberikan informasi yang komprehensif dalam pelaksanaan tindakan-

8 tindakan yang telah diambil dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Protokol ini. (2) Sesudah menyerahkan laporan yang komprehensif, negara pihak harus mencantumkan informasi lebih lanjut ke dalam laporan tersebut yang diserahkan kepada Komite Hak Anak mengenai pelaksanaan protokol ini sesuai dengan ketentuan pasal 44 Konvensi. Negara-negara pihak lain harus menyerahkan laporan setiap lima tahun sekali. (3) Komite Hak Anak dapat meminta informasi lebih lanjut yang relevan mengenai pelaksanaan Protokol ini kepada negara-negara pihak lain. Pasal 13 (1) Protokol ini terbuka untuk ditandatangani oleh setiap negara yang menjadi pihak pada konvensi atau yang telah menandatanganinya. (2) Protokol ini harus diratifikasi dan terbuka untuk diaksesi oleh setiap negara yang menjadi pihak pada Konvensi atau yang telah menandatanganinya. Instrumen-instrumen ratifikasi atau aksesi akan disimpan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pasal 14 (1) Protokol ini mulai berlaku tiga bulan setelah penyerahan instrumen ratifikasi atau aksesi yang kesepuluh. (2) Untuk negara yang meratifikasi protokol ini atau yang mengaksesi setelah berlaku secara efektif, maka protokol akan diberlakukan satu bulan setelah tanggal penyerahan instrumen ratifiksi atau eksesinya. Pasal 15 (1) Tiap negara pihak dapat menarik diri dari protokol ini setiap saat dengan pemberitahuan tertulis kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa yang selanjutnya akan memberitahukan negara pihak lain pada Konvensi dan seluruh negara yang telah menandatangani Konvensi. Penarikan diri mulai berlaku satu tahun setelah tanggal diterimanya pemberitahuan oleh Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. (2) Penarikan diri tidak mengakibatkan lepasnya negara pihak dari kewajibannya berdasarkan protokol sehubungan dengan setiap kejahatan yang terjadi sebelum tanggal penarikan diri mulai berlaku efektif. Penarikan diri tersebut juga tidak mengurangi dalam berbagai hal kelanjutan pertimbangan atau setiap permasalahan yang tengah dipertimbangkan oleh Komite sebelum tanggal penarikan diri mulai berlaku efektif. Pasal 16 (1) Setiap negara pihak dapat mengajukan susatu usulan amandemen dan menyampaikannya kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan memberitahukan usulan amademen kepada negara-negara pihak dengan menanyakan apakah mereka perlu mengadakan konferensi negara-negara pihak yang bertujuan

9 untuk membahas amandemen dan mengadakan pengambilan suara. Apabila dalam jangka waktu empat bulan sejak tanggal pemberitahuan tersebut sedikitnya sepertiga dari jumlah negara pihak tersbeut menghendaki diadakan konferensi, Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa akan mengadakan konferensi dengan bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Setiap amandemen yang ditetapkan oleh suara mayoritas negara pihak yang hadir dan memberikan suaranya dalam konferensi harus diserahkan kepada Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk disetujui. (2) Suatu amandemen yang dibuat berdasarkan ayat 1 pasal ini akan berlaku secara efektif seelah disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa dan diterima mayoritas dua pertiga negara-negara pihak. (3) Ketika amandemen berlaku efektif, ia akan mengikat negara-negara yang mengetujuinya, negara-negara pihak lainnya yang masih terikat dengan ketentuan-ketentuan Protokol dan amandemen-amandemen yang disepakati. Pasal 17 (1) Protokol ini ditulis dalam bahasa Arab, China, Inggris, Prancis, Rusia, dan Spanyol memiliki keaslian yang sama, disimpan dalam arsip Perserikatan Bangsa-Bangsa. (2) Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengirimkan salinan Protokol ini yang resmi kepada semua negara pihak dan negara pihak konvensi dan negara-negara yang telah menandatangani konvensi.