UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

dokumen-dokumen yang mirip
PP 33/1948, PEMERINTAHAN MILITER DI DAERAH JAWA

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1946 No. 18 (18/1946) UANG, KEWAJIBAN MENYIMPAN UANG. Peraturan tentang kewajiban menyimpan uang dalam bank.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1958 TENTANG PENEMPATAN TENAGA ASING *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1946 TENTANG PENGADILAN TENTARA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG (UU) 1949 No. 2 (2/1949) Peraturan tentang kedudukan dan kekuasaan Wakil Perdana Menteri di Sumatra. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 1951 TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1960 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1952 TENTANG PENETAPAN "UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PINJAMAN DARURAT" SEBAGAI UNDANG- UNDANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1959 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PERMOHONAN GRASI

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 12. (12/1948) Peraturan tentang Undang-undang Kerja Tahun PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

UNDANG-UNDANG (UU) 1947 Nomer. 20. ) (20/1947) PENGADILAN. PERADILAN ULANGAN. Peraturan peradilan ulangan di Jawa dan Madura.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1946 TENTANG PERATURAN HUKUM ACARA PIDANA GUNA PENGADILAN TENTARA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 1948 TENTANG PENETAPAN HARGA BARANG-BARANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1992 TENTANG KEIMIGRASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1956 TENTANG PERATURAN-PERATURAN DAN TINDAKAN-TINDAKAN MENGENAI TANAH-TANAH PERKEBUNAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1948 TENTANG PERATURAN KECELAKAAN 1947 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1946 TENTANG PEMBAHARUAN KOMITE NASIONAL PUSAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENETAPAN UNDANG-UNDANG DARURAT TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG (UNDANG-UNDANG DARURAT NOMOR 17 TAHUN 1951) SEBAGAI UNDANG-UNDANG

UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 27. (27/1948) Dewan Perwakilan Rakyat dan pemilihan anggauta-anggautanya. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1950 TENTANG SUSUNAN, KEKUASAAN DAN JALAN PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1960 TENTANG PERMINTAAN DAN PELAKSANAAN BANTUAN MILITER PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSUNAN, KEKUASAAN DAN JALAN-PENGADILAN MAHKAMAH AGUNG INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 1947 TENTANG MAHKAMAH TENTARA DAERAH TERPENCIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI. Presiden Republik Indonesia,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1953 TENTANG PEMBERIAN ISTIRAHAT DALAM NEGERI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1947 INSTRUKSI UNTUK WALI-KOTA DISELURUH INDONESIA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Indeks: PETA. RAAD EN DIRECTORIUM VOOR HET MEET EN KAARTEERWEZEN DEWAN DAN DIREKTORIUM PENGUKURAN DAN PENGGAMBARAN PETA. PEMBUBARAN. PEMBENTUKAN.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DI ATASNYA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Berita Resmi Pemerintah Daerah Kotapraja Yogyakarta Triwulan ke IV Tahun Nomor: 4 Peraturan Daerah Kotapraja Yogyakarta Tahun 1960

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 240 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN NEGARA POS DAN TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 63/1948, PEMBATASAN PENGELUARAN BAHAN MAKANAN DAN TERNAK...

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 37 TAHUN 1948

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 75 TAHUN 1957 TENTANG VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN PERADILAN ULANGAN DI JAWA DAN MADURA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 1947 TENTANG PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DILUAR HADIR TERDAKWA. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1949 TENTANG PENGESAHAN PERATURAN WAKIL PERDANA MENTERI PENGGANTI PERATURAN PEMERINTAH

PERATURAN PEMERINTAH (PP) 1947 NO. 13) (13/1947) PERATURAN TENTANG ONGKOS JALAN UNTUK PEGAWAI NEGERI, YANG MELAKSANAKAN PERJALANAN DINAS.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1946 TENTANG PINJAMAN NASIONAL 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

HUKUMAN JABATAN Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1952 Tanggal 20 Februari 1952 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1979 TENTANG EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Mendengar : Dewan Menteri dalam rapatnya pada tanggal 15 Pebruari 1952; Memutuskan:

UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1981 TENTANG METROLOGI LEGAL [LN 1981/11, TLN 3193]

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1947 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN MAHKAMAH AGUNG DAN KEJAKSAAN AGUNG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERTURAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT GOTONG ROYONG REPUBLIK INDONESIA Peraturan Presiden Nomor 14 Tahun 1960 Tanggal 12 Juli 1960

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1963 TENTANG TELEKOMUNIKASI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1975 TENTANG PENGURUSAN, PERTANGGUNGJAWABAN DAN PENGAWASAN KEUANGAN DAERAH

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA (UUDRT) NOMOR 17 TAHUN 1951 (17/1951) TENTANG PENIMBUNAN BARANG-BARANG. Presiden Republik Indonesia,

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 2 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG WALIKOTA TANGERANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1947 TENTANG INSTRUKSI UNTUK WALIKOTA DISELURUH INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1961 TENTANG PENCABUTAN HAK-HAK ATAS TANAH DAN BENDA-BENDA YANG ADA DIATASNYA

PERATURAN PENGUASA PERANG TERTINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1960 TENTANG PENGHENTIAN SEMENTARA SEGALA KEGIATAN-KEGIATAN POLITIK

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 60 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN TUGAS KEWAJIBAN KEMENTERIAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I

PERATURAN DAERAH KOTAPRAJA YOGYAKARTA (PERDA KOTA YOGYAKARTA) Nomor 7 Tahun 1953 (7/1953)

UNDANG-UNDANG DARURAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1957 TENTANG PERATURAN PAJAK DAERAH. Presiden Republik Indonesia,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1948 TENTANG UNDANG-UNDANG POKOK TENTANG PEMERINTAHAN DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Pelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati

PENGENAAN TAMBAHAN OPSENTEN ATAS BENSIN DAN SEBAGAINYA (Undang-Undang Darurat Nomor 21 Tahun 1951 Tanggal 29 September 1951)

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR : PER.03/MEN/1985 T E N T A N G KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PEMAKAIAN ASBES

Tentang: VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA *) VETERAN PEJUANG KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 1947 TENTANG PERATURAN MAHKAMAH TENTARA SEMENTARA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1961 TENTANG MEREK PERUSAHAAN DAN MEREK PERNIAGAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1947 TENTANG MENGURUS BARANG-BARANG YANG DIRAMPAS DAN BARANG-BARANG BUKTI.

ORDONANSI UAP 1930 (Stoom Ordonnantie 1930) S , s.d.u. dg. S terakhir s.d.u. dg. S

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 1951 TENTANG PERATURAN TATA TERTIB PANITYA PENYELESAIAN PERSELISIHAN PERBURUHAN PUSAT

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1959 TENTANG PELAKSANAAN TUGAS BADAN PENGAWAS KEGIATAN APARATUR NEGARA

PERATURAN PEMERINTAHREPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 1961 TENTANG PENDIRIAN PERUSAHAAN KEHUTANAN NEGARA JAWA TENGAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

UNDANG-UNDANG 1946 NOMOR 22 TENTANG PENCATATAN NIKAH, NIKAH, TALAK DAN RUJUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA.

UNDANG-UNDANG (STOOM ORDONNANTIE) VERORDENING STOOM ORDONNANTIE 1930 ATAU DENGAN KATA DALAM BAHASA INDONESIA UNDANG-UNDANG UAP TAHUN 1930.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1995 TENTANG KOMISI BANDING MEREK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1946 TENTANG KEADAAN BAHAYA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa perlu diadakan peraturan yang dapat menjamin keselamatan Negara Republik Indonesia dalam menghadapi keadaan bahaya. Mengingat: Pasal 12 Undang-Undang Dasar. Mengingat pula: Akan pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Dasar, pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang Dasar serta Maklumat Wakil Presiden Republik Indonesia tertanggal 16 Oktober 1945 Nomor X. Dengan persetujuan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat; MEMUTUSKAN: Menetapkan peraturan sebagai berikut: UNDANG-UNDANG KEADAAN BAHAYA Pasal 1 (1) Presiden dapat menyatakan seluruh atau sebagian dari daerah Negara Republik Indonesia berada dalam keadaan bahaya. (2) Keadaan bahaya dinyatakan, jika terjadi: a. serangan; b. bahaya serangan; c. pemberontakan atau perusuhan, hingga dikhawatirkan pemerintah sipil tidak sanggup menjalankan pekerjaannya; d. bencana alam. (3) Dalam pernyataan keadaan bahaya diterangkan sebab-sebabnya seperti yang dimaksudkan dalam ayat 2. 1 / 7

Pasal 2 (1) Pernyataan keadaan bahaya disahkan dengan Undang-undang. (2) Pernyataan tersebut disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Badan Pekerja Komite Nasional Pusat) pada hari pengumumannya untuk mendapat pengesahan. (3) Dengan tidak mengurangi yang dimaksudkan dalam pasal 1 peraturan-peraturan dalam Undang-undang ini berlaku sejak hari pernyataan, dengan tidak menunggu pengesahan. (4) Penghapusan keadaan bahaya dinyatakan oleh Presiden dan hal itu disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (Badan Pekerja Komite Nasional Pusat) pada hari pengumumannya, untuk mendapat pengesahan. Pasal 3 (1) Setelah pernyataan keadaan bahaya dilakukan untuk sebagian maupun untuk seluruh Daerah Negara, maka kekuasaan yang menjalankan peraturan-peraturan dalam Undang-undang ini, ialah suatu Dewan Pertahanan Negara yang terdiri dari: a. Perdana-Menteri, Menteri Pertahanan, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, Menteri Kemakmuran dan Menteri Perhubungan. b. Panglima Besar. c. 3 wakil-wakil organisasi rakyat. (2) Dewan Pertahanan Negara bertanggung jawab kepada Dewan Menteri. (3) Anggauta-anggauta Dewan Pertahanan Negara sub a dan b menjadi anggauta karena jabatannya, anggauta sub c diangkat oleh Presiden, setelah mendengar organisasi-organisasi rakyat. (4) Ketua Dewan Pertahanan Negara ialah Perdana Menteri, Wakil Ketuanya Menteri Pertahanan. Pasal 4 (1) Jika seluruh negara dinyatakan dalam keadaan bahaya, maka di tiap-tiap Karesidenan dibentuk suatu Dewan Pertahanan Daerah. (2) Jika hanya sebagian atau beberapa bagian dari negara dinyatakan dalam keadaan bahaya, di bagianbagian itu saja diadakan Dewan Pertahanan Daerah. (3) Dewan Pertahanan Daerah terdiri dari: a. Residen dan 2 anggauta Badan Executief dari Badan Perwakilan Rakyat Daerah Karesidenan; b. Komandan Tentara tertinggi dalam daerah itu; c. 3 wakil organisasi rakyat di daerah itu. (4) Residen dan Komandan menjadi anggauta karena jabatannya dan anggauta-anggauta lainnya diangkat oleh Ketua Dewan Pertahanan Daerah atas usul Dewan Perwakilan Daerah, dan disahkan oleh Ketua Dewan Pertahanan Negara. (5) Ketua Dewan Pertahanan Daerah ialah Residen, Wakil Ketuanya, Komandan tersebut dalam ayat 3 sub b. (6) Dewan Pertahanan Daerah menerima perintah dari, dan bertanggung jawab kepada Dewan Pertahanan Negara. 2 / 7

Pasal 5 (1) Jika dalam suatu Karesidenan terjadi hal-hal yang tersebut dalam pasal 1 ayat 2, sedang perhubungan antara Pemerintah Karesidenan dengan Pemerintah Pusat terputus sehingga Pemerintah Karesidenan tidak dapat menyampaikan hal-hal itu kepada Pemerintah Pusat, maka Residen bersama-sama dengan pemimpin Tentera tertinggi di daerah itu dan Badan Executief dari Badan Perwakilan Rakyat Daerah Karesidenan tersebut, dapat menyatakan daerah itu dalam keadaan bahaya. (2) Pernyataan tersebut berlaku pada hari pengumumannya. (3) Segera sesudah perhubungan baik kembali Residen harus memberitahukan pernyataan keadaan bahaya tersebut kepada Pemerintah Pusat disertai dengan alasan-alasannya untuk disahkan dengan Undangundang. (4) Peraturan-peraturan dalam ayat 1, 2 dan 3, pasal ini, hanya berlaku untuk daerah di luar pulau Jawa. (5) Semua aturan-aturan dalam Undang-undang ini berlaku untuk daerah yang dimaksudkan dalam pasal ini. Pasal 6 Selama perhubungan terputus Dewan Pertahanan Daerah termaksud dalam pasal 5 mempunyai hak-hak Dewan Pertahanan Negara. Pasal 7 (1) Dalam Keadaan Bahaya Kekuasaan membentuk Undang-undang tetap ditangan Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat. (2) Dewan Pertahanan Negara berhak menetapkan peraturan yang mempunyai kekuasaan sama dengan Undang-undang dalam daerah yang berada dalam keadaan bahaya dengan alasan yang dimaksud dalam pasal 1 ayat 2 sub a. (3) Dalam waktu selambat-lambatnya 10 hari, peraturan tersebut dimintakan persetujuan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pasal 8 Dewan Pertahanan Negara berhak membatasi atau menghapuskan kemerdekaan berserikat dan berkumpul atau kemerdekaan mengeluarkan pikiran, menurut aturan-aturan yang ditetapkan olehnya. Pasal 9 Dewan Pertahanan Negara berhak membatasi atau melarang pencetakan atau pengumuman menurut aturanaturan yang ditetapkan olehnya. Pasal 10 Dewan Pertahanan Negara berhak membatasi atau melarang pengiriman berita, dengan perantaraan pos, tilpon, tilgram dan radio menurut aturan-aturan yang ditetapkan olehnya. Pasal 11 (1) Aturan-aturan yang dimaksud dalam pasal 7, 8 dan 9 berlaku selama-lamanya 3 bulan. 3 / 7

(2) Memperpanjang waktu berlakunya aturan-aturan tersebut diatur dengan Undang-undang. Pasal 12 (1) Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak menahan seseorang selama-lamanya 15 hari. (2) Dalam 3 hari setelah ditahan, maka orang itu harus diperiksa. (3) Alasan-alasan penahanan serta turunan surat-surat pemeriksaan selekas-lekasnya dikirimkan kepada Kejaksaan Agung. Pasal 13 Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak menyuruh atau melarang seseorang atau segerombolan orang meninggalkan sesuatu daerah, dengan jaminan perumahan dan makanan. Pasal 14 Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak membatasi atau melarang perhubungan dengan alat kendaraan darat, laut atau udara. Pasal 15 Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak membatasi atau melarang pengeluaran, pemasukan, pemakaian atau perdagangan senjata api disesuatu daerah. Pasal 16 (1) Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak melakukan pemeriksaan dalam tempat-tempat milik seseorang dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan bahaya. (2) Dalam hal tersebut dalam ayat (1) yang bersangkutan diwajibkan memberikan bantuannya untuk memudahkan jalannya pemeriksaan tersebut. Pasal 17 (1) Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak menggunakan barang, tanah, bangunan dan perusahaan, kepunyaan partikulir atau yang dikuasai oleh Jawatan Negeri. (2) Jumlah kerugian penggunaan tersebut ditetapkan oleh sebuah panitya terdiri dari beberapa ahli. (3) Orang-orang yang karena rumahnya digunakan tidak mempunyai kediaman lagi, diberi kediaman lain. (4) Orang-orang yang bekerja di perusahaan yang digunakan menurut ayat (1), harus tetap bekerja, sedangkan upahnya dijamin dari semula. Pasal 18 Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak melarang segala perubahan bentuk tanah, bangunan, perusahaan atau perubahan tentang hak-hak yang ada diatasnya. 4 / 7

Pasal 19 (1) Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak menutup atau membatasi waktu-buka balai pertemuan, rumah bola, rumah makan dan lain-lain tempat penghiburan. (2) Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak mengadakan jam malam. Pasal 20 (1) Di dalam daerah yang dinyatakan dalam keadaan bahaya, Polisi, pembantu polisi, barisan pemadam api dan Penjaga Bahaya Udara, dianggap sebagai tentera. (2) Menganggap golongan atau jawatan lain dari pada yang tersebut dalam ayat (1) sebagai tentera, harus diatur dengan Undang-undang. Pasal 21 Berhubung dengan alasan-alasan yang dimaksudkan dalam pasal 1 ayat 2, maka ditetapkan: 1. Jika yang menjadi alasan keadaan bahaya adalah yang disebutkan dalam sub b, maka pasal 18 dari Undang-undang ini tidak berlaku. 2. Jika yang menjadi alasan keadaan bahaya adalah yang disebutkan dalam sub c, maka pasal 17 dan pasal 18 dari Undang-undang ini tidak berlaku. 3. Jika yang menjadi alasan keadaan bahaya adalah yang disebutkan dalam sub d, maka pasal-pasal 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16 dan 19 dari Undang-undang ini tidak berlaku. Pasal 22 (1) Jika seseorang dalam pelaksanaan pasal-pasal 8 sampai 19 merasa diperlakukan melampaui batas, ia atau orang lain berhak mengadu dengan lisan atau surat kepada Ketua Pengadilan Negara pada tempat itu. (2) Pengaduan dengan surat itu dapat dilakukan dengan tidak ditanda tangani. (3) Pengaduan-pengaduan itu diperiksa selambat-lambatnya dalam 5 hari sesudah menerimanya. (4) Jikalau dalam pemeriksaan itu terbukti kebenaran pengaduan, perkara harus diadili selambat-lambatnya dalam waktu 2 bulan. Pasal 23 (1) Jika seseorang dalam pelaksanaan pasal-pasal 16, 17, 18 dan 19 merasa menderita kerugian benda, ia atau wakilnya berhak mengadu kepada panitya yang diadakan oleh Dewan Pertahanan Negara. (2) Panitya tersebut menetapkan besarnya kerugian yang diderita dan kedua pihak tunduk pada putusan panitya itu. Pasal 24 (1) Dewan Pertahanan Negara (Daerah) berhak memaksa, sekalipun dengan kekerasan agar Undangundang ini atau peraturan-peraturan yang ditetapkan berdasar atas Undang-undang ini di-indahkan serta dipenuhi. (2) Jika untuk melakukan tindakan tersebut di atas Pemerintah terpaksa mengeluarkan ongkos maka 5 / 7

pelanggar-pelanggar itu dapat diharuskan memikul ongkos-ongkos tersebut. Pasal 25 Jawatan-jawatan pemerintahan sipil dengan segenap pegawainya tunduk pada perintah yang dikeluarkan oleh Dewan Pertahanan Negara (Daerah) menurut peraturan yang disusun oleh Presiden. Pasal 26 (1) Segala sesuatu yang harus diatur untuk menjalankan Undang-undang ini ditetapkan oleh Dewan Pertahanan Negara. (2) Sebelum terbentuknya Dewan Pertahanan Negara, segala sesuatu yang harus diatur untuk menjalankan Undang-undang ini ditetapkan oleh Presiden. Pasal 27 (1) Hukuman yang setinggi-tingginya, dapat ditetapkan untuk perkara-perkara yang mengenai peraturanperaturan dalam Undang-undang dan peraturan-peraturan oleh Dewan Pertahanan Negara (Daerah), ialah: a) 3 bulan hukuman kurungan. b) 20 tahun hukuman penjara. c) f 50.000,- hukuman denda. (2) Barang-barang yang langsung bersangkutan dengan pelanggaran, baik milik pelanggar peraturan, maupun milik orang lain, boleh dirampas atau dirusak. Pasal 28 (1) Undang-undang ini disebut "Undang-undang keadaan bahaya". (2) Undang-undang ini berlaku sejak hari pengumumannya. Ditetapkan Di Yogyakarta, Pada Tanggal 6 Juni 1946 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Ttd. SOEKARNO MENTERI PERTAHANAN, Ttd. AMIR SJARIFOEDIN 6 / 7

Diumumkan Pada Tanggal 6 Juni 1946 SEKRETARIS NEGARA, Ttd. A.G. PRINGGODIGDO 7 / 7