BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

dokumen-dokumen yang mirip
Golongan 6 = truk 2 as Golongan 7 = truk 3 as Golongan 8 = kendaraan tak bermotor

III. PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN RAYA A. JENIS KENDARAAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) tahun 1997, ruas jalan

Outline. Klasifikasi jalan Dasar-dasar perencanaan geometrik Alinemen horisontal Alinemen vertikal Geometri simpang

terjadi, seperti rumah makan, pabrik, atau perkampungan (kios kecil dan kedai

di kota. Persimpangan ini memiliki ketinggian atau elevasi yang sama.

5/11/2012. Civil Engineering Diploma Program Vocational School Gadjah Mada University. Nursyamsu Hidayat, Ph.D. Source:. Gambar Situasi Skala 1:1000

tidak berubah pada tanjakan 3% dan bahkan tidak terlalu

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN DI JALAN SUMPAH PEMUDA KOTA SURAKARTA (Study kasus : Kampus UNISRI sampai dengan Kantor Kelurahan Mojosongo) Sumina

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI) 1997, jalan perkotaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terbaru (2008), Evaluasi adalah penilaian. pelayanan adalah kemampuan ruas jalan dan/atau persimpangan untuk

BAB III LANDASAN TEORI. kapasitas. Data volume lalu lintas dapat berupa: d. Arus belok (belok kiri atau belok kanan).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

PENGARUH HAMBATAN SAMPING TERHADAP KINERJA RUAS JALAN RAYA SESETAN

TUGAS REKAYASA LALU LINTAS (RESUME ANALISIS KINERJA JALAN BEBAS HAMBATAN)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Perencanaan Geometrik & Perkerasan Jalan PENDAHULUAN

yang menerus pada sisi manapun, meskipun mungkin terdapat perkembangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

NOTASI ISTILAH DEFINISI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. transportasi darat memiliki fungsi sangat mendasar yaitu : 1. membantu pertumbuhan ekonomi nasional,

BAB III METODOLOGI. Pada bagian berikut ini disampaikan Bagan Alir dari Program Kerja.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bertujuan untuk bepergian menuju arah kebalikan (Rohani, 2010).

BAB 2 TINJAUAN KEPUSTAKAAN. titik pada jalan per satuan waktu. Arus lalu lintas dapat dikategorikan menjadi dua

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karakteristik suatu jalan akan mempengaruhi kinerja jalan tersebut.

II. TINJAUAN PUSTAKA. kecepatan bebas ruas jalan tersebut mendekati atau mencapai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kebutuhan pengguna jalan dalam berlalu lintas. Menurut peranan pelayanan jasa

tertentu diluar ruang manfaat jalan.

BAB III LANDASAN TEORI. hal-hal yang mempengaruhi kriteria kinerja lalu lintas pada suatu kondisi jalan

II. TINJAUAN PUSTAKA. meskipun mungkin terdapat perkembangan permanen yang sebentar-sebentar

BAB III LANDASAN TEORI. manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994).

LAMPIRAN A (Hasil Pengamatan)

III. METODOLOGI PENELITIAN. yang dibutuhkan yang selanjutnya dapat digunakan untuk dianalisa sehingga

EVALUASI KINERJA RUAS JALAN IR. H. JUANDA, BANDUNG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TNJAUAN PUSTAKA. Menurut Manual Kapasitas Jalan Indonesia (1997) karakteristik geometrik

ANALISIS KAPASITAS, TINGKAT PELAYANAN, KINERJA DAN PENGARUH PEMBUATAN MEDIAN JALAN. Adhi Muhtadi ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Motto dan Persembahan ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KARAKTERISTIK ARUS LALU LINTAS TERHADAP PERGERAKAN KENDARAAN BERAT (Studi Kasus : Ruas Jalan By Pass Bukittinggi Payakumbuh)

BAB II LANDASAN TEORI. permukaan air, terkecuali jalan kereta, jalan lori, dan jalan kabel. (UU No. 38

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. lori, dan jalan kabel (Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006).

BAB III LANDASAN TEORI

KAPASITAS JALAN LUAR KOTA

EVALUASI KINERJA JALAN SEBAGAI PARAMETER KEMACETAN SIMPANG EMPAT PINGIT YOGYAKARTA

BAB III LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian atau

III. METODOLOGI PENELITIAN

STUDI KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN JALAN TOL RUAS PASTEUR BAROS

Analisis Kapasitas Ruas Jalan Raja Eyato Berdasarkan MKJI 1997 Indri Darise 1, Fakih Husnan 2, Indriati M Patuti 3.

BAB III LANDASAN TEORI. (termasuk mobil penumpang, kopata, mikro bus, pick-up dan truck kecil. sesuai sitem klasifikasi Bina Marga).

xxi DAFTAR DEFINISI, ISTILAH DAN SIMBOL Ukuran kinerja umum NOTASI ISTILAH DEFINISI

DAFTAR ISTILAH. lingkungan). Rasio arus lalu lintas (smp/jam) terhadap kapasitas. (1) Kecepatan rata-rata teoritis (km/jam) lalu lintas. lewat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Jalan. Jalan secara umum adalah suatu lintasan yang menghubungkan lalu lintas

BAB III METODOLOGI. Bagan alir dalam penulisan tugas akhir ini terdiri dari :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Ketika berkendara di dalam kota, orang dapat melihat bahwa kebanyakan

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN DAN MOBILITAS KENDARAAN PADA JALAN PERKOTAAN (STUDI KASUS JALAN PERINTIS KEMERDEKAAN)

KRITERIA PERANCANGAN GEOMETRIK JALAN ANTAR KOTA

STUDI PARAMETER LALU LINTAS DAN KINERJA JALAN TOL RUAS MOHAMMAD TOHA BUAH BATU

sementara (Direktorat Jenderal Perhubungan Darat, 1996).

ANALISIS KAPASITAS JALAN TERHADAP KEMACETAN

TINJAUAN PUSTAKA. Kinerja atau tingkat pelayanan jalan menurut US-HCM adalah ukuran. Kinerja ruas jalan pada umumnya dapat dinyatakan dalam kecepatan,

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut MKJI (1997) ruas Jalan, kadang-kadang disebut juga Jalan raya

BAB III LANDASAN TEORI

DAFTAR ISTILAH KARAKTERISTIK LALU LINTAS. Arus Lalu Lintas. UNSUR LALU LINTAS Benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari lalu lintas.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. jalan. Kemacetan banyak terjadi di kota-kota besar, terutamanya yang tidak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA RUAS JALAN MENURUT MKJI 1997 ( Studi Kasus : Jalan Sulawesi Denpasar, Bali ) Oleh : Ngakan Putu Ari Kurniadhi NPM.

PERENCANAAN JEMBATAN LAYANG UNTUK PERTEMUAN JALAN MAYOR ALIANYANG DENGAN JALAN SOEKARNO-HATTA KABUPATEN KUBU RAYA

EVALUASI TINGKAT PELAYANAN RAMP SIMPANG SUSUN BAROS

Kata kunci : Tingkat Kinerja, Manajemen Simpang Tak Bersinyal.

MANUAL KAPASITAS JALAN INDONESIA. From : BAB 5 (MKJI) JALAN PERKOTAAN

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI Penentuan Fasilitas Penyeberangan Tidak Sebidang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA JALAN KOMYOS SUDARSO PONTIANAK

II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menyebabkan kapasitas terganggu pada semua arah.

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMBANG, NOTASI DAN SINGKATAN DAFTAR LAMPIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kuantitatif yang menerangkan kondisi operasional fasilitas simpang dan secara

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

Kata Kunci : Kinerja Ruas Jalan, Derajat Kejenuhan, Tingkat Pelayanan, Sistem Satu Arah

BAB II STUDI PUSTAKA

STUDI KAPASITAS, KECEPATAN DAN DERAJAT KEJENUHAN PADA JALAN LEMBONG, BANDUNG MENGGUNAKAN METODE MKJI 1997

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi Penelitian terletak di Kotamadya Denpasar yaitu ruas jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut ( Suryadarma H dan Susanto B., 1999 ) bahwa di dalam

BAB II STUDI PUSTAKA II - 1

BAB III LANDASAN TEORI. A. Simpang Jalan Tak Bersinyal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Transkripsi:

BAB 3 PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN 3.1. Kendaraan Rencana Kendaraan rencana adalah kendaraan yang merupakan wakil dari kelompoknya. Dalam perencanaan geometrik jalan, ukuran lebar kendaraan rencana akan mempengaruhi lebar lajur yang dibutuhkan. Sifat membelok kendaraan akan mempengaruhi perencanaan tikungan, dan lebar median dimana mobil diperkirakan memutar (U turn). Daya kendaraan akan mempengaruhi kelandaian yang dipilih, dan tingggi tempat duduk pengemudi akan mempengaruhi jarak pandangan pengemudi. Kendaraan rencana yang akan dipilih sebagai dasar perancanaan geometrik ditentukan oleh fungsi jalan dan jenis kendaraan dominan yang memakai jalan tersebut. Pertimbangan biaya tentu juga menentukan kendaraan rencana yang dipilih sebagai kriteria perencanaan. Klasifikasi kendaraan rencana menurut Bina Marga dibagi menjadi : 1. Kendaraan Ringan / Kecil (LV) Kendaraan ringan / kecil adalah kendaraan bermotor ber as dua dengan empat roda dengan jarak as 2,0 3,0 m (meliputi : mobil penumpang, oplet, mikrobus, pick up, dan truk kecil) 2. Kendaraan Sedang (MHV) Kendaraan bermotor dengan dua gandar, dengan jarak 3,5 5,0 m (termasuk bus kecil, truk dua as dengan enam roda, sesuai sistem klasifikasi Bina Marga). 3. Kendaraan Berat / Besar (LB LT) a) Bus Besar (LB) Bus dengan dua atau tiga gandar dengan jarak as 5,0 6,0 m. b) Truk Besar (LT) Truk tiga gandar dan truk kombinasi tiga, jarak gandar (gandar pertama ke kedua) > 3,5 m. 4. Sepeda Motor (MC) 52

Kendaraan Bermotor dengan 2 atau 3 roda (meliputi : sepeda motor dan kendaraan roda 3. 5. Kendaraan Tak Bermotor (UM) Kendaraan dengan roda yang digerakkan oleh orang atau hewan (meliputi : sepeda, becak, kereta kuda, dan kereta dorong). Kendaraan tak bermotor tidak dianggap sebagai bagian dari arus lalu lintas tetapi sebagai unsur hambatan samping. Tabel 3.1 Dimensi Kendaraan Rencana Sumber : TPGJAK 97 Gambar 3.1. Dimensi Kendaraan Kecil (Sumber TPGJAK) Gambar 3.2. Dimensi Kendaraan Sedang (Sumber TPGJAK) 53

Gambar 3.3. Dimensi Kendaraan Besar (Sumber TPGJAK) 3.2. Kecepatan Rencana Kecepatan Rencana (V R ), adalah kecepatan rencana pada suatu ruas jalan yang dipilih sebagai dasar perencanaan geometrik jalan yang memungkinkan kendaraan-kendaraan bergerak secara aman dan nyaman dalam kondisi cuaca cerah, lalu-lintas yang lengang, dan hambatan samping jalan yang tidak berarti. Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kecepatan rencana adalah : Keadaan terrain, apakah datar, berbukit atau gunung. Untuk menghemat biaya tentu saja perencanaan sepantasnya disesuaikan dengan keadaan medan. Sebaliknya fungsi jalan seringkali menuntut perancanaan jalan tidak sesuai dengan kondisi medan dan sekitarnya. Hal ini menyebabkan tingginya volume pekerjaan tanah. Keseimbangan antara fungsi jalan dan keadaan medan akan menentukan biaya pembangunan jalan tersebut. Kecepatan rencana daerah datar lebih besar dari daerah perbukitan dan kecepatan di daerah perbukitan lebih besar dari daerah pegunungan. Sifat dan tingkat pengggunaan daerah. Kecepatan rencana yang diambil akan lebih besar untuk jalan luar kota daripada di daerah kota. Jalan raya dengan volume tinggi dapat direncanakan dengan kecepatan tinggi, karena penghematan biaya operasi kendaraan dan biaya operasi lainnya dapat mengimbangi tambahan biaya untuk pembebasan tanah dan konstruksi. Tetapi sebaliknya jalan raya dengan volume lalu lintas rendah tidak dapat direncanakan dengan kecepatan rendah, karena pengemudi memilih kecepatan bukan berdasarkan volume lalu lintas saja, tetapi juga berdasarkan batasan fisik. Perbedaan kecepatan rencana yang dipilih di sepanjang jalan tidak 54

boleh terlalu besar dan tidak dalam jarak yang pendek. Untuk kondisi medan yang sulit, VR suatu segmen jalan dapat diturunkan dengan syarat bahwa penurunan tersebut tidak lebih dari 20 km/jam. V R untuk masing-masing fungsi jalan dapat dilihat pada tabel ini. Tabel 3.2 Kecepatan Rencana (VR), sesuai klasifikasi fungsi dan klasifikasi medan jalan. Sumber : TPGJAK 97 3.3. Volume Lalu Lintas Volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satuan waktu (hari, jam, menit). Volume lalu lintas yang tinggi membutuhkan lebar perkerasan jalan yang lebih lebar, sehingga tercipta kenyamanan dan keamanan. Sebaliknya jalan yang terlalu lebar untuk volume lalu lintas rendah cenderung membahayakan, karena pengemudi cenderung mengemudikan kendaraannya pada kecepatan yang lebih tinggi sedangkan kondisi jalan belum tentu memungkinkan. Dan disamping itu mengakibatkan peningkatan biaya pembangunan jalan yang tidak pada tempatnya. Satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar lajur adalah : 1. Lalu Lintas Harian Rata-Rata Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume lalu lintas rata-rata dalam satu hari. Dari cara memperoleh data tersebut dikenal 2 jenis Lalu Lintas Harian Rata-Rata, yaitu Lalu Lintas Harian Rata-Rata Tahunan (LHRT) dan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR). 55

LHRT adalah jumlah lalu lintas kendaraan rata-rata yang melewati satu jalur jalan selama 24 jam dan diperoleh dari data selama satu tahun penuh. (3.1) LHRT dinyatakan dalam SMP/ hari/ 2 arah atau kendaraan/ hari/ 2 arah untuk jalan 2 jalur 2 arah, SMP/ hari/ 1 arah untuk jalan berjalur banyak dengan median. Untuk dapat menghitung LHRT harus tersedia jumlah kendaraan yang terus-menerus selama 1 tahun penuh. Mengingat biaya yang diperlukan serta tak semua tempat di Indonesia mempunyai data volume lalu lintas selama 1 tahun, maka dapat dipergunakan satuan Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR). LHR adalah hasil bagi jumlah kendaraan yang diperoleh selama pengamatan dengan lamanya pengamatan. (3.2) Data LHR ini cukup teliti jika : Pengamatan dilakukan pada interval-interval waktu yang cukup menggambarkan fluktuasi arus lalu lintas selama 1 tahun. Hasil LHR yang dipergunakan adalah harga rata-rata dari perhitungan LHR beberapa kali. Pada umumnya lalu lintas pada jalan raya terdiri dari kendaraan berat, sedang, ringan, dan kendaraan tidak bermotor, maka dalam hubungannya dengan kapasitas jalan mengakibatkan adanya pengaruh dari setiap jenis kendaraan tersebut terhadap keseluruhan arus lalu lintas. Pengaruh ini diperhitungkan dengan mengekuivalenkan terhadap kendaraan standar. Faktor mobil penumpang (emp) yang digunakan untuk menilai setiap kendaraan terhadap kendaraan standar didasarkan pada peraturan perancanaan geometrik menurut Bina Marga dengan menggunakan kendaraan penumpang sebagai kendaraan standar. Maka dengan demikian satuan LHR dinyatakan dengan satuan mobil penumpang (smp). 56

Nilai emp didefinisikan : faktor konversi berbagai jenis kendaraan dibandingkan dengan mobil penumpang (kendaraan ringan lainnya) sehubungan dengan perilaku lalu-lintas. Tabel 3.3 Ekivalen mobil penumpang (emp) Sumber : TPGJAK 97 2. Volume Jam Rencana (VJR) LHR dan LHRT tidak dapat memberikan gambaran tentang fluktuasi arus lalu lintas lebih dari 24 jam. LHR dan LHRT ini tidak dapat memberikan gambaran perubahan-perubahan yang terjadi pada berbagai jam dalam hari, yang nilainya bervariasi antara 0-100% LHR. Oleh karena itu LHR atau LHRT tidak dapat langsung digunakan dalam perencanaan geometrik. Arus lalu lintas bervariasi dari jam ke jam dalam satu hari, maka sangatlah cocok jika volume lalu lintas dalam 1 jam dipergunakan untuk perencanaan. Volume dalam satu jam yang dipakai untuk perencanaan dinamakan Volume Jam Rencana (VJR). Volume 1 jam yang dapat dipergunakan sebagai VJR harus sedemikian rupa sehinggga : Volume tersebut tidak boleh terlalu sering terdapat pada distribusi arus lalu lintas setiap jam untuk periode satu tahun. Apabila terdapat volume arus lalu lintas per jam melebihi volume perencanaan, maka kelebihan tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang terlalu besar. 57

Volume tersebut tidak boleh mempunyai nilai yang sangat besar, sehingga akan mengakibatkan jalan akan lengang dan biayanya pun mahal. VJR didefinisikan : prakiraan volume lalu-lintas pada jam sibuk tahun rencana lalu-lintas, dinyatakan dalam smp/jam, dihitung dengan rumus :...(3.3) dimana K (disebut faktor K), adalah faktor volume lalu lintas jam sibuk, dan F (disebut faktor F), adalah faktor variasi tingkat lalu lintas perseperempatjam dalam satu jam. Tabel 3.4 Penentuan Faktor-K dan Faktor F berdasarkan VLHR Sumber : TPGJAK 97 3.4. Kapasitas Kapasitas adalah jumlah kendaraan maksimum yang dapat melewati suatu penampang jalan pada jalur jalan selama 1 jam dengan kondisi serta arus lalu-lintas tertentu. Perbedaan antara VJR dan kapasitas adalah VJR menunjukkan jumlah arus lalu-lintas yang direncanakan akan melintasi suatu penampang jalan selama satu jam, sedangkan kapasitas menunjukkan jumlah arus lalu lintas yang maksimum dapat melewati penampang tersebut 1 jam sesuai dengan kondisi jalan (sesuai dengan lebar lajur, kebebasan samping, kelandaian, dll). 58

3.5. Tingkat Pelayanan Jalan Lebar dan jumlah lajur yang dibutuhkan tidak dapat direncanakan dengan baik walaupun VJR/ LHR telah ditentukan. Hal ini disebabkan karena tingkat kenyamanan dan keamanan yang akan diberikan oleh jalan rencana belum ditentukan. Lebar lajur yang akan diberikan akan lebih lebar jika pelayanan dari jalan diharapkan lebih tinggi. Kebebasan bergerak yang dirasakan oleh pengemudi akan lebih baik pada jalan-jalan dengan kebebasan samping yang memadai, tetapi hal tersebut tentu saja menuntut daerah manfaat jalan yang lebih lebar pula. Tingkat pelayanan jalan merupakan kondisi gabungan yang ditunjukkan dari hubungan antara V/C seperti ditunjukkan pada gambar 3.4. Highway Capacity Manual membagi tingkat pelayanan jalan atas 6 keadaan : Tingkat Pelayanan A, dengan ciri-ciri : Arus lalu lintas bebas tanpa hambatan Volume dan kepadatan lalu lintas rendah Kecepatan kendaraan merupakan pilihan pengemudi Tingkat Pelayanan B, dengan ciri-ciri : Arus lalu lintas stabil Kecepatan mulai dipengaruhi oleh keadaan lalu lintas tetapi dapat dipilih sesuai kehendak pengemudi Tingkat Pelayanan C, dengan ciri-ciri : Arus lalu lintas masih stabil Kecepatan perjalanan dan kebebasan bergerak sudah dipengaruhi oleh besarnya volume lalu lintas sehingga pengemudi tidak dapat lagi memiliki kecepatan yang diinginkan Tingkat Pelayanan D, dengan ciri-ciri : Arus lalu lintas sudah mulai tidak stabil Perubahan volume lau lintas sangat mempengaruhi besarnya kecepatan perjalanan 59

Tingkat Pelayanan E, dengan ciri-ciri : Arus lalu lintas sudah tidak stabil Volume kira-kira sama dengan kapasitasnya Sering terjadi kemacetan Tingkat Pelayanan F, dengan ciri-ciri : Arus lalu lintas tertahan pada kecepatan rendah Sering terjadi kemacetan Arus lalu lintas rendah Gambar 3.4. Tingkat Pelayanan Jalan Sumber : Silvia Sukirman, Dasar-dasar Perencanaan Geometrik Batasan nilai dari setiap tingkat pelayanan jalan dipengaruhi oleh fungsi jalan dan dimana jalan tersebut berada. Jalan tol yang berada di luar kota tentu saja dikehendaki dapat melayani kendaraan dengan kecepatan tinggi dan memberikan ruang bebas bergerak selama umur rencana jalan tersebut. Jalan kolektor sekunder yang berada di dalam kota dapat saja direncanakan untuk tingkat pelayanan E pada akhir umur rencana dan dengan kecepatan yang lebih rendah daripada jalan kota. 3.6. Kondisi Lingkungan Kondisi lingkungan dalam perencanaan jalan menjadi pertimbangan tersendiri. Pada kondisi curah hujan yang tinggi, maka harus didesain saluran drainase yang bisa menampung debit air yang mengalir di permukaan jalan dan daerah sekitarnya. 60

Pembangunan jalan juga membawa dampak yang tidak menguntungkan bagi lingkungan, seperti emisi gas buang dari kendaraan. Emisi gas buangan dan kebisingan berhubungan erat dengan volume lalu-lintas dan kecepatan. Pada volume lalu lintas yang tetap, emisi ini berkurang dengan berkurangnya kecepatan sepanjang jalan tersebut tidak macet. Saat volume lalu-lintas mendekati kapasitas (derajat kejenuhan > 0,80), kondisi arus tersendat berhenti dan berjalan yang disebabkan oleh kemacetan menyebabkan bertambahnya emisi gas buangan dan juga kebisingan jika dibandingkan dengan kriteria lalu-lintas yang stabil. Alinemen yang tidak baik, seperti tikungan tajam dan kelandaian curam, menambah emisi gas buangan dan kebisingan. Perubahan tataguna lahan akibat adanya jalan, keberadaan jalan akan mempengaruhi tata guna lahan di kawasan di sepanjang pinggir jalan tersebut. Dengan adanya jalan maka kecenderungannya akan terjadi daerah-daerah pengembangan baru, seperti daerah pemukiman, perdagangan dan lainnya. Jalan yang melewati daerah lindung sebaiknya direncanakan dengan diiringi perangkat perundangan yang mengatur tata guna lahan di sekitarnya. 3.7. Pertimbangan Ekonomi Dalam proses pemilihan tipe jalan dan penampang melintang jalan baru, yang paling ekonomis berdasarkan analisis biaya siklus hidup (BSH). BSH diperoleh dari berbagai anggapan yang digunakan oleh Bina Marga, yaitu : umur, laju pertumbuhan lalu lintas, suku bunga dan tujuan dari pembina jalan. Seluruh biaya juga sudah diperhitungkan : Biaya pemakaian jalan yang relevan : operasi kendaraan, waktu, kecelakaan dan polusi Biaya pembuatan jalan : pembebasan lahan, pembangunan jalan, perawatan jalan dan operasional Analisis BSH, adalah menghitung biaya total yang diproyeksikan ke tahun 1 (nilai bersih sekarang) untuk setiap perencanaan yang dipelajari sebagai fungsi arus lalu-lintas. 61

Dengan membandingkan biaya-biaya yang dinyatakan sebagai biaya per kilometer tersebut, rencana alternatif yang mempunyai biaya total terendah adalah yang paling ekonomis. 3.8. Pertimbangan Keselamatan Lalu Lintas Faktor keselamatan lalu lintas merupakan faktor yang penting dalam perancanaan jalan. Keselamatan lalu lintas itu sendiri dipengaruhi oleh : Faktor kondisi geometrik dan permukaan jalan Faktor kondisi daerah sekitar koridor jalan Faktor pemakai jalan (pengemudi dan pejalan kaki) Faktor kendaraan Pengaruh umum dari rencana geometrik terhadap tingkat kecelakaan dapat dijelaskan sebagai berikut : Pelebaran lajur akan mengurangi tingkat kecelakaan antara 2 15% per meter pelebaran (nilai yang besar mengacu ke jalan kecil / sempit) Pelebaran atau peningkatan kondisi permukaan bahu meningkatkan keselamatan lalu-lintas, meskipun mempunyai tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan pelebaran lajur lalu-lintas Lajur pendakian pada kelandaian curam mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 25 30% Lajur menyalip (lajur tambahan untuk menyalip pada daerah datar) mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 15 20% Meluruskan tikungan tajam setempat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar 30% Median penghalang (digunakan jika terdapat keterbatasan ruang untuk membuat pemisah tengah yang lebar) mengurangi kecelakaan fatal dan luka berat sebesar 10 30% tetapi menambah kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan material Batas kecepatan, jika dilaksanakan dengan baik, dapat mengurangi tingkat kecelakaan sebesar faktor (V sesudah / V sebelum ) 2 62