BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Proses pengeringan : Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan panas disekeliling bahan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. ABSTRAK... iii. DAFTAR GAMBAR... viii. DAFTAR TABEL... x. DAFTAR NOTASI... xi Rumusan Masalah...

RANCANG BANGUN KOMPRESOR DAN PIPA KAPILER UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Suatu mesin refrigerasi akan mempunyai tiga sistem terpisah, yaitu:

BAB II DASAR TEORI 2.1 Sistem Pendinginan Tidak Langsung ( Indirect Cooling System 2.2 Secondary Refrigerant

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI. Tabel 2.1 Daya tumbuh benih kedelai dengan kadar air dan temperatur yang berbeda

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. perpindahan kalor dari produk ke material tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. temperatur di bawah 123 K disebut kriogenika (cryogenics). Pembedaan ini

PENGARUH MEDIA PENDINGIN AIR PADA KONDENSOR TERHADAP KEMAMPUAN KERJA MESIN PENDINGIN

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. 2.1 AC Split

BAB II DASAR TEORI. Pengujian sistem refrigerasi..., Dedeng Rahmat, FT UI, Universitas 2008 Indonesia

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

Universitas Sumatera Utara

Studi Eksperimen Pemanfaatan Panas Buang Kondensor untuk Pemanas Air

BAB II DASAR TEORI 2.1 Pasteurisasi 2.2 Sistem Pasteurisasi HTST dan Pemanfaatan Panas Kondensor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA. Df adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban

BAB II DASAR TEORI Prinsip Kerja Mesin Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II DASAR TEORI LAPORAN TUGAS AKHIR. 2.1 Blast Chiller

BAB II DASAR TEORI. Laporan Tugas Akhir. Gambar 2.1 Schematic Dispenser Air Minum pada Umumnya

BAB II DASAR TEORI. Tugas Akhir Rancang Bangun Sistem Refrigerasi Kompresi Uap untuk Prototype AHU 4. Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

BAB II DASAR TEORI 0,93 1,28 78,09 75,53 20,95 23,14. Tabel 2.2 Kandungan uap air jenuh di udara berdasarkan temperatur per g/m 3

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN AKHIR FISIKA ENERGI II PEMANFAATAN ENERGI PANAS TERBUANG PADA MESIN AC NPM : NPM :

Penggunaan Refrigeran R22 dan R134a pada Mesin Pendingin. Galuh Renggani Wilis, ST.,MT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Definisi Pengkondisian Udara

Sistem pendingin siklus kompresi uap merupakan daur yang terbanyak. daur ini terjadi proses kompresi (1 ke 2), 4) dan penguapan (4 ke 1), seperti pada

BAB II MESIN PENDINGIN. temperaturnya lebih tinggi. Didalan sistem pendinginan dalam menjaga temperatur

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 diagram blok siklus Sistem Refrigerasi Kompresi Uap

BAB II. Prinsip Kerja Mesin Pendingin

RANCANG BANGUN ALAT PENGERING PAKAIAN SISTEM HIBRIDA DENGAN KAPASITAS RUANG PENGERING SATU METER KUBIK

PENGARUH STUDI EKSPERIMEN PEMANFAATAN PANAS BUANG KONDENSOR UNTUK PEMANAS AIR

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Pengertian Sistem Heat pump

MULTIREFRIGERASI SISTEM. Oleh: Ega T. Berman, S.Pd., M,Eng

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 sistem Blast Chiller [PT.Wardscatering, 2012] BAB II DASAR TEORI

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Rumusan Masalah

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori. Gambar 2.1 Florist Cabinet (Sumber Gambar: Althouse, Modern Refrigeration and Air Conditioning Hal.

PENGARUH KECEPATAN UDARA PENDINGIN KONDENSOR TERHADAP KOEFISIEN PRESTASI AIR CONDITIONING

BAB III SISTEM REFRIGERASI DAN POMPA KALOR

Gbr. 2.1 Pusat Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU)

BAB II LANDASAN TEORI

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI. Pengkondisian udara pada kendaraan mengatur mengenai kelembaban,

BAB II DASAR TEORI. BAB II Dasar Teori

BAB III PERANCANGAN SISTEM

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Cooling Tunnel

Analisa Performansi Sistem Pendingin Ruangan dan Efisiensi Energi Listrik padasistem Water Chiller dengan Penerapan Metode Cooled Energy Storage

BAB II LANDASAN TEORI. Refrigerasi merupakan suatu media pendingin yang dapat berfungsi untuk

KARAKTERISTIK MESIN PENGERING PAKAIAN MENGGUNAKAN AC (AIR CONDITIONER) DENGAN SIKLUS KOMPRESI UAP SISTEM UDARA TERBUKA

PERBANDINGAN UNJUK KERJA FREON R-12 DAN R-134a TERHADAP VARIASI BEBAN PENDINGIN PADA SISTEM REFRIGERATOR 75 W

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. This document was created with the trial version of Print2PDF! Once Print2PDF is registered, this message will disappear!

ROTASI Volume 7 Nomor 3 Juli

BAB IV METODE PENELITIAN

Tugas akhir Perencanan Mesin Pendingin Sistem Absorpsi (Lithium Bromide) Dengan Tinjauan Termodinamika

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II DASAR TEORI BAB II DASAR TEORI

BAB II LANDASAN TEORI

2.1 SEJARAH REFRIGERAN

BAB II LANDASAN TEORI

Gambar 2.21 Ducting AC Sumber : Anonymous 2 : 2013

ANALISA KINERJA MESIN REFRIGERASI RUMAH TANGGA DENGAN VARIASI REFRIGERAN

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Prinsip Pembangkit Listrik Tenaga Gas

ANALISA KONSUMSI DAN BIAYA ENERGI PADA MESIN PENGERING PAKAN TERNAK SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK SKRIPSI

BAB II LANDASAN TEORI. tropis dengan kondisi temperatur udara yang relatif tinggi/panas.

Pengaruh Penggunaan Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Efisiensi Mesin Pendingin Siklus Kompresi Uap

Laporan Tugas Akhir 2012 BAB II DASAR TEORI

Heroe Poernomo 1) Jurusan Teknik Permesinan Kapal, Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya, Indonesia

BAB V PEMILIHAN KOMPONEN MESIN PENDINGIN

BAB II DASAR TEORI. Energy balance 1 = Energy balance 2 EP 1 + EK 1 + U 1 + EF 1 + ΔQ = EP 2 + EK 2 + U 2 + EF 2 + ΔWnet ( 2.1)

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Air Conditioning (AC)

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI 2012

REFRIGERAN & PELUMAS. Catatan Kuliah: Disiapakan Oleh; Ridwan

Komparasi Katup Ekspansi Termostatik dan Pipa Kapiler terhadap Temperatur dan Tekanan Mesin Pendingin

BAB II DASAR TEORI. Pengujian alat pendingin..., Khalif Imami, FT UI, 2008

RANCANG BANGUN KOMPRESOR DAN PIPA KAPILER UNTUK MESIN PENGERING PAKAIAN SISTEM POMPA KALOR DENGAN DAYA 1 PK SKRIPSI

BAB II DASAR TEORI. 1. Sistem refrigerasi kompresi uap. 2. Sistem refrigeasi absorbsi. 3. Sistem refrigerasi udara

I. Pendahuluan. A. Latar Belakang. B. Rumusan Masalah. C. Tujuan

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II DASAR TEORI. pengembangan dari teknologi mesin pendingin. Alat ini dipakai bertujuan untuk

Bab IV Analisa dan Pembahasan

ANALISA PERBANDINGAN PERFORMANSI MESIN PENDINGIN KOMPRESI UAP MENGGUNAKAN R22 DAN R134a DENGAN KAPASITAS KOMPRESOR 1 PK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

= Perubahan temperatur yang terjadi [K]

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proses Pengeringan Pengeringan adalah proses perpindahan panas dan uap air secara simultan yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas. Proses pengeringan berlaku apabila bahan yang dikeringankan kehilangan sebahagian atau keseluruhan air yang dikandungnya. Proses utama yang terjadi pada proses pengeringan adalah penguapan. Penguapan terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut. Prinsip pengeringan biasanya akan melibatkan dua kejadian yaitu panas yang diberikan pada bahan dan air harus dikeluarkan dari bahan. Dua fenomena ini menyangkut pindah panas ke dalam dan pindah massa ke luar. Yang dimaksud dengan pindah panas adalah peristiwa perpindahan energi dari udara ke dalam bahan yang dapat menyebabkan berpindahnya sejumlah massa (kandungan air) karena gaya dorong untuk keluar dari bahan (pindah massa). Dalam pengeringan umumnya diinginkan kecepatan pengeringan yang maksimum, oleh karena itu diusahakan untuk mempercepat pindah panas dan pindah massa. Perpindahan panas dalam proses pengeringan dapat terjadi melalui dua cara yaitu pengeringan langsung dan pengeringan tidak langsung. Pengeringan langsung yaitu sumber panas berhubungan dengan bahan yang dikeringkan, sedangkan pengeringan tidak langsung yaitu panas dari sumber panas dilewatkan melalui permukaan benda padat (conventer) dan conventer

tersebut yang berhubungan dengan bahan. Setelah panas sampai ke bahan maka air dari sel-sel bahan akan bergerak ke permukaan bahan kemudian keluar. 2.2 Pengeringan Buatan Pengeringan dengan menggunakan alat pengering dimana, suhu, kelembapan udara, kecepatan udara dan waktu dapat diatur dan di awasi. Keuntungan Pengering Buatan: Tidak tergantung cuaca Kapasitas pengeringa dapat dipilih sesuai dengan yang diperlukan Tidak memerlukan tempat yang luas Kondisi pengeringan dapat dikontrol Pekerjaan lebih mudah. 2.2.1 Jenis Jenis Pengeringan Buatan Berdasarkan media panasnya, Pengeringan adiabatis ; pengeringan dimana panas dibawa ke alat pengering oleh udara panas, fungsin udara memberi panas dan membawa air. Pengeringan isotermik; bahan yang dikeringkan berhubungan langsung dengan alat/ plat logam yang panas. 2.2.2 Proses pengeringan: Proses pengeringan diperoleh dengan cara penguapan air Dengan cara menurunkan RH dengan mengalirkan udara panas disekeliling bahan Proses perpindahan panas; proses pemanasan dan terjadi panas sensible dari medium pemanas ke bahan, dari permukaan bahan kepusat bahan. Proses perpindahan massa ; proses pengeringan (penguapan), terjadi panas laten, dari permukaan bahan ke udara Panas sensible ; panas yang dibutuhkan/ dilepaskan untuk menaikkan /menurunkan suhu suatu benda

Panas laten ; panas yang diperlukan untuk mengubah wujud zat dari padat kecair, cair ke gas, dst, tanpa mengubah suhu benda tersebut. 2.2.3 Faktor faktor yang mempengaruhi pengeringan. Pada pengeringan selalu diinginan kecepatan pengeringan yang maksimal. Oleh karena itu perlu dilakukan usah- usah untuk memercepat pindah panas dan pindah massa ( pindah massa dalam hal ini adalah perpindahan air keluar dari bahan yang dikeringksan dalam proses pengeringan tersebut. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum, yaitu : (a) Luas permukaan (b) (c) (d) (e) (f) Suhu Kecepatan udara Kelembaban udara Tekanan Waktu. Dalam rancang mesin ini faktor yang perlu diperhatikan untuk memperoleh kecepatan pengeringan maksimum adalah : Suhu Semakin besar perbedaan suhu ( antara medium pemanas dengan bahan bahan) maka akan semakin cepat proses pindah panas berlangsung sehingga mengakibatkan proses penguapan semaki cepat pula. Atau semkain tinggi suhu udara pengeringan maka aka semakin besar anergi panas yang dibawa ke udara yang akan menyebabkan proses pindahan panas semakin cepat sengingga pindah massa akan berlangsung juga dengan cepat. Kecepatan udara

Umumnya udara yang bergerak akan lebih banyak mengambil uap air dari permukaan bahan yang dikeringkan. Udara yang bergerak adalah udara yang mempunyai kecepatan gerak yang tinggi yang berguna untuk mengambil uap air dan menghilangkan uapa air dari permukaan bahan yang dikeringkan, sehingga dapat mencegah terjadinya udara jenuh yang dapat memperlambat penghilangan air. Kelembaban Udara (RH) Semakin lembab udara di dalam ruang pengering dan sekitarnya maka akan semakin lama proses pengerngan berkangsung kering, begitu juga sebaliknya. Karena udara kering dapat mengabsorbsi dan menahan uap air. Setiap bahan mempunyai keseimbangan kelembaban nisbi ( RH keseimbangan) masing- masing, yaitu kelembaban pada suhu tertentu dimana bahan tidak akan kehilangan air (pindah) ke atmosfir atau tidak akan mengambil uap air dari atmosfir. Jika RH udara < RH keseimbangan maka bahan masih dapat dikeringkan Jika RH udara > RH keseimbangan maka bahan malahan akan menarik uap air dari udara. Waktu Semakin lama waktu (batas tertentu) pengeringan maka akan semakin cepat proses pengeringan selesai. Dalam pengeringan diterapkan konsep HTST (High Temperature Short Time), short time dapat menekan biaya pengeringan. 2.3 Siklus Kompresi Uap Sistem kompresi uap merupakan dasar sistem refrigerasi yang terbanyak di gunakan, dengan komponen utamanya adalah kompresor, evaporator, alat ekspansi (Throttling Device), dan kondensor. Keempat komponen tersebut melakukan proses yang saling berhubungan dan membentuk siklus refrigerasi kompresi uap.

Gambar 2.1. Siklus Kompresi Uap Pada diagram P-h, siklus kompresi uap dapat digambarkan pada gambar 2.2 sebagai berikut: (P = kpa) 3 2 4 1 (h = kj/kg) Gambar 2.2. Siklus Refrigerasi Kompresi Uap pada Diagram P-h Proses yang terjadi pada Siklus Refrigerasi Kompresi Uap adalah sebagai berikut: 1. Proses Kompresi (1 2) Proses ini berlangsung di kompresor secara isentropik adiabatik. Kondisi awal refrigeran pada saat masuk di kompresor adalah uap jenuh bertekanan rendah, setelah di kompresi refrigeran menjadi uap bertekanan tinggi. Oleh karena proses ini di anggap isentropik, maka temperatur keluar kompresor pun muningkat. Besarnya kerja kompresi per satuan massa refrigeran bisa di hitung dengan rumus W k = (sumber : Dr.Eng. Himsar Ambarita, hal : 11)

Dimana : W k = besarnya kerja kompresi yang di lakukan (kj/kg) = entalpi refrigeran saat masuk kompresor (kj/kg) = entalpi refrigeran saat keluar kompresor (kj/kg) ṁ = laju aliran refrigeran pada sistem (kg/s) h 1 diperoleh dari tekanan pada evaporator, h 2 diperoleh dari tekanan pada kondensor. Dalam pengujian besarnya daya kompresor untuk melakukan kerja dapat juga ditentukan dengan rumus:...(2.1) Dimana : = daya listrik kompresor (Watt) = tegangan listrik (Volt) = kuat arus listrik (Ampere) = 0,6 0,8 2. Proses Kondensasi (2 3) Proses ini berlangsung di kondensor, refrigeran yang bertekanan dan temperatur tinggi keluar dari kompresor membuang kalor sehingga fasanya berubah menjadi cair. Hal ini berarti bahwa di kondensor terjadi penukaran kalor antara refrigeran dengan udara, sehingga panas berpindah dari refrigeran ke udara pendingin dan akhirnya refrigeran mengembun menjadi cair. Besarnya kalor per satuan massa refrigerant yang di lepaskan di kondensor dinyatakan sebagai:

( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 14) Dimana : Q k = besarnya kalor dilepas di kondensor (kj/kg) = entalpi refrigeran saat masuk kondensor (kj/kg) = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kj/kg) 3. Proses Ekspansi (3 4) Proses ini berlangsung secara isoentalpi, hal ini berarti tidak terjadi penambahanentalpi tetapi terjadi drop tekanan dan penurunan temperatur. Proses penurunan tekanan terjadi pada katup ekspansi yang berbentuk pipa kapiler atau orifice yang berfungsi mengatur laju aliran refrigerant dan menurunkan tekanan. = ( Sumber : Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 6) Dimana : h 3 = entalpi refrigeran saat keluar kondensor (kj/kg) h 4 = harga entalpi masuk ke evaporator (kj/kg) 4. Proses Evaporasi (4 1) Proses ini berlangsung di evaporator secara isobar isotermal. Refrigerant dalam wujud cair bertekanan rendah menyerap kalor dari lingkungan / media yang di dinginkan sehingga wujudnya berubah menjadi gas bertekanan rendah. Besarnya kalor yang diserap evaporator adalah (Sumber: Dr.Eng.Himsar Ambarita, hal : 6) Dimana : = kalor yang di serap di evaporator ( kw )

= harga entalpi ke luar evaporator (kj/kg) = harga entalpi masuk ke evaporator (kj/kg) Selanjutnya refrigeran kembali masuk ke kompresor dan bersirkulasi kembali, begitu seterusnya sampai kondisi yang diinginkan tercapai. 2.3.1 Komponen Utama Siklus Kompresi Uap Siklus refrigerasi kompresi uap merupakan silkus yang paling umum digunakan untuk mesin pendingin dan pompa kalor. Komponen utama dari sebuah siklus kompresi uap adalah : 1. Kompresor Pada sistem mesin refrigerasi, kompresor berfungsi seperti jantung. Kompresor berfungsi untuk mensirkulasikan refrigeran dan menaikan tekanan refrigerant agar dapat mengembun di kondensor pada temperatur di atas temperatur udara sekeliling.(www:google/komponen Utama Siklus Kompresi Uap). Berdasarkan cara kerjanya, kompresor yang biasa dipakai pada sistem refrigerasi dapat dibagi menjadi: KOMPRESOR ROTARY RECIPROCATING EJEKTOR TURBO VANE SCROLL ROLLING PISTON SCREW CENTRIFUGAL AXIAL Gambar 2. 3 Pembagian Kompresor (Teknik Pendingin & Pengkondisian Udara,Dr. Eng. Himsar Ambarita, 2012, hal : 46)

Kompresor yang memerangkap refrigeran dalam suatu ruangan yang terpisah dari saluran masuk dan keluarnya, kemudian dimampatkan. Kompresor ini dapat dibagi lagi menjadi: a. Bolak-balik (reciprocating) kompresor torak. b. Putar (rotary) c. Kompresor sudu luncur (rotary vane atau sliding vane) d. Kompresor ulir (screw) e. Kompresor gulung (Scroll) 2. Kondensor, Kondensor berfungsi sebagai untuk membuang kalor ke lingkungan, sehingga uap refrigeran akan mengembun dan berubah fasa dari uap ke cair. Sebelum masuk ke kondenser refrigeran berupa uap yang bertemperatur dan bertekanan tinggi, sedangkan setelah keluar dari kondenser refrigeran berupa cairan jenuh yang bertemperatur lebih rendah dan bertekanan sama (tinggi) seperti sebelum masuk ke kondensor. Dilihat dari proses perpindahan panasnya kondensor terdiri dari dua jenis, jenis kondensor yaitu kondensor kontak langsung dan kondensor permukaan. 1. Kondensor Jet Kondensor jet adalah kondensor kontak langsung yang banyak digunakan. Kondensor jet digunakan pada pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) yang siklus kerjanya terbuka. Perpindahan panas pada kondensor jet dilakukan dengan menyemprotkan air pendingin ke aliran uap secara langsung. Air kondensat yang terkumpul di kondensor sebagian digunakan sebagai air pendingin kondensor dan selebihnya dibuang. 2. Kondensor Permukaan

Pada kondensor permukaan, uap terpisah dari air pendingin, uap berada diluar pipa-pipa sedangkan air pendingin berada didalam pipa. Perpindahan panas dari uap ke air terjadi melalui perantaraan pipa-pipa. Pada kondensor jenis ini kemurnian air pendingin tidak menjadi masalah karena terpisah dari air kondensat. Jenis- jenis kondensor yang kebanyakan dipakai adalah sebagai berikut: 1) Kondensor pipa ganda (Tube and Tube) Jenis kondensor ini terdiri dari susunan dua pipa koaksial, dimana refrigeran mengalir melalui saluran yang berbentuk antara pipa dalam dan pipa luar, dari atas ke bawah. Sedangkan air pendingin mengalir di dalam pipa dalam dengan arah yang berlawanan dengan arah aliran refrigeran. Gambar 2.4 Kondensor pipa ganda (Tube and Tube Condensor ) Keterangan : a. Uap refrigeran masuk e. Tabung luar b. Air pendingin keluar f. Sirip bentuk bunga c. Air pendingin masuk g. Tabung dalam d. Cairan refrigeran keluar

2) Kondensor tabung dan koil ( Shell and Coil ) Kondensor tabung dan koil adalah kondensor yang terdapat koil pipa air pendingin di dalam tabung yang di pasang pada posisi vertikal. Tipe kondensor ini air mengalir dalam koil, endapan dan kerak yang terbantuk dalam pipa harus di bersihkan dangan bahan kimia atau detergen. 3) Kondensor pendingin udara Kondensor pendingin udara adalah jenis kondensor yang terdiri dari koil pipa pendingin yang bersirip pelat (tembaga atau aluminium). Udara mengalir dengan arah tegak lurus pada bidang pendingin, gas refrigeran yang bertemperatur tinggi masuk ke bagian atas dari koil dan secara berangsur mencair dalam alirannya ke bawah. 4) Kondensor tabung dan pipa horizontal (Shell and Tube) Kondensor tabung dan pipa horizontal adalah kondensor tabung yang di dalamnya banyak terdapat pipa pipa pendingin, dimana air pendingin mengalir dalam pipa pipa tersebut. Ujung dan pangkal pipa terikat pada pelat pipa, sedangkan diantara pelat pipa dan tutup tabung dipasang sekat untuk membagi aliran air yang melewati pipa pipa. Gambar 2.5 Kondensor selubung dan tabung (Shell and Tube condenser)

Keterangan : 1. Saluran air pendingin keluar 6. Pengukur muka cairan 2. Saluran air pendingin masuk 7. Saluran masuk refrigeran 3. Pelat pipa 8. Tabung keluar refrigeran 4. Pelat distribusi 9. Tabung 5. Pipa bersirip Pembagian kondensor berdasarkan medium yang digunakan dapat dibagi atas 3 bagian, yaitu: (1) Kondensor berpendingin udara, (2) Kondensor berpendingin air, dan (3) Kondensor berpendingin gabungan (Evaporative Condenser). Tabel 2.1. Perbandingan kondensor berpendingin udara dan air Pendingin Parameter Udara Pendingin Air Perbedaan temperatur, Tc-Tpendingin 6 s/d 22 o C 6 s/d 12 o C Laju aliran pendingin per TR 12 s/d 20 m3/mnt 0,007 s/d 0,02 m3/mnt Luas perpindahan panas per TR 10 s/d 15 m2 0,5 s/d 1 m2 Kecepatan fluida pendingin 2,5 s/d 6 m/s 2 s/d 3 m/s Daya pompa/blower per TR 75 s/d 100W Kecil TR = Ton of Refrigerasi ( Beban di evaporator) 1TR = 3,5 KW Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta. 3. Katup Ekspansi, Komponen utama yang lain untuk mesin refrigerasi adalah katup ekspansi. Katup ekspansi ini dipergunakan untuk menurunkan tekanan dan untuk mengekspansikan secara adiabatik cairan yang bertekan dan bertemperatur tinggi sampai mencapai tingkat tekanan dan temperatur rendah, atau mengekspansikan refrigeran cair dari tekanan kondensasi ke tekanan evaporasi, refrigeran cair

diinjeksikan keluar melalui oriffice, refrigeran segera berubah menjadi kabut yang tekanan dan temperaturnya rendah. Selain itu, katup ekspansi juga sebagai alat kontrol refrigerasi yang berfungsi : 1. Mengatur jumlah refrigeran yang mengalir dari pipa cair menuju evaporator sesuai dengan laju penguapan pada evaporator. 2. Mempertahankan perbedaan tekanan antara kondensor dan evaporator agar penguapan pada evaporator berlangsung pada tekanan kerjanya. 4. Evaporator, Evaporator berfungsi melakukan perpindahan kalor dari ruangan yang didinginkan ke refrigeran yang mengalir di dalamnya melalui permukaan dindingnya. Pada diagaram P h dari siklus kompresi uap sederhana, evaporator mempunyai tugas merealisasikan garis 1 4. Setelah refrigeran turun dari kondensor melalui katup ekspansi masuk ke evaporator dan di uapkan, kemudian dikrim ke kompresor. Pada prinsipnya evaporator hampir sama dengan kondensor, yaitu sama sama APK yang fungsinya mengubah fasa refrigeran. Bedanya, jika pada kondensor refrigeran berubah dari uap menjadi cair, maka pada evaporator berubah dari cair menjadi uap. Berdasarkan model perpindahan panasnya, evaporator dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu : 1. Natural Convention Pada evaporator natural convention, fluida pendingin dibiarkan mengalir sendiri karena adanya perbedaan massa jenis, umumnya evaporator ditempatkan di tempat yang lebih tinggi. Fluida yang bersentuhan dengan evaporator akan turn suhunya dan massa jenisnya akan naik, sebagai akibatnya fluida ini akan turun dan mendesak fluida dibawahnya untuk bersirkulasi. Sistem ini hanya mampu pada refrigerasi dengan kapasitas kapasitas kecil seperti kulkas. 2. Forced convention Evaporator ini menggunakan blower untuk memaksa terjadinya aliran udara sehingga terjadi konveksi dengan laju perpindahan panas yang lebih baik. 2. 4 Refrigrant

Refrigerant adalah fluida kerja utama pada suatu siklus refrigerasi yang bertugas menyerap panas pada temperatur dan tekanan rendah dan membuang panas pada temperatur dan tekanan tinggi. Umumnya refrigerant mengalami perubahan fasa dalam satu siklus. 1. Kecepatan refrigeran pada titik 4 V 4 = w. v 4 -........ (2.2) (Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251) v 4 = Volume spesifik cair jenuh (m 3 /kg) 2. Bilangan Reynolds Re = V 3.D/µ 4. v 4 -...... (2.3) (Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251) µ 3 = Viskositas cair jenuh D = Diameter dalam pipa kapiler = 2 mm 3. Faktor gesek f = 0,33/Re 0.25.......... (2.4) (Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251) 3. Faktor gesek rata-rata untuk tiap ruas f m = f 3 + f 4.......... (2.5) 2

(Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251) 5. Kecepatan rata-rata refrigeran V m = V 3 + V 4 2.......... (2.6) m ( P P ) f x x A = m( V V ) 3 4 m L D 2 V 2v. 4 3.... (2.7) (Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker, hal :251) 2.4.1. Pengelompokan Refrigrant Refrigerant dirancang untuk ditempatkan didalam siklus tertutup atau tidak bercampur dengan udara luar. Tetapi, jika ada kebocoran karena sesuatu hal yang tidak diinginkan, maka refrigerant akan keluar dari system dan bisa saja terhirup manusia. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan maka refrigerant harus dikategorikan aman atau tidak aman. Ada dua faktor yang digunakan untuk mengklassifikasikan refrigerant berdasarkan keamanan, yaitu bersifat racun (toxicity) dan bersifat mudah terbakar (flammability). Berdasarkan toxicity, refrigerants dapat dibagi dua kelas, yaitu kelas A bersifat tidak beracun pada konsentrasi yang ditetapkan dan kelas B jika bersifat racun. Batas yang digunakan untuk mendefinisikan sifat racun atau tidak adalah sebagai berikut. Refrigerant dikategorikan tipe A jika pekerja tidak mengalami gejala keracunan meskipun bekerja lebih dari 8 jam/hari (40 jam/minggu) di

lingkungan yang mengandung konsentrasi refrigerant sama atau kurang dari 400 ppm (part per million by mass). Sementara kategori B adalah sebaliknya. Berdasarkan flammability, refrigerant dibagi atas 3 kelas, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Yang disebut kelas 1 jika tidak terbakar jika diuji pada tekanan 1 atm (101 kpa) temperature 18,3 C. Kelas 2 jika menunjukkan keterbakaran yang rendah saat konsentrasinya lebih dari 0,1 kg/m 3 pada 1 atm 21.1 C atau kalor pembakarannya kurang dari 19 MJ/kg. Kelas 3 sangat mudah terbakar. Refrigerant ini akan terbakar jika konsentrasinya kurang dari 0,1 kg kg/m 3 atau kalor pembakarannya lebih dari 19 MJ/kg. Berdasarkan defenisi ini, sesuai standard 34-1997, refrigerants diklassifikasikan menjadi 6 kategori, yaitu: (Refrigerasi dan Pengkondisian Udara, Edisi II, W.F. Stoecker ). 1. A1: Sifat racun rendah dan tidak terbakar 2. A2: Sifat racun rendah dan sifat terbakar rendah 3. A3: Sifat racun rendah dan mudah terbakar 4. B1: Sifat racun lebih tinggi dan tidak terbakar 5. B2: Sifat racun lebih tinggi dan sifat terbakar rendah 6. B3: Sifat racun lebih tinggi dan mudah terbakar Tabel 2. 2. Pembagian Refrigerant berdasarkan keamanan Refrigerant Safety group Chemical Formula number Old New 10 CCl 4 2 B1 11 CCl 3 F 1 A1 12 CCl 2 F 2 1 A1 13 CClF 3 1 A1 13B1 CBrF 3 1 A1 14 CF 4 1 A1 21 CHCl 2 F 2 B1 22 CHClF 2 1 A1

23 CHF 3 A1 30 CH 2 CL 2 2 B2 32 CH 2 F 2 A2 40 CH 3 Cl 2 B2 50 CH 4 3a A3 113 CCl 2 FCClF 2 1 A1 114 CClF 2 CClF 2 1 A1 115 CClF 2 CF 3 1 A1 116 CF 3 CF 3 A1 123 CHCl 2 CF 3 B1 124 CHClFCF 3 A1 125 CHF 2 CF 3 A1 134a CF 3 CH 2 F A1 142b CClF 2 CH 3 3b A2 143a CF 3 CH 3 A2 152a CHF 2 CH 3 3b A2 170 CH 3 CH 3 3a A3 218 CF 3 CF 2 CF 3 A1 Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta. 2.4.2. Persyaratan Refrigerant Beberapa persyaratan dari penggunaan refrigerant adalah sebagai berikut: a. Tekanan Evaporasi dan Tekanan Kondensasi Tekanan evaporasi refrigerant sebaiknya lebih tinggi dari atmosfer. Hal ini menjaga agar udara luar tidak masuk ke siklus jika terjadi kebocoran minor. Tekanan kondensasi refrigerant sebaiknya tidak terlalu tinggi. Tekanan yang tinggi pada kondensor akan membuat kerja kompressor lebih tinggi dan kondensor harus dirancang untuk tahan pada tekanan tinggi, hal ini akan menambah biaya. b. Sifat ketercampuran dengan pelumas (oil miscibility)

Refrigerant yang baik jika dapat bercampur dengan oli dan membantu melumasi kompressor. Oli sebaiknya kembali ke compressor dari kondensor, evaporator, dan part lainnya. Refrigerant yang tidak baik justru melemahkan sifat pelumas dan membentuk semacam lapisan kerak yang melemahkan laju perpindahan panas. Sifat seperti ini harus dihindari. c. Tidak mudah bereaksi (Inertness) Refrigerant yang bersifat inert tidak bereaksi dengan material lainnya untuk menghindari korosi, erosi, dan kerusakan lainnya. d. Mudah dideteksi kebocorannya (Leakage Detection) Kebocoran refrigerant sebaiknya mudah di deteksi, jika tidak akan mengurangi performansinya. Umumnya refrigerant tidak berwarna (colorless) dan tidak berbau (odorless). Metode deteksi kebocoran refrigerant: a. Halide torch, jika udara mengalir di atas permukaan tembaga yang dipanasi dengan api methyl alcohol, uap dari refrigerant akan berdekomposisi dan mangubah warna api. Lidah api menjadi hijau pada kebocoran kecil, dan mengecil dan kemerahan pada kebocoran besar. b. Electronic detector, caranya dengan melepaskan arus pada inonisasi refrigerant yang telah terdekomposisi. Tetapi tidak dapat digunakan untuk jika udara mengandung zat yang mudah terbakar. c. Bubble method, campuran sabun yang mudah menggelembung dioleskan pada bagian yang diduga bocor. Jika terjadi gelembung, berarti terjadi kebocoran. d. ODP, singkatan dari Ozone Depletion Potential, potensi penipisan lapisan ozon. Faktor yang dijadikan pembanding adalah kemampuan CFC-11 (R-11)

e. merusak lapisan ozon. Jika suatu refrigerant X mempunyai 6 ODP, artinya refrigerant itu mempunyai kemampuan 6 kali R-11 dalam merusak ozon. Tabel 2.3 Nilai ODP beberapa Refrigerant Refrigerant Chemical Formula ODP Value CFC-11 CCl 3 F 1.0 CFC-12 CCl 2 F 2 1.0 CFC-13B1 CBrF 3 0 CFC-113 CCl 2 FCClF 2 0.8 CFC-114 CClF 2 CClF 2 1.0 CFC-115 CClF 2 CF 4 0.6 CFC/HFC-500 CFC-12(73.8%)/HFC-152a(26.2%) 0.74 CFC/HCFC-502 HCFC-22(48.8%)/CFC-115(51.2%) 0.33 HCFC-22 CHClF 2 0.05 HCFC-123 CHCl 2 CF 3 0.02 HCFC-124 CHCClF 3 0.02 HCFC-142b CH 3 CClF 2 0.06 HCFC-125 CHF 2 CF 3 0 HFC-134a CF 3 CH 2 F 0 HFC-152a CH 3 CHF 2 0 Sumber, ASHRAE Inc., (2008). ASHRAE Handbook HVAC Systems and Equipment. SI Edition. Atlanta f. GWP adalah global warming potential, ada dua jenis angka (indeks) yang biasa digunakan untuk menyatakan potensi peningkatan suhu bumi. Pertama HGWP (halocarbon global warming potential) yaitu perbandingan potensi pemanasan global suatu refrigerant dibandingkan dengan R-11. GWP yang menggunakan CO2 sebagai acuan. Sebagai contoh perhitungan 1 lb R-22 mempunyai efek pemanasan global yang sama dengan 4100 lb gas CO2 pada 20 tahun pertama dilepas ke atmosfer. Dan turun menjadi 1500 lb CO2 setelah 100 tahun.

2.5 Pengering Pompa Kalor Prinsip kerja dari mesin pengering pakan ternak adalah udara bebas masuk ke evaporator, kemudian temperatur udara diturunkan hingga suhu 16 0 C kemudian udara dikompres di kompresor dan dikondensasi di kondensor. Melalui skema siklus refrigrasi kompresi uap, panas yang dikeluarkan oleh kondensor dimanfaatkan untuk mengeringkan pakan ternak. Udara panas dari kondensor dialirkan ke saluran pengeringan, selanjutnya udara hasil pengeringan dibuang ke udara bebas. Demikian seteruanya siklus dari udara pengering tersebut bersikulasi. Skema dari pengering pakaian ini terlihat pada gambar 2.4. 2.6 Kinerja Alat Pengering Gambar 2.6 Skema pengeringan Sumber: (Pal U.S 2010) Kinerja alat pengering salah satunya dapat ditentukan dari efisiensi pengeringan. Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan dengan energi untuk memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam

persen. Semakin tinggi nilai efisiensi pengeringan maka alat pengering tersebut semakin baik. 2.6.1 Efisiensi Pengeringan Perhitungan efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan:... (2.8) (Dipl. Ing (FH) D. Butz, Dipl. Ing (FH) M. Schwarz, Fachhochschule Fulda, Food technology 2004 hal :142) Dimana: Q p adalah energi yang digunakan untuk pengeringan (kj) Q adalah energi untuk memanaskan udara pengering (kj) 2.6.2 Kadar Air Kadar air merupakan salah satu sifat fisik dari bahan yang menunjukan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan. Kadar air biasanya dinyatakan dengan persentase berat air terhadap bahan basah atau dalam gram air untuk setiap 100 gram bahan yang disebut dengan kadar air basis basah (bb). Berat bahan kering atau padatan adalah berat bahan setelah mengalami pemanasan beberapa waktu tertentu sehingga beratnya tetap atau konstan (Safrizal, 2010). Kadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air persatuan bobot bahan. Dalam hal ini terdapat dua metode untuk menentukan kadar air bahan tersebut yaitu berdasarkan bobot kering (dry basis) dan berdasarkan bobot basah (wet basis) (Safrizal, 2010). Kadar air basis basah dapat ditentukan dengan persamaan berikut:...... (2.9) Dimana: Ka bb = Kadar air basis basah (%) Wa = Berat air dalam bahan (g)

Wk Wt = Berat kering mutlak bahan (g) = Berat total (g) = Wa + Wk Kadar air basis kering adalah perbandingan antara berat air yang ada dalam bahan dengan berat padatan yang ada dalam bahan. Kadar air berat kering dapat ditentukan dengan persamaan berikut:...(2.10) Dimana: Ka bk = Kadar air basis kering (%) Wa = Berat air dalam bahan (g) Wk = Berat kering mutlak bahan (g) Wt = Berat total (g) = Wa + Wk Kadar air basis kering adalah berat bahan setelah mengalami pengeringan dalam waktu tertentu sehingga beratnya konstan. Pada proses pengeringan, air yang terkandung dalam bahan tidak dapat seluruhnya diuapkan meskipun demikian yang diperoleh disebut juga sebagai berat bahan kering (Ramadhani, 2011). 2.6.3 Pengertian Laju Pengeringan Laju pengeringan (drying rate; kg/jam) adalah banyaknya air yang diuapkan tiap satuan waktu atau penurunan kadar air bahan dalam satuan waktu. Penurunan kadar air produk selama proses pengeringan dihitung dengan menggunakan persamaan 2.11 (Suntivarakorn, Satmarong, Benjapiyaporn, & Theerakulpisut, 2010). [Ref. International Journal of Aerospace & Mechanical Engineering;Oct2010, Vol. 4 Issue 4, hal. 220]

Dimana : W e = Berat pakan sebelum pengeringan (kg) W f = Berat pakan setelah pengeringan (kg) t = Waktu pengeringan (jam) Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering bahan dan tiap satuan waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006). 2.6.4 Nilai Laju Ekstraksi Air Spesifikc (Spesific Moisture Extraction Rate) Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan dengan energi listrik yang digunakan tiap jam atau energi yang dibutuhkan untuk menghilangkan 1 kg air. Dinyatakan dalam kg/kwh. Perhitungan SMER menggunakan persamaan (Mahlia, Hor and Masjuki 2010): SMER = m X x Cp x ( T T ) Wc udara in out + Dimana : M udara = laju aliran massa udara ( kg/s)... (2.12) Cp = Panas Jenis udara (kj/kg) T in = Temperatur udara masuk evaporator ( 0 C) T out = Temperatur udara keluar evaporator ( 0 C) Wc = Daya kompressor (kw)

X = Air yang di serap 2.6.5 Konsumsi Energi Spesifik (Specific Energy Consumption) Energi yang dikonsumsi spesifik atau specific energy consumption (SEC) adalah perbandingan energi yang dikonsumsi dengan kandungan air yang hilang, dinyatakan dalam kwh/kg dan dihitung dengan menggunakan persamaan (Mahlia, Hor and Masjuki 2010): SEC = Dimana : m x Cp x X ( T T ) udara in out + Wc...(2.13) M udara = laju aliran massa udara ( kg/s) Cp = Panas Jenis udara (kj/kg) T in = Temperatur udara masuk evaporator ( 0 C) T out = Temperatur udara keluar evaporator ( 0 C) Wc X = Daya kompressor (kw) = Air yang di serap 2.6.6 Biaya Pokok Produksi Biaya pokok produksi merupakan biaya yang dibutuhkan dalam menguapkan 1 kg air dalam satuan rupiah/kwh. Dalam hal ini biaya pokok produksi merupakan perkalian antara spesific energy consumption (kwh/kg) dengan tarif dasar listik (Rupiah/kWh).