BAB 1 PENDAHULUAN. meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia

dokumen-dokumen yang mirip
TINJAUAN HUKUM TERHADAP HAK DAN KEWAJIBAN ANAK DAN ORANG TUA DILIHAT DARI UNDANG UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DAN HUKUM ISLAM

Pelaksanaan perwalian anak Oleh panti asuhan widya kasih boyolali Berdasarkan hukum yang berlaku di indonesia

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 Tentang perkawinan BAB I DASAR PERKAWINAN. Pasal 1. Pasal 2

BAB 1 PENDAHULUAN. dengan keberadaan anak sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.

BAB5 PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG PERKAWINAN NOMOR 1 TAHUN 1974.

PEMBATALAN PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG NO 1 TAHUN 1974 DAN KOMPILASI HUKUM ISLAM FAKTOR PENYEBAB SERTA AKIBAT HUKUMNYA

BAB I PENDAHULUAN. dengan melangsungkan Perkawinan manusia dapat mempertahankan

PENETAPAN HAKIM TERHADAP PERWALIAN ANAK DI BAWAH UMUR MENURUT UNDANG-UNDANG NO.4 TAHUN 1979 (STUDI KASUS DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA) SKRIPSI

HAK DAN KEWAJIBAN ORANG TUA DAN ANAK (ALIMENTASI) MENURUT K.U.H. PERDATA DAN U.U. NO.1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO,SH.

BAB I PENDAHULUAN. insan manusia pria dan wanita dalam satu ikatan suci dengan limpahan dari

BAB IV HUKUM KELUARGA

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan lembaga sosial bersifat universal, terdapat di semua

Undang-undang Republik Indonesia. Nomor 1 Tahun Tentang. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama

BAB I PENDAHULUAN. Ajaran agama Islam mengatur hubungan manusia dengan Sang. Penciptanya dan ada pula yang mengatur hubungan sesama manusia serta

BAB I PENDAHULUAN. oleh karena itu manusia wajib berdoa dan berusaha, salah satunya dengan jalan

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERKAWINAN DI INDONESIA. Perkawinan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Perkawinan

BAB III AKIBAT HUKUM TERHADAP STATUS ANAK DAN HARTA BENDA PERKAWINAN DALAM PERKAWINAN YANG DIBATALKAN

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah

KEKUATAN MENGIKATNYA SURAT PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SURAKARTA SKRIPSI

BAB 1 PENDAHULUAN. sejak jaman dahulu hingga saat ini. Karena perkawinan merupakan suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Allah SWT telah menghiasi alam semesta ini dengan rasa cinta dan kasih

FH UNIVERSITAS BRAWIJAYA

BAB I PENDAHULUAN. perkawinan yang ada di negara kita menganut asas monogami. Seorang pria

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1974 (1/1974) Tanggal: 2 JANUARI 1974 (JAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Apabila mereka melangsungkan perkawinan maka timbullah hak dan

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dalam perjalanan di dunia mengalami 3 peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. istri, tetapi juga menyangkut urusan keluarga dan masyarakat. Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga sejahtera bahagia di mana kedua suami isteri memikul amanah dan

BAB I PENDAHULUAN. istri dengan tujuan untuk membentuk keluarga ( Rumah Tangga ) yang bahagia

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I. Tuhan telah menciptakan manusia yang terdiri dari dua jenis yang berbedabeda

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, untuk

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. publik terhadap kehidupan anak anak semakin meningkat. Semakin tumbuh dan

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 36 Tahun : 2015

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Berdasarkan Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang

QANUN KABUPATEN BIREUEN NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK TERLANTAR

BAB I PENDAHULUAN. berdasarkan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh Undang-Undang. 1 Dalam

BAB I PENDAHULUAN. Aristoteles, seorang filsuf yunani yang terkemuka pernah berkata bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan kebutuhan kodrat manusia, setiap manusia

BAB I PENDAHULUAN. mahluk Allah SWT, tanpa perkawinan manusia tidak akan melanjutkan sejarah

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kekerasan secara umum sering diartikan dengan pemukulan,

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan Tahun 1974, melakukan perkawinan adalah untuk menjalankan kehidupannya dan

BAB 1 PENDAHULUAN. dan perempuan dari kedua jenis tersebut Allah menjadikan mereka saling

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1979 TENTANG KESEJAHTERAAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. agar kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan merupakan salah. budaya dan lingkungan dimana masyarakat itu berada.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV ANALISIS DATA

PERKAWINAN ADAT. (Peminangan Di Dusun Waton, Kecamatan Mantup, Kabupaten Lamongan. Provinsi Jawa Timur) Disusun Oleh :

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1975 dan Peraturan Menteri Agama Nomor 3 dan 4 Tahun 1975 bab II

BAB I PENDAHULUAN. kekurangan gizi tetapi juga masalah perlakuan seksual terhadap anak (sexual abuse),

PENGANGKATAN ANAK BERDASARKAN PENETAPAN PENGADILAN SERTA PERLINDUNGANNYA MENURUT UU NO. 23 TAHUN 2002 (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Pacitan)

TINJAUAN YURIDIS ANAK DILUAR NIKAH DALAM MENDAPATKAN WARISAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

SKRIPSI KEDUDUKAN NOTARIS DALAM PEMBUATAN DAN PENCABUTAN TESTAMENT (SURAT WASIAT)

- Secara psikologis sang istri mempunyai ikatan bathin yang sudah diputuskan dengan terjadinya suatu perkawinan

BAB. I PENDAHULUAN. atau kurangnya interaksi antar anggota keluarga yang mengakibatkan

TINJAUAN YURIDIS TENTANG IKUT SERTANYA PIHAK KETIGA ATAS INISIATIF SENDIRI DENGAN MEMBELA TERGUGAT (VOEGING) DALAM PEMERIKSAAN SENGKETA PERDATA

TINJAUAN HUKUM PENYELESAIAN PERKARA PEMBATALAN AKTA HIBAH. (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PELAKSANAAN PERKAWINAN DENGAN WALI HAKIM DI KANTOR URUSAN AGAMA KECAMATAN GROGOL KABUPATEN SUKOHARJO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menurut Pasal 1 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang

BAB I PENDAHULUAN. kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarikmenarik

BAB I PENDAHULUAN. dan perhatian, sehingga setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara

HAK ASUH ANAK DALAM PERCERAIAN

BERITA DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, suami istri memikul suatu tanggung jawab dan kewajiban.

AKIBAT HUKUM PERCERAIAN TERHADAP HARTA. BERSAMA di PENGADILAN AGAMA BALIKPAPAN SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan amanat dari Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERKAWINAN, PERJANJIAN PERKAWINAN DAN PEGAWAI PENCATAT PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga. Melalui perkawinan dua insan yang berbeda disatukan, dengan

Secara kodrat manusia sebagai makhluk yang tidak dapat hidup tanpa orang lain, saling

KEDUDUKAN ANAK DAN HARTA DALAM PERKAWINAN SIRI DITINJAU DARI UU NOMOR 1 TAHUN 1974

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG KEWARGANEGARAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai hubungan yang erat sekali dengan agama/kerohanian sehingga

BAB II PERKAWINAN DAN PUTUSNYA PERKAWINAN MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

BAB I PENDAHULUAN. itu, harus lah berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, sebagai azas pertama

BERAKHIRNYA KEKUASAAN ORANG TUA TERHADAP ANAK MENURUT KUH PERDATA DAN UU NO. 1 TAHUN 1974

PERJANJIAN KAWIN YANG DIBUAT SETELAH PERKAWINAN TERHADAP PIHAK KETIGA (PASCA PUTUSAN MAHKMAH KONSTITUSI NOMOR 69/PUU-XIII/2015) Oleh

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. seorang laki-laki, ada daya saling menarik satu sama lain untuk hidup

BAB I PENDAHULUAN. wanita telah sepakat untuk melangsungkan perkawinan, itu berarti mereka

BAB I PENDAHULUAN. Tahun 1974, TLN No.3019, Pasal.1.


BAB I PENDAHULUAN. rohani. Dalam kehidupannya manusia itu di berikan akal serta pikiran oleh Allah

PERWALIAN MENURUT K.U.H.P. PERDATA DAN U.U. NO. 1 TAHUN 1974 SUNARTO ADY WIBOWO. Program Studi Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

BAB III IMPLIKASI HAK KEWARISAN ATAS PENGAKUAN ANAK LUAR

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa hidup bersama dengan orang lain. Naluri untuk hidup bersama

BAB I PENDAHULUAN. yang ditakdirkan untuk saling berpasangan dan saling membutuhkan 1. Hal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Manusia sebagai makhluk sosial yang tidak dapat lepas dari hidup

SKRIPSI PROSES PENYELESAIAN PERCERAIAN KARENA FAKTOR KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (STUDY KASUS DI PENGADILAN AGAMA SURAKARTA)

BAB I PENDAHULUAN. dari perkawinan itu adalah boleh atau mubah. Namun dengan melihat

TINJAUAN YURIDIS DAMPAK PERKAWINAN BAWAH TANGAN BAGI PEREMPUAN OLEH RIKA LESTARI, SH., M.HUM 1. Abstrak

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA. Presiden Republik Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan akibat lahir maupun batin baik terhadap keluarga masing-masing

Transkripsi:

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuhan Yang Maha Esa menciptakan alam semesta beserta isinya yang meliputi manusia, hewan, dan tumbuhan. Diantara ciptaan-nya, manusia merupakan makhluk Tuhan yang paling mulia karena manusia diberi akal dan budi pekerti untuk dapat menentukan mana yang baik dan yang buruk bagi dirinya. Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yaitu makhluk yang saling membutuhkan untuk bergaul, berorganisasi, hidup bersama dan berdampingan dengan manusia lainnya. Sebagai wujud konkrit dari hidup bersama dan berdampingan, maka sudah menjadi hal yang wajar apabila antara seorang pria dan seorang wanita timbul suatu ikatan yaitu ikatan perkawinan. Perkawinan adalah suatu perjanjian yang suci dan sakral untuk hidup bersama secara sah antara seorang laki-laki dan perempuan untuk membentuk keluarga yang kekal dan abadi guna melangsungkan keturunan, dimana suami istri harus saling menyayangi, mengasihi, dan menghormati sehingga tercipta rasa aman, tentram dan penuh kebahagiaan. Menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974, perkawinan adalah ikatan lahir dan batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

R. Soetojo Prawirohamidjojo menjelaskan bahwa Pasal 1 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 mengandung lima unsur yaitu: 1 1. Ikatan lahir batin Ikatan lahir merupakan ikatan yang dapat dilihat dan mengungkapkan adanya hubungan hukum antara seorang pria dan wanita sebagai suami istri, hal ini disebut sebagai hubungan formal. Ikatan perkawinan adalah suci seperti yang diajarkan oleh agama masing-masing. 2. Antara seorang pria dan wanita Ikatan perkawinan hanya boleh terjadi antara seorang pria dan wanita. Perkawinan antara seorang pria dengan pria atau antara seorang wanita dengan wanita tidak mungkin terjadi. 3. Sebagai suami istri Ikatan perkawinan didasarkan pada suatu perkawinan yang sah apabila memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh Undang-undang. 4. Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal Keluarga adalah suatu kesatuan yang terdiri ayah, ibu, dan anak yang merupakan sendi dasar susunan masyarakat Indonesia. Membentuk keluarga yang bahagia erat hubungannya dengan keturunan yang merupakan pula tujuan perkawinan, sedangkan pemeliharaan dan pendidikan anak-anak menjadi hak dan kewajiban orang tua. Untuk dapat mencapai hal ini, maka diharapkan kekebalan dalam perkawinan, 1 Soetojo Prawirohamidjojo, 1986. Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia. hal. 38-43

yaitu bahwa sekali orang melakukan perkawinan tidak akan bercerai untuk selama-lamanya kecuali karena kematian. 5. Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa Sebagai negara yang berdasarkan Pancasila, sila yang pertama Ketuhana Yang Maha Esa perkawinan mempunyai hubungan erat dengan agama dan kerokhanian, sehingga perkawinan bukan saja mempunyai unsur lahir atau jasmani akan tetapi unsur rokhani juga penting. Dalam perkawinan yang sah antara seorang pria dan seorang wanita jika mempunyai anak, anak tersebut menjadi anak yang sah dari kedua orang tuanya. Anak-anak yang belum dewasa tidak berwenang melakukan perbuatan hukum sendiri, baik di dalam maupun di luar pengadilan sehingga diperlukan adanya orang dewasa yang melakukan perbuatan hukum untuk anak tersebut. Disinilah pentingnya kekuasaan orang tua terhadap anak yang belum dewasa, kekuasaan orang tua meliputi 2 hal yaitu: 1. Kekuasaan orang tua terhadap diri si anak. Menurut Pasal 45 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-baiknya, sampai anak itu kawin atau dapat berdiri sendiri. Selain itu dalam Pasal 298 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditentukan bahwa orang tua wajib memelihara dan mendidik anak mereka yang belum dewasa. 2. Kekuasaan orang tua terhadap harta benda si anak, yang meliputi: a. Pengurusan harta benda si anak.

b. Menikmati hasil dari harta benda si anak. Dalam hal ini dapat diartikan bahwa orang tua diperbolehkan ikut menikmati harta benda yang dihasilkan oleh anak mereka, tetapi dengan mengingat ketentuan Pasal 48 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan bahwa orang tua tidak diperbolehkan memindahkan hak atau menggadaikan barang tetap yang dimiliki oleh anak mereka. 2 Pasal 47 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menentukan bagi anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan berada di bawah kekuasaan orang tuanya selama mereka tidak dicabut dari kekuasaannya. Menurut R. Soetojo Prawirohamidjoyo putusnya kekuasaan orang tua dengan anak terjadi karena: 1. Pencabutan 2. Pembebasan 3. Anak menjadi dewasa 4. Perkawinan sudah putus 5. Matinya anak Berdasarkan hal tersebut dapat diartikan bahwa kekuasaan orang tua hanya berlaku selama mereka hidup dalam perkawinan, tetapi dalam Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa kewajiban orang tua berlaku terus sampai anak mencapai kedewasaan meskipun perkawinan antara kedua orang tuanya putus. 2 R. Soetojo Prawirohamidjoyo. 1986. Pluralisme Dalam Perundang-undangan Perkawinan di Indonesia.hal. 150

Pencabutan kekuasaan orang tua dapat terjadi pada salah satu atau bahkan kedua orang tua dari anak tersebut yang permintaanya dapat diajukan oleh orang tua yang lain, keluarga anak dalam garis lurus keatas dan saudara kandung yang telah dewasa atau pejabat yang berwenang yang ditetapkan dalam keputusan pengadilan. Berdasarkan Pasal 49 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, sebab-sebab dapat diajukannya pencabutan kekuasaan orang tua adalah: 1. Orang tua yang sangat melalaikan kewajiban terhadap anaknya. 2. Orang tua yang berkelakuan buruk sekali. Orang tua yang sudah dicabut kekuasaannya masih tetap berkewajiban untuk memberi biaya pemeliharaan kepada anak tersebut. Dalam hal dicabutnya kekuasaan orang tua atas anak maka akan timbul suatu perwalian, sesuai dengan Pasal 50 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyebutkan bahwa anak yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum pernah melangsungkan perkawinan, yang tidak berada di bawah kekuasaan orang tua berada di bawah kekuasaan wali. Dengan demikian maka yang berada di bawah perwalian: 1. Anak sah yang kedua orang tuanya telah dicabut kekuasaannya sebagai orang tua. 2. Anak sah yang orang tuanya telah bercerai.

3. Anak yang lahir diluar perkawinan. 3 Dalam hal anak yang orang tuanya bercerai, pada Pasal 45 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa kewajiban orang tua tetap berlaku, jadi meskipun telah bercerai anak tetap berada di bawah kekuasaan orang tuanya. Perwalian tersebut mengenai pribadi anak yang bersangkutan maupun harta bendanya, dan perwalian dapat dilakukan oleh setiap orang kecuali yang oleh Undang-Undang ditetapkan tidak bisa menjadi wali sebagaimana disebutkan dalam Pasal 379 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu mereka yang sakit ingatan, mereka yang belum dewasa, mereka yang ada di bawah pengampuan dan mereka yang telah dipecat baik dari kekuasaan orang tua maupun dari perwalian. Mengenai cara pengangkatan wali diatur dengan Undang-Undang. Dengan diangkatnya seseorang menjadi wali maka melekat pula kewajiban-kewajiban tertentu yang harus dilaksanakan terhadap anak yang ada dibawah perwaliannya dan ketentuan mengenai hal ini diatur juga dengan Undang- Undang. Anak yang tidak dibawah kekuasaan orang tua, belum tentu terpenuhi kesejahteraannya secara wajar dan dalam hal ini dapat mengakibatkan anak menjadi terlantar. Keadaan terlantar ini juga dapat disebabkan oleh hal-hal lain seperti kemiskinan yang mengakibatkan tidak terpenuhinya kebutuhan anak baik secara jasmani, rohani, maupun sosial. Kesejahteraan anak merupakan tanggung jawab utama dari orang tua dalam lingkungan keluarga, 3 Subekti. 1977. Aneka Perjanjian. Hal 44

tetapi jika hal itu tidak dapat terlaksana maka ada pihak lain yang diserahi hak dan kewajiban tersebut. Jika memang tidak ada pihak yang dapat melaksanakannya sesuai dengan Pasal 34 Undang-undang Dasar 1945 bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara, pelaksanaan hak dan kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan anak menjadi tanggung jawab negara Perwalian dapat dilakukan oleh seseorang dan atau suatu badan atau yayasan. Dalam perwalian yang dilakukan oleh seseorang atau yayasan wajib menyelenggarakan kepentingan anak yang belum dewasa yang berada di bawah perwaliannya. Hal ini dilakukan agar seorang anak yang berada di bawah perwaliannya dapat merasakan cinta kasih dan terlindungi hak-haknya, seolah-olah ia berada dalam kekuasaan orang tuanya sendiri. Pasal 365 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Perdata menyebutkan bahwa dalam segala hal apabila hakim harus mengangkat seorang wali maka perwalian itu dapat diperintahkan dan diserahkan pada perkumpulan yang berbadan hukum yang berkedudukan di Indonesia. Hal tersebut tergantung pula pada anggaran dasar, akta pendiriannya atau peraturan-peraturan yang bertujuan untuk memelihara dan mengasuh anak-anak yang masih di bawah umur untuk waktu yang lama sampai anak itu menjadi dewasa. Salah satu pihak yang melaksanakan perwalian adalah panti asuhan, untuk melaksanakan fungsi perwalian terdapat ketentuan-ketentuan mengenai perwalian yang ditentukan dengan Undang-Undang. Dan sebagai wali, maka terdapat peran yang berkaitan dalam pemenuhan kesejahteraan anak yang

berada di bawah perwaliannya. Selain itu sebagai lembaga pelayanan kesejahteraan sosial, panti asuhan juga memiliki kewajiban-kewajiban tertentu terhadap usaha perwujudan kesejahteraan anak. Panti asuhan sebagai lembaga perwalian bertindak sebagai wali bagi anak-anak yang mengalami gangguan ekonomi atau anak terlantar. Anak yatim piatu, anak terlantar dan anak tidak mampu merupakan anak-anak yang terganggu kesejahteraannya sehingga membutuhkan penanganan dari panti asuhan yang dikelola oleh pemerintah maupun masyarakat sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak bahwa usaha kesejahteraan anak dilakukan oleh pemerintah atau masyarakat. Banyak hal yang melatar belakangi diserahkannya seorang anak kepada panti asuhan, diantaranya adalah karena faktor ekonomi yang menyebabkan orang tua tidak mampu merawat anak tersebut. Orang tua lebih memilih menyerahkan anaknya ke panti asuhan agar anak tersebut dapat hidup layak. Penyebab yang lain adalah karena meninggalnya kedua orang tua dan tidak ada yang bersedia merawat anak tersebut sehingga kekuasaan untuk merawat anak diserahkan pada panti asuhan. Hal lain yang sering terjadi adalah penelantaran terhadap anak, yang disebabkan anak lahir di luar kehendak orang tuanya. Dengan diserahkannya anak-anak tersebut pada panti asuhan maka mereka akan mendapatkan pengawasan dan pembinaan yang lebih baik. Dengan demikian bahwa tujuan menyelenggarakan panti asuhan adalah

bahwa dalam jangka waktu tertentu memberikan pelayanan sosial yang meliputi perawatan, bimbingan, pendidikan, pengembangan dan rehabilitasi serta kemudian menyerahkan mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup lebih layak dan penuh tanggung jawab sebagaimana mestinya terhadap diri sendiri, keluarga maupun masyarakat. Sedangkan fungsi panti asuhan adalah sebagai pengganti keluarga dalam mengembangkan pribadi anak yang meliputi aspek fisik, psikis maupun sosial untuk menyiapkan anak-anak asuh yang berdiri sendiri dan bertanggung jawab baik dalam ekonomi, mental maupun sosial. Dengan demikian peran wali sangat berat dan penuh tanggung jawab, maka dengan ditunjuknya seseorang atau badan menjadi wali menuntut tanggung jawab yang besar akan tugasnya. Sesuai dengan Pasal 51 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan seorang wali harus beritikad baik dalam melaksanakan tugas perwaliannya, sebab anak yang di bawah perwaliannya tersebut bukan darah dagingnya sendiri. Hal ini dapat ditunjukkan dengan memberikan perhatian dan pemeliharaan yang baik dalam hal pendidikan, kesehatan maupun kasih sayang. Pada garis besarnya perwalian sama dengan kekuasaan orang tua dalam pemeliharaan anaknya, hanya perbedaannya bahwa kekuasaan orang tua meliputi segala segi kehidupan anak baik secara pribadi, harta kekayaan anak maupun dalam bidang hukum perdata maupun pidana sedangkan menurut pasal 50 ayat (2) Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan kekuasaan wali hanya meliputi pribadi anak dan harta bendanya saja. Luasnya perwalian

terhadap diri anak adalah seluas seperti apa yang menjadi kewajiban hukum pada pelaksanaan kekuasaan orang tua, yang meliputi pemeliharaan kesejahteraan jasmani dan rohani anak. Perwalian itu dapat dilakukan oleh seseorang dan atau suatu badan atau yayasan. Salah satu pihak yang melaksanakan perwalian adalah panti asuhan. Banyak hal yang melatar belakangi diserahkannya seorang anak kepada panti asuhan, diantaranya adalah karena faktor ekonomi yang menyebabkan orang tua tidak mampu merawat anak tersebut maupun anak yang sudah tidak mempunyai orang tua. Sebenarnya bagaimana peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak yang dilakukan oleh panti asuhan, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menyusun dalam penulisan skripsi ini dengan judul: PERAN DAN FUNGSI PERWALIAN ANAK DALAM MENGASUH ANAK. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, dapat dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian inisebagai berikut: 1. Bagaimanakah prosedur pelaksanaan perwalian anak dalam mengasuh anak? 2. Bagaimana peran dan fungsi dalam melaksanakan perwalian anak dalam mengasuh anak?

3. Permasalahan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan perwalian anak dalam mengasuh anak pada Panti Asuhan dan bagaimana tanggung jawab hukum mengatasi masalah tersebut? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini sebagai berikut: 1. Untuk mengetahui prosedur pelaksanaan perwalian anak dalam mengasuh anak. 2. Untuk mengetahui peran dan fungsi dalam melaksanakan perwalian anak dalam mengasuh anak. 3. Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang timbul dalam pelaksanaan perwalian anak dalam mengasuh anak dan bagaimana tanggung jawab hukum mengatasi masalah tersebut. D. Manfaat Penelitian Penulisan ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat yaitu sebagai berikut: 1. Bagi Penulis Penulis ini diharapkan dapat menambah pengetahuan khususnya mengenai peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak. 2. Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk menambah pengetahuan pembaca atau masyarakat serta dapat membantu

memecahkan masalah yang mungkin sedang dihadapi oleh masyarakat khususnya yang menyangkut tentang peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak. 3. Bagi Ilmu Pengetahuan Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat memberikan sumbangsih pemikiran bagi ilmu pengetahuan yang berguna untuk perkembangan ilmu hukum umumnya dan khususnya tentang peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak. E. Metode Penelitian Metode dalam hal ini di artikan sebagai suatu cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan dengan menggunakan alat-alat tertentu. Sedangkan penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji suatu pengetahuan yakni usaha dimana dilakukan dengan menggunakan metode-metode tertentu. 4 Suatu metode penelitian akan mengemukakan secara teknis tentang metode-metode yang digunakan dalam penelitian. 5 Dalam melakukan penelitian agar terlaksana dengan maksimal maka penelitian mempergunakan beberapa metode sebagai berikut: 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini adalah normatif, yang artinya penulisan skripsi ini berdasarkan kajian aspek 4 Sutrisno Hadi. Metodologi Riset. Yogyakarta: UGM press 1997.hal.3 5 Noeng Muhadjir. Metode Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. 1998.hal.3

hukum yaitu perundang-undangan yang berlaku dan norma-norma yang hidup di dalam masyarakat. Sehingga diketahui bagaimana kedudukan hukumnya peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak. 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif pada umumnya bertujuan untuk memberikan gambaran data yang selengkap-lengkapnya mengenai peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak. 3. Sumber Data Penelitian Dalam penulisan skripsi ini penulis akan menggunakan data sebagai berikut: a. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan ini digunakan untuk mendapatkan data sekunder, untuk memperoleh dasar teori dalam memecahkan masalah yang timbul dengan menggunakan bahan-bahan: 1) Bahan Hukum Primer meliputi: a. Kitab Undang-undang Hukum Perdata. b. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. c. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak. d. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

e. Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. f. Peraturan perundang-undangan lainnya, khususnya yang berkaitan dengan perwalian anak. 2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu bahan-bahan hukum yang berasal dari bahan pustaka yang berhubungan dengan objek penelitian yang diperoleh dari bukubuku bacaan, artikel ilmiah dan hasil penelitian hukum yang berkaitan dengan peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak. Dengan sumber diatas diharapkan dapat menunjang serta melengkapi data-data yang diperlukan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini. b. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan ini dilakukan dengan cara mempelajari objek yang akan diteliti secara langsung untuk memperoleh data yang diperlukan. 1) Lokasi Penelitian Sesuai dengan judul yang penulis ajukan, maka untuk memperoleh data yang berkaitan dengan skripsi ini penulis mengambil lokasi penelitian di Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah Surakarta (PAKYM). Adapun alasan penulis memilih Panti Asuhan Keluarga Yatim Muhammadiyah

Surakarta (PAKYM), yaitu karena dekat dengan domisili penulis. 2) Subyek Penelitian Dalam penelitian ini yang dijadikan sebagai subyek adalah Pengurus dan Penghuni Panti Asuhan tersebut serta yang melakukan perwalian anak dalam mengasuh anak. 4. Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulan data yang digunakan diatas, maka penulis akan menggunakan data sebagai berikut: a. Studi Kepustakaan Studi Kepustakaan ini dilakukan dengan mencari, mencatat, menginventarisasi, menganalisis, dan mempelajari data-data sekunder yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. b. Studi Lapangan Yaitu metode pengumpulan data yang dilakukan secara langsung di lapangan mengenai peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak, yang ditempuh dengan metode: 1) Observasi, yaitu mengamati langsung terhadap jalannya operasional dan konstruksi hukum yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. 2) Daftar Pertanyaan, yaitu suatu pertanyaan yang penulis gunakan sebagai bahan pertanyaan yang penulis ajukan kepada pihak yang bersangkutan secara tertulis.

3) Wawancara, yaitu mendapatkan informasi dengan bertanya langsung dari pihak yang memahami benar konstruksi hukum, sehingga penulis dapat lebih mudah untuk menganalisis dan mengembangkan data yang diteliti. 4) Pengambilan Sample, Pengambilan sample yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan purpose sampling, tidak semua responden diwawancarai akan tetapi hanya responden yang mempunyai pengetahuan tentang perwalian anak dalam mengasuh anak. Peneliti menanyakan pada ketua pengelola Panti Asuhan yang bisa memberikan penjelasan mengenai peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak. 5. Metode Analisis Data Metode analis data yang digunakan oleh penulis yang sesuai dengan penelitian diskriptif adalah menggunakan metode pendekatan kualitatif yaitu analisis data yang meliputi yurisprudensi, literatur ketentuan yang ada hubungannya dengan peran dan fungsi perwalian anak dalam mengasuh anak dipadukan dengan pendapat responden di lapangan, dianalisis secara kualitatif dan dicari pemecahannya, disimpulkan kemudian digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada.

F. Sistematika Skripsi Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh isi dari penulisan skripsi ini dan memudahkan pembaca untuk mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, apapun sistematika dalam penulisan skripsi ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu adalah sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian E. Metode Penelitian F. Sistematika Skripsi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Anak 1. Pengertian Anak 2. Hak Dan Kewajiban Anak 3. Macam-Macam Anak B. Tinjauan Umum Tentang Perwalian 1. Pengertian Perwalian 2. Sebab Timbulnya Perwalian 3. Asas Perwalian 4. Macam-Macam Perwalian

5. Wewenang Menjadi Wali 6. Kewajiban Menerima Perwalian 7. Hak dan Kewajiban Seorang Wali 8. Cara Pengangkatan Wali 9. Berakhirnya Perwalian 10. Hubungan Antara Perwalian Anak Dan Mengasuh Anak BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Prosedur pelaksanaan perwalian anak dalam mengasuh anak. B. Peran dan fungsi dalam melaksanakan perwalian anak dalam mengasuh anak. C. Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan perwalian anak dalam mengasuh anak oleh dan bagaimana upaya untuk mengatasinya. BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN