MUTU PEKERJAAN dan KESELAMATAN KERJA Oleh : Parfi Khadiyanto Anggota Dewan Pengurus Bidang I (Prolima)LPJKD Prov. Jateng

dokumen-dokumen yang mirip
Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia

Studi Kasus Kecelakaan Kerja Konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia

KAJIAN KESELAMATAN KERJA PEKERJAAN BETON DAN BATA PADA PROYEK KONSTRUKSI GEDUNG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Pekerjaan konstruksi merupakan suatu proses yang besar, yang melibatkan

BAB I PENDAHULUAN. lain, misalnya industri pabrikan (manufacture), maka bidang konstruksi

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia masih

IMPLEMENTASI KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA DI SEKTOR KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ARTIKEL KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA KECELAKAAN KERJA KONSTRUKSI

adalah 70-80% angkatan kerja bergerak disektor informal. Sektor informal memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan nasional Indonesia yang berdampak positif terhadap penyerapan

BAB I PENDAHULUAN. berkembang, terdapat tiga kali lipat tingkat kematian dibandingkan dengan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Analisis risiko..., Septa Tri Ratnasari, FKMUI, 2009

Kajian Penerapan Pedoman Keselamatan Kerja pada Pekerjaan Galian Konstruksi. Reini D. Wirahadikusumah 1) Febby Ferial 2)

BAB I PENDAHULUAN. ilmiah dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (hazard) dan

BAB I PENDAHULUAN. dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan

BAB 1 PENDAHULUAN. Dunia industri dengan segala elemen pendukungnya selalu berkembang secara

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

KESELAMATAN, KEAMANAN, & KESEHATAN KERJA

BUDAYA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) UNTUK KELANGSUNGAN USAHA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Menurut Badan Pusat Statistik, tenaga kerja di Indonesia per bulan Februari

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN

MODUL 2 KESELAMATAN KERJA (Peran & Fungsi K3 Pada Pekerjaan Konstruksi)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. Masalah keselamatan dan kesehatan kerja (K3) secara umum di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatannya sewaktu

JAMSOSTEK. (Jaminan Sosial Tenaga Kerja)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1993 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Tujuan K3. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja. Menjamin tempat kerja yang sehat, bersih, nyaman dan aman

BAB I PENDAHULUAN. bergeloranya pembangunan, penggunaan teknologi lebih banyak diterapkan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Persaingan antar perusahaan di bidang manufaktur dan jasa sangat ketat. Hal ini

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1992 TENTANG JAMINAN SOSIAL TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. bertahan dan berkompetisi. Salah satu hal yang dapat ditempuh perusahaan agar

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kejuruan sebagai salah satu bagian dari sistem Pendidikan

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KECELAKAAN KERJA DAN JAMINAN KEMATIAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3

dimilikinya. Dalam hal ini sangat dibutuhkan tenaga kerja yang memiliki kemampuan skill yang handal serta produktif untuk membantu menunjang bisnis

Visi, Misi, Kebijakan, Strategi dan Program Kerja Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Nasional

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu bagian

BAB I PENDAHULUAN. orang. Secara nasional hingga November 2007, jumlah kecelakaan kerja di

BAB I PENDAHULUAN. pasar lokal, nasional, regional maupun internasional, dilakukan oleh setiap

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 73 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN USAHA PERASURANSIAN BAB I KETENTUAN UMUM.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

WALIKOTA PROBOLINGGO

Dengan Persetujuan: DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Karyawan merupakan aset terpenting bagi organisasi, terlebih saat ini setiap organisasi mulai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

WALIKOTA DUMAI PROVINSI RIAU PERATURAN WALIKOTA DUMAI NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENCARI KERJA DAN WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN

BAB I PENDAHULUAN. dalam kategori dominan sehingga dapat dijadikan sebagai dasar pengambilan keputusan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Semenjak terjadinya revolusi industri di Inggris pada akhir abad ke -

BAB I PENDAHULUAN. kesadaran dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud kesehatan

Makalah. Keamanan dan Kesehatan Kerja. Oleh:

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

IDENTIFIKASI RESPON TENAGA KERJA TERHADAP PENERAPAN K3 PADA BEBERAPA PROYEK PEMBANGUNAN GEDUNG DI KOTA MEDAN DAN SEKITARNYA

KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2014

Sulit disangkal, bila peringatan Utamakan Selamat yang dipasang di pelbagai

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan pekerja merupakan salah satu tujuan yang hendak dicapai

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1969 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK MENGENAI TENAGA KERJA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BEKASI

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Umum BPJS Ketenagakerjaan Pekanbaru

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1981 TENTANG WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. apabila negara dapat memberi peluang bagi seluruh masyarakat untuk

BAB 1 : PENDAHULUAN. efektif dalam arti perlunya kecermatan penggunaan daya, usaha, pikiran, dana dan

BAB I PENDAHULUAN. contohnya mesin. Bantuan mesin dapat meningkatkan produktivitas,

BAB II LANDASAN TEORI. dan proses produksi (Tarwaka, 2008: 4). 1. Mencegah dan Mengurangi kecelakaan.

PROGRAM JAMSOSTEK, HAMBATAN DAN UPAYA MENGEJAR KEPESERTAAN GERRY SILABAN. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara

Dosen Pengampu: Ir. Erwin Ananta, Cert.IV, MM

BAB I PENDAHULUAN. adalah meningkatnya jumlah tenaga kerja di kawasan industri yang

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. kecelakaan disebabkan oleh perbuatan yang tidak selamat (unsafe act), dan hanya

BAB I PENDAHULUAN. dihadapkan pada kebutuhan kebendaan yang meningkat.

BAB I PENDAHULUAN. Risiko merupakan sesuatu yang sering melekat dalam aktivitas. Kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. menuntut produktivitas kerja yang tinggi. Produktivitas dan efisiensi kerja yang baik

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

PERATURAN PERUNDANGAN TERKAIT K3 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL BINA KONSTRUKSI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

* Sebagai suatu hak dasar, ada ketentuanketentuan yang harus ditaati dalam melakukan mogok kerja. (Pasal 139 dan Pasal 140 UUK)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB II LANDASAN TEORI

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Bangunan gedung menurut UU RI No. 28 Tahun 2002 adalah wujud fisik hasil

commit to user BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era globalisasi tahun 2020 mendatang kesehatan dan

PENDAHULUAN. sumber daya dan dana yang ada. Faktor manusia atau tenaga kerja sebagai penggerak utama

Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Perluasan cakupan peserta dan peningkatan kolektabilitas Iuran Jamsos Bid. Ketenagakerjaan

Transkripsi:

MUTU PEKERJAAN dan KESELAMATAN KERJA Oleh : Parfi Khadiyanto Anggota Dewan Pengurus Bidang I (Prolima)LPJKD Prov. Jateng Kesadaran untuk menyelenggarakan system manajemen K3 pada perusahaan konstruksi di Indonesia masih minim, mereka melaksankannya hanya dalam kapasitas pemenuhan persyaratan administrasi belaka. Sebagian besar alasan yang dilontarkan adalah masih adanya anggapan bahwa masalah K3 hanya menjadi tambahan beban biaya perusahaan, tidak sebanding dengan resiko yang akan diterima, ibarat terlanjur bayar premi asuransi padahal tidak pernah mengalami kecelakaan. Pikiran pedagang memang demikian, yang dilihat hanyalah nilai pengorbanan dibanding dengan hasil. Padahal menurut catatan statistik, besarnya tanggungan akibat kecelakaan kerja rata-rata pertahun mencapai 190 milyar rupiah. Tetapi besaran angka ini belum menjadi perhatian serius, sebab standar keselamatan kerja di Indonesia juga masih jauh dari standar minimal yang dipersyaratkan oleh lembaga internasional. Konon Indonesia memiliki peringkat terendah dalam hal standar keselamatan kerja, ditambah lagi, rendahnya kesadaran untuk melaporkan kejadian kecelakaan kerja ke institusi secara resmi, atau bahkan belum semua daerah sadar akan pentingnya institusi penyelamatan kerja dibidang konstruksi. Kecelakaan sekedar dipandang sebuah musibah, bisa menimpa siapa saja dalam kondisi yang bagaimanapun juga. Artinya, ada atau tidak prosedur keselamatan kerja, kalau sedang sial, ya tetap saja akan mengalami kecelakaan kerja. Itulah repotnya memberikan pemahaman tentang keselamatan kerja di beberapa kegiatan konstruksi di Indonesia. Tenaga kerja di sektor jasa konstruksi mencakup sekitar 8% dari seluruh sektor tenaga kerja. Sektor jasa konstruksi adalah salah satu sektor yang paling beresiko terhadap kecelakaan kerja. Jumlah tenaga kerja yang seluruhnya mencapai sekitar 4,5 juta 1

manusia, 50% lebih di antaranya hanya mengenyam pendidikan SD. Sebagian besar dari mereka hanya berstatus tenaga kerja harian lepas atau borongan yang tidak memiliki ikatan kerja secara formal dengan perusahaan. Kenyataan ini sudah pasti mempersulit penanganan masalah K3 yang biasanya dilakukan dengan metoda pelatihan dan penjelasan mengenai system manajemen K3 yang diterapkan pada perusahaan konstruksi. Ini sebuah tantangan bagi pelaksana bidang jasa konstruksi untuk menanggulangi masalah kecelakaan kerja. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, akan tetapi banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Untuk memperkecil risiko kecelakaan kerja, pemerintah telah mengeluarkan suatu peraturan tentang keselamatan kerja khusus untuk sektor konstruksi, yaitu Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per- 01/Men/1980. Meskipun peraturan ini sudah dapat dinilai memadai untuk kondisi minimal di Indonesia, namun yang sangat disayangkan adalah pada penerapan peraturan tersebut di lapangan. Rendahnya kesadaran masyarakat akan masalah keselamatan kerja, dan rendahnya tingkat penegakan hukum oleh pemerintah, mengakibatkan penerapan peraturan keselamatan kerja masih jauh dari yang diharapkan/semestinya, yang pada akhirnya menyebabkan masih tingginya angka kecelakaan kerja. Phil Hughes (dalam buku: Health and Safety in Construction, 2006) menyatakan bahwa pada proyek konstruksi di negara-negara berkembang, terdapat lebih banyak (3 4 kali lipat) kasus kematian akibat kecelakaan kerja konstruksi dibandingkan dengan di negara-negara maju. Dari berbagai kegiatan dalam pelaksanaan proyek konstruksi, pekerjaan-pekerjaan yang paling berbahaya adalah pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian dan pekerjaan galian. Pada ke dua jenis pekerjaan ini kecelakaan kerja yang terjadi cenderung serius bahkan sering kali mengakibatkan cacat tetap dan kematian. Sementara risiko tersebut kurang dipahami oleh para pelaku konstruksi, dengan sering kali mengabaikan penggunaan peralatan keamanan yang telah diatur dalam pedoman K3 konstruksi. Jenis- 2

jenis kecelakaan kerja akibat pekerjaan galian dapat berupa tertimbun tanah, tersengat aliran listrik bawah tanah, terhirup gas beracun, dan lain-lain. Bahaya tertimbun adalah risiko yang sangat tinggi, pekerja yang tertimbun tanah sampai sebatas dada saja dapat berakibat kematian. Di samping itu, bahaya longsor dinding galian dapat berlangsung dengan tiba-tiba, terutama apabila hujan terjadi pada malam sebelum pekerjaan yang akan dilakukan pada pagi keesokan harinya. Data kecelakaan kerja pada pekerjaan galian di Indonesia belum tersedia, namun sebagai perbandingan, dalam buku Health and Safety in Construction (2006) mengestimasi bahwa jumlah kasus di Amerika Serikat mencapai 100 kematian dan 7.000 cacat tetap pertahun akibat tertimbun longsor dinding galian serta kecelakaan-kecelakaan lainnya dalam pekerjaan galian. Kalau di Amerika saja begitu banyak, lalu bagaimana di Indonesia? Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja (pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Biaya-biaya tidak langsung ini sebenarnya jauh lebih besar dari pada biaya langsung. Berbagai studi menjelaskan bahwa rasio antara biaya tidak langsung dan biaya langsung akibat kecelakaan kerja konstruksi sangat bervariasi dan diperkirakan mencapai 15:1. Pemerintah telah sejak lama mempertimbangkan masalah perlindungan tenaga kerja, yaitu melalui UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Sesuai dengan perkembangan jaman, pada tahun 2003, pemerintah mengeluarkan UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Undang undang ini mencakup berbagai hal dalam perlindungan pekerja yaitu upah, kesejahteraan, jaminan sosial tenaga kerja, dan termasuk juga masalah keselamatan dan kesehatan kerja. Aspek ketenagakerjaan dalam hal K3 pada bidang konstruksi, diatur melalui Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.PER- 01/MEN/1980 Tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Konstruksi Bangunan. Peraturan ini mencakup ketentuan-ketentuan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja 3

secara umum maupun pada tiap bagian konstruksi bangunan. Peraturan ini lebih ditujukan untuk konstruksi bangunan, sedangkan untuk jenis konstruksi lainnya masih banyak aspek yang belum tersentuh. Hanya saja besarnya sanksi untuk pelanggaran terhadap peraturan ini masih sangat minim, yaitu hanya seratus ribu rupiah. Sebagai tindak lanjut dikeluarkannya Peraturan Menakertrans tersebut, pemerintah menerbitkan Surat Keputusan Bersama Menteri Pekerjaan Umum dan Menteri Tenaga Kerja No.Kep.174/MEN/1986-104/KPTS/1986: Pedoman Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Tempat Kegiatan Konstruksi. Pedoman yang selanjutnya disingkat sebagai Pedoman K3 Konstruksi ini merupakan pedoman yang dapat dianggap sebagai standar K3 untuk konstruksi di Indonesia, meskipun itu, pedoman ini akan lebih aplikatif dan memasyarakat apabila menggunakan istilah-istilah yang umum digunakan, serta dilengkapi dengan deskripsi/gambar yang memadai. Bila dibandingkan dengan standar K3 untuk jasa konstruksi di Amerika Serikat misalnya, (OSHA, 29 CFR Part 1926), Occupational Safety and Health Administration (OSHA), sebuah badan khusus di bawah Departemen Tenaga Kerja yang mengeluarkan pedoman K3 termasuk untuk bidang konstrusksi, memperbaharui peraturan K3-nya secara berkala (setiap tahun). Peraturan atau pedoman teknis tersebut juga sangat komprehensif dan mendetil. Pedoman yang dibuat dengan tujuan untuk tercapainya keselamatan dan kesehatan kerja, bukan hanya sekedar sebagai aturan, secara terus menerus disempurnakan dan mengakomodasi masukan-masukan dari pengalaman pelaku konstruksi di lapangan. Dengan demikian, pelaku konstruksi akan secara sadar mengikuti peraturan untuk tujuan keselamatan dan kesehatan kerjanya sendiri. Pemerintah menyadari bahwa penerapan masalah K3 di perusahaan-perusahaan tidak dapat diselesaikan dengan pengawasan saja. Perusahaan-perusahaan perlu berpatisipasi aktif dalam penanganan masalah K3 dengan menyediakan rencana yang baik, yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Sistem MK3 ini merupakan tindakan nyata yang berkaitan dengan usaha yang dilakukan oleh seluruh tingkat manajemen dalam suatu organisasi dan dalam pelaksanaan pekerjaan, agar 4

seluruh pekerja dapat terlatih dan termotivasi untuk melaksanakan program K3 sekaligus bekerja dengan lebih produktif. UU Ketenagakerjaan mewajibkan setiap perusahaan yang memiliki lebih dari 100 pekerja, atau kurang dari 100 pekerja tetapi dengan tempat kerja yang berisiko tinggi (termasuk proyek konstruksi), untuk mengembangkan Sistem MK3 dan menerapkannya di tempat kerja. Sistem MK3 mencakup hal-hal berikut: struktur organisasi, perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif. Kita tunggu kiprah para pelaksana jasa konstruksi untuk betul-betul mampu menjamin keselamatan kerja yang akan berdampak pada peningkatan mutu kualitas bangunannya, sebab bekerja dengan aman menjamin ketenangan jiwa pekerja, ketenangan jiwa pekerja menjamin terciptanya mutu pekerjaan. 5