BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya. Dalam memenuhi segala kebutuhan hidup, akal dan pikiran. Ia memerlukan tangan ataupun bantuan dari pihak lain.

I. PENDAHULUAN. lembaga pembiayaan melakukan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau

BAB I PENDAHULUAN. Kecenderungan kondisi masyarakat dewasa ini membeli suatu benda

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rangkaian pembahasan sebelumnya mengenai perlindungan

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan lembaga jaminan sudah sangat populer dan sudah tidak asing

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan secara terus menerus dan berkesinambungan, yaitu pembangunan di

BAB I PENDAHULUAN. adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN, PERUSAHAAN PEMBIAYAAN DAN WANPRESTASI. 2.1 Pengertian dan Dasar Hukum Lembaga Pembiayaan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia yang menganut Negara welfare state yaitu negara yang

BAB I PENDAHULUAN. atau mesin. Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. tergiur untuk memilikinya meskipun secara financial dana untuk

BAB I PENDAHULUAN. Analisis yuridis..., Liana Maria Fatikhatun, FH UI., 2009.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu

BAB I PENDAHULUAN. menyalurkan dana dari masyarakat secara efektif dan efisien. Salah satu

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 168, (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Kebutuhan masyarakat akan pembiayaan sekarang ini semakin tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. produk dan ragam yang dihasilkan dan yang menjadi sasaran dari produk-produk

BAB I PENDAHULUAN. hukum membutuhkan modal untuk memulai usahanya. Modal yang diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. Pada tahap permulaan usaha maupun pada tahap pengembangan. usaha yang dilakukan oleh perusahaan, permodalan merupakan faktor

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 42 TAHUN 1999 (42/1999) TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. tingkat ekonomi tinggi, menengah dan rendah. hukum. Kehadiran berbagai lembaga pembiayaan membawa andil yang besar

Bab 1 PENDAHULUAN. merupakan suatu usaha untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, salah satu

BAB I PENDAHULUAN. macam kegiatan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Untuk dapat memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, kegiatan ini memegang peranan penting bagi kehidupan bank. umum di Indonesia khususnya dan di negara lain pada umumnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam suatu perjanjian kredit memerlukan adanya suatu jaminan. Namun

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan nasional, salah satu usaha untuk mewujudkan masyarakat

DAMPAK PELAKSANAAN EKSEKUSI TERHADAP OBYEK JAMINAN FIDUSIA BERDASARKAN PASAL 29 UNDANG UNDANG NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. berbagai kebutuhan untuk mencapai kesejahteraan hidup. Kebutuhan itu

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi yang semakin berkembang di Indonesia juga. Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang

BAB I PENDAHULUAN. makmur, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, dalam

PERBEDAAN ANTARA GADAI DAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. Munculnya berbagai lembaga pembiayaan dewasa ini turut memacu roda. perekonomian masyarakat. Namun sayangnya pertumbuhan institusi

BAB I PENDAHULUAN. jenis dan variasi dari masing-masing jenis barang dan atau jasa yang akan

BAB I PENDAHULUAN. pembiayaan/leasing) selaku penyedia dana. Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan disebutkan bahwa :

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan Nasional, peran

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensial, yaitu bank. Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder dan tersier. 1 Meningkatnya kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. menjadi sangat penting dan memegang peranan penting dalam kehidupan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. - Uang berfungsi sebagai alat tukar atau medium of exchange yang dapat. cara barter dapat diatasi dengan pertukaran uang.

BAB I PENDAHULUAN. digencar-gencarkan adalah ekonomi kreatif dalam kata lain adalah Usaha

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dana merupakan salah satu faktor penting dan strategis dalam

PELANGGARAN-PELANGGARAN HUKUM DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA Senin, 06 Desember :46

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEMBIAYAAN. menerus atau teratur (regelmatig) terang-terangan (openlijk), dan dengan tujuan

BAB I PENDAHULUAN. lain sehingga muncul hubungan utang piutang. Suatu utang piutang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap orang yang hidup di dunia dalam memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. tidak asing dikenal di tengah-tengah masyarakat adalah bank. Bank tersebut

BAB I PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan disertai berbagai tantangan dan resiko yang dihadapi.

BAB I PENDAHULUAN. piutang ini dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata (yang selanjutnya disebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi saat ini memiliki dampak yang positif, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. merupakan jaminan perorangan. Jaminan kebendaan memberikan hak. benda yang memiliki hubungan langsung dengan benda-benda itu, dapat

BAB I PENDAHULUAN. sehari-hari manusia pasti saling membutuhkan satu sama lainnya. Oleh sebab itu diwajibkan

BAB I PENDAHULUAN. Pada kehidupan sehari-hari manusia tidak terlepas dari manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. nasional. Menurut Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. dinegara Indonesia. Semakin meningkat dan bervariasinya kebutuhan masyarakat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. utama sekaligus menentukan maju mundurnya bank yang bersangkutan

BAB I PENDAHULUAN. bersifat terbuka, perdagangan sangat vital bagi upaya untuk meningkatkan

Pembebanan Jaminan Fidusia

BAB I PENDAHULUAN. mereka pada dasarnya ingin hidup layak dan selalu berkecukupan. 1 Perbankan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang saat ini tengah. melakukan pembangunan di segala bidang. Salah satu bidang pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. yang diintrodusir oleh Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang. Perdata. Dalam Pasal 51 UUPA ditentukan bahwa Hak Tanggungan dapat

BAB 1 PENDAHULUAN. menjadi suatu alat bukti, maka tulisan tersebut dinamakan akta (acte) 1.

EKSEKUSI OBJEK JAMINAN FIDUSIA

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian hutang piutang ini dalam Kitab Undang-Undang Hukun Perdata

BAB I PENDAHULUAN. kegiatan perekonomian. Pasal 33 Undang-Undang dasar 1945 menempatkan

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 1988 TENTANG LEMBAGA PEMBIAYAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELESAIAN KREDIT MACET DENGAN JAMINAN FIDUSIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 1999 TENTANG JAMINAN FIDUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBUK INDONESIA

BAB I PENDAHULUAN. layak dan berkecukupan. Guna mencukupi kebutuhan hidup serta guna

TINJAUAN TENTANG PENYELESAIAN WANPRESTASI ATAS DI PD BPR BANK BOYOLALI

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dalam. rangka upaya peningkatan pembangunan nasional yang bertitik berat

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN PEMBIAYAAN KONSUMEN. A. Pembiayaan Konsumen dan Dasar Hukumnya

EKSEKUSI BARANG JAMINAN FIDUSIA DAN HAMBATANNYA DALAM PRAKTEK

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan sehari-hari, di mana pemenuhan kebutuhan tersebut sangatlah

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. tugas yang diemban perbankan nasional tidaklah ringan. 1. perbankan menyatakan bahwa bank adalah : badan usaha yang menghimpun

BAB II LANDASAN TEORI

Lex Privatum, Vol. IV/No. 5/Juni/2016

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI HUKUM JAMINAN KREDIT. Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling,

BAB I PENDAHULUAN. dengan pelaku usaha yang bergerak di keuangan. Usaha keuangan dilaksanakan oleh perusahaan yang bergerak di bidang

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia lainnya untuk dapat

BAB I PENDAHULUAN. tiga macam, yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan dan perkembangan perusahaan yang. menghasilkan berbagai macam produk kebutuhan hidup sehari-hari,

BAB 1 PENDAHULUAN. dan makmur berdasarkan pancasila dan Undang-undang Dasar Dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Seiring dengan gencar-gencarnya Pemerintah meningkatkan kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. berupa membayarkan sejumlah harga tertentu. mencukupi biaya pendidikan dan lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang. Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

BAB I PENDAHULUAN. salah satu tolak ukur dari keberhasilan pembangunan nasional yang bertujuan

BAB I PENDAHULUAN. nasional yang merupakan salah satu upaya untuk mencapai masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. untuk aktif di dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Begitu

BAB I PENDAHULUAN. Suatu kegiatan usaha atau bisnis diperlukan sejumlah dana sebagai modal

BAB I PENDAHULUAN. bertahap, pada hakikatnya merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan

Transkripsi:

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan zaman di bidang teknologi telah memacu perusahaan untuk menghasilkan produk electronic yang semakin canggih dan beragam. Kelebihan-kelebihan atas suatu produk electronic terbaru mendorong masyarakat (konsumen) tergiur untuk memilikinya meskipun barangkali secara financial dana untuk membelinya tidak mencukupi. Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah yang berpenghasilan rendah, hal ini tentu merupakan suatu problem tersendiri. Kondisi inilah yang antara lain menyebabkan tumbuh dan berkembangnya lembaga pembiayaan konsumen sebagai salah satu sumber pembiayaan alternatif untuk memenuhi kebutuhan konsumen atas barang-barang konsumtif yang dibutuhkannya. Melalui pembiayaan konsumen, masyarakat yang tadinya kesulitan untuk membeli barang secara tunai, akan dapat teratasi dengan mudah dan cepat. Dengan terbentuknya Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan ini, maka banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance) seperti Sewa guna usaha (leasing), Anjak piutang (factoring), Modal ventura (venture capital), Perdagangan surat berharga (securities company), dan Usaha kartu kredit (credit card). 1 Hal ini 1 Sunaryo, 2008, Hukum Lembaga Pembiayaan, Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 6. 1

2 dikarenakan banyaknya masyarakat (konsumen) yang ingin memiliki suatu barang tetapi secara financial dana untuk membelinya tidak mencukupi. Pada prinsipnya siapa saja dapat memberikan pinjaman modal, artinya bank pemerintah maupun swasta, lembaga pembiayaan, manusia baik kelompok maupun perorangan, dapat memberikan pinjaman modal. Pinjaman modal tersebut umumnya diikat dengan suatu perjanjian yang disebut sebagai perjanjian kredit apabila kreditornya adalah bank. Jika kreditor pemberi pinjaman merupakan suatu lembaga pembiayaan maka perjanjiannya disebut dengan perjanjian pembiayaan konsumen. Di Indonesia walaupun sebelumnya sudah ada satu atau dua macam pranata penyaluran dana non bank, tetapi secara institusional gong mulai dibunyikan setelah pemerintah mengeluarkan Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, yang kemudian ditindaklanjuti oleh Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 1251/KMK. 013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan sebagaimana telah berkali-kali diubah. 2 Baik bank maupun lembaga pembiayaan dalam memberikan pinjaman modal kepada masyarakat tentunya menganut prinsip kehati-hatian misalnya saja melalui proses analitis yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap. 3 2 Munir Fuady, 2006, Hukum Tentang Pembiayaan (Dalam Teori dan Praktek), Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 3. 3 Sutarno, 2003, Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank, Alfabeta, Bandung, hlm. 1.

3 Prinsip kehati-hatian tersebut bertujuan untuk menghindari kredit macet ataupun debitor melakukan wanprestasi, mengingat perjanjian tersebut mempunyai risiko yang besar, yaitu modal yang dipinjamkan kepada masyarakat kemungkinan tidak kembali sesuai dengan yang telah diperjanjikan. Berkaitan dengan masalah tersebut, Pasal 1131 KUHPerdata mengatur bahwa semua kebendaan seseorang secara umum menjadi jaminan perikatannya. Akan tetapi, jaminan secara umum ini kadang-kadang menyebabkan seorang kreditor hanya memperoleh pengembalian sebagian dari piutangnya bahkan mungkin tidak mendapat pengembalian sama sekali karena semua jaminan berlaku bagi semua kreditor. Dalam rangka mengantisipasi kejadian tersebut, maka kreditor dapat meminta kepada debitor mengadakan perjanjian tambahan atau jaminan khusus untuk menjamin pelunasan atas hutangnya. Tujuan adanya jaminan khusus dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum. Artinya apabila debitor dalam keadaan lalai melunasi hutangnya, maka kreditor dapat melelang atau mengambil kembali sebagian atau seluruh harta debitor yang dijadikan jaminan untuk melunasi hutangnya, jika jaminan khusus itu bersifat kebendaan, namun apabila jaminan khusus itu bersifat perorangan, maka kreditor dapat meminta pelunasan piutangnya kepada pihak yang telah bersedia menanggung pelunasan hutang debitor jika debitor tersebut wanprestasi. Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan untuk melakukan perjanjian antara kreditor dengan

4 debitor. Maka timbul hak dan kewajiban pada masing-masing pihak. Selama proses tersebut tidak menghadapi masalah dalam arti kedua belah pihak melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan yang di perjanjikan maka persoalan tidak akan muncul. Biasanya persoalan baru timbul jika debitor lalai mengembalikan uang pinjaman pada saat yang telah di tentukan. Kondisi yang demikianlah menyebabkan kreditor tidak merasa aman untuk memastikan pengembalian yang seharusnya dilakukan, maka kreditor akan meminta jaminan guna menjamin dilunasinya kewajiban debitor pada waktu yang telah ditentukan dan di sepakati sebelumnya antara kreditor dengan debitor. Salah satu lembaga jaminan kebendaan yang sering digunakan sebagai jaminan dalam perjanjian kredit bank maupun lembaga pembiayaan adalah fidusia, karena dirasa lebih menguntungkan bagi kreditor dan debitor. Bagi debitor, walaupun bendanya menjadi jaminan perjanjian kredit, namun benda tersebut masih dalam penguasaan dan masih dapat dimanfaatkan untuk kepentingan usahanya, karena yang berpindah hanyalah hak kepemilikan atas benda tersebut. Keuntungan bagi kreditor yaitu kepentingannya juga terlindungi oleh hukum, karena memegang hak milik atas benda jaminan. Namun keuntungan yang dirasakan debitor tersebut, justru mengandung risiko yang sangat besar bagi kreditor. Telah diutarakan di atas bahwa yang berpindah hanyalah hak kepemilikan atas benda jaminan, sedangkan benda jaminan masih berada di dalam penguasaan debitor. Dengan kondisi seperti ini sangat memungkinkan

5 debitor selaku pemberi fidusia mengalihkan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi obyek jaminan. Misalnya lembaga pembiayaan menyediakan barang bergerak yang di minta oleh konsumen, motor contohnya, kemudian diatasnamakan konsumen sebagai debitor tentunya apabila belum dilunasinya hak dan kewajiban maka lembaga pembiayaan (kreditor) ini akan tetap mempertahankan haknya atau jaminan khusus yang dimilikinya yaitu BPKB (Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor) tetap dipertahankan oleh kreditor sampai debitor melunasi segala kewajibannya, baru secara sah, kepemilikan motor tersebut dimiliki oleh debitor. Lain halnya dalam pembiayaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dalam hal pembiayaan barang-barang electronic. Dalam pembiayaan barang-barang electronic dalam hal ini lembaga pembiayaan (kreditor) tidak dapat meminta jaminan apapun atau jaminan tambahan. Lalu bagaimana jika barang-barang electronic tersebut yang merupakan obyek jaminan fidusia dialihkan tanpa sepengetahuan dari pihak lembaga pembiayaan (kreditor)? Bahwa kebutuhan dana bagi seseorang memang merupakan pemandangan sehari-hari. Baik dalam rangka memenuhi kebutuhan konsumsi seharihari, apalagi dalam hal berusaha di berbagai bidang bisnis. 4 Kebutuhan akan lembaga jaminan yang praktis bagi benda bergerak maupun tidak bergerak sangat di perlukan didalam dunia bisnis sekarang ini. 4 Fuady, op.cit., hlm. 1.

6 Belum lama ini tanggal 30 September 1999 telah disahkan suatu undangundang baru, yang mengatur tentang Hukum Jaminan, yaitu Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Fidusia, yang untuk selanjutnya kita sebut saja Undang-undang Fidusia atau disingkat UUF. Pada hari yang sama peraturan tersebut telah diundangkan dalam lembaran Negara Nomor 168, sehingga sesuai dengan ketentuan Pasal 41 Undang-undang tersebut mulai berlaku. 5 Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia yang objeknya adalah benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak dapat memberikan kepastian hukum dan membawa perubahan dalam pranata hukum jaminan. Selanjutnya, adalah juga tujuan dari undang-undang fidusia untuk memberikan perlindungan hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Dalam penjelasan dikatakan bahwa salah satu tujuan undang-undang fidusia adalah untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak. 6 Dengan lahirnya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia maka hal-hal yang berkaitan dengan benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib untuk didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia sesuai dengan Pasal 11 Undang-undang No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam pelaksanaan pendanaan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan dengan mendaftarkan kepada Kantor Pendaftaran Fidusa, tujuannya adalah agar lembaga pembiayaan tersebut mendapatkan kedudukan 5 J. Satrio, 2005, Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan Fidusia, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 1. 6 Ibid., hlm. 141.

7 yang lebih baik dalam mendapatkan pelunasan pembayaran atas perjanjian sewa-beli atau hutang-piutang dalam hal ini dapat lebih dapat memberikan kepastian hukum. Sehingga apabila suatu saat debitor wanprestasi, maka kreditor (lembaga pembiayaan) dapat mengambil obyek yang dijaminkan dengan fidusia tersebut untuk diambil dengan pelunasannya. Pengertian Lembaga Pembiayaan menurut Pasal 1 angka 2 Keppres Nomor 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. Istilah lembaga pembiayaan mungkin belum sepopuler dengan istilah lembaga keuangan dan lembaga perbankkan. Belum akrabnya dengan istilah ini bisa jadi karena dilihat dari eksistensinya lembaga pembiayaan memang masih relative masih baru jika dibandingkan dengan lembaga keuangan konvensional, yaitu bank. Istilah lembaga pembiayaan merupakan padanan dari istilah financing institution. Lembaga pembiayaan ini kegiatan usahanya lebih menekankan pada fungsi pembiayaan, yaitu dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. 7 Berdasarkan definisi di atas dalam pengertian lembaga pembiayaan terdapat unsur-unsur sebagai berikut : a) Badan usaha, yaitu perusahaan pembiayaan yang khusus didirikan untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam bidang usaha lembaga pembiayaan. 7 Sunaryo, op.cit., hlm. 1.

8 b) Kegiatan pembiayaan, yaitu melakukan pekerjaan atau aktivitas dengan cara membiayai pada pihak-pihak atau sektor usaha yang membutuhkan. c) Penyediaan dana, yaitu perbuatan menyediakan uang untuk suatu keperluan. d) Barang modal, yaitu barang yang dipakai untuk menghasilkan sesuatu atau barang lain, seperti mesin-mesin, peralatan pabrik, dan sebagainya. e) Tidak menarik dana secara langsung (non deposit taking) artinya tidak mengambil uang secara langsung baik dalam bentuk giro, deposito, tabungan, dan surat sanggup bayar kecuali hanya untuk dipakai sebagai jaminan utang kepada bank yang menjadi kreditornya. f) Masyarakat, yaitu sejumlah orang yang hidup bersama di suatu tempat yang terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama. 8 Lembaga pembiayaan memberikan pembiayaan kepada masyarakat yang memerlukan dana karena lembaga pembiayaan mendapatkan jaminan umum yang diberikan oleh undang-undang dan lembaga pembiayaan tersebut juga dapat meminta jaminan khusus yaitu jaminan fidusia. Untuk jaminan fidusia itu diatur di dalam Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia adalah : a) Bahwa kebutuhan yang sangat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan; b) Bahwa jaminan fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan sampai saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif; c) Bahwa untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlidungan hukum bagi pihak 8 Ibid., hlm. 2.

9 yang berkepentingan, maka perlu di bentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia; d) Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, dan c dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia. Untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditor maka dibuat akta yang dibuat oleh notaris dan didaftarkan ke Kantor Pendaftaran Fidusia. Kreditor nantinya akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dengan demikian, memiliki kekuatan hak eksekutorial langsung apabila debitor melakukan pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditor (parate eksekusi), sesuai Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia Pasal 5 dan 11 yang menyatakan : Pasal 5 UU No. 42 Tahun 1999 : (1) Pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam Bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. (2) Terhadap pembuatan akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dikenakan biaya yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Pasal 11 UU No. 42 Tahun 1999 : (1) Benda yang dibebani dengan jaminan fidusia wajib di daftarkan. (2) Dalam hal benda yang di bebani dengan jaminan fidusia berada di luar wilayah Negara Republik Indonesia, kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tetap berlaku. Fakta di lapangan menunjukkan lembaga pembiayaan dalam melakukan perjanjian pembiayaan mencantumkan kata-kata dijaminkan secara Fidusia. Tetapi ironisnya tidak dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia untuk mendapatkan sertifikat.

10 Lalu bagaimana cara pengeksekusian barang dan perlindungan hukum kepada lembaga pembiayaan apabila tidak dibuatkan akta notaris dan tidak didaftarkan di kantor pendaftaran fidusia? Karena hal tersebut, maka penulis mencoba mencari jawaban atas masalah-masalah yang muncul dengan melakukan penelitian dalam bentuk penulisan hukum yang berjudul : Perlindungan Hukum Bagi Lembaga Pembiayaan Akibat Barang Electronic Sebagai Obyek Jaminan Fidusia Dialihkan Pada Pihak Ketiga. B. Rumusan Masalah Perumusan masalah yang akan menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimanakah jika barang-barang electronic atau barang yang merupakan obyek jaminan fidusia dialihkan kepada pihak ketiga tanpa sepengetahuan dari pihak lembaga pembiayaan (kreditor)? 2. Bagaimanakah cara pengeksekusian terhadap obyek fidusia yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan apabila belum di daftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia? C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui apa tindakan yang dilakukan oleh lembaga pembiayaan (kreditor) apabila barang electronic yang merupakan obyek jaminan fidusia tersebut dialihkan oleh debitor pada pihak ketiga.

11 2. Untuk mengetahui bagaimana cara lembaga pembiayaan dalam pengeksekusian terhadap obyek jaminan fidusia yang belum di daftarkan di Kantor Pendaftaran Fidusia. D. Manfaat Penelitian 1. Dari Segi Teoritis Secara Teoritis hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan kajian yang pada gilirannya memberikan sumbangan bagi perkembangan hukum pada umumnya, khususnya di bidang hukum jaminan. 2. Dari Segi Praktis a) Bagi Ilmu Pengetahuan Dengan adanya penulisan hukum ini diharapkan dapat menambah sumbangan yang berarti bagi ilmu pengetahuan dan pendidikan hukum. b) Bagi Lembaga Pembiayaan Diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam perkembangan lembaga-lembaga pembiayaan di Indonesia khususnya yang berkaitan dengan aspek hukum. c) Bagi Masyarakat Diharapkan dengan membaca penelitian ini maka masyarakat luas diharapkan dapat memperluas ilmu pengetahuan khususnya tentang perlindungan hukum bagi lembaga pembiayaan.

12 d) Bagi Penulis Untuk menambah informasi dan tambahan pengetahuan mengenai perlindungan hukum bagi lembaga pembiayaan dan memenuhi menjadi salah satu syarat kelulusan. E. Keaslian Penelitian Menurut hasil penelusuran yang telah dilakukan dan sepengetahuan Penulis, Judul dan Rumusan Masalah mengenai: Perlindungan hukum bagi lembaga pembiayaan akibat barang electronic sebagai obyek jaminan fidusia dialihkan pada pihak ketiga. Belum pernah diteliti oleh peneliti lain, sehingga penulisan hukum ini adalah hasil karya asli Penulis. Apabila penulisan ini pernah diteliti oleh peneliti lain maka penulisan hukum ini merupakan pelengkap hasil penelitian sebelumnya. F. Batasan Konsep Supaya pembahasan penelitian ini dapat terfokus dan tidak meluas, maka peneliti memberikan batasan konsep terhadap masalah sebagai berikut : 1. Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat. (Pasal 1 angka (2) Keppres Nomor 61 tahun 1988 Tentang Lembaga Pembiayaan). 2. Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya

13 dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. (Pasal 1 angka (1) UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia). 3. Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. (Pasal 1 angka (2) UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia). 4. Kantor Pendaftaran Fidusia adalah bagian dalam lingkungan Departemen Kehakiman dan bukan institusi yang mandiri atau unit pelaksanaan teknis. (Penjelasan Pasal 12 UU Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia). G. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian Sehubungan dengan judul penelitian, maka jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang berfokus pada norma (law in the book) dan penelitian ini memerlukan data sekunder (bahan hukum) sebagai data utama dan mengumpulkan data dari

14 pihak-pihak yang mengetahui masalah yang sedang diteliti dengan mengadakan wawancara dengan narasumber. 2. Sumber Data Dalam penelitian hukum normatif menggunakan data sekunder atau bahan hukum sebagai data utama dan data primer sebagai pendukung. a. Data Sekunder Data berupa buku, hasil penelitian, pendapat hukum dan bahan-bahan hukum lainnya yang berkaitan dengan materi penelitian ini. Adapun bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Bahan Hukum Primer Bahan hukum primer merupakan kumpulan bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan yang meliputi : a) Undang-Undang Dasar 1945. b) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. d) Keputusan Presiden Nomor 61 tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan. e) Keputusan Mentri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan Lembaga Pembiayaan. f) Peraturan Mentri Keuangan Nomor 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan.

15 g) Peraturan Pemerintah Nomor 87 Tahun 2000 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1999 tentang Tarif atas jenis penerimaan negara bukan pajak. h) Dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan tema penulisan ini. 2) Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum yang diperoleh dari buku-buku, hasil penelitian dan pendapat hukum yang berhubungan dengan obyek yang diteliti : a) Buku-buku tentang jaminan fidusia. b) Buku-buku tentang lembaga pembiayaan. c) Buku-buku tentang perusahaan pembiayaan. 3) Bahan Hukum Tersier Bahan hukum tersier berupa Kamus Hukum, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia Praktis digunakan untuk melengkapi analisis bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. b. Data Primer Data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara dengan narasumber mengenai obyek yang diteliti.

16 3. Metode Pengumpulan Data a. Studi Kepustakaan Penelitian ini dilakukan dengan dengan mempelajari bahan-bahan literatur yang berupa buku-buku, dokumen-dokumen, peraturanperaturan perundang-undangan yang berlaku dan sebagainya. b. Wawancara dengan Nara Sumber Penelitian ini dilakukan dengan melakukan tanya jawab secara langsung dengan narasumber selaku pihak-pihak terkait didalam lembaga pembiayaan. 4. Metode Analisis Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan selanjutnya diolah menggunakan metode analisis kualitatif, yaitu suatu metode analisis data yang dilakukan dengan tidak menggunakan angka-angka, tetapi disusun dalam bentuk kalimat-kalimat yang logis. Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode berfikir deduktif yaitu metode berfikir yang mendasarkan pada hal umum dan diyakini kebenarannya kemudian ditarik kesimpulan secara khusus. H. Kerangka Penulisan Hukum Penulisan Hukum ini terbagi dalam 3 bab yang tiap bab dibagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun kerangka penulisan hukum ini adalah sebagai berikut :

17 BAB I : PENDAHULUAN Di dalam Bab Pendahuluan ini Penulis akan menguraikan mengenai : Latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, keaslian penelitian, batasan konsep, metodologi penelitian, dan kerangka penulisan hukum. BAB II : PEMBAHASAN Di dalam Bab Pembahasan ini Penulis akan menguraikan mengenai: Tinjauan umum tentang lembaga pembiayaan, tinjauan tentang pembiayaan konsumen, fidusia dalam pembiayaan konsumen, perlindungan hukum bagi lembaga pembiayaan. BAB III : PENUTUP Di dalam Bab Penutup ini Penulis akan menguraikan mengenai : Kesimpulan yang merupakan jawaban dari permasalahan yang diperoleh dari hasil penelitian dan berupa saran yang berhubungan dengan kesimpulan terakhir yang di peroleh dari hasil penelitian hukum ini.