SERATUS PERSEN RELIGIUS DAN SERATUS PERSEN INDONESIA Rohani, Agustus 2012, hal Paul Suparno, S.J.

dokumen-dokumen yang mirip
SALING TIDAK PERCAYA DALAM HIDUP BERKOMUNITAS Rohani, Februari 2012, hal Paul Suparno, S.J.

BUDAYA MENJATUHKAN TEMAN DALAM KONGREGASI Rohani, Juli 2012, hal Paul Suparno, S.J.

PERAYAAN HARI HIDUP BAKTI SEDUNIA Rohani, Maret 2012, hal Paul Suparno, S.J.

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J.

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J.

PEMBANGUNAN KARAKTER DAN PEMBENTUKAN BANGSA: APLIKASINYA DALAM SEKOLAH 1 Paul Suparno Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

IMPLEMENTASI SEMANGAT TAREKAT PADA PENDIDIKAN SEKOLAH Pertemuan Koptari, Syantikara, 13 Januari 2017 Paul Suparno, S.J.

DAYA TAHAN LEMAH: TANTANGAN KAUL DARI DIRI SENDIRI Rohani, Oktober 2013, hal Paul Suparno, S.J.

MEMBERI ITU MEMBAHAGIAKAN DAN MENYEHATKAN Rohani, Agustus 2013, hal Paul Suparno, S.J.

SPIRITUALITAS STUDI: KESUNGGUHAN BELAJAR Rohani, September 2012, hal Paul Suparno, S.J.

RELIGIUS SEBAGAI MISTIK DAN NABI DI TENGAH MASYARAKAT Rohani, Juni 2012, hal Paul Suparno, S.J.

KETIDAKPERCAYAAN DALAM BIARA Rohani, Januari 2012, hal Paul Suparno, S.J.

KEPEMIMPINAN KRISTIANI SEBAGAI PELAYAN DI BIARA Rohani, Juni 2013, hal Paul Suparno, S.J.

MENJADI TUA DAN BAHAGIA

GOSIP DALAM BIARA Rohani, Mei 2013, hal Paul Suparno, S.J.

BE AMAZING TEACHERS. Lokakarya Yayasan Suaka Insan Suster SPC Jl. Danau Agung 13, Sunter, Jakarta, 22 Juli 2015 Paul Suparno, S.J.

SPIRITUAL QUOTIENT (SQ) DALAM HIDUP MEMBIARA Rohani, Januari 2013, hal Paul Suparno, S.J.

ANAK MAS DI BIARA SEBAGAI UNGKAPAN SEKSUALITAS Rohani, April 2012, hal Paul Suparno, S.J.

GEREJA INDONESIA DAN PENDIDIKAN

KESENDIRIAN & KESEPIAN DALAM MASA TUA Rohani, Februari 2013, hal Paul Suparno, S.J.

RELASI GURU-MURID-BIDANG STUDI BAGI GURU SEJATI

BUNDA MARIA IBU BIARAWAN-BIARAWATI Rohani, Oktober 2012, hal Paul Suparno, S.J.

MODEL PENDIDIKAN UNTUK MENCINTAI TANAH AIR Educare, Mei 2013, hal Paul Suparno, S.J.

BELAJAR DAYA TAHAN SEJAK FORMASI AWAL Rohani, Maret 2013, hal Paul Suparno, S.J.

KELUARGA DAN PANGGILAN HIDUP BAKTI 1

C. Hubungan pimpinan dan anggota Dalam pendampingan dan kepemimpinan, relasi yang diharapkan adalah:

MENGAPA SULIT TERUS TERANG DALAM FORMASI? Rohani, April 2013, hal Paul Suparno, S.J.

EVANGELISASI BARU. Rohani, Desember 2012, hal Paul Suparno, S.J.

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF PANCASILA

FILSAFAT PENDIDIKAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN NASIONAL 1 Paul Suparno

PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA DALAM KAITAN DENGAN WAWASAN KEBANGSAAN 1 Paul Suparno, S.J.

BAB I ARTI DAN MAKNA GEREJA

TANTANGAN RELIGIUS DALAM MEWARTAKAN KABAR GEMBIRA DI ZAMAN GADGET

Paul Suparno, S.J. Universitas Sanata Dharma Yogyakartsa

KADO NATAL DI BIARA Rohani, Desember 2011, hal Paul Suparno, S.J.

PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKSI (PPR) DI SEKOLAH Serviam, educating, enhacing and caring, Januari 2012, hal Paul Suparno, S.J.

PENGEMBANGAN KARAKTER UNTUK ANAK ZAMAN SEKARANG 1

PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PENGAJARAN FISIKA Paul Suparno Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta

dibacakan pada hari Sabtu-Minggu, 1-2 Maret 2014

Sambutan Presiden RI pada Perayaan tahun Baru Imlek Nasional 2564, Jakarta, 19 Februari 2013 Selasa, 19 Pebruari 2013

Kejadian Sehari-hari

NAFSU: TANTANGAN KAUL DARI DALAM BIARA KITA Rohani, September 2013, hal Paul Suparno, S.J.

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP)

OPTIMALISASI PPR UNTUK PENGEMBANGAN KECERDASAN DAN PEMBINAAN KARAKTER 1

KETERKAITAN NILAI, JENJANG KELAS DAN INDIKATOR UNTUK SMP-SMA

MENDENGARKAN HATI NURANI

SAMBUTAN KETUA DPRD KABUPATEN KEBUMEN P A D A MALAM TASYAKURAN HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI KE 72 TAHUNREPUBLIK INDONESIA Rabu, 16 Agustus 2017

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI pada Hari Pendidikan Nasional, 2 Mei 2015

29. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar Luar Biasa Tunadaksa (SDLB-D)

GERAKAN BETA SAPA & GERAKAN MAKAN SIANG NATAL

SAMBUTAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN RI

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang Bangsa dan negara Indonesia sejak proklamasi pada tanggal 17 Agustus

Pada pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa negara Indonesia adalah negara kepulauan. Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki wilayah laut

MENYIKAPI PROGRAM STUDI YANG TIDAK LAKU Educare, April 2012, hal Paul Suparno, S.J.

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER SECARA HOLISTIK

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Tahun Baru Imlek 2563 Nasional, Jakarta, 3 Februari 2012 Jumat, 03 Pebruari 2012

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

Sambutan Presiden RI pada Silaturahim dengan Para Teladan Nasional, Jakarta, 14 Agustus 2012 Selasa, 14 Agustus 2012

Tahun C Hari Minggu Adven III LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Zef. 3 : 14-18a

Negara. Dengan belajar yang rajin dan tekun, merupakan contoh perwujudan rasa bangga sebagai bangsa Indonesia.

PENGANTAR TUGAS PEMERINTAH

Tahun C Hari Minggu Biasa III LITURGI SABDA. Bacaan Pertama Neh. 8 : 3-5a

Memahami Budaya dan Karakter Bangsa

ARAH DASAR PASTORAL KEUSKUPAN AGUNG JAKARTA

Sambutan Pengantar Presiden RI pada Dialog dengan LSM Pegiat Anti Korupsi, Jakarta, 25 Januari 2012 Rabu, 25 Januari 2012

BAB I PENDAHULUAN. manusia -manusia pembangunan yang ber-pancasila serta untuk membentuk

Perayaan Dwiabad Agama Baha i: Pentingnya Persatuan Manusia. Musdah Mulia

26. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan untuk Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI)

BAGIAN 1. PRINSIP-PRINSIP PEDAGOGI IGNATIAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Nusantara yang berjumlah 166 karyawan. Berikut karakteristik responden. Tabel 1.Identitas Responden Menurut Jenis Kelamin

METODOLOGI PENDIDIKAN/PEMBELAJARAN YANG MEMBANGKITKAN NASIONALISME KEINDONESIAAN 1

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

6/11/2014. Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI-KORUPSI. No impunity to corruptors. Bab.

RPP PKn Kelas 5 Semester I Tahun 2009/2010 SDN 1 Pagerpelah 1

Tanggal 17 Agustus Assalamu alaikum Wr. Wb. Selamat pagi dan Salam sejahtera bagi kita sekalian.

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan

TUGAS AKHIR KONFLIK DI INDONESIA DAN MAKNA PANCASILA

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Cap Go Meh tahun 2011, Jakarta, 21 Februari 2011 Senin, 21 Pebruari 2011

2. Macam-Macam Norma. a. Norma Kesusilaan

Suster-suster Notre Dame

Sambutan Presiden RI pada Peringatan Nuzulul Qur'an 1433 H, Jakarta, 7 Agustus 2012 Selasa, 07 Agustus 2012

LAMPIRAN. Universitas Kristen Maranatha

MEMBANGUN SIKAP DISKRETIF DALAM MENYIKAPI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI DALAM PENGHAYATAN HIDUP BAKTI

13MKCU. PENDIDIKAN PANCASILA Makna dan aktualisasi sila Persatuan Indonesia dalam kehidupan bernegara. Drs. Sugeng Baskoro,M.M. Modul ke: Fakultas

Pidato Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman pada Peringatan Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72

SURAT GEMBALA PRAPASKAH 2018 KELUARGA KATOLIK YANG BERKESADARAN HUKUM DAN MORAL, MENGHARGAI SESAMA ALAM CIPTAAN

C. Mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia

Sambutan Presiden RI pada Pembukaan Kongres Kepala Desa dan Perangkat Desa Seluruh Indonesia, Senin, 08 Juni 2009

PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI DENGAN TATANAN PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

Sambutan Presiden RI pada ASIAN PARLIAMENTARY ASSEMBLY, Bandung-Jabar, Selasa, 08 Desember 2009

I PENDAHULUAN. menjalankan kehidupan bermasyarakat dan bemegara serta dalam menjalankan

(Dibacakan sebagai pengganti homili pada Misa Minggu Biasa VIII, 1 /2 Maret 2014)

UPAYA PENINGKATAN KREATIVITAS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA MELALUI STRATEGI GROUP RESUME SKRIPSI

SOEGIJA DI MATA SAYA. Seminar Mahasiswa Universitas Sanata Dharma 17 Nopember 2012

SAMBUTAN PADA UPACARA PERINGATAN HARI ULANG TAHUN PROKLAMASI KEMERDEKAAN KE-66 REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 TANGGAL 17 AGUSTUS 2011

KUESIONER PENELITIAN Nomor:..

Pendidikan Anti-Korupsi Untuk Perguruan Tinggi

DRAF TEKS UCAPAN NAIB CANSELOR UNIVERSITI TEKNIKAL MALAYSIA MELAKA

Sambutan Presiden RI pada Perayaan Cap Go Meh tahun 2013, Jakarta, 24 Februari 2013 Minggu, 24 Pebruari 2013

BERITA DAERAH KOTA SUKABUMI

Transkripsi:

1 SERATUS PERSEN RELIGIUS DAN SERATUS PERSEN INDONESIA Rohani, Agustus 2012, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Pada bulan Agustus kita sebagai warga Negara Indonesia merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Banyak pesta dan perayaan dibuat oleh banyak orang untuk mensyukuri kemerdekaan bangsa ini. Pertanyaan bagi kita adalah, apakah yang dapat kita sumbangkan bagi pengisian kemerdekaan ini mendatang sebagai seorang religius? Seperti almarhum Mgr. Soegiyapranata, S.J., uskup Agung Semarang, selalu menekankan bahwa kita ini seratus persen katolik dan seratus persen Indonesia, apakah semboyan itu juga dapat menjadi semangat kita sebagai seorang religius di tanah air ini, yaitu seratus persen religius dan seratus persen Indonesia. Untuk merefleksikan hal ini, kiranya kita perlu bertanya, bangsa ini ke depan membutuhkan apa agar tetap tegak dan berkembang sebagai satu Negara kesatuan. Dalam kebutuhan itu, kita baik secara pribadi maupun bersama sebagai religius, dapat menyumbangkan apa? Persoalan Besar Bangsa Bangsa Indonesia ke depan menghadapi persoalan yang besar agar tetap bersatu sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia dan agar tetap berkembang jaya. Beberapa persoalan besar itu antara lain adalah: persoalan korupsi, persoalan penerimaan perbedaan dalam kesatuan, persoalan kelompok ekstrem, dan perhatian kepada kelompok yang miskin. Korupsi yang begitu merajalela jelas menggeroti kekayaan bangsa, sehingga dana yang sebenarnya dapat digunakan untuk mengentaskan banyak orang miskin tidak terjadi. Dana yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan dan juga sarana prasarana bagi kehidupan masyarakat tidak terpenuhi. Bila persoalan ini tidak dapat diselesaikan maka bangsa ini tidak akan kuat. Persoalan kedua adalah persoalan multibudaya. Bila kita tidak dapat menerima perbedaan dan mengharuskan semua orang seperti kita, maka akan muncul banyak konflik. Bangsa kita kenyataannya terdiri dari berbagai suku, agama, budaya, latar belakang. Maka kalau kita tidak mau saling menerima perbedaan itu dan rela hidup bersama dalam perbedaan, bangsa ini akan

2 sulit bersatu. Munculnya kelompok ekstrem yang ingin memaksakan kehendaknya sendiri, juga menambah persoalan tentang kesatuan sebagai bangsa yang kurang kuat. Kurangnya kepekaan kepada orang kecil, akan menjadikan sebagian anak bangsa tidak dapat maju, karena tidak diperhatikan dalam keputusan pemerintah. Akibatnya, jurang kaya miskin makin besar, dan akhirnya bangsa ini akan lemah. Persoalannya menjadi lebih parah bila keadilan tidak dikembangkan di Negara kita ini. Keadilan social hanya terwujud bila orangorang kecil yang sulit mengusahakan kesejahteraannya sendiri, mendapatkan perhatian dan bantuan. Melihat persoalan di atas, muncul pertanyaan pada kita, apa yang dapat kita lakukan untuk menjadikan bangsa ini mampu mengatasi persoalan besar tersebut? Usaha dari dalam Usaha pertama adalah dari dalam diri sendiri di lingkup kita sendiri. Ini berarti bahwa dalam hidup kita di biara, kita juga perlu mengusahakan hilangnya segala bentuk korupsi di biara, entah pada diri sendiri, komunitas atau kongregasi kita. Dengan mengusahakan budaya kejujuran dan transparansi, budaya korupsi tidak akan berkembang dalam biara kita. Bila demikian maka kita dapat menjadi contoh bagi masyarakat yang lebih luas. Itulah yang dilakukan oleh Sr. Transparansa dalam hidup dan komunitasnya. Secara pribadi ia selalu mencatat dengan teliti uang yang ia dapatkan dan gunakan. Di komunitasnya dikembangkan kebiasaan transparan. Semua pemasukan dan pengeluaran keuangan komunitas tercatat rapi dan benar, serta dilaporkan dalam pertemuan komunitas. Maka semua anggota mengerti dengan jelas situasi keuangan dan perbendaraan dalam komunitasnya. Penyelewengan jarang terjadi. Biara kita juga terdiri dari berbagai suku dan latar belakang yang berbeda. Dalam mengembangkan budaya multicultural, apakah kita dapat menerima dengan gembira perbedaan yang ada dan betul mau kerjasama sebagai satu saudara dalam kongegasi? Apakah budaya diskriminasi dapat kita hilangkan dari kongregasi kita? Bila ini bisa, maka biara kita yang kecil dapat sebagai contoh saling penghargaan atas perbedaan dalam kesatuan. Bila kita sendiri masih sulit menerima orang lain dalam kongregasi, karena perbedaan, maka kiranya juga akan sulit bagi kita menjadi pewarta kesatuan dalam perbedaan di tanah air ini.

3 Br. Kulturatus, sebagai seorang pimpinan komunitas, sudah cukup lama mengusahakan agar anggota komunitasnya dapat saling menerima satu dengan yang lain meski berbeda suku, usia, budaya, dan level ekonomi keluarga. Ia selalu mengajak anggotanya melihat kekhasan masing-masing anggota dan mencoba menerima dan menghargai perbedaan dan keunikan masing-masing. Dalam membagi tugas maupun dalam memilih koordinator, ia selalu memperhatikan semuanya dan tidak diskriminatif. Bila ada seorang anggota yang alergi dengan anggota lain karena perbedaan suku atau budaya, ia membantu orang itu untuk lebih mendalam mempelajari budaya temannya. Maka tidak mengherankan bahwa pada masa pimpinan Br Kulturatus, komunitasnya sungguh rukun, saling membantu, saling mengkoreksi, dan saling mencinta. Kadang juga ada kelompok ekstem dalam biara, yang maunya menang sendiri, mengatur semuanya sendiri, dan menganggap paling benar sedangkan orang lain selalu yang dipersalahkan. Kelompok ini dapat mematikan kelompok lain sehingga dalam satu biara dapat terjadi yang satu menderita dan yang lain menonjol. Apakah kelompok miskin dalam biara juga mendapatkan bantuan dan perhatian atau malah disingkirkan? Tentu miskin disini dapat berarti miskin dalam talenta, bakat, kepandaian, kesehatan, pengaruh dll. Komunitas Frater Lovetus kiranya dapat menjadi contoh komunitas yang sungguh punya perhatian dan kasih besar kepada anggota-anggota yang lemah, yang sakit, yang sedang punya soal. Bila banyak komunitas biara selalu dipenuhi oleh perhatian anggota-anggota terhadap anggotanya yang superhebat; di komunitas Lovetus justru terbalik. Yang banyak mendapatkan perhatian dari para anggota adalah seseorang yang kurang menonjol, yang sedang sakit, yang sedang punya masalah, dll. Anggota tidak segan-segan dengan kerelaan tinggi menawarkan bantuan kepada anggota lain yang dirasa kekurangan baik dalam hal kesehatan, pikiran, keberanian, talenta. Dalam komunitas ini orang yang kecil akan selalu mendapatkan perhatian lebih dari yang lain. Usaha Keluar Setelah membenahi apa yang ada dalam biara sendiri sebagai salah satu wujud mini bangsa Indonesia, kita dapat berpikir tentang membantu bangsa ini yang lebih luas. Kita dapat

4 melihat kembali bagaimana karya perutusan kita di tengah masyarakat. Apakah karya kita di masyarakat sungguh membantu semakin terbentuknya kesatuan bangsa yang lebih kuat? Dalam hal korupsi apa yang dapat kita lakukan? Apakah dalam karya pendidikan, kesehatan, social, pastoral dan karya lain kita mengembangkan budaya non korupsi? Apakah budaya kejujuran, transparansi, dan berpikir bagi kepentingan orang banyak, kita kembangkan? Saudari kita berikut dengan caranya yang khas mencoba untuk ikut memberantas budaya korupsi yang marak di tanah air ini. Sr. Jujurita, kebetulan sedang menjadi kepala sekolah di karya kongregasi. Sudah cukup lama ia berjuang agar semangat kejujuran dan budaya korupsi tidak terjadi di sekolahnya. Bahkan ia juga mati-matian dengan rekan guru membantu siswa-siswa agar belajar dan berlatih jujur dalam belajar, dalam bermain, dan dalam pergaulan. Ia sangat keras dengan siswa yang menyontek, dengan karyawan dan guru yang menyalahgunakan uang, kesempatan, dan juga jabatan mereka. Ia sendiri memberi contoh hidup jujur dan transparan dalam penggunaan dana sekolah. Ia tidak mau menggunakan dana sekolah untuk kepentingan pribadi. Maka tidak mustahil selama ia menjadi kepala sekolah, keuangan sekolah positif dan jaminan hidup guru dan karyawan menjadi lebih baik. Siswa-siswa lulusan sekolah itu juga terkenal sebagai siswa yang jujur dan bertanggungjawab. Yang diinginkan Sr Jujurita adalah bahwa alumni sekolah itu nantinya di masyarakat juga bertindak jujur dan menjadi pejuang anti korupsi di lingkungannya. Dalam persoalan multibudaya, kita juga dapat berefleksi apakah karya perutusan kita sungguh ikut mengembangkan semangat multibudaya di tanah air ini. Apakah dalam karya kita, baik di karya pendidikan, kesehatan, pastoral, kemasyarakatan, politik, mengembangkan semangat multibudaya? Apakah kita membantu orang-orang yang kita layani untuk juga dengan senang hati menerima perbedaan dan rela hidup bersama dalam perbedaan dengan orang-orang lain? Apakah diskriminasi karena suku, agama, etnis, dan kelahiran, semakin kita kurangi? Apa yang dilakukan Br. Cintarius berikut menggambarkan usaha dalam hal ini. Br. Cintarius hidup di tengah masyarakat, tinggal di komunitas yang kecil. Tetanggatetangganya banyak yang bukan katolik. Bruder sangat diterima di tengah kampung itu karena bruder memang juga senang bergaul dengan mereka, dan bahkan sering mengunjungi tetangganya. Bila ada kerjabakti kampung, juga dalam perayaan hari proklamasi, bruder ikut aktif disitu. Waktu terjadi wabah dan bencana alam, Br. Cintarius mencari bantuan untuk semua

5 orang tanpa membedakan agama atau suku. Dalam percakapan dengan orang-orang kampung, ia selalu mencoba mengungkapkan dambaannya yaitu agar kita semua sebagai sesama warga Indonesia bersatu dan saling membantu. Di sore hari sering anak-anak tetangga ikut numpang belajar di rumah bruder, dan dengan senang hati bruder menerima mereka dan membantu mereka bila diperlukan. Hubungan bruder dengan para pimpinan agama lain di kelurahan sangat baik, mereka sering bertemu dan membicarakan persoalan yang dihadapi desanya. Dalam kerukunan seperti itu tidak mustahil bahwa tidak muncul kelompok ekstrem, karena mereka merasa satu saudara dan setanah air yang sama. Persoalan perhatian kepada masyarakat kecil, yang miskin, yang membutuhkan bantuan untuk dapat tetap hidup, perlu dipecahkan bila bangsa ini mau kuat. Tanpa perhatian yang besar, maka mereka tidak akan mendapatkan bantuan dan bahkan malah disingkirkan. Maka kita dapat bertanya, apakah karya-karya kita mempunyai prioritas kepada kelompok kecil dan miskin ini. Apakah karya pendidikan, kesehatan, social, dan kemasyarakatan kita memperhatikan mereka yang kecil ini? Apakah karya-karya kita juga membantu banyak orang untuk peka pada kebutuhan orang kecil ini? Kita tahu bahwa banyak karya kongregasi yang memang membantu mengentaskan masyarakat yang kecil dan miskin. Banyak karya kita, terutama karya social, yang memang menangani mereka yang miskin, menderita, tersingkir, tanpa membeda-bedakan asal, suku, agama dan latar belakang mereka. Bagaimana dengan karya pendidikan dan kesehatan? Apakah juga mempunyai perhatian nyata pada mereka yang miskin? Disamping memberikan bantuan kepada mereka yang miskin dan kecil, yang kiranya juga perlu dipikirkan adalah apakah kita juga menyadarkan dan membantu semakin banyak orang yang kaya, yang terjamin hidupnya, untuk mau peka dan perhatian kepada mereka yang miskin dan tersingkir. Bila kita dapat lebih banyak menyadarkan orang lain, maka jumlah mereka yang peka pada orang kecil akan semakin banyak. Syukur-syukur bila banyak pejabat yang menjadi semakin peka, sehingga kehidupan orang kecil semakin diperhatikan terlebih dalam perencanaan pembangunan Negara ini. Bagi kita yang karena tugas perutusannya punya kesempatan bertemu dan berkomunikasi dengan para tokoh masyarakat, baik pejabat Negara maupun mereka yang berpengaruh pada hidup masyarakat, diharapkan dapat ikut menyumbangkan gagasan dan ide demi berkembangnya

6 kesatuan bangsa ini sebagai satu Negara. Maka mereka ini diharapkan mau menyuarakan apa yang sebaiknya perlu dibuat dan dipikirkan demi kesatuan bangsa ini. Semakin banyak dari kita yang dapat membangun relasi dengan berbagai kelompok dan pihak yang juga mau berpikir demi kebangkitan bangsa ini ke depan, maka akan banyak muncul terobosan untuk membangun hidup bangsa yang lebih baik. Penutup Merayakan hari kemerdekaan memaksa kita berpikir apa yang dapat kita lakukan bagi bangsa ini. Ada banyak hal yang butuh bantuan kita sebagai religius, baik lewat perbaikan diri sendiri dan komunitas kita, tetapi juga tindak keluar bagi masyarakat yang lebih luas. Semoga dengan demikian, kita ikut merayakan kemerdekaan dengan membantu mengisi kemerdekaan bangsa ini agar semakin kuat dan bersatu. Dengan demikian kita meneruskan semangat Mgr. Soegiyopranata, yaitu kita seratus persen religious dan seratus persen Indonesia. Pertanyaan bagi kita masing-masing dalam merayakan hari kemerdekaan RI 17 Agustus 2012 ini adalah, apa yang dapat dan ingin kita lakukan demi berkembangnya Negara Kesatuan Republik Indonesia ini? MERDEKA!