Penerapan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa

dokumen-dokumen yang mirip
PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE GROUP INVESTIGATION (GI) TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA MTs

Penerapan Metode Inkuiri Untuk Meningkatkan Disposisi Matematis Siswa SMA

Kata Kunci: Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Think Talk Write, Kemampuan Awal, Kemampuan Pemahaman Konsep.

Asmaul Husna. Program Studi Pendidikan Matematika FKIP UNRIKA Batam Korespondensi: ABSTRAK

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII MTsN TARUSAN KABUPATEN PESISIR SELATAN

BAB I PENDAHULUAN. Matematika memiliki peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nurningsih, 2013

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tujuan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) untuk mata

PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF MELALUI AKTIVITAS MENULIS MATEMATIKA DAN PEMBELAJARAN LANGSUNG TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SMP

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DITINJAU MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE COMPLETE SENTENCE DAN TEAM QUIZ

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan potensi dan kreativitasnya melalui kegiatan belajar. Oleh

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN AKTIF TIPE INDEX CARD MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN INSTRUMENTAL DAN RELASIONAL SISWA SMP.

PENGGUNAAN MODEL COOPERATIVE SCRIPT TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA Rusdian Rifa i 1

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN TIPE THINK TALK WRITE DAN GENDER TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMPN 12 PADANG

Meningkatkan Kemampuan Penalaran Matematis melalui Pembelajaran berbasis Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah, menurut. Kurikulum 2004, adalah membantu siswa mengembangkan kemampuan

Oleh Nila Kesumawati Jurusan Pendidikan Matematika, FKIP Universitas PGRI Palembang

PENGARUH PENGGUNAAN PENDEKATAN KONSTRUKTIVISME TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIK MAHASISWA

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya manusia merupakan faktor penting dalam membangun suatu

IMPLEMENTASI STRATEGI THINK-TALK-WRITE (TTW) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP 1 KARAWANG TIMUR

Pengaruh Model Pembelajaran Creative Problem Solving Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa di Madrasah Tsanawiyah Kota Tangerang Selatan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN ROUND CLUB TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA.

Model Pembelajaran Missouri Mathematics Project dengan Metode Two Stay Two Stray

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN PENDEKATAN REALISTIK

PENGARUH PENERAPAN PENDEKATAN KONTEKSTUAL TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS SISWA SMP

PEMAHAMAN KONSEP DAN KOMUNIKASI MATEMATIK DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT DITINJAU DARI KEMAMPUANKOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENERAPAN PEMBELAJARAN KONTEKSTUAL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIS SISWA SMP

PENGARUH MODEL GUIDED INQUIRY DISERTAI FISHBONE DIAGRAM TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS DAN HASIL BELAJAR PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah , 2014

Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi Matematis Siswa SMA

PENINGKATAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

PERBANDINGAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS ANTARA MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS DAN TTW

Didaktik : Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, ISSN : Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan Subang Volume I Nomor 1, Desember 2015

EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN LANGSUNG DENGAN PENDEKATAN PROBLEM POSING DITINJAU DARI KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK PAIR SHARE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN THINK PAIR SHARE TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Helen Martanilova, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TPS TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

EFEKTIVITAS MODEL PROBLEM BASED LEARNING DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF GROUP INVESTIGATION

PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS PADA MATERI TRIGONOMETRI

MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN, KONEKSI DAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA SEKOLAH DASAR (SD) MELALUI RECIPROCAL TEACHING

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yeni Febrianti, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan di Indonesia menjadi perhatian saat memasuki abad ke-21.

Pembelajaran Melalui Strategi REACT Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Matematis Siswa Sekolah Menengah Kejuruan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. Pada era global yang ditandai dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan

Unnes Physics Education Journal

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan, perbedaan, konsistensi dan inkonsistensi. tahu, membuat prediksi dan dugaan, serta mencoba-coba.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Rachma Kurniasi, 2013

Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika Volume 3, Nomor 3, September 2014

PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMP PERCUT SEI TUAN MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD

PENERAPAN METODE INKUIRI PADA PEMBELAJARAN BIOLOGI SISWA KELAS VII SMP KARTIKA 1-7 PADANG ARTIKEL OLEH: ZUMRATUN HASANAH

PENGARUH PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN THINK TALK WRITE TERHADAP KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA

PENERAPAN MODEL PBL UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indrie Noor Aini, 2013

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENINGKATAN KEMAMPUAN BERPIKIR (MP PKB) DISERTAI METODE EKSPERIMEN PADA PEMBELAJARAN FISIKA DI SMP

Pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe student facilitator and explaining terhadap pemahaman matematik peserta didik

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Maya Siti Rohmah, 2013

InfinityJurnal Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi Bandung, Vol 1, No.2, September 2012

PERBANDINGAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA YANG MENDAPATKAN METODE PEMBELAJARAN PSI DENGAN KONVENSIONAL

PENERAPAN PENDEKATAN MODEL ELICITING ACTIVITIES (MEAS) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS SISWA SMP

PEMBELAJARAN KOOPERATIF CO-OP CO-OP DENGAN PENDEKATAN OPEN-ENDED UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SMA

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN PROBING-PROMPTING DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM ASSISTED INDIVIDUALIZATION (TAI) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KALKULUS 1

BAB I PENDAHULUAN. teknologi tidak dapat kita hindari. Pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN INKUIRI TERBIMBING TERHADAP KETERAMPILAN PROSES SAINS DITINJAU DARI KEMAMPUAN AKADEMIK SISWA SMA NEGERI 5 SURAKARTA

BAB I PENDAHULUAN. Diantaranya, Kurikulum 1964, Kurikulum 1974, Kurikulum 1984, Kurikulum

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE THINK TALK WRITE

PENGARUH PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK TERHADAP KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIS SISWA SMP

GERAM (Gerakan Aktif Menulis) P-ISSN Volume 5, Nomor 1, Juni 2017 E-ISSN X

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sri Asnawati, 2013

*) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI SUMBAR **) Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Matematika STKIP PGRI SUMBAR

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan adalah salah satu bentuk perwujudan kebudayaan manusia

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang konsep, kaidah,

BAB II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan, sebab tanpa pendidikan manusia akan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE FIND SOMEONE WHO TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA

UPAYA MENINGKATKAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL INQUIRY BERBANTUAN SOFTWARE AUTOGRAPH

BAB I PENDAHULUAN. memunculkan persaingan yang cukup tajam, dan sekaligus menjadi ajang seleksi

EFEKTIVITAS METODE PENEMUAN TERBIMBING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH TERHADAP KEMAMPUAN REPRESENTASI MATEMATIS DAN BELIEF SISWA

Suci Rahmayani*), Sefna Rismen**), Tika Septia**)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW DITINJAU DARI KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN SAINTIFIK BERBANTUAN ALAT PERAGA TERHADAP KEMAMPUAN KONEKSI MATEMATIS

USING PROBLEM BASED LEARNING MODEL TO INCREASE CRITICAL THINKING SKILL AT HEAT CONCEPT

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN LOGIS MATEMATIKA SISWA MELALUI PEMBELAJARAN DISCOVERY METHODS DI KELAS X SMA NEGERI 2 SIGLI. Fithri Angelia Permana

BAB I PENDAHULUAN. Hani Handayani, 2013

THE INFLUENCE OF THE INPLEMENTATION OF COOPERATIVE LEARNING MODEL TYPE MAKE A MATCH TOWARD STUDENTS MATHEMATICAL COCEPTUAL UNDERSTANDING

BAB I PENDAHULUAN. (dalam Risna, 2011) yang menyatakan bahwa: Soejadi (2000) mengemukakan bahwa pendidikan matematika memiliki dua

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Nasional) Pasal 37 menegaskan bahwa mata pelajaran matematika

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF DENGAN TEKNIK PROBING-PROMPTING TERHADAP PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS

PENGARUH PEMBELAJARAN STRATEGI REACT TERHADAP PENINGKATAN KEMAMPUAN MAHASISWA PGSD TENTANG KONEKSI MATEMATIS

Transkripsi:

Penerapan Pendekatan Inkuiri Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Dan Disposisi Matematis Siswa Application Of Supervised Enquiry Approach On Students Skills In Mathematical Communication And Mathematical Disposition Berta Sefalianti Bertasep86@gmail.com Program Pascasarjana Universitas Terbuka Graduate Studies Program Indonesia Open University ABSTRAK Penelitian eksperimen ini dilakukan untuk mengetahui adanya perbedaaan kemampuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri terbimbing dibandingkan pembelajaran konvensional. Data penelitian ini diperoleh dari tes dan angket. Instrumen tes berupa soal uraian yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis, sedangkan angket diberikan untuk mengetahui disposisi matematis. Kedua instrumen tersebut diberikan pada akhir pembelajaran. Hasil analisis menunjukan bahwa ada perbedaan kemampuan komuniksi matematis baik pada semua tingkat kemampuan awal matematika maupun untuk keseluruhan kelompok, antara kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional (sig. 0,000, = 0,025). Pada diposisi matematis, tidak ada perbedaan disposisi matematis pada semua tingkat kemampuan awal matematika antara kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional. Namun ada perbedaan disposisi matematis pada keseluruhan kelompok antara kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan kelompok siswa yang mendapatkan pembelajaran konvensional (sig. 0,000, = 0,025). Kata kunci : Kemampuan Komunikasi Matematis, Disposisi Matematis, Pembelajaran Inkuiri Terbimbing. ABSTRACT This experimental study was conducted to know the difference between mathematical communication and mathematical dispositions skills of students that followed supervised enquiry and students that followed conventional instruction. Data were obtained by writing tests and answering questionnaires. The test consist of a query that aimed at identifying mathematical communication skills, while the questionnaire was designed to know mathematical disposition. Both of these instruments were given by the end of the experiment. The results showed that there were different abilities in mathematical communication at the beginning as well as at the comprehensive level between students groups with supervised enquiry instruction and students group with conventional instruction (sig. 0,000, = 0,025) While for mathematical disposition, there was no difference in mathematical disposition at the beginning level of mathematical ability between students groups with supervised enquiry instruction with students group with ISSN : 2356-3915 11

conventional instruction. In general there were differences in mathematical disposition skills between student that received supervised enquiry instruction with student groups that received conventional instruction (sig. 0,009, = 0,025). Keywords : Mathematical Communication Skills, Mathematical Disposition, Supervised Enquiry Instruction. PENDAHULUAN Menurut Depdiknas (2007), salah satu tujuan pembelajaran matematika adalah agar siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara akurat, efisien, dan tepat dalam mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas masalah. Pelajaran matematika juga dapat menuntun siswa untuk lebih logis dalam menentukan masalah serta siswa dituntun untuk sering menggunakan tahap-tahap deduktif dalam penyelesaian masalah sehari-hari. Tujuan pembelajaran matematika dapat terwujud, jika siswa memiliki kemampuan matematis. Dalam kurikulum KTSP 2006 disebutkan lima kemampuan matematis adalah pemahaman konsep, penalaran, komunikasi, pemecahan masalah, dan representasi matematis. Dari uraian tersebut jelas bahwa kemampuan komunikasi dan sikap positif (disposisi) terhadap matematika merupakan bagian kopetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran matematika. Kemampuan komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki oleh siswa. Menurut The National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000), membangun komunikasi matematika dapat memberikan manfaat pada siswa berupa: 1) memodelkan situasi dengan lisan, tertulis, gambar, grafik, dan secara aljabar; 2) merefleksi dan mengklarifikasi dalam berpikir mengenai gagasan-gagasan matematika dalam berbagai situasi; 3) mengembangkan pemahaman terhadap gagasangagasan matematika; 4) menggunakan keterampilan membaca, mendengar, dan menulis untuk menginterpretasikan dan mengevaluasi gagasan matematika; 5) mengkaji gagasan matematika melalui konjektur dan alasan yang meyakinkan; 6) memahami nilai dari notasi dan peran matematika dalam pengembangan gagasan matematika. Whitin (Nirmala, 2008) menyatakan bahwa kemampuan komunikasi menjadi penting ketika antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menyatakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Hal ini juga di ungkapkan oleh Pimm (1996) yang menyatakan bahwa anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dengan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompok. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan mereka. Kemampuan komunikasi matematika siswa di Indonesia masih rendah. Seperti hasil penelitian yang dilakukan oleh Program for Internasional Assessment (PISA). Pada PISA 2009, skor matematika siswa Indonesia 371 dan berada pada posisi 61 dari 65 negara. Hanya 0,1 % siswa Indonesia yang mampu mengembangkan dan mengerjakan permodelan matematika. (Mardhiyanti, 2013). Rendahnya kemampuan komunikasi matematika siswa juga terjadi di kelas VII SMP Negeri 2 Way Seputih, dari hasil wawancara dengan guru matematika, diperoleh ISSN : 2356-3915 12

keterangan bahwa pada dasarnya sebagian besar siswa tidak memahami konsep serta kemampuan siswa akan komunikasi matematika masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari 1) siswa ketika diberikan kesempatan bertanya siswa tidak bertanya, namun ketika diberikan soal latihan siswa kebingungan dalam menentukan solusi; 2) siswa lebih cenderung menghapal rumus dari pada memahaminya, karena siswa cenderung menyelesaikan masalah siswa berkomunikasi diluar materi yang sedang diajarkan; 3) siswa tidak mampu melakukan komunikasi antar siswa saat mengerjakan tugas kelompok, siswa cenderung mengerjakan sendiri kemudian teman yang lain mengikuti saja. Dari beberapa fakta tersebut terlihat bawa kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika sangat rendah. Selain mengembangkan kemampuan kognitif, pembelajaran matematika juga mengembangkan sikap afektif. Seperti pendapat Popham (dalam Depdiknas, 2008) bahwa ranah afektif menentukan keberhasilan belajar seseorang. Seseorang yang berminat dalam suatu mata pelajaran akan mencapai hasil pembelajaran yang optimal. Salah satu afektif siswa dalam pembelajaran matematika saat ini dikenal dengan istilah disposisi matematis. Menurut Sumarmo (2005) disposisi matematis adalah keinginan, kesadaran dan dedikasi yang kuat pada diri siswa untuk belajar matematika dan melaksanakan berbagai kegiatan matematika. Permana (2010) menyatakan bahwa disposisi matematis siswa dikatakan baik jika siswa tersebut menyukai masalah-masalah yang merupakan tantangan serta melibatkan dirinya secara langsung dalam menemukan/menyelesaikan masalah. Selain itu siswa merasakan dirinya mengalami proses belajar saat menyelesaikan tantangan tersebut. Dalam prosesnya siswa merasakan munculnya kepercayaan diri, pengharapan dan kesadaran untuk melihat kembali hasil berpikirnya. Pada saat ini disposisi matematis belum sepenuhnya tercapai. Hal ini karena pembelajaran masih cenderung berpusat kepada guru. Syaban (2008), Suatu strategi pembelajaran efektif yang dapat diterapkan untuk menumbuhkan kemampuan komunikasi dan disposisi matematis ini salah satunya adalah pembelajaran dengan pendekatan inkuiri terbimbing. Adapun tahapan-tahapan pembelajaran inkuiri yang dikemukakan oleh Sanjaya (2008) antaralain adalah 1) Orentasi, pada tahap ini guru melakukan langkah untuk membina suasana atau iklim pembelajaran yang kondusif; 2) Merumuskan masalah, pada tahap ini siswa dihadapkan pada suatu permasalahan; 3) Merumuskan dugaan (konjektur). Dugaan (konjektur) adalah jawaban sementara dari suatu permasalahan yang dikaji. Sebagai jawaban sementara, konjektur perlu diuji kebenarannya; 4) Menguji dugaan (konjektur), pada tahap ini siswa diharapkan dapat menentukan jawaban yang diaggap diterima sesuai dengan data atau informasi yang diperoleh berdasarkan pengumpulan data; 5) Merumuskan kesimpulan, merupakan proses mendiskripsikan temuan yang diperoleh berdasarkan hasil pengujian konjektur. Dari langkah-langkah tersebut, pembelajaran dengan metode inkuiri siswa akan mendapatkan kemampuan komunikasi yang lebih baik mengenai matematika dan akan lebih tertarik terhadap matematika jika mereka dilibatkan secara aktif dalam melakukan penemuan sendiri. Pembelajaran dengan metode inkuiri merupakan metode pembelajaran yang berupaya menanamkan dasar-dasar berfikir ilmiah pada diri siswa, sehingga dalam proses pembelajaran ini siswa lebih banyak belajar sendiri, mengembangkan kreativitas dalam memecakan masalah. Siswa benar-benar ditempatkan sebagai subyek belajar, sedangakan peran guru dalam pembelajaran metode inkuiri adalah sebagai pembimbing dan fasilitator. Dalam pembelajaran inkuiri terbimbing ini, siswa dibimbing untuk dapat mempergunakan atau mengkomunikasikan ide-ide matematikanya, konsep, dan keterampilan yang sudah mereka pelajari untuk menemukan suatu pengetahuan baru. Setiap siswa berkesempatan untuk memikirkan permasalahan yang telah disajikan oleh ISSN : 2356-3915 13

guru atau permasalahan yang muncul dari siswa sendiri sehingga siswa akan mampu mengkaji permasalahan tersebut dan mampu untuk menemukan konsep atau prinsip matematika melalui beberapa proses serta bimbingan guru sebatas yang diperlukan saja. Pembelajaran dengan pendekatan inkuiri ini berpusat pada siswa sehingga siswa benar-benar terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran. Adanya keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran tersebut mampu mendorong siswa untuk mendapatkan suatu pemahaman konsep atau prinsip matematika yang lebih baik sehingga siswa akan lebih tertarik terhadap matematika. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bilgin (2009:1038) juga menyebutkan bahwa siswa dengan kelompok inkuiri terbimbing yang belajar secara kooperatif mempunyai pemahaman yang lebih baik terhadap penguasaan konsep materi pelajaran dan menunjukkan sikap yang positif. Penelitian lain yang sama juga diungkapkan oleh Kubicek (2005:1) bahwa pembelajaran berbasis inkuiri dapat meningkatkan pemahaman siswa dengan melibatkan siswa dalam proses kegiatan pembelajaran secara aktif, sehingga konsep yang dicapai lebih baik. Salah satu unsur yang menjadi perhatian dalam penelitian ini adalah kemapuanan awal siswa menurut Widodo, (2004) menyebutkan salah satu unsur penting dalam lingkungan pembelajaran konstruktivisme adalah memperhatikan dan memanfaatkan pengetahuan awal siswa. Kegiatan pembelajaran ditujukan untuk membantu siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan. Siswa didorong untuk mengkonstruksi pengetahuan baru dengan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Oleh karena itu, pembelajaran harus memperhatikan pengetahuan awal siswa dan memanfaatkan teknikteknik untuk mendorong agar terjadi perubahan konsepsi pada diri siswa. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pada penelitian ini ada dua subjek penelitian yaitu kelompok eksperimen melakukan pembelajaran dengan menggunakan metode inkuiri terbimbing dan kelompok kontrol dengan menggunakan metode konvensional. Kedua kelompok ini dilakukan postes dengan menggunakan instrumen yang sama yang dikenal dengan posttest only control group design Desain penelitian dapat digambarkan sebagai berikut: Kelas Eksperimen A : X O Kelas Kontrol A : O Keterangan: A = Pengambilan sampel kelas secara acak O = Postest only X = Pembelajaran matematika melalui pendekatan inkuiri terbimbing Penelitian ini terdapat variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran matematika dengan menggunakan motede inkuiri sedangkan variabel terikatnya yaitu kemampuan komunikasi dan disposisi matematis. ISSN : 2356-3915 14

HASIL DAN PEMBAHASAN Temuan penelitain tentang komunikasi matematis dan disposisi matematis semuannya terangkum dalam Table 1 dan Tabel 2 berikut: Kemampuan Komunikasi Matematis Tabel 1: Skor Kemampuan Komunikasi Matematis KAM N S Tinggi 10 18 12 14,80 2,10 Kelas Inkuiri Sedang 18 12 8 10,06 1,43 Terbimbing Rendah 4 8 6 6,75 0,96 Total 32 18 6 11,13 3,16 Kelas Konvensional Tinggi 5 13 10 11,40 1,14 Sedang 17 9 5 7,12 1,21 Rendah 6 5 3 4,33 0,81 Total 28 13 3 7,29 2,51 Berdasarkan Tabel 1 terlihat perolehan skor kemampuan komunikasi matematis di kelas inkuiri terbimbing nilai tetinggi 18, nilai terendah 13, rata-rata 11,13 dan simpangan baku 3,16 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas konvensional nilai tertinggi 13, nilai terendah 3, rata-rata 7,29 dan simpangan baku 2,51. Pada siswa KAM tinggi skor kemampuan komunikasi di kelas inkuiri terbimbing nilai rata-rata 14,80 dan simpangan baku 2,10 lebih tinggi dibandingkan kelas konvensional yaitu nilai rata-rata 11,40 dan simpangan baku 1,14. Pada siswa KAM sedang skor kemampuan komunikasi di kelas inkuiri terbimbing sebesar nilai rata-rata 10,06 dan simpangan baku 1,43 lebih tinggi dibandingkan kelas konvensional nilai rata-rata 11,40 dan simpangan baku 1,14. Pada siswa KAM rendah di kelas inkuiri terbimbing skor kemampuan komunikasi sebesar nilai rata-rata 6,75 dan simpangan baku 1,96 lebih tinggi dibandingkan kelas konvensional nilai rata-rata 4,33 dan simpangan baku 0,81. Berdasarkan hasil analisis data terhadap hipotesis statistik dengan uji t dengan taraf signifikansi 0,05 ternyata kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran inkuiri terbimbing berbeda daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional baik secara umum maupun berdasarkan tingkatan kemampuan awal matematika yang berbeda. Disposisi Matematis Tabel 2 : Skor Disposisi Matematis KAM N S Tinggi 10 72 53 60,20 7,46 Kelas Inkuiri Sedang 18 74 46 62,77 6,74 Terbimbing Rendah 4 69 57 61,25 5,31 Total 32 74 46 61,76 6,73 Kelas Konvensional Tinggi 5 65 53 57,40 4,51 Sedang 17 65 53 58,88 3,33 Rendah 6 61 45 53,50 5,32 Total 28 65 45 57,46 4,43 Dari Table 2, diperolehan skor disposisi matematis di kelas inkuiri terbimbing nilai tertinggi 74, nilai terendah 46, rata-rata 61,76 dan simpangan baku 6,73 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas konvensional nilai tertinggi 65, nilai terendah 45, rata-rata 57,46 dan simpangan baku 4,43. Pada siswa KAM tinggi skor disposisi di kelas inkuiri terbimbing nilai rata-rata 60,20 dan simpangan baku 7,46 lebih tinggi dibandingkan di ISSN : 2356-3915 15

kelas konvensional nilai rata-rata 57,46 dan simpangan baku 4,51. Pada siswa KAM sedang skor disposisi di kelas inkuiri terbimbing sebesar 62,77 dan simpangan baku 6,74 lebih tinggi dibandingkan dengan siswa KAM sedang di kelas konvensional yaitu skor rata-rata disposisi matematis 58,88 dan simpangan baku 3,33. Skor disposisi pada KAM rendah di kelas inkuiri terbimbing sebesar 61,25 dan simpangan baku 5,31 lebih tinggi dibandingkan dengan kelas konvensional nilai rata-rata disposisi matematis 53,50 dan simpangan baku 5,32. Berdasarkan hasil analisis data terhadap hipotesis statistik dengan uji t dengan taraf signifikansi 0,05 ternyata secara umum disposisi matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran inkuiri terbimbing berbeda daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Sedangakan berdasarkan tingkatan kemampuan awal matematika yang berbeda disposisi matematis siswa yang belajar dengan pembelajaran inkuiri terbimbing tidak ada perbedaan daripada siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Perbedaan kemampuan antara siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pembelajaran konvensional adalah sangat wajar. Pembelajaran inkuiri terbimbing mengawali kegiatan pembelajarannya, siswa dihadapkan dengan suatu masalah. Siswa mencari informasi tentang cara menyelesaikan masalah tersebut dengan berkelompok. Dengan kegiatan kelompok siswa dapat menyampaikan ide-ide dan pengetahuan yang mereka miliki, dan siswa diberi kesempatan untuk bertanya dan menanggapi masalah. Hal ini akan meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal tersebut sejalan dengan Pimm (1996) yang menyatakan bahwa anak-anak yang diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik disaat mereka saling mendengarkan ide yang satu dengan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompok. Ternyata mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka. Adanya perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara kelas inkuiri terbimbing dengan kelas konvensional hal ini sudah terlihat saat proses pembelajaran berlangsung. Pada pembelajaran inkuiri terbimbing menggunakan alat bantu LKS yang mengacu pada tahap-tahap pembelajaran inkuiri yaitu siswa membuat dugaan sementara atas suatu penyelesaian masalah kemudian mencari informasi, menyelesaikan suatu masalah dengan membuktikan kebenaran dugaan tersebut kemudian menyimpulakannya. Hal ini membangun proses bernalar siswa pembelajaran lebih bermakna. Selain itu suatu kegiatan yang tidak kalah penting dalam pembelajaran inkuiri terbimbing adalah siswa belajar untuk mencurahkan pendapatnya saat diskusi baik diskusi antar siswa maupun antar kelompok berlangsung. Sehingga terjadi komunikasi dua arah dan pembelajaran lebih efektif. Hal ini juga ditunjukkan dengan adanya beberapa pertanyaan yang ditujukan kepada guru namun siswa lainnya mampu menjawabnya sebelum guru menjawab. Dalam pembelajaran inkuiri juga terjadi pembelajaran antar teman sejawat, mereka saling bertukar informasi antar siswa. Pada siswa berkemampuan tinggi di kelas inkuiri mereka lebih antusias dalam menyelesaikan suatu masalah kemudian mereka mencari informasi-informasi kebenaran tentang pendapat yang mereka miliki. Pada siswa berkemampuan sedang di kelas inkuiri terbimbing siswa lebih sering bertanya kepada teman kelompoknya dan memberikan beberapa masukan. Sedangkan pada siswa berkemampuan rendah siswa lebih cenderung mendengarkan dan memahaminya saja. Pada saat diskusi antar kelompok terjadi interaksi yang sangat baik. Siswa yang berkemampuan awal tinggi lebih mendominasi diskusi, mereka saling mengemukakan pendapatnya ISSN : 2356-3915 16

masing-masing. Hal-hal tersebut tentunya meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa, seperti indikator komunikasi matematis yang ada pada NCTM (1989). Lain halnya dengan pembelajaran konvensional, guru masuk kelas menjelaskan materi dan konsep-konsep dan siswa mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Kemudian guru memberikan soal-soal latihan yang dikerjakan secara individu. Jika ada anak yang bertanya maka guru menjelaskan secara klasikal. Setelah siswa selesai mengerjakan soal maka beberapa siswa disuruh maju untuk mengerjakan soal di papan tulis. Guru lebih aktif dalam menyampaikan informasi kepada siswa, komunikasi yang terjadi pada kelas konvensional lebih banyak satu arah. Kemampuan komunikasi siswanya sangat minim hal ini ditunjukkan dengan saat proses pembelajaran berlangsung, jika siswa diberikan kesempatan bertanya siswa memilih untuk diam namun ketika diberikan pertanyaan oleh guru siswa tidak mampu menjawabnya. Sehingga siswa tidak mampu menyampaikan apa yang menjadi kesulitan dalam menerima informasi. Pembelajaran konvensional menjadikan belajar tidak bermakna sehingga siswa lebih sering melupakan informasi-informasi yang telah diberikan sebelumnya. Selain tidak efektif pembelajaran konvensional juga tidak efisien, waktu yang digunakan lebih banyak terbuang untuk mengulang pelajaran yang sebelumnya. Perbedaan kemampuan komunikasi matematis juga terlihat dari jawaban tes komunikasi matematis seperti pada soal nomor 5, pada kelas inkuiri siswa dapat menjelaskan alasan-alasan dari jawaban mereka sedangkan pada kelas konvensional siswa tidak mampu mengemukakan alasan. Hal ini disebabkan siswa pada kelas inkuiri terbimbing mereka terbiasa menemukan sendiri dan berani mengungkapkan pendapatpendapat baik lisan maupun tulisan. Pada soal nomor 1 sub soal b pada kelas konvensional siswa banyak menjawab salah dikarenakan mereka tidak dapat membedakan jenis dengan sifat suatu sudut. Pada kelas inkuiri terbimbing siswa terbiasa membuktikan sendiri suatu masalah, oleh sebab itu akan mudah mengingat dan membedakan antara jenis dan sifat suatu sudut. Seperti dikatakan Sanjaya (2008) bahwa tujuan dari penggunaan strategi inkuiri adalah mengembangkan kemampuan intelektual sebagai bagian dari proses mental, akibatnya dalam pembelajaran inkuiri siswa tidak hanya dituntut agar menguasai pelajaran, akan tetapi bagaimana mereka dapat menggunakan potensi yang dimilikinya. Pada data disposisi matematis pembelajaran inkuiri terbimbing memiliki rata-rata yang lebih besar dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Ini ditunjukkan pada hipotesis kelima yang menunjukkan bahwa ada perbedaan antara pembelajaran inkuiri terbimbing dengan pembelajaran konvensional. Namun pada hipotesis enam, tujuh dan delapan perbedan tersebut tidak terjadi. Jika kita melihat lebih rinci dengan melihat rata-rata skor perindikator angket disposisi matematis kelas inkuiri terbimbing memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai pada kelas konvensional. Pada indikator kepercayaan diri jumlah skor rata-rata di kelas inkuiri terbimbing 84,4 dan kelas konvensional 71,6. Pada minat dan keingintahuan jumlah skor rata-rata di kelas inkuiri terbimbing 101,5 dan kelas konvensional 79. Pada ketekunan jumlah skor rata-rata di kelas inkuiri terbimbing 91 dan kelas konvensional 74,6. Pada fleksibilitas jumlah skor rata-rata di kelas inkuiri terbimbing 98,25 dan kelas konvensional 81,75. Pada reflektif dan rasa senang jumlah skor rata-rata di kelas inkuiri terbimbing 96,5 dan kelas konvensional 77,25. Perbedaan jumlah skor rata-rata pada indikator kepercayaan diri antara kelas inkuiri terbimbing dengan kelas konvensional dikarenakan siswa pada kelas inkuiri terbimbing terbiasa mengerjakan tugas-tugas dari LKS sehingga membangun kepercayaan diri yang kuat untuk menyelesaikan suatu masalah-masalah yang muncul dalam matematika. Hal ini sejalan dengan pendapat Sanjaya (2008) menyatakan bahwa ada beberapa hal yang menjadi ciri utama strategi pembelajaran inkuiri terbimbing salah satunya adalah seluruh ISSN : 2356-3915 17

aktifitas yang dilakukan siswa diarahkan untuk mencari dan menemukan sendiri dari sesuatu yang dipertanyakan sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap percaya diri. Berbeda pada kelas konvensional siswa terbiasa untuk menerima informasi juga terhadap penyelesaian suatu masalah siswa selalu mengacu pada jawaban guru. Sehingga memunculkan sikap tidak mandiri dan percaya diri. Perbedaan jumlah skor rata-rata juga terjadi pada indikator minat dan keingintahuan. Skor jumlah rata-rata pada indikator minat dan keingintahuan merupakan skor tertinggi dibandingkan indikator lainnya. Ini dikarenakan pada pembelajaran inkuiri terbimbing siswa dalam mengerjakan LKS diajak untuk menemukan sendiri penyelesaian dari suatu masalah dengan informasi yang telah dimilikinya. Hal ini mendorong minat dan keingintahuan setiap siswa pada penyelesaian suatu masalah yang ada pada matematika. Kegiatan menemukan sendiri juga mendorong ketekunan siswa untuk mencari informasi lebih banyak tentang matematika. Oleh sebab itu perbedaan jumlah skor rata-rata juga terjadi pada indikator ketekunan. Pada indikator fleksibilitas serta reflektif dan rasa senang juga memilki nilai rata-rata yang berbeda. Hal ini dikarenakan pada kelas inkuiri terbimbing siswa dibagai menjadi kelompok-kelompok yang mengharuskan mereka untuk berkomunikasi satu sama lain dan lebih aktif, sehingga memunculkan sikap fleksibilitas serta sikap reflektif dan rasa senang pada saat pembelajaran berlangsung. Sedangkan pada kelas konvensional siswa cenderung pasif dalam proses pembelajaran sehingga menimbulkan kesan jenuh dan membosankan. Semua perbedaan skor disposisi tersebut tidak terjadi pada setiap kelompok kemampuan awal matematis siswa pada kelas inkuiri terbimbing dengan kelas konvensional. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi tentang fungsi dari angket sehingga memunculkan ketidakjujuran dalam pengisian angket dan tidak dapat dipungkiri pula setiap orang ingin selalu mendapatkan kesan positif atas sikap yang mereka miliki. PENUTUP Berdasarkan hasil penelitian mengenai kemamapuan komunikasi matematis dan disposisi matematis siswa dengan menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dan pembelajaran konvensional dapat disimpulkan bahwa: 1. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 2. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis pada siswa berkemampuan awal tinggi antara siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 3. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis pada siswa berkemampuan awal sedang antara siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 4. Terdapat perbedaan kemampuan komunikasi matematis pada siswa berkemampuan awal rendah untuk siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 5. Terdapat perbedaan disposisi matematis antara siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 6. Tidak terdapat perbedaan disposisi matematis pada siswa berkemampuan awal antara siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. ISSN : 2356-3915 18

7. Tidak terdapat perbedaan disposisi matematis pada siswa berkemampuan awal sedang untuk siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. 8. Tidak terdapat perbedaan disposisi matematis pada siswa berkemampuan awal rendah untuk siswa yang menggunakan pembelajaran inkuiri terbimbing dengan siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional. Berdasarkan hasil penelitian ini maka peneliti memberikan saran sebagai berikut: 1. Pembelajaran dengan menggunakan inkuiri terbimbing dapat dijadikan sebagai suatu alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. 2. Pemilihan metode pembelajaran yang tepat dapat meningkatkan disposisi matematis siswa. Oleh karena itu direkomendasikan kepada guru untuk melakukan penelitian tentang aspek afektif yang lain guna meningkatkan prestasi belajar siswa. 3. Bagi guru, mahasiswa yang akan melakukan penelitian lebih lanjut disarankan untuk menambahkan alat ukur untuk mengetahui disposisi matematis seperti wawancara, observasi dan lainnya. DAFTAR PUTAKA Bilgin, I. 2009. The Effects of Guided Inquiry Instruction Incorporating a Cooperative Learning Approach on University Students Achievement of Acid and Bases Concepts and Attitude Toward Guided Inquiry Instruction. Scientific Research and Essay Vol.4 (10), p: 1038-1046 Depdiknas. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.. (2008). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Gulo,W. (2002). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Grasindo. Kubicek, P. J. 2005. Inquiry-based learning, the nature of science, and computer technology: New possibilities in science education. Canadian Journal of Learning and Technology. Vol 31(1). Page: 1-5 Mardhiyanti. D. (2013). Pengembangan Matematika Model PISA untuk Mengukur Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar: ejournal.unsri.ac.id/index.php/jpm/article/download/334/100 (di unduh tanggal 27 Novemver 2013) NCTM. (1989). Curriculum and Evaluation Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur. NCTM. (2000). Principles and Standards for School Mathematics. Reston, VA: Authur. Nirmala. (2008). Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan pemecahan Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Tesis tidak diterbitkan. Bandung:UPI Pimm, D. (1996). Meaningful Comunication Among Children: Data Collection. Comunication in mathematics K-12 and Beyond. Virginia: NCTM Permana, Y. (2010). Mengembangkan Pemahaman, Komunikasi dan Disposisi matematis. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: UPI Sanjaya, W. (2008). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. ISSN : 2356-3915 19

Sumarmo, (2005). Pembelajaran Matematika untuk Mendukung Pelaksanaan Kurikulum Tahun 2002 Sekolah Menengah. Disajikan dalam Seminar Pendidikan Matematika Tidak diterbitkan. Bandung: UPI Syaban, M. (2009). Menumbuh Kembangkan Daya dan Disposisi Matematis Siswa Sekolah Menengah Atas melalui Pembelajaran Investigasi. (online) http://file.upiedu/direktori/jurnal/educationist/vol._iii_ni._2- Juli_2009/08_Mumun_Syaban.pdf. (diunduh tanggal 30 November 2013) ISSN : 2356-3915 20