BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien. Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas)

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. pada saat penerimaan dan penempatan klien, pendampingan trauma center,

I. PENDAHULUAN. Secara konsepsional, pembangunan yang telah dan sedang dilaksanakan pada

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB 28 PENINGKATAN PERLINDUNGAN DAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

Tugas Pokok dan Fungsi Dinas Sosial Kota Bandung A. Kepala Dinas B. Sekretariat

DINAS SOSIAL KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

KEPALA DINAS UPTD SEKRETARIAT BIDANG PARTISIPASI SOSIAL DAN MASYARAKAT BIDANG REHABILITASI SOSIAL BIDANG PELAYANAN SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

INDIKATOR KINERJA UTAMA

BAB I PENDAHULUAN. tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yakni melindungi

GUBERNUR JAMBI PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 44 TAHUN 2012 TENTANG STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Dr. Alamsyah, M.Hum. Drs. Sugiyarto, M.Hum

WALIKOTA BATU PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA BATU NOMOR 85 TAHUN 2016 TENTANG

IV.B.22. Urusan Wajib Sosial

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

RPJMD Kab. Temanggung Tahun I X 101

Memberikan jaminan sosial kepada warga masyarakat, khususnya penyandang masalah sosial;

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LAPORAN KINERJA KEPALA BIDANG PEMBERDAYAAN SOSIAL TAHUN 2015

BAB 1 PENDAHULUAN. Fenomena kaum perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga di

BAB I PENDAHULUAN. jalan maupun di berbagai tempat umum. Padahal dalam Pasal 34 Undang-Undang

DOKUMEN PELAKSANAAN PERUBAHAN ANGGARAN SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH Pemerintah Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2017

Tabel Rumusan Rencana Program dan Kegiatan SKPD Tahun 2015 dan Prakiraan Maju Tahun 2016 Kota Ambon

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 41 TAHUN 2013 TENTANG PENERAPAN DAN RENCANA PENCAPAIAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL (SPM) BIDANG SOSIAL

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

BUPATI JEMBER PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBER NOMOR 8 TAHUN 2015

PROGRAM KEGIATAN. Program Pemberdayaan Kelembagaan Kesejahteraan Sosial. a. Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

BIDANG SOSIAL BUDAYA. Oleh: Dr. Dra. Luluk Fauziah, M.Si Disampaikan saat pembekalan KKN Mahasiswa UMSIDA 9 Juli 2017

RINCIAN RANCANGAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

KETENAGAKERJAAN DINAS TENAGA KERJA, TRANSMIGRASI, DAN SOSIAL Jumlah (Rp) Anggaran Setelah Perubahan

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

PROVINSI BANTEN PERATURAN WALIKOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 65 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN BUPATI SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PROVINSI JAWA TENGAH

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

PENGUATAN KESETIAKAWANAN SOSIAL MELALUI PROGRAM SAUDARA ANGKAT

RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL Penyebab utama dari permasalahan sosial adalah kemiskinan. Karena kondisi yang kurang

REKAPITULASI DATA PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL (PMKS) PER PROVINSI TAHUN 2012 SUMBER DATA : DINAS SOSIAL PROVINSI

RINCIAN APBD MENURUT URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH, ORGANISASI, PENDAPATAN, BELANJA DAN PEMBIAYAAN

BAB I PENDAHULUAN. individu atau kelompok sosial. Penyimpangan terhadap norma-norma tersebut

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

PENJELASAN A T A S PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA TANGERANG PROVINSI BANTEN

LAMPIRAN III PERATURAN BUPATI KARANGASEM NOMOR 41 TAHUN 2014 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS DAERAH KABUPATEN KARANGASEM. Dinas Sosial 1.

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 54 Tahun : 2016

BAB I PENDAHULUAN. tengah masyarakat, khususnya di negara negara berkembang. Masalah

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

Panti Asuhan Anak Terlantar di Solo BAB I PENDAHULUAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KOTA SALATIGA DAFTAR INFORMASI PUBLIK RINGKASAN RENCANA KERJA DINAS SOSIAL KOTA SALATIGA TAHUN 2017

BAB II. GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA KARYA YOGYAKARTA. Panti Sosial Bina Karya Yogyakarta adalah Unit Pelaksana Tehnis Dinas

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 80 TAHUN 2008 TENTANG

KATA PENGANTAR. Banjarmasin, 10 Januari 2015 KEPALA DINAS SOSIAL PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

BAB V PENUTUP. berbeda jenis dan sistem penanganan anak jalanan gelandagan dan pengemis,

RENCANA STRATEGIS DINAS SOSIAL PROVINSI BALI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS SOSIAL KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. merumuskan kesimpulan yang bersifat umum yaitu UPT P2TP2A berperan

GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 63 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS POKOK DINAS SOSIAL PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 67 TAHUN 2016 TENTANG

LAPORAN KEGIATAN TENAGA KESEJAHTERAAN SOSIAL KECAMATAN

BUPATI SIDOARJO PROPINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 73 TAHUN 2016 TENTANG

INDIKATOR KINERJA UTAMA DINAS SOSIAL PROVINSI BALI PERIODE

Perda Kab. Belitung No. 22 Tahun

PENETAPAN KINERJA TAHUN Pembinaan Anak Terlantar bantuan.

WALIKOTA PEKANBARU PROVINSI RIAU

Perda No.31 / 2004 Tentang Pembentukan,Kedudukan,Tugas,Fungsi, SOT Dinas Sosial Kab. Magelang PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 31 TAHUN 2004

BAB I PENDAHULUAN. harapan-harapan dari orang tua dan negara ini berada. Dapat dikatakan

Kebijakan Pengelolaan Data Program Rehabilitasi Sosial

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG JAMINAN KESEHATAN DAERAH

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH KOTA TANGERANG

BUPATI GROBOGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI GROBOGAN NOMOR 55 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintahan Negara Republik Indonesia adalah: melindungi segenap bangsa

BAB I PENDAHULUAN. sosial lainnya. Krisis global membawa dampak di berbagai sektor baik di bidang ekonomi

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TEMANGGUNG NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENANGANAN PENGEMIS, GELANDANGAN, ORANG TERLANTAR DAN TUNA SUSILA

Transkripsi:

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan sosial merupakan suatu keadaan terpenuhinya kebutuhan hidup yang layak bagi masyarakat, sehingga mampu mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat dilakukan pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam bentuk pelayanan sosial yang meliputi rehabilitasi sosial, jaminan sosial, pemberdayaan sosial, dan perlindungan sosial (UU No 11 Tahun 2009 pasal 1 dan 2). Pembangunan kesejahteraan sosial ini menjadi bagian tak terpisahkan dari pembangunan nasional dimana pembangunan kesejahteraan sosial berperan aktif dalam meningkatkan kualitas hidup bangsa Indonesia. Hal ini karena pada prinsipnya konstruksi pembangunan kesejahteraan sosial terdiri atas serangkaian aktivitas yang direncanakan untuk memajukan kondisi kehidupan manusia melalui koordinasi dan keterpaduan antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat dalam upaya penyelenggaraan kesejahteraan sosial dalam mengatasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) menjadi kerangka kegiatan yang utuh, menyeluruh, berkelanjutan dan bersinergi, sehingga kesejahteraan sosial masyarakat lambat laun dapat meningkat. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) merupakan seseorang, keluarga atau kelompok masyarakat yang karena suatu hambatan, kesulitan atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya, sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya (jasmani, rohani dan sosial) secara 1

memadai dan wajar (Dinas Sosial Propinsi DIY, 2005). Berbagai permasalahan kesejahteraan sosial yang muncul pada masyarakat Indonesia saat ini, meliputi: menurunnya tingkat ekonomi, penyimpangan norma dan perilaku, meningkatnya masalah sosial, menurunnya kualitas kesehatan, dan meningkatnya kriminalitas. Permasalahan kesejahteraan sosial tersebut dilatarbelakangi adanya perubahan dalam kehidupan masyarakat di era globalisasi saat ini, yang dibarengi dengan meningkatnya kebutuhan hidup, persaingan hidup yang semakin ketat, ketidakmampuan dan keterbatasan masyarakat untuk beradaptasi (Data PSKW Yogyakarta, 2011). Pada tahun 2010 tercatat sebanyak 131.437 penduduk DIY yang dikategorikan memiliki masalah sosial. Sebagian besar 26,58 % fakir miskin, 24,9 % anak terlantar, 22,67 % keluarga dengan rumah tidak layak huni, 10,35% wanita rentan masalah sosial dan sisanya 15,5 % gelandangan/ pengemis anak nakal, anak jalanan, anak balita terlantar, gelandangan, wanita tuna susila, korban narkoba dan eks napi (Katalog Badan Pusat Statistik DIY dalam angka 2011 : 108). Berbagai permasalahan kesejahteraan sosial tersebut merupakan satu keterkaitan permasalahan yang masing-masing memiliki timbal balik negatif. Misalnya keadaan fakir miskin yang dapat berpengaruh terhadap keadaan psikologis, keadaan sosial, dan berbagai permasalahan lainnya, baik pada masyarakat yang secara langsung merasakan hal tersebut, maupun masyarakat secara luas. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi masyarakat DIY saat ini sangat perlu perhatian, terutama terhadap anak-anak 2

dan wanita dengan keterbatasan diri yang dimilikinya, sehingga sering menjadi korban utama masalah sosial dalam lingkungan. Selain permasalahan gangguan fungsional dalam kehidupan sosial dan atau ekonomi, wanita sering kali menjadi korban tindak kekerasan. Dari 347 kasus kekerasan pada wanita di DIY yang menjadi catatan sepanjang tahun 2011, kasus kekerasan pada istri menempati urutan pertama dengan 291 kasus. Di peringkat kedua kekerasan dalam pacaran dengan 41 kasus, 39 kasus perkosaan, 39 kasus pelecehan seksual, 8 kasus kekerasan dalam keluarga dan 1 kasus perdagangan manusia (Lembaga Pemerhati Perempuan Rifka Anisa dalam Ernyta, Andri dan Riza, 2007). Peningkatan kasus kekerasan terhadap wanita yang ada saat ini dapat disebabkan beberapa faktor antara lain: kemiskinan yang menjadikan tingkat stres masyarakat tinggi, pengangguran, banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK), dan kurangnya pendidikan wanita (Linda Amalia Sari Gumelar dalam Djibril Muhammad, 2010). Permasalahan-permasalahan yang dialami wanita seperti yang dikemukakan di atas sangat memprihatinkan tidak hanya dilihat dari sisi kuantitas jumlah penyandangnya saja, tetapi juga dilihat dari dampak yang ditimbulkan masalah tersebut baik terhadap wanita yang mengalaminya maupun terhadap masyarakat secara luas. Sehingga dalam penanganan pemberian pelayanan bagi wanita tersebut harus dilakukan secara menyeluruh menyangkut dari berbagai aspek kehidupan. Dalam usaha kesejahteraan sosial melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) Daerah Provinsi DIY yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pelayanan 3

dan Rehabilitasi Sosial dalam menangani masalah sosial pada wanita ditujukan dengan adanya Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta. Awal mulanya PSKW Yogyakarta ditunjukkan khusus bagi klien wanita tuna susila, namun dalam pelaksanaannya PSKW Yogyakarta mengalami keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan prasarana, sehingga pelayanan yang diberikan kepada klien kurang maksimal. Seiring dengan adanya perluasan permasalahan yang dialami wanita saat ini, sasaran klien PSKW Yogyakarta juga diperluas yaitu bagi wanita rawan sosial psikologis dimana wanita tuna susila termasuk didalamnya, dengan tujuan sebagai upaya rehabilitasi dan juga dimaksudkan sebagai kegiatan preventif bagi mereka agar tidak melakukan penyimpangan sosial. Sasaran pelayanan PSKW Yogyakarta selain ditunjukan bagi wanita rawan sosial psikologis Dalam pelaksanaannya PSKW Yogyakarta kurang melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang pelayanan yang diberikan di PSKW Yogyakarta, hal ini menyebabkan adanya pandangan negatif masyarakat yang menganggap PSKW Yogyakarta sebagai tempat pekerja seks komersil (PSK). Adanya pandangan negatif dari masyarakat tersebut mengakibatkan masyarakat enggan berkunjung dan kurang memberikan dukungan dalam kegiatan-kegiatan di PSKW Yogyakarta. Keberadaan PSKW Yogyakarta, selain sebagai wujud dari pelaksanaan kewajiban pemerintah dalam memenuhi hak-hak dasar warga negaranya (khususnya wanita) yang karena sesuatu hal tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar tetapi juga sebagai wadah pemberdayaan sosial 4

khususnya pemberdayaan perempuan. Pemberdayaan sosial dilakukan melalui peningkatan kemauan dan kemampuan yang dapat dilakukan dengan salah satu bentuk pelatihan keterampilan. (UU No 11 Tahun 2009 pasal 2 dan 3) Pelayanan inti di PSKW Yogyakarta adalah pelayanan bimbingan keterampilan yang terdiri dari tiga jenis keterampilan, yaitu keterampilan olahan pangan, keterampilan jahit, dan keterampilan tatarias. Wanita sangat perlu mendapat bimbingan keterampilan, terutama dalam usia produktif (Isran Noor, 2011). Manfaat pemberian keterampilan olahan pangan, keterampilan jahit, dan keterampilan tata rias adalah memberi bekal klien dengan keterampilan yang disesuaikan dengan minat dan kemampuannya agar mereka bisa mandiri dengan keterampilan yang dimiliki (Nuriyah, 2011). Berdasarkan pernyataan-pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa bimbingan keterampilan memiliki banyak manfaat dalam memberdayakan wanita rawan sosial psikologis di PSKW Yogyakarta. Tetapi selain bimbingan keterampilan tersebut, pelayanan bimbingan lainnya yang diberikan PSKW juga sama pentingnya, seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa dalam penanganan pemberian pelayanan bagi wanita rawan sosial psikologis harus dilakukan secara menyeluruh menyangkut dari berbagai aspek kehidupan, sehingga satu sama lain pelayanan bimbingan saling berkaitan. Keberhasilan dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan di PSKW Yogyakarta tidak lepas dari peran pekerja sosial, dimana pekerja sosial merupakan seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau 5

pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos No. 10/HUK/2007). Pekerja sosial melakukan pendampingan terhadap klien di PSKW dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya. Di PSKW Yogyakarta terdapat 5 pekerja sosial fungsional yang menangani sekitar kurang lebih 60 klien yang memiliki latar belakang masalah yang berbeda-beda. Keadaan ini menunjukan adanya keterbatasan jumlah pekerja sosial dalam menangani klien di PSKW Yogyakarta, selain itu adanya perbedaan kemampuan setiap klien serta terbatasnya jumlah sarana dan prasarana keterampilan jahit, tata rias dan olahan pangan menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaan pendampingan. Dengan demikian keaktifan dari pekerja sosial dalam melakukan pendampingan dan kesadaran dari klien dirasa sangat penting guna mencapai tujuan dari pemberdayaan keterampilan (Nuriyah, 2011). Dengan permasalahan yang ada, maka peneliti mengambil penelitian pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta. 6

B. Identifikasi Masalah Adapun identifikasi masalah adalah sebagai berikut: 1. Masih tingginya jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial yang meliputi: gangguan fungsional dalam kehidupan sosial dan atau ekonomi serta korban kekerasan yang dialami wanita di DIY. 2. Kurang maksimalnya PSKW Yogyakarta dalam menangani masalah wanita tuna susila, karena adanya keterbatasan sumber daya manusia, sarana dan prasarana. 3. Perluasan sasaran di PSKW Yogyakarta yang ditunjukan kepada wanita rawan sosial psikologis dimana wanita tuna susila termasuk didalamnya, Hal ini mempunyai konsekuensi adanya tuntutan pengembangan pelayanan di PSKW Yogyakarta. 4. Kurangnya sosialisasi kepada masyarakat tentang pelayanan yang diberikan PSKW Yogyakarta menyebabkan adanya opini negatif masyarakat dimana mereka menganggap PSKW Yogyakarta sebagai tempat pekerja seks komersil (PSK). Sehingga dukungan dan partisipasi masyarakat pada PSKW Yogyakarta masih kurang. 5. Adanya keterbatasan baik dari segi kuantitas maupun kualitas pada pekerja sosial serta sarana dan prasarana keterampilan jahit; tata rias; dan olahan pangan, yang menjadi faktor penghambat. 7

C. Batasan Masalah Penelitian ini hanya dibatasi pada studi tentang pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta. D. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah penelitian ini adalah: 1. Bagaimana pelaksanaan pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta? 2. Apa saja peran pekerja sosial dalam pendampingan terhadap klien pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta? 3. Apa saja faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta? E. Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk: 1. Mengetahui pelaksanaan pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta. 2. Mengetahui peran pekerja sosial dalam pendampingan terhadap klien pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta. 8

3. Mengetahui faktor penghambat dan pendukung dalam pelaksanaan pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta. F. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: 1. Bagi Pendidikan Luar Sekolah a. Memberikan ilmu pengetahuan tentang Pendidikan Luar Sekolah, khususnya tentang pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta. b. Sebagai masukan dan koreksi bagi peneliti lain yang berkaitan dengan masalah penelitian ini. 2. Bagi Lembaga a. Sebagai masukan dan koreksi dalam memperbaiki pelayanan pendampingan terhadap klien. b. Mengetahui tingkat keberhasilan pelayanan pendampingan pada bimbingan keterampilan. 3. Bagi Peneliti a. Peneliti mendapatkan pengetahuan mengenai pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta. b. Sebagai bahan acuan dalam menerapkan pendampingan sosial pada masyarakat nantinya. 9