LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 3 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA BARAT,

BUPATI GARUT PROVINSI JAWA BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETENTUAN GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 19 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN DI KABUPATEN TAPIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, BUPATI TAPIN,

BUPATI BANGKA TENGAH

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI JEPARA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEPARA NOMOR 5 TAHUN 2017 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN DAERAH

WALIKOTA PEKALONGAN PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 1 TAHUN : 2009 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 4 TAHUN 2009 TENTANG SEMPADAN

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 5 TAHUN 2012

PEMERINTAH KABUPATEN KEDIRI

PEMERINTAH KABUPATEN TULUNGAGUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN BAGIAN JALAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 21 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SEMARANG PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 3 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2006 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUWU TIMUR NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KAPUAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANDUNG BARAT PROVINSI JAWA BARAT

BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 8 TAHUN 2009 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN KABUPATEN

BUPATI PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR : 10 TAHUN TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 19 TAHUN 2007 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI,

BUPATI KOTABARU PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN-BAGIAN JALAN

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR 17 TAHUN 2016 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KARAWANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU

PEMERINTAH KABUPATEN BARITO UTARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BARITO UTARA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LUMAJANG,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2013 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 132, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4444).

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WAKATOBI

PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMANFAATAN DAN PENGGUNAAN BAGIAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 19 TAHUN 2016 TENTANG JARINGAN UTILITAS TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 11 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG GARIS SEMPADAN

malia,perlu menetapkan peraturan Bupati tentang Garis Sempadan jalan; Mengingat : L. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

- 1 - PEMERINTAH KABUPATEN BLITAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLITAR NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENETAPAN KELAS JALAN DAN PENGATURAN LALU LINTAS

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 13 TAHUN 2012 TENTANG PEMANFAATAN RUANG MILIK JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

WALIKOTA BANJARMASIN

PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL,

JALAN Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 Tanggal 31 Mei 1985 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEMBANGUNAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA,

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

WALIKOTA SERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN NAMA NAMA JALAN DI WILAYAH KOTA SERANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2011 NOMOR 1 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA BOGOR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KEBUMEN NOMOR : 9 TAHUN 2008 SERI : E NOMOR : 4

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TRENGGALEK NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN JALAN

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUNGAN NOMOR 07 TAHUN 2012 TENTANG GARIS SEMPADAN BANGUNAN, PAGAR, SUNGAI, DAN PANTAI

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 27 TAHUN 2001 TENTANG GARIS SEMPADAN SUNGAI, DAERAH MANFAAT SUNGAI, DAERAH PENGUASAAN SUNGAI DAN BEKAS SUNGAI

WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SUMATERA BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2012

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1980 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI SAMPANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SAMPANG NOMOR : 2 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN NAMA JALAN, SARANA UMUM DAN RUPABUMI

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TEGAL

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N PERATURAN DAERAH KOTA BANJARMASIN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERDANG BEDAGAI NOMOR 23 TAHUN 2008

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1985 TENTA NG JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

LEMBARAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 68 TAHUN : 2006 SERI : E PERATURAN DAERAH KOTA CIMAHI NOMOR : 13 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KUNINGAN NOMOR 31 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN PENERANGAN JALAN UMUM DAN LINGKUNGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR : 7 TAHUN 2006 SERI : C NOMOR : 2 PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 7 TAHUN 2006 T E N T A N G

BUPATI AGAM. Kep sempadan bangunan *Sesuai dengan aslinya*

PERATURAN DAERAH PROPINSI JAWA TENGAH NOMOR 11 TAHUN 2004 TENTANG GARIS SEMPADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH

BERITA DAERAH KOTA BEKASI

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA TAHUN 2008 NOMOR 3

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG JALAN KABUPATEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUMBAWA,

IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

PEMERINTAH KABUPATEN MADIUN SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MADIUN NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN

BUPATI PURWAKARTA PERATURAN BUPATI PURWAKARTA NOMOR 45 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETERTIBAN JALAN, FASILITAS UMUM DAN JALUR HIJAU

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU

P E R A T U R A N D A E R A H

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANAH BUMBU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TANAH BUMBU,

BUPATI BOGOR PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR

PERATURAN DAERAH KOTA PALOPO Nomor 7 Tahun 2008

PEMERINTAH KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG

WALIKOTA SURABAYA TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 7 TAHUN 2009 TENTANG BANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BADUNG PROVINSI BALI PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PENAMAAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MEHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 2 TAHUN 2003 TENTANG PENGENDALIAN DAN PERLINDUNGAN SEMPADAN SUNGAI

W A L I K O T A B A N J A R M A S I N

PERATURAN DAERAH KOTA BALIKPAPAN NOMOR 12 TAHUN 2006

Transkripsi:

LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SULAWESI SELATAN Menimbang : a. bahwa dengan semakin meningkatnya pembangunan berbagai sector telah mendorong peningkatan arus mebilisasi ekonomi dan social yang memerlukan prasarana fisik fisik jalan yang makin memadai, serta upaya-upaya pengamanan dan penertiban prasarana fisik jalan agar, pemanfaatannya lebih berdayaguna dan berhasilguna; b. bahwa upaya pembangunan dan pengembangan system jaringan jalan menghadapi berbagai hambatan terutama akibat keberadaabn dan perkembangan bangunan-bangunan pada ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan tertanggunya ruang pengawasan jalan serta posisinya kurang menjamin pengembangan pembangunan jalan. c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a dan b diatas, maka perlu dibuat peraturan daerah tentang Garis Sempadan Jalan Nasional dan Provinsi. Mengingat: 1. Undang-undang Nomor 47 Perp tahun 1960, tentang pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Selatan Tenggara dan daerah Tingkat I Sulawesi Utara Tengah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 151, tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2102) Juncto Undang_undang Nomor 13 Tahun 1964 tentang penetapan peraturan pemerintah Pengganti Undang-Undang nomor 2 tahun 1964 tentang Pembentukan Daerah Tingkat I Sulawesi Tengah dan Daerah Tingkat Sulawesi Tenggara dengan mengubah Undang-Undang Nomor 47 Prp Tahun 1960 tentang Pembentukan daerah Tingkat 1 Sulawesi Utara dan Daerah Tingkat 1 Sulawesi Selatan menjadi Undang-Undang ((Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 57, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nonmor 2068), Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2004 Tentang pembentukan Provinsi Sulawesi Barat (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara No. 4422); 2. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana ( Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, tambahan Lembaran Negara Nomor 3209); 3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan pemukiman (Loembaran Negara tahun 1992 nomor 23, tambahan Lembaran Negara Nomor 3469); 4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Cagar Budaya (Lembaran Negara 1992, nomor 27, tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);

2 5. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang lalu lintas dan Angkutan Jalan ( Lembaran Negara Tahun 1992 nomor 49, tambahan Lembaran negara Nomor 3480); 6. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, tambahan Lembaran Negara Nomor 3501); 7. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran negara Tahun 2002 Nomor 134, tambahan Lembaran negara Nomor 4247); 8. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 53, Tambahan Lembaran negara nomnor 4389); 9. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437); 10. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan Keungan Antara pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 126, tambahan Lembaran negara Nomor 4438); 11. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan (Lembaran negara Tahun 2004 nomor 132 tambahan Lembaran negara nomor 4444); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan (Lembaran Negara Tahun 1985 nomor 37, Tambahan Lembaran negara nomor 3293); 13. Peraturan Pemerintah nomor 6 Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi Vertical di daerah (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 10, tambahan Lembaran negara nomor 3373); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1993 tentang Angkutan Jalan ( Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 59, tambahan Lembaran Negara nomor 3527); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan lalu Lintas Jalan (Lembaran Negara Tahun 1993 Nomor 63, tambahan Lembaran Negara Nomor 3529); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, tambahan Lembaran Negara Nomor 3952); 17. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang pembinaan dan pengawasan atas Penyelenggaraan pemerintahn daerah ( tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 4090) 18. Peraturan daerah Provinsi dati I Sulawesi Selatan Nomor 6 Tahun 1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di lingkungan Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan; 19. Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Nomor 44 Tahun 2002 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Memperhatikan : 1. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 620-306 Tahun 1998 tentang Penetapan Ruas jalan Provinsi. 2. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 375/M/2004 Tanggal 19 Oktober 2004 tentang penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Jalan Primer menurut peranannya sebagai Jalan Arteri, jalan Kolektor 1, jalan Kolektor 2 dan jalan Kolektor 3. 3. Keputusan Menteri Pemukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 376/M/2004 tanggal 19 Oktober 2004 tentang penetapan Ruas-ruas Jalan Menurut Statusnya sebagai Jalan Nasional.

3 Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN DAN GUBERNUR SULAWESI SELATAN MEMUTUSKAN Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam peraturan daerah ini, yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Daerah Provinsi Sulawesi Selatan. 2. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat daerah Otonom yang lain sebagai Badan Eksekutif daerah. 3. Gubernur adalah Gubernur Sulawesi Selatan 4. Dinas adalah instansi yang melaksnakan tugas dan fungsi bidang jalan dan jembatan. 5. Kepala Dinas adalah Kepala Instansi yang melaksanakan tugas dan fungsi bidang jalan dan jembatan. 6. Garis Sempadan jalan adalah Garis Batas Luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar dikanan dan kiri jalan pada ruang pengawasan jalan. 7. Garis Sempadan yang dimaksud adalah Garis Sempadan jalan Nasional dan garis Sempadan Provinsi. 8. Garis Sempadan Jalan Nasional adalah garis batas luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar dikanan dan dikiri jalan pada ruang pengawasan jalan ruas jalan Nasional. 9. Garis Sempadan Jalan Provinsi adalah Garis Batas luar pengaman untuk dapat mendirikan bangunan dan atau pagar dikanan dan dikiri jalan pada pengawasan jalan ruas jalan Provinsi. 10. Penyelenggaraan Jalan adalah kegiatan yang meliputi Pengaturan, Pembinaan, Pembangunan dan Pengawasan Jalan. 11. Penyelenggaraan Jalan adalah pihak yang melakukan Pengaturan pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan sesuai dengan kewenangannya. 12. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, diatas permukaan tanah, dibawah permukaan tanah dan atau air, serta diatas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori dan jalan kabel. 13. Jaringan jalan Primer adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk pengembangan semua wilayah ditingkat nasional. 14. Jaringan jalan Sekunder adalah system jaringan jalan dengan peranan pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat didalam kawasan perkotaan. 15. Jalan Arteri adalah jalan yang melayani angkutan utama dengan ciri-ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi dan jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien. 16. Jalan Kolektor adalah jalan yang melayani angkutan pengumpulan /pembagian dengan cirri-ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang dan jumlah jalan masuk dibatasi.

4 17. Jalan Umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum. 18. jalan Nasional adalah merupakan jalan Arteri dan jalan Kolektor dalam system jaringan jalan primer yang menghubungkan antara ibukota provinsi dan jalan strategis nasional, serta jalan tol. 19. Jalan Provinsi adalah merupakan jalan Arteri dan jalan Kolektor dalam system jaringan jalan primer yang menghubungkan ibukota Provinsi dengan ibukota kabupaten/kota, atau, antara ibukota kabupaten/kota dan jalan strategis provinsi. 20. Ruang jalan adalah meliputi Ruang Manfaat jalan, Ruang Milik Jalan Ruang pengawasan Jalan dengan batas vertical keatas, horizontal dan vertical kebawah. 21. Ruang Manfaat jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman ruang bebeas tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan hanya diperuntukkan bagi median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan dan angunan pelengkap lainnya. 22. Ruang Milik Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu yang dukuasai oleh penyelenggara jalan dengan suatu hak tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan diperuntukkan bagu ruang manfaat jalan, dan pelebaran jalan maupun penambahan jalur lalu lintas dikemudian hari serta kebutuhan ruang untuk pengaman jalan. 23. Ruang pengawasan Jalan adalah merupakan ruang sepanjang jalan diluar Ruang Milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan diperuntukkan bagi jarak pandang pengguna jalan dan pengaman konstruksi jalan. 24. Ruang Sempadan Jalan adalah ruang antar Garis Sempadan Jalan dan tepi badan jalan paling rendah. 25. Bangunan Bangunan adalah ruang, rupa, perawakan, wujud (bangunan arsitektur) dan diantaranya terdapat sesuatu yang didirikan (rumah, gedung, jembatan dan sebaginya). BAB II. FUNGSI DAN PERANAN GARIS SEMPADAN DAN RUANG JALAN Pasal 2 (1) Fungsi Garis Sempadan Jalan adalah untuk melindungi Ruang Pengawasan Jalan dari bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan. (2) Peranan Garis Sempadan Jalan adalah untuk menentukan sampai batas tertentu para pemilik tanah (persil) yang berada pada ruang pengawasan jalan dapat menggunakan haknya untuk mendirikan bangunan bangunan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 3 (1) Fungsi Ruang jalan adalah untuk mengawasi, melindungi dan membatasi Ruang Manfaat jalan, ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan dari (2) bangunan-bangunan yang dapat mengganggu peranan jalan. (3) Peranan ruang jalan yang meliputi Ruang Manfaat Jalan, Ruang Milik Jalan dan ruang pengawasan Jalan adalah untuk kepentingan pelayanan dan kenyamanan arus lalu lintas umum dan masyarakat pengguna ruang jalan.

5 BAB III MAKSUD, TUJUAN DAN MANFAAT GARIS SEMPADAN JALAN Pasal 4 (1) Maksud dan tujuan ditetapkannya pengaturan garis sempadan jalan adalah untuk tetap tercapainya kelestarian fisik jalan dan fungsi jalan serta dalam rangka menunjang terciptanya lingkungan yang serasih, seimbang, tertib dan teratur serta merupakan upaya-upaya pengamanan dan penertiban dalam manfaat jalan dari kegiatan mendirikan bangunan-bangunan diatas persil/tanah dipinggir jalan. (2) Manfaat penerapan ketentuan garis sempadan jalan dilapangan adalah guna menjamin fungsi Ruang Pengawasan Jalan dari gangguan keberadaan bangunan-bangunan yang dapat menghalangi jarak pandang pengguna jalan, disamping untuk terciptanya bangunan-bangunan yang teratir serta pengamanan konstuksi jalan. Bab IV JARAK GARIS SEMPADAN JALAN Pasal 5 (1) Jarak Garis Sempadan Jalan yang harus dipedomani oleh perorangan, Badan Hukum, Badan Usaha, badan Sosial adan Dinas /Instansi penerbit Surat Izin Mendiirikan Bangunan (IMB), perencana Bangunan-bangunan maupun pemilik bangunan adalah sebagai berikut: a. Jalan Nasional sekurang-kurangnya 15 meter; b. Jalan Provinsi sekurang-kurangnya 10 meter; (2) Penetapan Garis Sempadan Jalan ditetapkan oleh Penyelenggara Jalan sebagai batas luar daerah pengawasan jalan, yang diukur dari batas tepi badan jalan paling rendah. (3) Jarak Garis Sempadan untuk pengamanan konstruksi jembatan diukur dari tepi luar pangkal jembatan yaitu tidak kurang dari 100 meter kearah hulu dan kearah hilir jembatan. (4) Ruang Sempadan Jalan dapat dimanfaatkan oleh masyarakat / instansi / lembaga / Badan setelah mendapat izin dari penyelenggara jalan. Pasal 6 (1) Ketetapan Jarak garis sempadan Jalan Nasional dan Jalan Provinsi digambarkan kedalam peta untuk keperluan sebagai berikut: a. Pembuatan Peta rencana Detail tata Ruang yang berhubungan dengan fungsi Dinas Teknis terkait di kabupaten/kota; b. Pembiatan Peta Rencana Teknis Ruang yang berhubungan dengan fungsi Dinas Teknis terkait di Kabupaten/Kota. (2) Garis Sempadan jalan yang tertuang dalam peta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, dilengkapi patok-patok batas dengan jarak tertentu sebagai

6 pedoman di kabupaten/kota setelah mendapat persetujuan dari penyelenggara jalan. BAB V WEWENANG PENANGANAN Pasal 7 (1) Ruas-ruas jalan Nasional yang ditetapkan oleh Menteri Pekerjaan Umum, maka pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan Ruang Jalan ditangani oleh pemerintah Pusat, dilimpahkan ke Gubernur sebagai pejabat pemerintah Pusat di daerah. (2) Ruas-ruas jalan Provinsi yang ditetapkan oleh Menteri Dalam Negeri, maka pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan Ruas jalan dilakukan oleh Pemerintah Provinsi. BAB VI PEMBINAAN, PEMANFAATAN DAN PENGAWASAN Pasal 8 (1) pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan pelaksanaan ketentuan ketentuan dalam peraturan daerah ini dilakukan oleh Gubernur. (2) Pembinaan, pemanfaatan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) pasal ini, secara teknis dilaksanakan oleh Dinas Teknis terkait. Bab VII LARANGAN Pasal 9 Setiap orang perorangan, Badan Hukum dan badan Sosial dilarang menempatkan, mendirikan dan merenovasi sesuai bangunan dan atau pagar pekarangan, baik secara keseluruhan atau sebagian dengan jarak kurang dari ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5 Peraturan Daerah ini. Bab VIII KETENTUAN PIDANA Pasal 10 (1) barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, peraturan Daerah ini, diancam pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan, dan atau denda setinggi-tingginya Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah), sesuai Undang_undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2004 tentang Jalan. (2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini, adalah pelanggaran.

7 Pasal 11 Selain tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 Peratruan daerah ini tindak pidana yang mengakibatan terganggunya fungsi jalan diancam pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bab IX PENYIDIKAN Pasal 12 (1) selain pejabat Polisi negara Republik Indonesia, pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya meliputi penyelenggaraan jalan, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam penyelenggaraan Jalan. (2) Pelaksanaan penyidikan sebagaimana dimakasud dalam ayat (10, dilakukan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku. Bab X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 13 (1) bangunan bangunan dan persil tanah masyarakat yang telah berdiri dan memiliki Suerat Izin mendidiirkan bangunan serta tanah milik masyaraklat sebelum peraturan aderah ini diberlakukan akan diberikan jangka waktu selama 10 (sepuluh) tahun sejak Peraturan Daerah ini diberlakukan untuk menyesuiakan posisi bangunan yang telah didirikan. (2) Bangunan bangunan dan persil tanah masyarakat yang telah memiliki Surat Izin Mendirikan bangunan dan sertifikat, guna menyesuikan ketentuan Garis Sempadan jalan, maka terhadap pemilik tersebut akan dilakukan musyawarah untuk mengambil keptusan yang disesuaikan dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. (3) Banyunan bangunan milik masyaraklat yang tidak memiliki Surat Izin Mendirikan Bangunan guna penyesuaian Garis Sempadan Jalan, jika terpaksa pembongkaran atas bangunan tersebut dapat dilaksanakan oleh Petugas yang ditunjuk oleh Dinas terkait tanpa pemberian ganti rugi. (4) Sejak berlakunya Peraturan Daerah ini maka Pemerintah berkewajiban melaksanakan sosialisasi kepada masyarakat pengguna ruang jalan berupa penyuluhan, papan ionformasi, mass media cetak, elektronik dan media infomrasdi lainnya.

8 Bab XI Ketentuan Penutup Pasal 14 Hal-hal yang belum tertuang dalam Peraturan daerah ini sepanjang mengenai pelaksanaannya diatur lebih lanjut oleh Gubeernur. Pasal 15 Peraturan daerah ini mulia berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Sulsel. Ditetapkan di Makassar Pada tanggal, 16-5-2005 Gubernur Sulawesi Selatan Cap/ttd H. Amin Syam Diundangkan di Makassar Pada tanggal, 16-5-2005 SEKRETARIS DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN Cap/ttd Drs. H.A.Tjoneng Mallombassang NIP: 010 045 911 (Lembaran Daerah Provinsi Sulawesi Selatan Tahun 2005 Nomor 3) TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 224

9 PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR : 3 TAHUN 2005 TENTANG GARIS SEMPADAN JALAN 1. PENJELASAN UMUM Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah daerah, telah dikeluarkan peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai daerah otonom yang didalam ketentuan pasal 3 ayat (5) Butir 15, pemerintah provinsi diberikan kewenangan tertentu di bidang perhubungan antara lain; a. Selaku Pembina Jalan Nasional/Provinsi; b. Perizinan, pelayanana dan pengendalian penempatan bangunan utilitas; c. Penetapan standr Batas Garis Sempadan Jalan. Secara geografi letak Provinsi Sulawesi Selatan sangatlah strategis, karena berada pada Pusat perdagangan di pulau Sulawesi. kehidupan yang terjadi sekarang ini adalah perkembangan teknologi dan tuntutan kehidupan masyarakat telah memunculkan jumlah kendaraan yang semakin meningkat, sedangkan kondisi prasarana jalan belum cukup menunjang. Demikian juga masih tingginya angka pelanggaran terhadap pengguna jalan sehingga kenyamanan dan keselamatan pengguna jalan harus terus ditingkatkan, dan untuk itu perlu adanya pengaturan sehingga kelancaran dalam penggunaan jalan akan terwujud. Mengingat bahwa jalan sebagai salah satu prasarana perhubungan mempunyai peranan yang sangat penting terutama yang menyangkut perwujudan perkembangan antar daerah yang seimbang dan pemerataan hasil-hasil pembangunan serta pemantapan pertanahan dan keamanan dalam merealisasikan sasaran pembangunan di tingkat Daerah maupun tingkat nasional. Maka untuk mengatasi hal tersebut diperlukan suatu pengaturan serta penataan kembali prasarana jalan yang ada sehingga kita perlu menetapkan suatu peraturan mengenai Garis Sempadan Jalan yang yang dituangkan dalam Peraturan Daerah. Dengan adanya peraturan Daerah ini diharapkan pengaturan tentang Garis Sempadan Jalan dapat berdaya guna dan memiliki arti sesuai dengan yang diharapkan.

10 II PENJELASAN PASAL DEMI PASAL Pasal 1 ayat 1 s/d ayat (10) Pasal 1 ayat (11) : Yang dimaksud Penyelenggara Jalan adalah: a. : Untuk Jalan Nasional adalah Menteri dilimpahkan ke Gubernur melalui Dinas Teknis bidang jalan dan Jembatan. b. :Untuk jalan provinsi adalah pemerintah provionsi, penanganannya melalui Dinas teknis, bidang Jalan dan jembatan. Pasal 1 ayat (12) s/d ayat (25) Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Penjelasan pasal 5 ayat (1) : a. Yang dimaksud dengan jarak Sempadan Jalan Nasional sekurang-kurangnya 15 meter adalah jarak dihitung dari batas tepi badan jalan paling rendah pada jalan yang sudah ada kekiri/kanan jalan. b. Yang dimaksud dengan Jarak Sempadan jalan Provinsi sekurang-kurangnya 10 meter adalah jarak yang terhitung dari batas tepi badan jalan paling rendah pada jalan yang sudah ada kekiri./kekanan jalan. Penjelasan pasal 5 ayat (2) : - Yang dimaksud batas tepi badan jalan paling rendah : batas yang diambil sebagai titik awal untuk pengukuran Sempadan jalan menuju ke luar Ruang pengawasan Jalan. - Ketentuan jarak Garis Sempadan pada daerah pegunungan, perkotaan dan bangunan-bangunan bersejarah/cagar budaya akan diatur kemudian melalui Surat Keputusan Gubernur. - Ukuran batas Ruang Manfaat Jalan (Rumaja) diukur dengan perhitungan sebagai berikut: - Rumaja=Lebar badan jalan + lebar bagian atas saluran tepi kiri kanan + ambang pengaman kiri ( 1 meter) kanan (1 meter). - Ukuran batas Ruang Milik Jalan (Rumija) diukur dengan perhitungan sebagai berikut: - Rumija = Rumaja + sejajar tanah tertentu pada sisi kiri ( 1 meter), kanan (1 Meter). = Rumaja + 1 meter (kiri + 1 meter (kanan). - Ukuran batas Ruang Pengawasan Jalan (Ruwasja) diukur dengan perhitungan sebagai berikut:

11 a. Untuk jalan nasional diukur dari tepi badan jalan paling rendah (kiri, kanan) kearah luar sepanjang 15 meter. b. Untuk jalan provinsi diukur dari tepi badan jalan paling rendah (kiri, kanan) kearah luar sepanjang 10 meter. - Ukuran batas tinggi ruang bebas vertical keatas paling randah 5 meter dan diukur dari permukaan garis tengah jalan (center line). - Ukuran batas kedalaman ruang bebas vertical kebawah dengan kedalaman minimun 1,5 meter dari permukaan bahu jalan paling rendah. Penjelasan pasal 5 ayat (3) Ketentuan pada pasal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1985 tentang Jalan, dengan pertimbangan bahwa jarak 100 meter (seratus meter) adalah jarak yang ideal yang kegunaannya untuk mempertahankan kondisi daerah aliran sungai dari gangguan bangunan-bangunan dan kegiatan lain yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap pola aliran sungai sehingga secara langsung dapat menganggu konstruksi bagian bawah jembatan. Disamping itu juga merupakan ruang bebas yang dimiliki untuk berjaga-jaga jika terjadi gangguan/ kerusakan jembatan atau pengganti jembatan pada saat perbaikan adan atau pembuatan jembatan darurat. Pasal 6 : Dalam pasal ini diuaikan bahwa ketentuan Garis Sempadan Jalan bukan hanya dibaca dan dilihat, tetapi juga diperlukan tindak lanjut untuk digambarkan kedalam peta-peta operasional pada Dinas /Instansi di kabupaten/kota Pasal 7 : Dalam pasal ini diuraikan masing-masing Pembina jalan yang berwenang untuk menetapkan status jalan dan peranan jalan. Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 : Cukup Jelas Pasal 13 : Pada ayat 1 Bagi pemilik bangunan yang memiliki Izin Membangun dan berada pada daerah Garis Sempadan Jalan, jika akan melakukan pengembangan bangunan, rehabilitasi harus menyesuaikan posisi bangunan sesuai Perda yang ada. Pasal 14 Pasal 15 (TAMBAHAN LEMBARAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 224).

12

This document was created with Win2PDF available at http://www.daneprairie.com. The unregistered version of Win2PDF is for evaluation or non-commercial use only.