BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien. Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas)

dokumen-dokumen yang mirip
BAB V SIMPULAN DAN SARAN. pada saat penerimaan dan penempatan klien, pendampingan trauma center,

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan diri dan dapat melaksanakan fungsi sosialnya yang dapat

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL DENGAN PENDEKATAN PROFESI PEKERJAAN SOSIAL

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2012 tentang Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 201

- 1 - WALIKOTA MADIUN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA MADIUN NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

METODE PEKERJAAN SOSIAL BY AGUS SURIADI

7. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Banyuasin di Provinsi Sumatera Selatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PENDAMPINGAN PEKERJA SOSIAL TERHADAP KLIEN PADA PELAKSANAAN BIMBINGAN KETERAMPILAN DI PANTI SOSIAL KARYA WANITA (PSKW) YOGYAKARTA SKRIPSI

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

I. UMUM. menjadi...

BAB II. GAMBARAN UMUM PANTI SOSIAL BINA KARYA YOGYAKARTA. Panti Sosial Bina Karya Yogyakarta adalah Unit Pelaksana Tehnis Dinas

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

2017, No Indonesia Tahun 2011 Nomor 83, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5235); 4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PEMBERDAYAAN PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dan bangsa Indonesia sedang memasuki abad ke-21, era

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Dinas Sosial Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan. Rumah Singgah Anak Mandiri

RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septa Sopiatun, 2013

MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 56 / HUK / 2009 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 01 TAHUN 2010 T E N T A N G PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. hidup, sebab organisasi adalah himpunan manusia untuk dapat memenuhi

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. daya yang dimaksud disini adalah mereka yang memiliki peran dan tanggung

WALIKOTA TASIKMALAYA

UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

CAPAIAN KINERJA INDIKATOR INDIKATOR DAMPAK (IMPACT)

BAB 29 PENINGKATAN PERLINDUNGAN

BAB I PENDAHULUAN. pemutusan hubungan kerja atau kehilangan pekerjaan, menurunnya daya beli

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah modal utama bagi suatu bangsa dalam upaya meningkatkan

PEMERINTAH KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARA REHABILITASI SOSIAL TUNA SOSIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Model Hipotetik Bimbingan dan konseling Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Oleh: Imas Diana Aprilia 1. Dasar Pemikiran

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Eka Purwanti Febriani, 2013

WALIKOTA PALANGKA RAYA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. PMKS secara umum dan secara khusus menangani PMKS anak antara lain, anak

PENDAHULUAN Latar Belakang

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 39 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2012, No.68 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial adalah upaya y

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2009 NOMOR : 26 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 26 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA TENTANG STANDAR REHABILITASI SOSIAL PENYANDANG DISABILITAS OLEH LEMBAGA DI BIDANG KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah baik yang diselenggarakan pemerintah maupun masyarakat

RANCANGAN. PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Nomor : Tahun 2016

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LEMBAGA KONSULTASI KESEJAHTERAAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR

BAB I PENDAHULUAN. perilaku seseorang sebagai usaha mencerdaskan manusia melalui kegiatan. manusia dewasa, mandiri dan bertanggung jawab.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KONSEP DASAR ADMINISTRASI DAN MANAJEMEN PENDIDIKAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 10 TAHUN 2013

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR TAHUN TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SURABAYA,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu permasalahan yang dihadapi Bangsa Indonesia sampai

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah saja tetapi merupakan tanggung jawab seluruh Bangsa Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. mencapai suatu tujuan cita-cita luhur mencerdaskan kehidupan bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dunia pendidikan merupakan kehidupan yang penuh dengan tantangan

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN. sepenuhnya berhasil dan menjawab kebutuhan anak-anak di jalanan. Strategi yang

PERATURAN WALIKOTA MALANG NOMOR 29 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS SOSIAL

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Penataan SDM perlu terus diupayakan secara bertahap dan berkesinambungan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bab. I, pasal 1:

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2013 TENTANG

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUPLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI MALANG PROVINSI JAWA TIMUR

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

BAB I PENDAHULUAN. tidak terpisahkan dari masyarakat Indonesia. Sebelumnya istilah Disabilitas. disebagian masyarakat Indonesia berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Muhammad Iqbal Radhibillah, 2013

BUPATI PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PASURUAN NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PELATIHAN KERJA DAN PRODUKTIVITAS

I. PENDAHULUAN. Dalam mencapai tujuan, setiap organisasi dipengaruhi oleh perilaku

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah dan Penegasan Judul. berlangsung sepanjang sejarah dan berkembang sejalan dengan perkembangan

2015, No Indonesia Tahun 1979 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3143); 2. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Pe

BAB I PENDAHULUAN. Penyandang cacat tubuh pada dasarnya sama dengan manusia normal lainnya,

GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 20 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI PENYANDANG DISABILITAS

Pembangunan Desa di Era Otonomi Daerah

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB I PENDAHULUAN. konseling. Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance yang di dalamnya

Latar Belakang Diselenggarakannya Pendidikan Kecakapan Hidup (Lifeskills) 1/5

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Mulyasa (2006:3) perwujudan masyarakat yang berkualitas

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dan kemajuan suatu bangsa erat hubungannya dengan

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1998 TENTANG PENJELASAN ATAS UPAYA PENINGKATAN KESEJAHTERAAN SOSIAL PENYANDANG CACAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Adi Setiawan Nurpratama, 2014

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA

Transkripsi:

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien 1. Pengertian Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien Pendampingan adalah suatu proses pemberian kemudahan (fasilitas) yang diberikan pendamping kepada klien dalam mengidentifikasi kebutuhan dan memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat diwujudkan (Direktorat Bantuan Sosial, 2007: 4). Pendampingan sosial merupakan suatu proses relasi sosial antara pendamping dengan klien yang bertujuan untuk memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses klien terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya (Departemen Sosial RI, 2009: 122). Dari definisi-definisi di atas, pendampingan dapat diartikan sebagai proses relasi sosial antara pendamping dan klien dalam bentuk memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses klien terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya dalam usaha memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat diwujudkan. 10

Pekerja sosial adalah sebagai orang yang memiliki kewenangan keahlian dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial (Budhi Wibhawa, 2010: 52). Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos No. 10/HUK/2007). Dapat dirumuskan bahwa pekerja sosial merupakan seseorang yang mempunyai kompetensi dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial baik di instansi pemerintah maupun di instansi swasta lainnya. Berdasarkan pengertian tentang pendampingan dan pekerja sosial, sehingga dapat diartikan bahwa pendampingan pekerja sosial terhadap klien adalah proses relasi sosial antara pekerja sosial yang memiliki kompetensi dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial baik di instansi pemerintah maupun di instansi swasta lainnya dengan klien dalam bentuk memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses klien terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya dalam usaha memecahkan masalah serta mendorong tumbuhnya inisiatif dalam proses pengambilan keputusan, sehingga kemandirian klien secara berkelanjutan dapat diwujudkan. 11

2. Komponen Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien Komponen-komponen yang terdapat dalam pendampingan pekerja sosial terhadap klien (Nelfina, 2009: 35-37), adalah sebagai berikut: a. Pekerja sosial Pekerja sosial didefinisikan sebagai orang yang memiliki kewenangan keahlian dalam menyelenggarakan berbagai pelayanan sosial. (Budhi Wibhawa, 2010: 52). Pekerja sosial adalah seseorang yang mempunyai kompetensi profesional dalam pekerjaan sosial yang diperolehnya melalui pendidikan formal atau pengalaman praktek di bidang pekerjaan sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos No. 10/HUK/2007). Pekerja sosial sebagai penyandang keahlian pekerjaan sosial, harus memiliki kualifikasi sebagai berikut: 1) Memahami, menguasai, dan menghayati serta menjadi figur pemegang nilai-nilai sosio-kultural dan filsafat masyarakat. 2) Menguasai sebanyak dan sebaik mungkin berbagai perspektif teoritis tentang manusia sebagai makhluk sosial. 3) Menguasai dan secara kreatif menciptakan berbagai metode pelaksanaan tugas profesionalnya. 4) Memiliki mental wirausaha (Budhi Wibhawa, 2010: 53). Berdasarkan Kepmensos NO.8/HUK/1981, pekerja sosial terdiri dari sebagai berikut: 1) Pekerja sosial fungsional, yaitu pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang secara penuh sebagai pejabat yang berwenang untuk melakukan pelayanan kesejahteraan sosial di lingkungan instansi 12

pemerintah maupun pada badan/organisasi sosial lainnya. Pekerja sosial fungsional dikelompokan menjadi dua, yaitu: a) pekerja sosial fungsional tingkat ahli, yaitu pekerja sosial yang mempunyai kualifikasi profesional yang kelebihannya dan fungsinya mensyaratkan kejuruan ilmu pengetahuan, metodologi dan teknis evaluasi di bidang pelayanan kesejahteraan sosial, b) pekerja sosial fungsional tingkat terampil, yaitu pekerja sosial yang memiliki kualifikasi teknik yang pelaksanakan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan pengetahuan teknis dan prosedur kerja di bidang pelayanan kesejahteraan sosial. 2) Pekerja Sosial Kecamatan (PSK), yaitu pegawai negeri sipil di lingkungan Departemen Sosial dan ditempatkan di wilayah kecamatan dengan tugas membimbing, membina dan mengawasi pelaksanaan program kesejahteraan sosial di lingkungan kecamatannya. 3) Pekerja Sosial Masyarakat (PSM), yaitu warga masyarakat yang atas dasar rasa kesadaran dan tanggung jawab sosial serta didorong oleh rasa kebersamaan, kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial secara sukarela, mengabdi di bidang kesejahteraan sosial. 4) Pekerja sosial professional, yaitu seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial, dan kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktek pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas-tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial. 13

b. Klien pekerja sosial Klien pekerja sosial adalah orang-orang yang mengalami berbagai kesulitan dalam menghadapi hambatan dan ketidakmampuan dalam menggali dan memanfaatkan berbagai sumber pelayanan kesejahteraan sosial yang tersedia dalam masyarakat (Nelfina, 2009: 25). Sedangkan klien yang menjadi sasaran pelayanan pendampingan di Panti Sosial Karya Wanita adalah wanita tuna susila (Depsos RI dalam Murgino Putro, 2001: 7). Namun seiring dengan perkembangan jaman saat ini, klien pekerja sosial di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) tidak hanya ditunjukan pada wanita tuna susila tetapi juga sasaran klien pekerja sosial disesuaikan dengan perluasan permasalahan yang dialami wanita saat ini. Misalnya, timbulnya masalah keterasingan akibat situasi konflik sosial, keteraniayaan, korban kekerasan dan perdagangan orang atau perlakuan diskriminatif dan buruk lainnya (Lampiran Dirjen pelayanan Rehabilitasi sosial, 2011: 3). Dengan adanya variasi karakteristik permasalahan yang dialami klien yang semakin meluas, menuntut adanya konsekuensi dalam melakukan jenis pelayanan baru di bidang pelayanan rehabilitasi dan perlindungan sosial yang diberikan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW). c. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Panti sosial merupakan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial yang memiliki tugas dan fungsi untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan memberdayakan penyandang masalah kesejahteraan sosial ke arah 14

kehidupan normatif secara fisik, mental dan sosial (Kepmensos No.50/HUK/2004 dalam Departemen Sosial RI, 2009: 97). Panti Sosial Karya Wanita adalah panti sosial yang mempunyai tugas memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi para wanita agar mampu mandiri dan berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat (Kepmensos no.50/huk/2004 dalam Departemen Sosial RI, 2009: 100). Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) merupakan suatu badan sosial dimana pekerja sosial bekerja dalam memberikan pelayanan pertolongan dan mengadakan perubahan masyarakat. Adapun fungsi Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) sebagai badan sosial adalah sebagai berikut: 1) Memberikan pelayanan secara langsung kepada orang atau sistem sosial yang membutuhkan. 2) Memberikan pelayanan kepada masyarakat, baik yang bersifat pencegahan, pemeliharaan, pembinaan, pengembangan maupun penyembuhan. 3) Memberikan pelayanan administrasi dan perencanaan (Nelfina, 2009: 36). d. Tim staf pertolongan Merupakan semua pihak yang berperan dalam situasi pendampingan untuk membantu klien dalam menghadapi permasalahan yang dialami. Tim staf pertolongan terdiri dari pekerja sosial, sekretaris, para professional, para pembantu di bidang pekerjaan/kesejahteraan sosial, pekerja masyarakat serta beberapa tenaga sukarela. e. Sistem intervensi Merupakan suatu kelompok kerja yang aktif dan memiliki tanggung jawab dalam keberhasilan untuk memecahkan masalah klien. 15

f. Situasi pertolongan Situasi pertolongan merupakan sesuatu yang optimal dalam berhubungan dengan klien. dimana pekerja sosial seharusnya berupaya mengubah situasi kehidupan klien menjadi situasi pertolongan. 3. Prinsip Dasar Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien Dalam melakukan pendampingan terhadap klien, pekerja sosial harus berpedoman pada prinsip dasar pendampingan (Direktorat Bantuan Sosial, 2007: 8-9) adalah sebagai berikut: a. Prinsip penerimaan (acceptance) Pekerja sosial menghargai keberadaan klien tanpa memandang latar belakang, keadaan fisik dan psikis. b. Prinsip individualisasi (individualization) Pekerja sosial menyadari dan memahami setiap klien memiliki keunikan sendiri-sendiri dan berbeda satu sama lain. c. Prinsip tidak menghakimi (non-judgemental) Pekerja sosial tidak menilai klien secara sepihak dalam berbagai hal baik sifat, watak, tingkah laku/perbuatan maupun masalah yang dihadapi klien. d. Prinsip kerahasiaan (confidentiality) Pekerja sosial menjaga kerahasiaan informasi pribadi klien kepada orang lain kecuali bagi tim staf pertolongan yang menangani kasus klien. 16

e. Prinsip partisipatif (participation) Pekerja sosial melibatkan klien secara aktif dalam menentukan keputusan yang terbaik bagi diri klien sendiri. f. Prinsip komunikatif (communication) Pekerja sosial mengadakan komunikasi timbal balik dengan pendekatan keakraban dengan klien. 4. Mekanisme Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien Pada dasarnya kegiatan pendampingan yang dilakukan pekerja sosial terhadap klien bersifat fleksibel, dimana pekerja sosial dalam memberikan pertolongan kepada klien tidak selalu bersifat linear/lurus tetapi juga bisa bersifat spiral (Nelfina, 2009: 38). Adapun tahapan kegiatan pendampingan pekerja sosial terhadap klien (Brosur PSKW Yogyakarta, 2011) adalah sebagai berikut: a. Tahap rehabilitasi sosial Adalah tahap pelayanan yang ditujukan untuk membantu klien dalam membina tingkah laku, emosi, spiritual, pengetahuan dan keahlian. Tahaptahap rehabilitasi, meliputi: bimbingan fisik dan mental, bimbingan sosial kemasyarakatan, bimbingan keterampilan, dan bimbingan muatan lokal. b. Tahap resosialisasi Adalah tahap pemulihan diri, tanggung jawab sosial, dan psikologis dalam dirinya agar klien dapat dan mampu berinteraksi secara bertahap dalam keluarga dan masyarakat. Proses ini bertujuan untuk mensosialisasikan 17

kembali klien dengan masyarakat dan keluarga sebagai manusia yang positif dan produktif. Serta memberikan kepercayaan untuk bertanggung jawab kepada dirinya sendiri, keluarga dan masyarakat. Adapun tahap-tahap resosialisasi adalah: bimbingan kesiapan dan peran serta masyarakat, bimbingan usaha/kerja, dan penyaluran. c. Tahap bimbingan lanjut Tahap ini ditujukan bagi eks klien atau alumni, yang sudah dinyatakan lulus. Pemberian bimbingan lanjut bagi eks klien diarahkan dan dicarikan jalan pemecahan masalah yang dialaminya. Kemudian mereka dibentuk menjadi Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang masing-masing mendapat satu unit bahan dan peralatan sesuai dengan bidang keterampilannya. Adapun tahapan bimbingan lanjut meliputi: bimbingan peningkatan kehidupan bermasyarakat, bimbingan penempatan usaha/kerja, dan bantuan pengembangan usaha/kerja. d. Tahap terminasi Merupakan tahap penutupan kasus dan pelepasan klien dari pelayanan bimbingan yang diberikan. Secara garis besar tahapan kegiatan pendampingan pekerja sosial terhadap klien dapat digambarkan sebagai berikut : 18

Tahap rehabilitasi sosial Tahap resosialisasi Tahap bimbingan lanjut Tahap terminasi Gambar 1. Flow Chart Tahap Kegiatan Pendampingan di PSKW 5. Tujuan Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien Pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada prinsipnya ditunjukan untuk membantu dalam meningkatkan fungsionalitas sosial individu, baik sebagai perorangan maupun sebagai anggota kelompok, sehingga dapat melaksanakan tugas-tugas kehidupannya dan melaksanakan fungsi sosialnya (Nelfina, 2009: 20-25). Tujuan Pendampingan pekerja sosial terhadap klien berkaitan erat dengan hakikat pekerjaan sosial dimana merupakan suatu profesi yang bertanggung jawab dalam memperbaiki dan mengembangkan interaksi antar individu, kelompok dan atau masyarakat, sehingga mereka dapat melaksanakan tugas kehidupannya, dapat mengatasi permasalahan atau kesulitan yang dihadapi, dan mencapai kesejahteraan dalam kehidupannya (Istian Hermawati, 2001: 14). 19

6. Fungsi Pendampingan Pekerja Sosial terhadap Klien Pendampingan pekerja sosial berusaha membantu individu, kelompok dan masyarakat yang mengalami permasalahan dalam menjalankan interaksi sosial dengan lingkungan, mengalami hambatan dalam melaksanakan tugas dan fungsi sosial, serta dalam mewujudkan nilai-nilai kehidupan, agar mereka dapat memahami kenyataan yang dihadapi dengan meningkatkan kemampuan mereka, mengkaitkannya dengan sistem sumber dan mempengaruhi kebijakan sosial (Nelfina, 2009: 25). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pekerja sosial melaksanakan fungsinya sebagai berikut: a. Membantu orang meningkatkan dan menggunakan kemampuannya secara efektif untuk melaksanakan tugas-tugas kehidupan dan memecahkan masalah mereka. b. Mengaitkan orang dengan sistem sumber. c. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan relasi antarorang dan sistem sumber kemasyarakatan, maupun relasi antarorang di lingkungan sistem sumber. d. Mempermudah interaksi, mengubah dan menciptakan relasi antarorang dan sistem sumber kemasyarakatan, maupun relasi antarorang di dalam lingkungan system sumber. e. Memberikan sumbangan bagi perubahan, perbaikan serta perkembangan kebijakan dan perundang-undangan sosial. f. Meratakan sumber-sumber material. g. Bertindak sebagai pelaksana kontrol sosial (Istian Hermawati, 2001: 15). 7. Metode Pendampingan Pekerja Sosial Terhadap Klien Metode pendampingan pekerja sosial adalah serangkaian cara kerja atau prosedur yang teratur dan sistematis yang dilaksanakan oleh pekerja sosial dalam memberikan pelayanan sosial kepada klien sehingga dapat mencapai tujuan yang diharapkan secara efektif. 20

Metode pokok pendampingan pekerja sosial terhadap klien terdiri dari tiga macam, yaitu sebagai berikut: a. Metode bimbingan sosial perorangan (social case work) Merupakan serangkaian cara kerja atau prosedur yang teratur dan sistematis untuk memberikan bantuan kepada individu yang didasarkan atas pengetahuan, pemahaman, serta penggunaan teknik-teknik secara terampil yang diterapkan untuk membantu individu dalam memecahkan masalahnya dan mengembangkan dirinya sendiri. b. Metode bimbingan sosial kelompok (social group work) Merupakan serangkaian cara kerja atau prosedur yang teratur dan sistematis yang diterapkan pekerja sosial dalam membimbing individu yang terikat di dalam kelompok. c. Metode bimbingan sosial organisasi (social community organization atau community development) Merupakan suatu metode dan proses untuk membantu masyarakat dengan mendorong mereka untuk mengorganisasikan diri agar dapat menentukan kebutuhan dan tujuannya, serta dapat menggali dan memanfaatkan sumber yang ada guna mencapai kesejahteraannya sendiri (Istian Hermawati, 2001: 31-67). 8. Peran Pekerja Sosial dalam Melakukan Pendampingan Peranan umum pekerja sosial menurut Robert J. teare dan Harold L. McPheeters (Lampiran Keputusan Menteri Sosial RI, 2003: 50) terdiri dari: 21

a. Penjangkau (outreach worker), mengidentifikasi kebutuhan dengan menjangkau klien di dalam masyarakat. b. Pialang (broker), membantu sasaran atau penerima pelayanan untuk mengakses pelayanan yang dibutuhkannya melalui pemberian informasi. c. Advokat, membantu sasaran atau penerima pelayanan untuk memperoleh pelayanan yang selama ini sulit dijangkaunya. Juga membantu perluasan jangkauan pelayanan sehingga dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkannya. d. Evaluator, mengumpulkan informasi dan menganalisis kebutuhan sasaran atau masyarakat guna penentuan alternative tindakan atau rencana tindak. e. Pengajar, mengajarkan fakta dan keterampilan. f. Manajer data, mengumpulkan dan menganalisis data guna pengambilan keputusan. g. Administrator, merencanakan dan melaksanakan pelayanan atau program. Peran pekerja sosial sebagai pendamping yang mencerminkan prinsip pekerjaan sosial (Direktorat Bantuan Sosial, 2007: 15) adalah sebagai berikut: a. Pembela (advocator) yaitu pekerja sosial memberikan pembelaan terhadap klien yang mendapatkan perlakuan tidak adil. b. Mediator (mediator) yaitu pekerja sosial menghubungkan klien dengan system pelayanan kesejahteraan sosial baik formal maupun informal. c. Pemungkin (enabler) yaitu pekerja sosial melakukan identifikasi terhadap permasalahan yang dialami klien dan menjajagi langkah-langkah dalam menghadapinya. d. Penjangkau (outreacher) e. Pemberi motivasi (motivator) B. Bimbingan Keterampilan 1. Pengertian Bimbingan Keterampilan Bimbingan merupakan terjemahan dari guidance (bahasa Inggris) dari akar kata guide berarti: mengarahkan (to direct), memandu (to pilot), 22

mengelola (to manage), dan menyetir (to steer) (Syamsu Yusuf & Juntika Nurihsan, 2006: 5). Bimbingan adalah tuntunan, bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu, kelompok, atau masyarakat untuk mencegah atau mengatasi kesulitan kesulitan di dalam kehidupannya agar mereka mencapai kesejahteraan (Departemen Sosial RI, 2009: 26). Sedangkan keterampilan berasal kata dari terampil yang berarti cakap dalam menyelesaikan tugas; mampu dan cekatan, sedangkan pengertian keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2007: 1180). Bimbingan keterampilan kerja adalah proses pemberian pelayanan yang ditujukan untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan klien dalam keterampilan kerja sebagai bekal untuk kehidupannya di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan bimbingan keterampilan sosial adalah serangkaian kegiatan untuk menumbuhkembangkan keterampilan sosial klien agar mampu memenuhi kebutuhan dasar hidup (Departemen Sosial RI, 2009: 27). Dengan demikian, bimbingan keterampilan adalah serangkaian tahapan kegiatan pelatihan keterampilan yang sistematis dan terencana yang terarah kepada pencapaian tujuan untuk memberikan bantuan atau pertolongan agar klien dapat mengembangkan diri, mengatasi masalah, atau mengambil keputusan sendiri. 23

2. Tujuan Bimbingan Keterampilan Menurut Kabid Rehabilitasi Sosial, Sri Astiwi bimbingan keterampilan bertujuan untuk tercapainya pemulihan kembali harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial serta tumbuhnya kemauan dan berkemampuan melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat (Isran Noor, 2011). Sedangkan berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial pasal 12, pemberdayaan sosial dapat dilakukan melalui peningkatan kemauan dan kemampuan yang salah satunya dapat dilakukan dalam bentuk pelatihan keterampilan. Dengan demikian tujuan akhir dari pelatihan keterampilan adalah pemberdayaan sosial. C. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian berjudul peranan pendidikan keterampilan dalam pembentukan sikap wiraswasta bagi wanita tuna susila di panti sosial karya wanita Sidoarum Yogyakarta oleh Warsini Suprihatin tahun 1996. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan keterampilan mempunyai peranan yang positif dalam pembentukan sikap wiraswasta bagi wanita tuna susila di PSKW Sidoarum dan sangat membantu wanita tuna susila kembali ke masyarakat. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama meneliti pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di PSKW Yogyakarta. Perbedaannya adalah penelitian ini lebih menekankan pada peran dari bimbingan keterampilan dalam pembentukan sikap 24

wiraswasta, dan klien yang menjadi subjek penelitian adalah wanita tuna susila, karena pada saat itu sasaran PSKW Yogyakarta hanya ditunjukan bagi wanita tuna susila. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih memfokuskan pada proses pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan, dan klien yang menjadi subjek penelitian adalah wanita rawan sosial psikologis yang mencakup wanita tuna susila, wanita mantan tuna susila, wanita korban kekerasan, dan lain-lain. 2. Penelitian berjudul motivasi wanita rawan sosial psikologis (tuna susila) dalam mengikuti bimbingan keterampilan di panti sosial karya wanita sidoarum sleman Yogyakarta oleh Heruyono tahun 2000. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa: (a) pelaksanaan bimbingan keterampilan yang merupakan aplikasi Pendidikan Luar Sekolah (PLS) belum sepenuhnya menggunakan prinsip-pinsip PLS, (b) motivasi wanita rawan sosial psikologis (tuna susila) dalam mengikuti bimbingan keterampilan cukup tinggi dan mengalami perubahan atau perkembangan sejalan dengan proses pembinaan, (c) rencana tindak lanjut wanita rawan sosial psikologis (tuna susila) adalah mandiri (wiraswasta), (d) tindak lanjut panti melalui upaya penyaluran kerja, pemberian bantuan stimulan usaha produktif, bimbingan hidup bermasyarakat dan bimbingan lanjut. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama meneliti pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di PSKW Yogyakarta. Perbedaannya adalah penelitian ini lebih menekankan pada motivasi klien dalam mengikuti bimbingan keterampilan, dan klien yang 25

menjadi subjek penelitian adalah wanita tuna susila. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Warsini Suprihatin pada tahun 1996, karena pada saat itu sasaran yang menjadi klien di PSKW Yogyakarta hanya pada wanita rawan sosial psikologis. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih memfokuskan pada proses pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan, dan klien yang menjadi subjek penelitian adalah wanita rawan sosial psikologis yang mencakup wanita tuna susila, wanita mantan tuna susila, wanita korban kekerasan, dan lain-lain. 3. Penelitian berjudul pemberdayaan keterampilan perempuan di PSKW Sidoarum Godean, Sleman oleh Nuriyah tahun 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberdayaan keterampilan perempuan di panti sosial karya wanita godean sleman dilakukan melalui 3 (tiga) program keterampilan, yaitu menjahit, tata rias, dan olahan pangan. Manfaat pemberian keterampilan tersebut adalah memberi bekal warga binaan dengan keterampilan yang disesuaikan dengan minat dan kemampuannya agar mereka bisa mandiri dengan keterampilan yang dimiliki. Faktor pendorong dalam pemberdayaan perempuan di PSKW yaitu adanya tenaga pengajar (instruktur) yang kompeten, kelengkapan fasilitas keterampilan, serta suasana yang kondusif. Sementara itu terbatasnya jumlah pekerja sosial, perbedaan kemampuan setiap warga binaan serta terbatasnya jumlah sarana dan prasarana pendukung keterampilan menjadi faktor penghambatnya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan penulis adalah sama-sama meneliti pada pelaksanaan bimbingan keterampilan di 26

PSKW Yogyakarta, persamaan yang lain adalah ketika penelitian ini dilakukan dan ketika penelitian yang dilakukan penulis, klien di PSKW Yogyakarta sudah mengalami perluasan kasus yang sasarannya tidak hanya ditunjukan bagi wanita tuna susila saja. Perbedaannya adalah penelitian ini lebih menekankan pada pelaksanaan bimbingan keterampilan yang memberi manfaat dalam memberdayakan wanita di PSKW Yogyakarta, dan klien yang menjadi subjek penelitian adalah warga binaan di PSKW Yogyakarta yang menjadi korban kekerasan dan broken home. Sedangkan penelitian yang penulis lakukan lebih memfokuskan pada proses pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan dengan dan klien yang menjadi subjek penelitian adalah wanita rawan sosial psikologis yang mencakup wanita tuna susila, wanita mantan tuna susila, wanita korban kekerasan, dan lain-lain. D. Kerangka Berpikir Pada dasarnya, wanita memiliki peranan penting dalam kehidupan. Dalam keluarga, wanita merupakan benteng utama. Peningkatan kualitas sumber daya manusia dimulai dari peran wanita dalam memberikan pendidikan kepada anak-anaknya. Selain itu, wanita dapat membantu meningkatkan ekonomi keluarga melalui berbagai jalur baik kewirausahaan maupun sebagai tenaga kerja yang terdidik. Pertumbuhan ekonomi keluarga nantinya dapat memacu pertumbuhan industri dan peningkatan pemenuhan kebutuhan kualitas hidup. 27

Gangguan fungsional dalam kehidupan sosial dan atau ekonomi, serta tindak kekerasan yang dialami wanita saat ini masih sangat memprihatinkan tidak hanya dilihat dari sisi kuantitasnya saja, tetapi juga dilihat dari dampak yang ditimbulkan terhadap wanita tersebut. Karenanya, dalam penanganan pemberian pelayanan bagi wanita tersebut harus dilakukan secara menyeluruh menyangkut dari berbagai aspek kehidupan. Dalam hal ini adanya sebuah lembaga sosial yang khusus menangani wanita rawan sosial psikologis di lingkungan masyarakat sangat dibutuhkan keberadaannya karena dapat memberikan pelayanan bimbingan secara khusus kepada mereka untuk memulihkan kembali harga diri, kepercayaan diri, tanggung jawab sosial serta kemauan dan kemampuannya agar dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan dan penghidupan bermasyarakat yang normatif. Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta merupakan salah satu usaha Kesejahteraan Sosial melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) D.I.Y yang dilaksanakan Direktorat Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial dalam menangani masalah sosial pada wanita. Pelayanan inti di PSKW Yogyakarta adalah bimbingan keterampilan yang terdiri dari tiga jenis keterampilan, yaitu keterampilan olahan pangan, keterampilan jahit, dan keterampilan tata rias. Bimbingan keterampilan tersebut memiliki banyak manfaat dalam memberdayakan wanita rawan sosial psikologis di PSKW Yogyakarta. Selain bimbingan keterampilan tersebut, pelayanan bimbingan lainnya yang diberikan PSKW juga sama pentingnya, 28

seperti yang telah diungkapkan sebelumnya bahwa dalam penanganan pemberian pelayanan bagi wanita rawan sosial psikologis harus dilakukan secara menyeluruh menyangkut dari berbagai aspek kehidupan. Sehingga satu sama lain pelayanan bimbingan saling berkaitan. Keberhasilan dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan di PSKW Yogyakarta tidak lepas dari peran pekerja sosial. Pekerja sosial melakukan pendampingan terhadap klien di PSKW dalam rangka memecahkan masalah, memperkuat dukungan, mendayagunakan berbagai sumber dan potensi dalam pemenuhan kebutuhan hidup, serta meningkatkan akses anggota terhadap pelayanan sosial dasar, lapangan kerja, dan fasilitas pelayanan publik lainnya. Sehingga peran pendampingan pekerja sosial terhadap wanita rawan sosial sangat penting dalam pelayanan kesejahteraan sosial di PSKW Yogyakarta. Dari penjelasan yang telah diuraikan di atas maka dapat dibuat bagan untuk mempermudah pemahaman: Proses Pendampingan Input output Wanita rawan sosial psikologis Tahap perekrutan klien Tahap penerimaan & pengelompokan Rehabilitasi sosial : bimbingan keterampilan Wanita mandiri Gambar 2. Kerangka Berpikir 29

E. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir di atas dapat diajukan pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Bagaimana pelaksanaan pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta? 2. Apa saja peran pekerja sosial dalam pendampingan terhadap klien pada bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta? 3. Apa saja faktor penghambat dan pendorong dalam pelaksanaan pendampingan pekerja sosial terhadap klien pada bimbingan keterampilan di Panti Sosial Karya Wanita (PSKW) Yogyakarta? 30