Rancangan Standar Nasional Indonesia SPU Rambu-rambu jalan di area pertambangan

dokumen-dokumen yang mirip
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 61 TAHUN 1993 TENTANG RAMBU-RAMBU LALU LINTAS DI JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

PEMERINTAH KABUPATEN KUTAI BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

MENGENAL RAMBU-RAMBU LALU LINTAS Disunting oleh : EDI NURSALAM

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 13 TAHUN 2014 TENTANG RAMBU LALU LINTAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Penempatan marka jalan

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG

DEPARTEMEN PERHUBUNGAN DIREKTORAT JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT DIREKTORAT BINA SISTEM TRANSPORTASI PERKOTAAN. Penempatan Fasilitas Perlengkapan Jalan

LEMBARAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 SERI E NOMOR 1 PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG PETUNJUK TEKNIS PERLENGKAPAN JALAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 60 TAHUN 1993 T E N T A N G MARKA JALAN MENTERI PERHUBUNGAN

PEMERINTAH KOTA PANGKALPINANG

Pd T Perambuan sementara untuk pekerjaan jalan

Perda No. 19/2001 tentang Pengaturan Rambu2 Lalu Lintas, Marka Jalan dan Alat Pemberi Izyarat Lalu Lintas.

MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT TENTANG ZONA SELAMAT SEKOLAH (ZoSS). Pasal 1

PETUNJUK PERAMBUAN SEMENTARA SELAMA PELAKSANAAN PEKERJAAN JALAN

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 65 TAHUN 1993 T E N T A N G FASILITAS PENDUKUNG KEGIATAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN MENTERI PERHUBUNGAN,

BLACKSPOT INVESTIGATION WORKSHOP Surabaya, Mei 2012

2 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 101, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5422); 4. Peraturan Pemerintah Nomor 34

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 1993 TENTANG PRASARANA DAN LALU LINTAS JALAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN NOMOR : KM 62 TAHUN 1993 T E N T A N G ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS MENTERI PERHUBUNGAN,

RAMBU LALU LINTAS JALAN

PEDOMAN PERENCANAAN FASILITAS PENGENDALI KECEPATAN LALU LINTAS

PEDOMAN. Perencanaan Median Jalan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Konstruksi dan Bangunan. Pd. T B

Rambu evakuasi tsunami

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 13 (Tiga belas)

BAB III LANDASAN TEORI. hanya melibatkan satu kendaraan tetapi beberapa kendaraan bahkan sering sampai

SNI. Delineator di jalan wilayah pertambangan. Standar Nasional Indonesia. Badan Standardisasi Nasional

BUPATI TULUNGAGUNG PERATURAN BUPATI TULUNGAGUNG NOMOR 31 TAHUN 2013

CONTOH SOAL TES TORI SIM C (PART 1)

Rambu Peringatan Rambu Petunjuk. Rambu Larangan. Rambu Perintah dan Rambu Lokasi utilitas umum

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III LANDASAN TEORI. Jalan Wonosari, Piyungan, Bantul, banyak terjadi kecelakaan lalu lintas yang

PENGENALAN RAMBU-RAMBU DAN MARKA LALU LINTAS BAGI SISWA SMK DALAM RANGKA MEMBENTUK PERILAKU TERTIB BERLALU LINTAS

BAB V MEDIAN JALAN. 5.2 Fungsi median jalan

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMAKAIAN RAMBU-RAMBU TAMBANG. Untung Uzealani, SE Project Manager

LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG. Nomor 3 Tahun 2002 Seri C PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang

BAB III LANDASAN TEORI. diangkut selalu bertambah seperti pertambahan jumlah penduduk, urbanisasi,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIAK NOMOR 09 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN DAERAH TINGKAT II JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 1994 T E N T A N G

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.276/AJ-401/DRJD/10 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.603/AJ 401/DRJD/2007 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2013, No BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ser

maksud tertentu sesuai dengan kegunaan dan pesan yang akan disampaikan, berupa

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2013 TENTANG JARINGAN LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peraturan Pemerintah ( PP ) Nomor : 43 Tahun 1993 tentang Prasarana dan

Spesifikasi geometri teluk bus

PERATURAN DAERAH KOTA BANJARBARU NOM0R 25 TAHUN 2000 TENTANG

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG,

BAB 2 DATA DAN ANALISA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

No Angkutan Jalan nasional, rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan provinsi, dan rencana induk Jaringan Lalu Lintas dan Angkuta

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2009 NOMOR 13

BUPATI KAPUAS HULU PROVINSI KALIMANTAN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KAPUAS HULU NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BADUNG PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 14 TAHUN 2013 TENTANG ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS, RAMBU LALU LINTAS DAN MARKA JALAN

PANDUAN MATERI LALU LINTAS PATROLI KEAMANAN SEKOLAH

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.984/AJ. 401/DRJD/2005 TENTANG

TINJAUAN KECEPATAN KENDARAAN PADA WILAYAH ZONA SELAMAT SEKOLAH DI KOTA PEKANBARU 1

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : HK.205/1/1/DRJD/2006 TENTANG

MODUL SIB 10 : PEMELIHARAAN JALAN DARURAT DAN PEMELIHARAAN LALU LINTAS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Inspeksi Keselamatan Jalan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berpotongan/bersilangan. Faktor faktor yang digunakan dalam perancangan suatu

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK 113/HK.207/DRJD/2010 TENTANG

PEDOMAN. Perencanaan Separator Jalan. Konstruksi dan Bangunan DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH. Pd. T B

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN. NOMOR : 60 Tahun 2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 34 TAHUN 2014 TENTANG MARKA JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERHUHUNGAN NOMOR : KM 72 TAHUN 1993 TENTANG PERLENGKAPAN KENDARAAN BERMOTOR MENTERI PERHUBUNGAN,

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. Tanjakan Ale Ale Padang Bulan, Jayapura, dapat disimpulkan bahwa:

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT NOMOR : SK.2435 / AJ.409 / DRJD / 2007 TENTANG

BUPATI TULUNGAGUNG PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN TULUNGAGUNG NOMOR2TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN BONGKAR MUAT BARANG

BAB III LANDASAN TEORI. diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan

USULAN JUDUL. tugas akhir yang akan saya laksanakan, maka dengan ini saya mengajukan. 1. Rancangan Jalan Tambang Pada PT INCO Tbk, Sorowako

Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 1993 Tentang : Kendaraan Dan Pengemudi

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB III LANDASAN TEORI

Buku Panduan Lalu Lintas (APIL) ALAT PEMBERI ISYARAT LALU LINTAS (APIL)

LAMPIRAN A HASIL CHECKLIST LANJUTAN PEMERIKSAAN INSPEKSI KESELAMATAN JALAN YOGYAKARTA SOLO KM 10 SAMPAI DENGAN KM 15

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2012 TENTANG KENDARAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB II DASAR TEORI. harus memiliki jarak pandang yang memadai untuk menghindari terjadinya

LAMPIRAN PERATURAN KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2012 TENTANG SURAT IZIN MENGEMUDI DAFTAR LAMPIRAN

DINAS PERHUBUNGAN KABUPATEN PONOROGO

KOMITE NASIONAL KESELAMATAN TRANSPORTASI

BAB III PARAMETER PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN NOMOR: KEP-05/BAPEDAL/09/1995 TENTANG SIMBOL DAN LABEL LIMBAH BAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN

PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 20 TAHUN 2002

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. situasi dimana seorang atau lebih pemakai jalan telah gagal mengatasi lingkungan

PEMERINTAH KABUPATEN BANGKA SELATAN

Transkripsi:

Rancangan Standar Nasional Indonesia SPU 30 2000 Rambu-rambu jalan di area pertambangan Badan Standarisasi Nasional-BSN 2000

Latar Belakang Prasarana jalan di area pertambangan memiliki karakteristik berbeda dibandingkan dengan kondisi jalan pada umumnya. Salah satunya adalah ukuran dan jenis kendaraan yang beroperasi di jalan tersebut mulai dari kendaraan pengangkut penumpang, hingga alat-alat pemindahan tanahtanah mekanis berukuran besar. Kombinasi antara keragaman ukuran dan jenis alat dengan kemungkinan jalan belakang pengalaman pengemudi/operator yang berbeda menegaskan betapa pentingnya pengontrolan lalu-lintas yang baik di jalan area pertambangan. Ramburambu jalan sebagai salah satu alat kontrol lalu-lintas telah dikenal dan dipakai pada jalan-jalan umum atau jalan araya. Rambu-rambu jalan itu sendiri tidak dapat mencegah semua kecelakaan di jalan di area pertmabangan, akan tetapi dapat menciptakan suatu iklim mengemudi yang lebih kondusif bagi keselamatan. Standadisasi ini diharapkan dapat dijadikan pedoman untuk perencanaan dan penyediaan rambu-rambu jalan di area pertambangan, sehingga diperoleh suatu keseragaman yang pada akhirnya dapat mengurangi angka kecelakaan yang diakibatkan oleh pemasangan rambu-rambu yang tidak benar atau membingungkan pemakai jalan. Oleh karena itu, ramburambu jalan di area pertambangan perlu distandarkan.

DAFTAR ISI Halaman 1. Ruang lingkup... 2. Acuan... 3. Definisi... 4. Spesifikasi... 4.1 Jenis... 4.2 Warna... 4.3 Bentuk... 4.4 Ukuran... 5. Pemasangan... 5.1 Penempatan rambu... 5.2 Ketinggian penempatan... 6. Perawatan...

RAMBU-RAMBU JALAN DI AREA PERTAMBANGAN 1. Ruang Lingkup Standar ini meliputi, acuan, definisi, spesifikasi, pemasangan, dan perawatan dari rambu-rambu jalan pertambangan. 2. Acuan a. Keputusan Menteri Perhubungan, Nomor : KM 61 tahun 1993, tentang rambu-rambu di jalan, Departemen Perhubungan Republik Indonesia. b. Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi, Nomor 555.K/M.PEMOHON/1995, tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum. c. Traffic Safety, Code of Federal Regulation (CFR) 30, Part 56/57.9100. Mine Safety & Health Administration (MSHA), USA. d. Walter W. Kaufman and James C. Ault, 1997, Design of Surface Mine Haulage Roads-A Manula, US Departement of the Interior, Washington D.C. USA. e. Praticia M, Laing, 1992, Accident Prevention Manual of Bussines & Industry and Engineering & Tecnology, 10 th redition, National Safety Council, USA. f. Roger, L. Brever, 1994, Safety and Health for Engineers, Van Nonstrand Reinhold, New York, USA. 3. Definisi

a) Jalan Proyek/Pendukung jalan yang disediakan untuk kegiatan transportasi barang maupun orang di dalam suatu awilayah usaha pertambangan untuk mendukung kegiatan operasi pertambangan atau penyediaan fasilitas tambang. b) Jalan Tambang/Produksi adalah jalan yang terdapat di dalam area pertambangan, yang digunakan dan dilalui oleh alat-alat pemindahan tannah mekanis dalam kegiatan pengangkutan bahan galian tambang. c) Jalan Tambang/Produksi Permukaan adalah jalan yang digunakan untuk mengangkut atau menimbun bahan galian tambang di tambang permukaan. d) Jalan Tambang/Produksi Bawah Tanah adalah jalan yang digunakan untuk mengambil, mengangkut atau menimbun bahan galian tambang di tambang bawah tanah. e) Rambu-rambu jalan tambang adalah salah satu perlengkapan jalan yang dapat berupa lambang, huruf, angka, kalimat, dan/atau perpaduan diantara sebagai peringatan, larangan, perintah atau petunjuk bagi pemakai jalan. f) Rambu Peringatan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan peringatan bahaya atau tempat berbahaya pada jalan di depan pemakai jalan. g) Rambu Larangan adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan perbuatan yang dilarang dilakukan oleh pemakai jalan. h) Rambu Perintah adalah rambu yang digunakan untuk pernyataan perintah yang wajib dilakukan oleh pemakai jalan.

i) Ranmbu Petunjuk adalah rambu yang digunakan untuk menyatakan petunjuk mengenai jurusan, jalan, situasi, kota, tempat, pengaturan, fasilitas dan lain-lain bagi pemakai jalan. j) Daun Rambu-rambu adalah tempat ditempatkannya/didekatkannya rambu. k) Tiang Rambu adalah batangan untuk menempelkan atau menempelkan daun rambu. l) Papan Tambang adalah papan yang dipasang di bawah daun rambu yang diberikan penjelasan lebih lanjut dari suatu rambu. m) Refleksi Retro adalah sistem pemantulan cahaya sinar yang datang, dipantulkan kembali sejajar ke arah sinar yang datang, terutama pada malam hari atau cuaca gelap. n) Refleksi Retro adalah sistem pemantulan cahaya sinar yang datang dipantulkan kembali sejajar ke arah sinar yang datang, terutama pada malam hari atau cuaca gelap. 4. Spesifikasi Bentuk, lambang, warna, jenis, dan rambu-rambu adalah sebagaimana dinyatakan dalam lampiran I Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 61 Tahun 1993, Tanggal 9 September 1993, Tabul 1, 2A, 2B dan 3. 4.1 Jenis Sesuai dengan fungsinya, rambu dikelompokkan menjadi 4 jenis : a) Rambu Peringatan b) Rambu Larangan c) Rambu Perintah

d) Rambu Petunjuk 4.2 Warna a) Warna dasar rambu peringatan berwarna kuning dengan lambang atau tulisan berwarna hitam. b) Warna dasar rambu larangan berwarna putih dan lambang atau tulisan berwarna hitam atau merah. c) Warna dasar rambu larangan berwarna biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih serta merah untuk garis miring sebagai batas akhir perintah. d) Warna dasar rambu petunjuk berwarna biru dengan lambang atau tulisan berwarna putih atau sebaliknya. e) Warna dasar papan tambahan berwarna putih dengan tulisan dan bingkai berwarna hitam. f) Warna refleksi retro berwarna kuning atau putih untuk sisi sebelah kiri jalan dan merah untuk sisi sebelah kanan jalan. 4.3 Bentuk a) Sesuai dengan lampiran I Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 61 tahun 1993. b) Jika diperlukan bentuk rambu-rambu lain dimana tidak terdapaat pada ketentuan sebagaimana pada butir (a) di atas, bentuk rambu tambahan dapat dibuat sendiri sesuai dengan kebutuhan. c) Refleksi retro merupakan tiang atau batangan dimana pada penampang memanjang ke dua sisinya yang sejajar dengan arah lalu lintaas dilampisi bahan reflektif.

4.4 Ukuran a) Untuk pemakaian di jalan proyek/pendukung dan jalan tambang bawah tanah, rambu berukuran kecil (60cm). b) Untuk pemakaian di jalan tambang/produksi pemukaan, rambu berukuran sedang (75 cm) atau besar (90 cm). c) Rambu berukuran sedang sebagaimana disebutkan pada butir b) di atas dipakai apabila rencana kapasitas angkut alat pemindah tanah mekanis yang beroperasi di jalan tambang/produksi dari SD ton sampai dengan 100 ton. d) Rambu berukuran besar sebagaimana disebutkan pada b) di atas dipakai apabila rencana kapasitas angkut alat pemindah tanah mekanis yang beroperasi di jalan tambang/produksi dari 100 ton. e) Untuk pemakaian di jalan tambang/produksi permukaan, jika rambu menggunakan tulisan, ukuran tinggi huruf sekurangkurangnya 16 cm dengan lebar huruf tidak kurang dari 13 cm. f) Ukuran perbandingan papan tambahan antara panjang dan lebar adalah 2 (dua) berbanding 1 (Satu). g) Ukuran refleksi retro untuk jalan proyek/pendukung tambang/produksi permukaan dan bwah tanah adalah sebagai berikut :

UKURAN CM JENIS JALAN T1 T2 L Jalan Proyek/Pendukung 120 50 5 Jalan Tambang/Pemukaan 200 130 20 Jalan Tambang/Produksi Bawah Tanah 150 20 5 T1 = Tinggi Tiang Reflektor T2 = Tinggi bagian Bahan Reflektif, diukur dari ujung atas tiang L = Lebar Bahan Reflektif 4.5 Bahan a) Rambu, baik daun maupun tiang, harus dibuat dari bahann yang cukup kuat dan tidak mudah rusak. Daun rambu sebaiknya dari bahan pelat alumunium atau bahan logam lainnya, sedangkan tiang rambu dapat terbuat dari besi/pipa, kayu atau bahan lain. b) Untuk pemakaian pada kondisi jalan yang sering berdebu, berkabut atau dimana dilakukan kegiatan pada malam hari, rambu harus menggunakan bahan yang dapat memantulkan sinar seperti bahan reflektif atau bahan cat mengandung fluorescent. c) Refleksi retro terbuat dari bahan yang dapat memantulkan sinar berupa bahan reflektif atau cat mengandung fluorsecent. Sedangkan tiang refleksi retro dapat terbuat dari kayu/papan, atau bahan logam.

5. Pemasangan 5.1 Penempatan Rambu-rambu a) Rambu ditempatkan di sebelah kiri jalan menurut arah lintas dengan jarak terdekat dari bagian tepi paling luar jalan atau terlalu lalu lintas kendaraan minimal 60 meter. b) Penenempatan rambu sebagai mana disebutkan pada butir a) di atas harus mudah dilihat oleh pemakai jalan. c) Dalam keadaan tertentu, dengan mempertimbangkan lokasi dan kondisi lalu lintas, rambu dapat ditempatkan di sebelah kanan atau diatas daerah manfaat jalan. d) Rambu peringatan ditempatkan sekurang-kurangnya 50 meter atau pada jarak tertentu sebelum tempat bahaya, dengan memperhatikan kondisi lalu lintas, cuaca dan keadaan jalan yang disebabkan oleh faktor geometris, pemukaan jalan dan kecepatan pemakai jalan. e) Rambu larangan, perintah dan petunjuk ditempatkan sedekat mungkin pada awal jalan dimulainya larangan, perintah dan petunjuk. f) Papan tambahan ditempatkan dengan jarak 5-10 cm dari sisi tebawah daun rambu dengan ketentuan lebar papa tambahan tidak melebihi sisi daun rambu. g) Refleksi retro ditempatkan pada kedua sisi jalan, dengan ketentuan jarak minimum antar tiang sebagai berikut :

JARAK (M) JENIS JALAN MIN MAKS Jalan Proyek/Pendukung dataran rendah 50 75 Jalan Proyek/Pendukung dataran tinggi/pegunungan 30 40 Jalan Tambang/Produksi Permukaan 24 35 Jalan Tambang/Produksi Bawah Tanah 10 15 h) Padaa kondisi jalan yang menikung tajam, terutama di dataran tinggi/pegunungan, jarak sebagaimana disebutkan pada butir g) diatas diperpendek menjadi 15 m. i) Pada kondisi jalan yang menajam kemudian diikuti oleh turunan curam, refleksi retro ditempatkan dengan jarak 15 m, diukur dari titik puncak tajamkan. Jarak ini dipakai pula untuk pemasangan refleksi retro berikutnya sampai dengan maksimum tiang yang ketiga setelah tanjakan. 5.2 Ketinggian Penempatan a) Ketinggian penempatan rambu pada sisi jalan diukur dari permukaan jalan sampai dengan sisi daun rambu bagian bawah atau papan tambahan bagian bawah apabila rambu dilengkapi papan ambahan, dengan ketentuan untuk masing-masing jenis jalan sebagai berikut :

JARAK (M) JENIS JALAN MIN MAKS Jalan Proyek/Pendukung 175 265 Jalan Proyek/Produksi Permukaan 200 265 Jalan Tambang/Produksi Bawah Tanah 150 250 b) Ketinggian penempatan rambu dilokasi pejalan kaki minimum 200 cm dan maksimum 265 cm. c) Khusus untuk rambu peringatan pengarah tikungan ke kanan atau pengarah tikungan ke kiri, ketinggian penempatan rambu adalah 120 cm dari permukaan jalan. d) Pada kondisi-kondisi jalan yang menanjak kemudian diikuti oleh turunan curam, tinggi tiang refleksi retro pertama sampai dengan ketiga dari puncak tanjakan harus ditambah minimum 60 cm dan maksimum 125 dari ketentuan sebagaimana terdapat pada tabel g) bagian 3.4. e) Pada kondisi jalan sebagaimana disebutkan pada butir d) di atas, tinggi T2 harus ditambah menjadi sekurang-kurangnya satu setengah kali dari ketentuan yang terdapat pada tabel butir bagian 4.4 g). 6. Perawatan Untuk menjaga dan mempertahankan agar rambu-rambu dan refleksi retro ketentuan minimum sebagai berikut :

a) Jadual inspeksi dan tinjauan yang tepat harus dibuat dan dilaksanakan secara periodik paling lama setiap 3 (tiga) bulan sekali. b) Lokasi sekitar penempatan rambu atau refleksi retro harus selalu dibersihkan dari semak-semak atau benda-benda lain yang dapat menghalangi rambu atau refleksi retro. c) Para pemakai jalan harus melaporkan rambu-rambu atau refleksi retro yang rusak atau terhalang dan sistim komunikasi harus dibuat untuk kebutuhan tersebut. d) Rambu-rambu atau refleksi retro yang rusak harus segera diperbaiki atau diganti, dan rambu-rambu yang tidak difungsikan lagi harus segera dicabut.