Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Melalui Pendekatan Sistem Dinamis

dokumen-dokumen yang mirip
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

I. PENDAHULUAN. tanaman padi salah satunya yaitu pemupukan. Pupuk merupakan salah satu faktor

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

ANALISIS FINANSIAL USAHA PUPUK ORGANIK KELOMPOK TANI DI KABUPATEN BANTUL I. PENDAHULUAN

Losses_kedelai LOSSES_kedelai_1. RAMP_LOSSES surplus. kebutuhan_kedelai. inisial_luas_tanam produski_kedelai Rekomendasi_pupuk

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

LAND CONVERSION AND NATIONAL FOOD PRODUCTION

Analisis Penawaran dan Permintaan Pupuk di Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian selalu dikaitkan dengan kondisi kehidupan

I. PENDAHULUAN. hal ini dikarenakan munculnya kesadaran dari masyarakat mengenai pentingnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

REKOMENDASI PEMUPUKAN TANAMAN KEDELAI PADA BERBAGAI TIPE PENGGUNAAN LAHAN. Disusun oleh: Tim Balai Penelitian Tanah, Bogor

PENGARUH MANAJEMEN JERAMI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI SAWAH (Oryza sativa L.) Oleh: MUDI LIANI AMRAH A

I. PENDAHULUAN. Konsumsi kedelai di Indonesia setiap tahun semakin meningkat, seiring dengan

I PENDAHULUAN. besar masyarakat Indonesia. Menurut Puslitbangtan (2004 dalam Brando,

PRODUKSI PANGAN INDONESIA

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

Gambar 3.6: Hasil simulasi model pada kondisi eksisting

PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Ubikayu merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia. Ubikayu

3. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik

BUPATI SINJAI PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI SINJAI NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG

STRATEGI PENCAPAIAN SWASEMBADA PADI BERKELANJUTAN DI KALIMANTAN SELATAN MELALUI PENDEKATAN SISTEM DINAMIK

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

POLICY BRIEF DAYA SAING KOMODITAS PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI DALAM KONTEKS PENCAPAIAN SWASEMBADA PANGAN. Dr. Adang Agustian

I. PENDAHULUAN. Dalam 5 tahun terakhir produksi nasional kedelai tergolong rendah berkisar 600-

PENDAHULUAN. Latar Belakang. sejak tahun Sentra produksi ubi jalar adalah Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah,

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

3.3. PENGEMBANGAN MODEL

BAB I PENDAHULUAN. penduduk Indonesia. Bagi perekonomian Indonesia kacang kedelai memiliki

I. PENDAHULUAN. menjadi suatu keharusan, agar produksi dapat menunjang permintaan pangan yang

I. PENDAHULUAN. keharusannya memenuhi kebutuhan pangan penduduk. Berdasarkan Sensus

LEBIH DALAM : PADI, KARET DAN SAWIT. Disusun oleh : Queen Enn. Nulisbuku.com

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pulau Jawa merupakan wilayah pusat pertumbuhan ekonomi dan industri.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L.] Merr.) merupakan tanaman pangan terpenting ketiga

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

WALIKOTA PROBOLINGGO

BUPATI KAPUAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI KAPUAS NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG

PENDAHULUAN. dalam tiga dasawarsa terakhir telah mencapai tingkat rendah bahkan sangat rendah.

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

BUPATI MADIUN SALINANAN PERATURAN BUPATI MADIUN NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG

PENGARUH BERBAGAI JENIS BAHAN ORGANIK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.)

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI LAMANDAU NOMOR 07 TAHUN 2016 TENTANG

PENCAPAIAN TARGET SWASEMBADA JAGUNG BERKELANJUTAN PADA 2014 DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIS

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

Medan, November 2010 Ketua peneliti, Luthfi Aziz Mahmud Siregar, SP, MSc, PhD

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122/Permentan/SR.130/11/2013 TENTANG

PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN BUPATI BELITUNG TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

I. PENDAHULUAN. Mentimun merupakan suatu jenis sayuran dari keluarga labu-labuan

WALIKOTA TEBING TINGGI PROVINSI SUMATERA UTARA

MODUL PTT FILOSOFI DAN DINAMIKA PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU KEDELAI

I. PENDAHULUAN. bagian integral dari pembangunan nasional mempunyai peranan strategis dalam

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

I. PENDAHULUAN. terhadap perkembangan ekonomi suatu wilayah. Karena memiliki nilai ekonomi

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

BAB I PENDAHULUAN. Pada awal masa orde baru tahun 1960-an produktivitas padi di Indonesia hanya

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

I. PENDAHULUAN. Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang memiliki kekayaan

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

TENTANG REKOMENDASI PEMUPUKAN N, P, DAN K PADA PADI SAWAH SPESIFIK LOKASI

BUPATI MALANG BUPATI MALANG,

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BENGKULU,

Kebijakan PSO/Subsidi Pupuk dan Sistem Distribusi. I. Pendahuluan

SALINAN NOMOR 5/E, 2010

GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG PERATURAN GUBERNUR KEPULAUAN BANGKA BELITUNG NOMOR 38 TAHUN 2012 TENTANG

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

BUPATI TAPIN PERATURAN BUPATI TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2012 TENTANG

ANALISIS KINERJA DAN PROSPEK SWASEMBADA KEDELAI DI INDONESIA. Muhammad Firdaus Dosen STIE Mandala Jember

II. TINJAUAN PUSTAKA

6. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 84, Tambahan

PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI DI KABUPATEN SELUMA Studi Kasus: Lahan Sawah Kelurahan Rimbo Kedui Kecamatan Seluma Selatan ABSTRAK PENDAHULUAN

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PERAN SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL- PTT) DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PADI DI KABUPATEN PURBALINGGA

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 06/Permentan/SR.130/2/2011 TENTANG

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kamus Lengkap Ekonomi Collins (1997) dalam Manaf (2000),

SAMBUTAN GUBERNUR KALIMANTAN BARAT PADA ACARA PANEN RAYA PADI DI DESA SENAKIN KECAMATAN SENGAH TEMILA KABUPATEN LANDAK

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

PENDAHULUAN. sub tropis. Bukti sejarah menunjukkan bahwa penanaman padi di Zhejiang (Cina)

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 072 TAHUN 2013 TENTANG

Transkripsi:

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Melalui Pendekatan Sistem Dinamis Irawan, Diah Setyorini, dan Sri Rochayati 9 Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114, email: irawan1109@yahoo.com Abstrak. Pupuk memiliki peranan yang penting dan strategis dalam peningkatan produksi dan produktivitas pertanian. Oleh karena itu pemerintah mendorong penggunaan pupuk yang efisien melalui berbagai kebijakan meliputi sistem penyediaan, distribusi, harga jual dan aspek teknis lainnya. Selain aspek kualitas, penyediaan pupuk yang tepat dalam jumlah, jenis, dan waktu pemberian, serta cara pemberian sangat diperlukan untuk menjamin peningkatan produksi dan produktivitas pertanian. Produksi dan penyediaan pupuk yang tepat hanya bisa dilakukan jika didasarkan pada informasi kebutuhan pupuk yang tepat pula. Oleh karena itu diperlukan suatu hasil proyeksi mengenai kebutuhan pupuk di masa yang akan datang untuk menjamin pencapaian swasembada dan swasembada pangan berkelanjutan. Proyeksi kebutuhan pupuk nasional dapat dilakukan dengan pendekatan permintaan potensial atau permintaan aktual. Permintaan potensial adalah jumlah pupuk yang akan digunakan dalam kondisi optimal, yakni total luas areal pertanian dikalikan dengan dosis rekomendasi pemupukan untuk setiap jenis tanaman yang diusahakan pada suatu waktu. Permintaan aktual adalah jumlah pupuk yang benarbenar digunakan dalam suatu waktu, yakni total luas areal pertanian dikalikan dengan takaran pupuk aktual pada masing-masing jenis tanaman. Mengingat penggunaan pupuk oleh petani di lapangan sangat bervariasi dan pada umumnya lebih rendah daripada dosis pemupukan rekomendasi, maka jumlah permintaan pupuk aktual umumnya lebih rendah daripada permintaan pupuk potensial. Makalah ini menyajikan hasil proyeksi kebutuhan pupuk Sektor Pertanian dengan kombinasi kedua pendekatan tersebut menggunakan simulasi sistem dinamik. Diharapkan hasil analisis dalam makalah ini akan dapat dikembangkan secara lebih detil pada wilayah atau sub-sektor pertanian yang lebih spesifik. Kata kunci: Pangan, pupuk, simulasi, sistem dinamis Abstract. Fertilizer has important and strategic roles in increasing agricultural production and productivity. That is why the Government of Indonesia always supports efficiency of fertilizers use through several of policies related to fertilizers procurement systems, distribution and price systems, and other technical aspects. Besides quality aspect, the accurate of fertilizer procurement in terms of quantity, type, timing and method of application are needed to guarantee in increasing agricultural production and 123

Irawan et al. productivity. The accuracy of fertilizer production and its availability depend on an accurate of fertilizer requirement s information. Projection of fertilizers requirement in the future is needed to guarantee the achievement of food self sufficiency program. Fertilizers requirement projection could be done by using potential or actual demand approach. Potential demand of fertilizers is the quantity of fertilizers used in the optimal condition, i.e. the acreage of land multiplied by recommended use of fertilizers for each commodity in specified time. Actual demand of fertilizres is the quantity of fertilizers used in the field, i.e. the acreage of land multiplied by farmers adoption rate of fertilizers used for each commodity. Since the fertilizers application rate in the field are varied among farmers and generally are less than recommedation rate of fertilizers application, so that actual demand of fertilizers approach usually less than potential demand approach. This paper presents projection results of fertilizers requirement in the future for agricultural sector by combining the mentioned approaches throug dynamic system model. It is hoped that the used approach in this paper could be more developed for fertilizers requirement projection in specific area and commodity. Keywords: Dynamic system, fertilizer, food, simulation PENDAHULUAN Pupuk memiliki peranan yang penting dan strategis dalam peningkatan produksi dan produktivitas pertanian. Secara nasional kontribusi pupuk terhadap besaran biaya usahatani padi mencapai 14-25% dan di sisi lain kontribusi pupuk terhadap peningkatan produksi padi mencapai 20% (Irianto, 2012). Pupuk adalah bahan untuk memperbaiki kesuburan tanah yang menyediakan unsur-unsur hara bagi tanaman. Pemupukan merupakan cara yang sangat efektif untuk meningkatkan produksi dan kualitas hasil tanaman. Pupuk diperlukan bagi tanaman pertanian agar tanaman tersebut dapat memberikan hasil yang tinggi sehingga secara ekonomi usahatani tanaman yang dimaksud menguntungkan. Tujuan pemberian pupuk adalah untuk (1) melengkapi penyediaan hara secara alami yang ada di dalam tanah untuk memenuhi kebutuhan tanaman, (2) menggantikan unsur-unsur hara yang hilang karena terangkut dengan hasil panen, pencucian dan sebagainya, dan (3) memperbaiki kondisi tanah yang kurang baik atau mempertahankan kondisi tanah yang sudah baik untuk pertumbuhan tanaman. Produksi pupuk dalam negeri bervariatif tetapi dengan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Sebagai contoh produksi pupuk urea pada periode tahun 1999-2006 sekitar 5,97-7,34 juta ton dengan rata-rata peningkatan 3,52% th -1. Produksi pupuk urea tersebut pada tahun 2001 dan 2003 mengalami penurunan dari tahun sebelumnya, masingmasing secara berurutan sebesar -16,1% dan -4,6% (Gunarto, 2007). Penggunaan pupuk juga berfluktuasi sebagaimana disajikan pada (Gambar 1). 124

Juta ton Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian 6.00 5.00 4.00 3.00 2.00 1.00 0.00 1999 2000 2001 2002 2003 Urea SP36 KCl Gambar 1. Penggunaan pupuk Sektor Pertanian, Indonesia (Sudaryanto, 2008) Fluktuasi penggunaan pupuk dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya terkait dengan masalah ketersediaan dan penyaluran pupuk. Sebagai contoh dalam sepuluh tahun terakhir proporsi penyaluran pupuk urea cukup rendah terjadi pada tahun 2009 (84,1%) dan 2010 (86,8%), penyaluran pupuk SP-36 yang cukup rendah terjadi pada tahun 2003, 2008, dan 2009 (kurang dari 75%), penyaluran pupuk NPK yang rendah terjadi pada tahun 2003 (36,1%), 2004 (47,4%) dan tahun 2010 (70,16). Produksi dan penyediaan pupuk yang tepat hanya bisa dilakukan jika didasarkan pada informasi kebutuhan pupuk yang tepat pula. Oleh karena itu diperlukan suatu hasil proyeksi mengenai kebutuhan pupuk di masa yang akan datang untuk menjamin pencapaian swasembada pangan dan swasembada berkelanjutan. Makalah ini menyajikan hasil proyeksi kebutuhan pupuk Sektor Pertanian dengan pendekatan simulasi sistem dinamik. Diharapkan pendekatan analisis dalam makalah ini akan dapat dikembangkan secara lebih detil pada wilayah atau sub sektor pertanian yang lebih spesifik. PENDEKATAN Sistem Dinamik Sistem dinamik merupakan pemodelan dan simulasi komputer untuk mempelajari dan mengelola sistem umpan balik, seperti sistem lingkungan, sistem sosial, ekonomi, dan lain sebagainya (Djojomartono, 1993). Kemudian sistem merupakan kumpulan elemen atau sub sistem yang saling berinteraksi, berfungsi bersama untuk mencapai suatu tujuan tertentu (Eriyatno, 1999). Umpan balik merupakan sesuatu hal yang sangat penting di dalam analisis sistem. Masalah dinamik berkaitan dengan jumlah (kuantitas) yang selalu bervariasi antar waktu dimana variasi tersebut dapat dijelaskan dalam hubungan sebab 125

Irawan et al. akibat (Sofyan, 2010). Hubungan sebab akibat dapat terjadi dalam sistem tertutup yang mengandung lingkaran umpan balik (feedback loops). Terkait dengan proyeksi kebutuhan pupuk di masa depan secara sederhana dibuat diagram sebab akibat sebagaimana disajikan pada (Gambar 2). Proyeksi kebutuhan pupuk Sektor Pertanian dapat dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri atas beberapa sub sistem, misalnya sub sistem luas lahan, luas tanam, dan kebutuhan pupuk. Sub sistem luas lahan terdiri atas elemen atau unsur-unsur yang lebih spesifik, misalnya perluasan dan penciutan (konversi) lahan. Perubahan yang dinamis kedua unsur tersebut akan mempengaruhi besaran luas lahan setiap waktu. Sebagai contoh besaran luas baku lahan sawah akan fluktuatif setiap tahun tergantung pada besaran perluasan areal atau upaya ekstensifikasi dengan konversi lahan. Luas baku lahan sawah di Pulau Jawa secara dinamis akan menciut akibat konversi lahan sawah yang terjadi tanpa adanya perluasan atau pembukaan lahan sawah baru, sedangkan luas baku lahan sawah di luar Pulau Jawa mungkin bertambah atau menciut tergantung pada besaran perluasan areal dan konversi lahan sawah tersebut. Jika konversi lahan sawah lebih tinggi daripada perluasan areal/pencetakan sawah baru maka luas baku lahan sawah di luar Pulau Jawa akan menciut tetapi senantiasa ada kemungkinan luas baku lahan sawah tersebut meningkat pada suatu waktu. Berdasarkan penjelasan tersebut maka umpan balik pada sub sistem luas lahan tersebut adalah negatif, yakni: (1) konversi lahan sawah meningkat maka luas baku lahan sawah menurun dan luas baku lahan sawah meningkat maka konversi lahan sawah juga akan meningkat, (2) perluasan areal meningkat maka luas baku lahan sawah meningkat (bertambah) dan luas baku lahan sawah meningkat perluasan areal akan berkurang. Selanjutnya sub sistem luas tanam padi sawah dipengaruhi oleh luas baku sawah dan indeks pertanaman (IP) dengan sifat umpan balik yang positif, yakni jika luas lahan meningkat maka luas tanam juga akan meningkat. Demikian halnya jika IP meningkat maka luas tanam juga meningkat. Sub sistem luas tanam tersebut secara langsung akan mempengaruhi jumlah kebutuhan pupuk setelah memperhatikan tingkat adopsi penggunaan pupuk oleh petani terhadap rekomendasi pemupukan untuk padi sawah. Sifat umpan balik sub sistem kebutuhan pupuk juga bersifat positif, yakni jika luas tanam meningkat maka kebutuhan pupuk akan meningkat, demikian juga peningkatan adopsi penggunaan pupuk oleh petani dan tingkat rekomendasi pemupukan pada tanaman padi akan meningkatkan kebutuhan pupuk. Tingkat adopsi penggunaan pupuk oleh petani dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain keuntungan usahatani komoditas yang diusahakan, pengalaman dan pengetahuan petani, daya beli petani, dan ketersediaan pupuk saat diperlukan. Berdasarkan pengamatan di lapangan pada umumnya takaran penggunaan pupuk oleh petani masih lebih rendah daripada dosis rekomendasinya tetapi kecenderungannya terus meningkat, artinya kebutuhan pupuk di masa depan akan meningkat karena adopsi penggunaan pupuk oleh petani meningkat. Di dalam makalah ini 126

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian sub sistem keuntungan usahatani atau unsur-unsur yang mempengaruhi adopsi penggunaan pupuk oleh petani tidak dianalisis dan besaran tingkat adopsi penggunaan pupuk oleh petani diperlakukan sebagai peubah yang besarannya diasumsikan atau dalam makalah ini ditulis sebagai peubah kebijakan. Perluasan Luas Laha IP Luas Tanam Adopsi tanam Kebutuhan Pupuk Konversi Lahan Dosis Rekomendasi Gambar 2. Diagram sebab akibat kebutuhan pupuk Sektor Pertanian Diagram Alir Sistem Dinamik Diagram alir sistem dinamik merupakan terjemahan dari diagram sebab akibat yang dapat disimulasikan atau dieksekusi oleh progam komputer atau perangkat lunak yang mana pada makalah ini digunakan Program Powersim. Simulasi dapat dilakukan jika dan hanya jika kuantifikasi terhadap peubah atau variabel yang digunakan telah ditetapkan, baik berdasarkan data maupun asumsi. Ada beberapa simbol yang umum digunakan dalam diagram alir sistem dinamik, yakni: (1) level,, (2) rate, (3) auxilary (4) source atau sink, (5) flow arc dan (6) konstanta (Sofyan, 2010). Peubah Level merupakan peubah penyimpan akumulasi nilai hasil perhitungan yang selalu berubah setiap saat sesuai dengan perubahan pada peubah Rate. Peubah Level tersebut sering disebut juga Peubah Stock. Peubah Rate merupakan peubah aktivitas yang mempengaruhi besaran Level dimana sifat nilai Peubah Rate tersebut tidak tergantung pada nilai Rate sebelumnya, tetapi dipengaruhi oleh nilai Level suatu sistem yang dipengaruhi oleh faktor eksternal (exogenous influences). Peubah Rate sering disebut juga sebagai Peubah Flow. Selanjutnya Peubah Auxilary biasanya digunakan untuk formulasi perhitungan antara yang mempengaruhi nilai Level dan Rate, penyederhanaan persamaan 127

Irawan et al. yang kompleks, komunikasi antara peubah yang digunakan dalam sistem, dan nilai peubah ini berubah mengikuti respon perubahan yang ada pada Level atau peubah eksternal. Kemudian Peubah Source atau Sink menunjukkan bahwa Peubah Level dan Rate berada di luar batas model atau akhir dari pengaruh Peubah Rate pada sistem dinamik. Selanjutnya flow arc adalah simbol yang menunjukkan arah pengaruh suatu peubah terhadap peubah lainnya, dan terakhir konstanta merupakan lambang peubah dengan nilai yang tetap atau fixed dan tidak diperngaruhi oleh peubah lainnya ataupun waktu. Parameter yang dihitung dalam simulasi ini mencakup kebutuhan unsur hara makro N, P 2 O 5, K 2 O (selanjutnya ditulis unsur N, P, dan K), dan pupuk organik untuk komoditas padi, palawija (kedelai, jagung, dan kacang tanah), sayuran (bawang merah, cabai, dan kentang), dan tanaman perkebunan (kelapa sawit, karet, kakao, kopi, tebu, teh, dan kelapa). Data luas baku lahan dan luas tanam komoditas diperoleh dari BPS on-line (website www.bps.go.id), data rekomendasi pemupukan dan tingkat adopsi penggunaan pupuk diperoleh dari berbagai sumber. Kemudian periode waktu simulasi adalah tahun 2015-2020. Secara ringkas ruang lingkup analisis simulasi disajikan pada (Tabel 1). Tabel 1. Lingkup komoditas, unsur hara, dan pendekatan analisis Komoditas Unsur hara atau pupuk yang Pendekatan wilayah dihitung analisis Padi N, P, K, dan pupuk organik Jawa dan luar Jawa Palawija N, P, K Nasional Sayuran N, P, K Nasional Perkebunan N, P, K Nasional Analisis kebutuhan pupuk untuk komoditas padi dihitung berdasarkan zona Jawa dan luar Jawa karena pertimbangan tiga hal berikut: (1) perkembangan luas sawah pada kedua zona tersebut sangat berbeda jika dikaitkan dengan upaya perluasan areal dan dampak konversi lahan sawah, dimana lahan sawah di luar Jawa masih memungkinkan untuk diperluas sekalipun konversi lahan sawah terus berlanjut, sedangkan lahan sawah di Jawa akan terus menyusut akibat dampak konversi lahan, (2) tersedia data luas baku sawah dan informasi lainnya untuk kedua zona tersebut, dan (3) karakteristik usahatani padi sawah di kedua zona tersebut dikaitkan dengan kebutuhan pupuk relatif berbeda, misalnya indeks pertanaman (IP) padi dan tingkat penerapan pupuk oleh petani. Secara sederhana diagram alir sistem dinamik analisis kebutuhan unsur hara N (pupuk urea) untuk komoditas padi sawah zona Jawa dan luar Jawa disajikan pada (Gambar 3). Kebutuhan unsur hara N dihitung berdasarkan luas tanam padi, rekomendasi pemupukan, dan adopsi pemupukan oleh petani. Variasi nilai luas tanam padi dipengaruhi 128

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian oleh luas baku sawah dan indeks pertanaman padi, sedangkan luas baku sawah akan bervariasi setiap tahun tergantung pada besaran konversi lahan sawah dan upaya pencetakan sawah baru (di luar Jawa). Selanjutnya setelah kebutuhan unsur hara N diketahui maka dihitung kebutuhan pupuk urea, sebagai salah satu bentuk pupuk tunggal sumber unsur hara N. Selain bentuk urea, sumber pupuk N bisa berupa pupuk ZA atau pupuk NPK majemuk. Selanjutnya diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur hara P dan K untuk pupuk padi sawah dapat dibuat dengan analogi yang serupa dan demikian juga untuk pupuk organik. Bentuk persamaan dan data yang digunakan dalam diagram alir tersebut disajikan pada Lampiran 1. Pendekatan analisis proyeksi kebutuhan pupuk untuk komoditas lainnya didasarkan pada perkembangan luas tanam dalam 5-10 tahun terakhir (www.bps.go.id), dosis rekomendasi pemupukan dan adopsi penggunaan pupuk oleh petani. Sebagai contoh pada Gambar 4 disajikan diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur hara K (pupuk KCl) untuk tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit, karet, dan kakao. Gambar 3. Diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur hara N untuk pupuk padi sawah 129

Irawan et al. Gambar 4. Diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur hara K untuk pupuk tanaman perkebunan, khususnya kelapa sawit, karet, dan kakao Berdasarkan data historis luas perkebunan kelapa sawit dalam 5-10 tahun terakhir meningkat terus dan oleh karena itu dalam analisis ini diasumsikan luas tanam kelapa sawit tersebut akan terus meningkat hingga tahun 2020. Sebaliknya untuk tanaman karet dan kakao luas tanamnya fluktuatif akibat adanya perluasan areal di suatu wilayah dan konversi penggunaan lahan tanaman tersebut menjadi tanaman lain di wilayah lain di Indonesia. Berdasarkan analogi serupa maka diagram alir sistem dinamik proyeksi kebutuhan unsur hara N dan P untuk pupuk tanaman perkebunan tersebut dapat dibuat. Demikian halnya untuk jenis tanaman perkebunan lainnya, termasuk kebutuhan unsur N, P, dan K untuk tanaman palawija dan sayuran. HASIL PROYEKSI Uji Validasi Model Salah satu tahapan penting dalam simulasi adalah uji validasi model. Tujuan validasi model adalah untuk mengetahui apakah output atau keluaran model sudah sesuai dengan yang diharapkan. Data pembanding yang menjadi rujukan adalah hasil proyeksi kebutuhan pupuk tahun 2010-2015 (Sudaryanto, 2008). Hasil uji validasi model untuk kebutuhan pupuk N disajikan pada Gambar 5 dan dengan nilai RMSE=0,093 model analisis cukup valid untuk digunakan. Uji validasi model untuk kebutuhan pupuk P 2 O 5 130

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian dan K 2 O menghasilkan nilai RMSE yang lebih besar dari 0,200 dengan kecenderungan keluaran model selalu lebih tinggi daripada rujukan. Kondisi tersebut terjadi karena di dalam model digunakan asumsi peningkatan adopsi penggunaan pupuk sumber unsur hara P 2 O 5 dan K 2 O masing-masing 5% per tiga tahun. Asumsi tersebut digunakan sejalan dengan tujuan untuk mencapai swasembada pangan dan swasembada berkelanjutan, khususnya padi, jagung, kedelai, dan tebu (gula) melalui peningkatan produktivitas dengan pemupukan berimbang. Sebagaimana diketahui pada saat ini adopsi penggunaan pupuk anorganik pada komoditas tersebut relatif masih rendah dibandingkan dengan dosis rekomendasinya, yakni padi 68%, jagung 37%, kedelai 42%, dan tebu 67% (Anonim, 2008). Di sisi lain sebagian besar para petani masih belum menerapkan konsep pemupukan berimbang sebagaimana mestinya. Gambar 5. Perbedaan proyeksi kebutuhan pupuk N antara Rujukan (Sudaryanto, 2008) dengan Hasil Simulasi Model Kebutuhan Pupuk untuk Padi Sawah Hasil simulasi kebutuhan pupuk untuk tanaman padi berupa unsur makro N, P 2 O 5, dan K 2 O disajikan pada Tabel 2 dan berupa pupuk tunggal urea, SP-36, dan KCl disajikan pada Gambar 5. Sekalipun luas baku lahan sawah di Jawa diprediksi akan terus menurun sebagai akibat konversi lahan sawah menjadi lahan kering atau lahan non pertanian, kebutuhan pupuk akan terus meningkat. Hal tersebut sebagai akibat adanya berbagai upaya untuk meningkatkan produksi padi melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) dan produktivitas padi melalui peningkatan adopsi pemupukan. Peningkatan IP akan meningkatkan luas tanam dan adopsi pemupukan akan meningkatkan takaran pupuk. Sebagaimana dilaporkan oleh Direktur Pupuk dan Pestisida, tingkat adopsi penggunaan pupuk anorganik oleh petani padi sawah baru mencapai 67,7% (Anonim, 2010). Pada kondisi pupuk tersedia diprediksi adopsi penggunaan pupuk oleh petani padi akan 131

Irawan et al. meningkat dan mencapai sekitar 80-90% dari dosis rekomendasinya. Secara indikatif ada kecenderungan adopsi penggunaan pupuk oleh petani di Jawa relatif lebih tinggi daripada di luar Jawa. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal sebagaimana disajikan pada Gambar 6 tidak bersifat mutlak karena bentuk kemasan pupuk yang mengandung unsur hara N, selain urea bisa berupa ZA atau pupuk majemuk NPK, demikian juga untuk pupuk yang mengandung unsur P dan K. Oleh karena itu jika pemerintah berencana untuk memproduksi pupuk majemuk NPK sekitar 500 ribu sampai satu juta ton maka kebutuhan pupuk tunggal (urea, SP36, dan KCl) tersebut akan berkurang. Tabel 2. Proyeksi kebutuhan unsur N, P, K untuk pupuk padi sawah di Indonesia (ribu ton) Unsur Tahun hara/zona 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 Jawa N 412,0 412,0 411,0 435,0 436,0 433,0 457,0 456,0 P 2 O 5 96,8 96,7 84,7 90,4 90,5 90,0 95,6 95,5 K 2 O 89,3 89,2 89,1 95,5 95,4 95,8 102,0 102,0 Luar Jawa N 401,0 400,0 400,0 425,0 424,0 422,0 446,0 446,0 P 2 O 5 85,4 85,3 85,3 90,9 90,8 90,3 95,9 95,5 K 2 O 86,4 86,4 86,3 92,9 92,8 92,2 99,4 99,3 Sumber: hasil simulasi Gambar 6. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal sumber N, P, dan K untuk komoditas padi sawah 132

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Penggunaan pupuk organik oleh petani padi sawah saat ini masih sangat rendah. Proporsi petani padi yang menggunakan pupuk organik dan anorganik secara bersamaan baru mencapai 23,5%, sedangkan yang menggunakan pupuk organik saja ada 0,63% (Anonim, 2010). Ada kecenderungan saat ini penggunaan pupuk organik oleh petani padi mulai meningkat sehingga ketersediaan pupuk tersebut perlu mendapat perhatian. Sebagaimana disajikan pada Gambar 7 kebutuhan pupuk organik untuk padi sawah secara nasional cukup tinggi, yakni sekitar 9,8-13,4 juta t th -1. Proyeksi tersebut diperoleh berdasarkan dosis rekomendasi pupuk organik pada padi sawah 2 t ha -1 dan peningkatan adopsi penggunaan pupuk organik oleh petani di masa depan. Mengingat jumlah pupuk organik yang diperlukan cukup banyak maka sebaiknya pemerintah tidak langsung terlibat dalam hal pengadaan pupuk organik, tetapi lebih ke arah penyuluhan atau edukasi dan pemberian insentif kepada petani untuk membuat pupuk organik tersebut. Gambar 7. Proyeksi kebutuhan pupuk organik untuk padi sawah Mengingat pentingnya peran pupuk organik untuk meningkatkan kualitas tanah, khususnya kadar C-organik tanah maka diperlukan upaya-upaya penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemauan petani untuk membuat dan menggunakan pupuk organik pada lahan sawahnya. Di beberapa daerah sudah banyak petani yang dapat membuat pupuk organik berbahan baku lokal (setempat) seperti jerami padi, pupuk kandang, dan sisa tanaman lainnya melalui proses dekomposisi atau pengomposan dengan menggunakan dekomposer komersial atau dekomposer buatan petani sendiri (MOL: mikroba organisme lokal). Salah satu kebijakan pemerintah yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif pembuatan pupuk organik yang diberikan langsung kepada para petani padi sawah. Sebagai ilustrasi para petani padi sawah yang memproses jerami menjadi kompos 133

Irawan et al. mendapatkan insentif langsung tunai. Besaran indikatif insentif tersebut sekitar Rp 300-500,-.kg -1 kompos, sehingga petani yang mengelola sawah seluas satu hektar dengan bobot jerami yang dihasilkan 5-6 t ha -1 dan jerami tersebut diproses menjadi kompos sekitar 1,5-2,0 t ha -1 akan memperoleh insentif sekitar Rp 450.000-Rp 1.000.000. Kebijakan insentif tersebut akan meningkatkan adopsi petani dalam menggunakan pupuk organik yang sekaligus akan meningkatkan kualitas dan produktivitas tanahnya. Dampak akumulatif kebijakan insentif tersebut akan meningkatkan pendapatan petani dan perekonomian wilayah perdesaan. Di sisi lain pemerintah tidak perlu terlibat terlalu jauh dalam penyediaan pupuk organik. Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Palawija Dan Sayuran Luas tanam palawija utama seperti kedelai, jagung, dan kacang tanah fluktuatif dalam 5-10 tahun terakhir dengan kecenderungannya meningkat, kecuali untuk kacang tanah. Adopsi penggunaan pupuk oleh petani juga masih relatif rendah, misalnya proporsi petani jagung dan kedelai yang menggunakan pupuk anorganik masing-masing baru 36,8% dan 42,3% (Anonim, 2010). Berdasarkan hasil simulasi kebutuhan pupuk untuk tanaman palawija ke depan akan terus meningkat sebagaimana disajikan pada Gambar 8. Gambar 8. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal untuk tanaman palawija Fenomena tingginya harga kedelai baru-baru ini diprediksi akan berdampak pada meningkatnya luas tanam kedelai dalam beberapa tahun ke depan. Demikian juga luas tanam jagung akan meningkat seiring dengan program pemerintah untuk mempertahankan swasembada jagung. Peningkatan luas tanam kedelai dan jagung pada periode tahun 2005-2010 masing-masing mencapai 1,26% dan 2,79%.th -1 diprediksi akan tetap meningkat pada tahun-tahun mendatang. Kemudian secara umum upaya peningkatan produksi 134

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian kedelai, jagung, kacang tanah, dan palawija lainnya akan dilakukan melalui peningkatan produktivitas yang salah satunya dengan cara penggunaan pupuk berimbang sehingga diperlukan penyediaan pupuk yang lebih banyak daripada tahun-tahun sebelumnya. Perkembangan luas tanam tanaman sayuran, khususnya bawang merah, kentang, dan cabai fluktuatif dengan kecenderungannya menurun, kecuali untuk cabai. Pada periode tahun 2009-2011 luas tanam bawang merah menurun 3,36%.th -1 dan kentang menurun 7,68%.th -1, sedangkan luas tanam cabai meningkat 1,99%.th -1. Hasil simulasi menunjukkan kebutuhan pupuk untuk tanaman sayuran tersebut meningkat (Gambar 9) sebagai akibat peningkatan penggunaan pupuk oleh petani dan peningkatan luas areal tanam yang disebabkan oleh meningkatnya permintaan terhadap hasil tanaman sayuran. Gambar 9. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal untuk tanaman sayuran Kebutuhan Pupuk untuk Tanaman Perkebunan Hasil proyeksi menunjukkan kebutuhan pupuk untuk tanaman perkebunan di masa depan meningkat dengan pertumbuhan yang melandai (Gambar 10). Kondisi tersebut tidak terlepas dari fluktuasi luas areal tanam tanaman perkebunan dan sifatnya saling menggantikan. Sebagai contoh luas areal perkebunan kelapa sawit meningkat cukup pesat yang dalam 15 tahun terakhir (1995-2010) mencapai 27,14% th -1. Pada saat yang bersamaan ada tiga komoditas perkebunan yang luasannya menurun lebih dari satu persen, yakni tembakau (-3,59%.th -1 ), teh (-1,12%.th -1 ), dan kakao (-1,57% th -1 ). Ada beberapa faktor yang menyebabkan kebutuhan pupuk untuk tanaman perkebunan masih meningkat di masa depan, yakni perluasan lahan perkebunan kelapa sawit melalui pembukaan lahan baru dan peningkatan takaran pupuk oleh petani atau pekebun untuk meningkatkan produktivitasnya. Sebagaimana diketahui budidaya tanaman 135

Irawan et al. kelapa sawit memerlukan unsur hara yang cukup tinggi dan para petani/pekebunnya sudah melek masalah pupuk. Pada tanaman perkebunan lainnya peningkatan adopsi penggunaan pupuk masih cukup terbuka, misalnya pada usahatani tebu proporsi petani yang sudah menggunakan pupuk anorganik baru mencapai 67,35% (Anonim, 2010). Gambar 10. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal untuk tanaman perkebunan Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Berdasarkan hasil proyeksi kebutuhan unsur hara untuk pemupukan beberapa jenis komoditas di atas maka kebutuhan pupuk untuk Sektor Pertanian dapat dihitung sebagaimana disajikan pada Tabel 3 (dalam bentuk unsur hara) dan Gambar 11 (dalam bentuk pupuk tunggal). Berdasarkan data Tabel 3 pengambil kebijakan di bidang pupuk dapat memutuskan apakah kebutuhan unsur hara tersebut akan dipenuhi dalam bentuk pupuk tunggal atau pupuk majemuk atau kombinasinya. Sebagai contoh urea dan ZA merupakan pupuk tunggal sumber N, sedangkan SP36 dan KCl masing-masing merupakan pupuk tunggal sumber P 2 O 5 dan K 2 O. Selain dalam bentuk pupuk tunggal kebutuhan unsur hara tersebut dapat dipenuhi dalam bentuk pupuk majemuk seperti NPK dengan rasio kandungan unsur haranya disesuaikan dengan kebutuhan, sebagai ilustrasi disajikan pada Gambar 12. Gambar 12 menyajikan informasi bahwa jika pemerintah akan memproduksi pupuk majemuk, misalnya NPK 15-15-15 sebanyak 2 juta ton mulai tahun 2013 dan meningkat hingga menjadi 5,5 juta ton pada tahun 2020 maka pemenuhan kebutuhan unsur hara N, P, dan K dalam bentuk pupuk tunggal dapat diturunkan, sebagaimana ditunjukkan oleh garis simbol urea, SP-36, dan KCl pada (Gambar 12). 136

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Tabel 3. P royeksi kebutuhan unsur hara untuk pupuk Sektor Pertanian (juta ton) Unsur hara 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 N 2,96 2,99 2,99 3,19 3,18 3,17 3,35 3,35 P 2 O 5 1,17 1,20 1,19 1,26 1,27 1,27 1,32 1,36 K 2 O 2,60 2,68 2,66 2,77 2,72 2,71 2,83 2,82 Sumber: hasil simulasi Gambar 11. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal Sektor Pertanian Gambar 12. Proyeksi kebutuhan pupuk tunggal dan majemuk Sektor Pertanian KESIMPULAN DAN SARAN 1. Kebutuhan pupuk Sektor Pertanian di masa depan akan meningkat sejalan dengan upaya peningkatan produksi hasil-hasil pertanian untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri atau swasembada pangan. 137

Irawan et al. 2. Pada tahun 2015 kebutuhan unsur hara untuk pupuk Sektor Pertanian mencapai 3 juta ton N, 1,2 juta ton P 2 O 5, dan 2,7 juta ton K 2 O. Jumlah kebutuhan unsur hara tersebut pada tahun 2020 akan meningkat menjadi 3,4 juta ton N, 1,4 juta ton P 2 O 5, dan 2,8 juta ton K 2 O. 3. Apabila kebutuhan unsur hara di masa depan akan dipenuhi dengan pupuk tunggal maka pada tahun 2015 Sektor Pertanian akan memerlukan pupuk urea 6,7 juta ton, SP36 3,3 juta ton, dan KCl 4,5 juta ton. Kemudian pada tahun 2020 akan dibutuhkan pupuk urea 7,5 juta ton, SP36 3,8 juta ton, dan KCl 4,7 juta ton. 4. Penyediaan unsur hara untuk Sektor Pertanian dapat dipenuhi juga dalam bentuk pupuk majemuk yang mengandung unsur hara N, P, dan K. Penyediaan pupuk majemuk tersebut akan mengurangi pembuatan pupuk tunggal. 5. Model simulasi sistem dinamik ini sebaiknya diterapkan pada ruang lingkup yang lebih spesifik, baik ruang lingkup wilayah (provinsi atau kabupaten) maupun jenis komoditasnya sehingga data dan asumsi kebijakan yang diperlukan untuk pemodelan atau simulasi lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Arah Kebijakan Subsidi Pupuk. Bahan Sarasehan Nasional Pupuk dan Pemupukan Menuju 2015. Ditjen Tanaman Pangan. Jakarta. Anonim. 2010. Kebijakan Pemerintah di Bidang Perpupukan. Direktorat Pupuk dan Pestisida. Makalah Seminar Nasional Sumberdaya Lahan. Bogor, 20 Juni 2010. Badan Pusat Statistik On-line. http://www.bps.go.id (Mei 2012). Djojomartono, M. 1993. Pengantar Umum Analisis Sistem. Bahan Pelatihan Analisis Sistem dan Informasi Pertanian. Kampus IPB Dramaga, Bogor (tidak dipublikasikan). Eriyatno. 1999. Ilmu Sistem: Meningkatkan Mutu dan Efektivitas Manajemen. IPB Press. Bogor. 147 p. Gunarto, L. 2007. Teknologi AGPI (Agricultural Growth Promoting Inoculants). Bahan Presentasi pada Acara Diskusi Masalah Pertanian di Indonesia. Jakarta. 18 Juli 2007 Irianto, G. 2012. Kebijakan Pengelolaan Pupuk dan Subsidi Pupuk Sektor Pertanian. Bahan Diskusi Terbatas Permasalahan Pupuk di Indonesia. Bogor, 15 Juni 2012. Sudaryanto, T. 2008. Proyeksi Penawan dan Permintaan serta Kebijakan Pupuk Nasional Tahun 2009-2015. Bahan Sarasehan Nasional Pupuk dan Pemupukan Menuju 2015. PSEKP. Bogor. Sofyan. 2010. Pengantar Sistem Dinamik. Bahan Pelatihan Bappenas. Teknik Lingkungan, ITB. Bandung. 138

Proyeksi Kebutuhan Pupuk Sektor Pertanian Lampiran 1. Persamaan (equation) diagram alir sistem dinamik untuk unsur hara 139