RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL

dokumen-dokumen yang mirip
2017, No Pemajuan Kebudayaan Nasional Indonesia secara menyeluruh dan terpadu; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam hur

PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2017 TENTANG PERLINDUNGAN SUMBER DAYA GENETIK DAN PENGETAHUAN TRADISIONAL DI JAWA TENGAH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2011 TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P. TENTANG

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

{ib. : Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 32 Undang-Undang Dasar

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Perlukah Dibentuk Peraturan Perundang-Undangan Mengenai Sumber Daya Genetik? oleh: Meirina Fajarwati *

BUPATI GARUT PERATURAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 14 TAHUN 2012 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 7 TAHUN 2005 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN DAN PERUSAKAN LINGKUNGAN HIDUP

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENANGANAN FAKIR MISKIN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PERIZINAN PENELITIAN ASING. PP No 41/2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2014 TENTANG STANDARDISASI DAN PENILAIAN KESESUAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2017, No diatur secara komprehensif sehingga perlu pengaturan perbukuan; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, h

2008, No.2 2 d. bahwa Partai Politik merupakan sarana partisipasi politik masyarakat dalam mengembangkan kehidupan demokrasi untuk menjunjung tinggi k

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN MASYARAKAT ADAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Museum adalah lembaga yang berfungsi melindungi, mengembangkan,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2017 NOMOR 24

2 Mengingat penyelenggaraan kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, hur

PEMERINTAH KABUPATEN LUWU UTARA

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 53 TAHUN 2014 TAHUN 2014 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR BALI PERATURAN DAERAH PROVINSI BALI NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PELESTARIAN WARISAN BUDAYA BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR RIAU PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR : 3 TAHUN 2015 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

2008, No hukum dan kejelasan kepada warga negara mengenai wilayah negara; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,

PENUNJUK UNDANG-UNDANG PERINDUSTRIAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON UTARA NOMOR 4 TAHUN 2015 PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM

BUPATI BANGKA PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2006 TENTANG

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG BAHASA DAERAH

TENTANG MASYARAKAT ADAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 sehingga perlu diatur ketentuan mengenai Rahasia Dagang;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2008 TENTANG WILAYAH NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN INDRAMAYU

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELESTARIAN TRADISI

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG PELESTARIAN DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA GENETIK TANAMAN

BUPATI BANGKA SELATAN PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG WAKAF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

RANCANGAN QANUN ACEH NOMOR... TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM FAKIR MISKIN

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

NCA N LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 12 TAHUN 2009 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMEDANG NOMOR 11 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA BAGIAN KEDUA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG DESAIN INDUSTRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA. No.1486, 2013 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. Indonesia. Warisan Budaya Takbenda. Pelaksanaan.

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN :

PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2014 TENTANG JAMINAN PRODUK HALAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR JAWA TENGAH RANCANGAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR TENTANG INOVASI DAERAH DI PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURBALINGGA NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG BANTUAN HUKUM UNTUK MASYARAKAT MISKIN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2010 TENTANG TATA CARA PENETAPAN KAWASAN KHUSUS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2000 TENTANG RAHASIA DAGANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI GORONTALO dan GUBERNUR GORONTALO MEMUTUSKAN:

LEMBAGA KEUANGAN MIKRO 2013 UU NO. 1, LN 2013/No. 12, TLN NO UNDANG-UNDANG TENTANG LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

GUBERNUR GORONTALO PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG TANGGUNG JAWAB SOSIAL DAN LINGKUNGAN PERUSAHAAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN 2014 TENTANG HAK GUNA AIR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BUPATI ALOR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ALOR,

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENANAMAN MODAL DI KOTA TANGERANG SELATAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGAKUAN DAN PERLINDUNGAN HAK MASYARAKAT HUKUM ADAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG PERINDUSTRIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Transkripsi:

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Pemerintah Negara Indonesia berkewajiban melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial; b. bahwa Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya dalam keanekaragaman hayati dan keanekaragaman budaya di dunia; c. bahwa Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional juga merupakan bagian dari kekayaan bangsa dan negara; d. bahwa Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional merupakan bagian dari identitas bangsa dan aset nasional yang harus dikembangkan, dilindungi, dipromosikan, dilestarikan, dan dimanfaatkan, baik dalam skala lokal, nasional, maupun internasional untuk kesejahteraan rakyat Indonesia sebagaimana dimandatkan di dalam pembukaan UUD 1945; e. bahwa Indonesia belum memiliki Undang- Undang yang khusus mengatur tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; f. bahwa berdasarka huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, perlu membentuk Undang-Undang tentang Pengetahuan

Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 22D ayat (1), Pasal 28C Ayat (1) dan Ayat (2), Pasal 28H Ayat (1), Pasal 28I Ayat (3), Pasal 32 Ayat (2), dan Pasal 33 Ayat (3) Pasal 33 (5) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2013 Tentang Pengesahan Nagoya Protocol On Access to Genetic Resources And The Fair And Equitable Sharing of Benefits Arising From Their Utilization To The Convention On biological Diversity (Protokol Nagoya Tentang Akses Pada Sumber Daya Genetik Dan Pembagian Keuntungan Yang Adil dan Seimbang Yang Timbul dari Pemanfaatannya Atas Konvensi Keanekaragaman Hayati (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 73, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5412); Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN : Menetapkan : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pengetahuan Tradisional adalah pengetahuan masyarakat yang didapat sebagai hasil pengalaman nyata dalam berinteraksi dengan lingkungan. 2. Ekspresi Budaya Tradisional adalah segala bentuk ekspresi, baik material (benda) maupun immaterial (tak benda), atau kombinasi keduanya yang menunjukkan keberadaan suatu budaya dan Pengetahuan Tradisional, yang bersifat turun-temurun.

3. Masyarakat Pengemban adalah pemegang hak dan penerima manfaat dari pengelolaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang meliputi masyarakat lokal, masyarakat hukum adat, dan masyarakat tradisional. 4. Pengelolaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional adalah semua tindakan yang meliputi pengembangan, Pemanfaatan, Pelestarian, Promosi, dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. 5. Insan Budaya adalah orang atau sekelompok orang yang memelihara, mengembangkan, memanfaatkan, atau melestarikan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. 6. Pengembangan adalah kegiatan untuk meningkatkan kualitas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional berdasarkan sifat dinamis dari Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dengan tetap mempertahankan karakter utama tersebut, tanpa mengurangi potensi inovasi yang mungkin dilakukan. 7. Pemanfaatan adalah semua kegiatan untuk mengoptimalkan kegunaan atau potensi kegunaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional baik untuk tujuan komersial maupun nonkomersial. 8. Pelestarian adalah kegiatan untuk memelihara keberadaan dan keberlanjutan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional agar karakter dan fungsinya tetap terjaga sebagai bagian dari identitas Masyarakat Pengembannya. 9. Promosi adalah kegiatan mengkomunikasikan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional agar lebih dikenal, diakui keberadaannya, dan ditingkatkan reputasinya, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. 10. Perlindungan adalah upaya untuk menjaga hak-hak Masyarakat Pengemban Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dan menjaga martabat Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya tradisional dari penyesatan publik, pengambilan

secara tidak sah, dan/atau penyalahgunaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. 11. Pengguna adalah orang yang menggunakan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagai sumber kreativitas yang dapat terdiri atas Insan Budaya atau pelaku ekonomi. 12. Pelaku Ekonomi adalah orang atau badan usaha yang melakukan kegiatan usaha yang bersumber dari Penggunaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. 13. Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal untuk Pengetahuan Tradisional atau Ekspresi Budaya Tradisional adalah persetujuan yang diberikan oleh masyarakat Pengemban kepada Pengguna yang selanjutnya disebut disingkat dengan PADIA. 14. PADIA untuk Pengetahuan Tradisional adalah persetujuan tertulis yang diberikan oleh masyarakat pengemban terhadap Pengetahuan Tradisional kepada Pengguna sebelum dilaksanakannya akses, pengembangan, Pemanfaatan, dan/atau Promosi. 15. PADIA untuk Ekspresi Budaya Tradisional adalah persetujuan tertulis, lisan dan/atau diam-diam terhadap Ekspresi Budaya Tradisional yang diberikan oleh masyarakat pengemban kepada Pengguna sebelum dilaksanakannya pengembangan, Pemanfaatan, dan/atau Promosi. 16. Pemerintah adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 17. Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah. Pasal 2 Undang-Undang ini mempunyai tujuan sebagai berikut: a. mengembangkan, memanfaatkan, mempromosikan, melestarikan, dan sekaligus melindungi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya

Tradisional sebagai bagian dari Perlindungan kekayaan negara dan modal pembangunan, khususnya bagi masyarakat berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. menjamin pemenuhan hak masyarakat untuk berperan serta dalam pengelolaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; c. memberikan kerangka kebijakan pengelolaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dapat digunakan untuk pengembangan kebijakan publik, baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional. Pasal 3 Negara memegang kedaulatan untuk mengatur pengelolaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pasal 4 (1) Ruang Lingkup Pengetahuan Tradisional meliputi pengetahuan teknis dalam konteks tradisional, keterampilan tradisional, inovasi dalam konteks tradisional, praktik-praktik tradisional, pembelajaran tradisional, dan pengetahuan yang mendasari gaya hidup yang diwariskan dari generasi ke generasi, termasuk Pengetahuan Tradisional terkait dengan sumber daya genetik, obat-obatan tradisional, dan karya intelektual lain. (2) Ruang lingkup Ekspresi Budaya Tradisional meliputi : mencakup ekspresi fonetik atau verbal, ekspresi suara atau musik, ekspresi gerak atau tindakan, dan ekspresi material (kebendaan) maupun karya intelektual lainnya. BAB II PENGEMBANGAN Pasal 5 Setiap Insan Budaya memiliki hak berkreasi untuk mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.

Pasal 6 Pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dilakukan melalui kegiatan: a. pendidikan; b. penelitian; c. pelatihan; d. pemberdayaan; dan/atau e. kerja sama budaya Pasal 7 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab mendorong dan memfasilitasi Insan Budaya dan masyarakat untuk mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. (2) Kegiatan mendorong dan memfasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setidaknya dengan menyediakan sarana dan prasarana serta membuka peluang pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional oleh Insan Budaya dan masyarakat. Pasal 8 Dalam hal pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, Pemerintah berwenang: a. menetapkan kebijakan nasional tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; b. mengoordinasikan dan melaksanakan pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; dan c. memfasilitasi dan memperkuat para Insan Budaya dan masyarakat dalam pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Pasal 9 Pemerintah Daerah melaksanakan kebijakan nasional tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sesuai dengan kekhususan dan keunikan daerah masing-masing sesuai dengan semangat otonomi daerah.

Pasal 10 Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah. BAB III PEMANFAATAN Pasal 11 Setiap warga negara, baik perseorangan, komunitas, maupun badan usaha berhak memanfaatkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional untuk digunakan dan dijadikan bahan baku ekonomi kreatif. Pasal 12 Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dilakukan dengan tujuan komersial dan nonkomersial. Pasal 13 (1) Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional untuk tujuan komersial dapat diukur berdasarkan skala ekonomi tertentu. (2) Skala ekonomi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan a. komponen minimal tingkat keuntungan; b. tingkat inflasi; c. tingkat daya beli masyarakat; dan d. keberadaan Hak Kekayaan intelektual (3) Skala ekonomi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Pasal 14 Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dengan tujuan nonkomersial terdiri atas:

a. penelitian dalam rangka Perlindungan dan Pelestarian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; b. penelitian dalam rangka tujuan pendidikan; atau c. Pemanfaatan secara tradisional oleh anggota masyarakat yang bersangkutan. Pasal 15 (1) Pemanfaatan yang dilakukan oleh orang di luar anggota masyarakat atau Pemanfaatan oleh badan usaha menyebutkan sumber Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dan Masyarakat Pengembannya. (2) Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib melibatkan anggota masyarakat yang bersangkutan. (3) Apabila pelibatan anggota masyarakat sebagimana dimaksud pada ayat (2) tidak dimungkinkan, Pemanfaatan tersebut wajib melibatkan Pemerintah Daerah dan/atau Insan Budaya terkait. (4) Pemanfaatan dalam skala ekonomi tertentu wajib disertai dengan pembagian manfaat bagi Masyarakat Pengemban, baik dalam bentuk moneter, fiskal, dan/atau bentuk lain sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut. Pasal 16 (1) Masyarakat Pengemban menerima manfaat atas penggunaan Pengetahuan Tradisiona dan Ekspresi Budaya Tradisional. (2) Dalam hal Pemanfaatan atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang tidak diketahui Masyarakat Pengembannya, pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah bertindak sebagai pengemban untuk kepentingan bangsa Indonesia. Pasal 17 (1) Pembagian manfaat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (4) dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara Pengguna dan penerima manfaat. (2) Kesepakatan pada ayat (1) dituangkan dalam bentuk tertulis, kecuali ditentukan lain berdasarkan hukum adat. Pasal 18

Pembagian manfaat ekonomi dari Penggunaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dilakukan untuk: a. mengembangkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; atau b. membuka peluang bagi masyarakat dalam memperoleh manfaat ekonomi dari Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Pasal 19 Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab mendorong Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagai sumber ekonomi kreatif dengan tujuan utama untuk kesejahteraan anggota Masyarakat Pengembannya (custodian). Pasal 20 (1) Setiap orang yang memanfaatkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional wajib menghormati aspek religius, spiritualitas, kepercayaan, dan sifat rahasia dari Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. (2) Dalam hal Masyarakat Pengemban memiliki mekanisme penyelesaian sengketa berdasarkan hukum adat atas pelanggaran sebagaimana dimaksud ayat (1), masyarakat dapat mempergunakan mekanisme dalam hukum adat tersebut. (3) Dalam hal tidak ada mekanisme penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2), setiap orang yang berkepentingan atas terjaganya aspek religius, spiritualitas, kepercayaan, dan sifat rahasia dari Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dapat mengajukan gugatan ke pengadilan negeri, (4) Putusan pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa pengembalian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional kepada keadaan semula dan/atau kewajiban untuk membayar ganti rugi budaya (cultural damage). Pasal 21 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB IV PROMOSI Pasal 22 Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggungjawab mendorong atau menyediakan fasilitas untuk mempromosikan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional agar dikenal sebagai identitas kebudayaan bangsa dalam skala lokal, nasional, dan internasional. Pasal 23 Pemerintah dan Pemerintah Daerah memberikan kesempatan bagi setiap warga negara untuk mempromosikan dan mendorong penelitian dalam pengembangan dan Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Pasal 24 Insan Budaya atau Pelaku Ekonomi berhak mempromosikan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dengan tetap mempertimbangkan aspek religius, spiritualitas, kepercayaan, dan sifat rahasia dari Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang bersangkutan. Pasal 25 Masyarakat menyusun atau merumuskan aturan untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap aspek religius, spiritualitas, kepercayaan, dan sifat rahasia dari Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional atau memberlakukan hukum adat sebagai sarana mengatur batasan-batasan. Pasal 26 Ketentuan lebih lanjut mengenai Promosi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB V PELESTARIAN Bagian Kesatu Umum Pasal 27 Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau Pengguna wajib melakukan upaya Pelestarian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional

dengan menggunakan berbagai sumber daya, sarana, dan prasarana secara aktif. Pasal 28 Pelestarian mencakup kegiatan inventarisasi, identifikasi, dokumentasi, penelitian, revitalisasi, dan Promosi, baik dengan menggunakan perangkat modern maupun dengan cara tradisional, termasuk melalui pendidikan formal dan nonformal. Bagian Kedua Inventarisasi dan Identifikasi Pasal 29 (1) Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan inventarisasi mengenai Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab membuat dokumentasi dan memiliki pangkalan data mengenai Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. Pasal 30 (1) Perguruan tinggi, lembaga penelitian publik, swasta, atau organisasi nonprofit dapat membuat dokumentasi atau pangkalan data (database). (2) Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memanfaatkan dokumentasi atau pangkalan data (database) sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 31 (1) Masyarakat dapat melakukan identifikasi sendiri atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional (2) Identifikasi sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib mendapatkan pengakuan dari kelompok masyarakat lain. Pasal 32 Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelestarian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diatur dalam Peraturan Pemerintah.

BAB VI PERLINDUNGAN Pasal 33 (1) Pemerintah menetapkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang bersifat strategis sebagai aset bangsa. (2) Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang bersifat strategis yang dimaksud pada ayat (1) meliputi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di bidang pertahanan keamanan, ketahanan pangan, ketahanan energi, dan situasi darurat kesehatan masyarakat. (3) Dalam hal menetapkan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang bersifat strategis sebagai aset bangsa, Pemerintah melakukan konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Pasal 34 (1) Pemerintah melakukan langkah-langkah untuk melindungi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dari Penggunaan pihak-pihak luar, baik orang asing maupun pelaku ekonomi (2) Langkah-langkah melindungi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi pengawasan, pengendalian, pembinaan, gugatan perdata, pencabutan izin, atau penuntutan pidana. (3) Pejabat Pemerintah yang lalai melakukan pengawasan, pengendalian, dan/atau pembinaan yang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenai sanksi administratif. (4) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi : a. teguran tertulis; dan/atau b. pemberhentian untuk jangka waktu tertentu. Pasal 35 Setiap orang dilarang menggunakan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional untuk tujuan komersial, kecuali telah mendapatkan PADIA, mendapatkan kesepakatan bersama, dan memberikan pembagian keuntungan. Pasal 36 (1) Untuk tujuan komersil setiap orang dilarang:

a. melakukan penyalahgunaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; b. memberikan informasi yang salah; dan/atau c. mengambil secara tidak sah. (2) Pelarangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecualikan apabila mendapat persetujuan PADIA, mendapatkan kesepakatan bersama, dan memberikan pembagian keuntungan. Pasal 37 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memastikan pelaksanaan pemenuhan hak masyarakat atas Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional oleh orang asing dan/atau pelaku ekonomi Pasal 38 (1) Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah berwenang mengatur akses terhadap Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang dilakukan oleh pelaku ekonomi dan/atau Insan Budaya. (2) Akses terhadap Pengetahuan Tradisional hanya dapat dilakukan setelah pelaku ekonomi mendapatkan PADIA. (3) Akses terhadap Ekspresi Budaya Tradisional dilakukan setelah pelaku ekonomi mendapatkan PADIA atau persetujuan/tidak adanya penolakan dari Masyarakat Pengemban. (4) Apabila akses dan Pemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan tanpa PADIA, kesepakatan bersama dan pembagian manfaat yang adil dan seimbang, akses dan Pemanfaatan tersebut dapat dikategorikan: a. pemberian informasi yang salah dan menyesatkan tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional untuk tujuan komersial (misrepresentation); b. pengambilan secara tidak sah (misappropriation); atau c. penyalahgunaan (misuse). Pasal 39 Pemberian informasi dinyatakan salah dan menyesatkan tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (4) huruf a apabila ditemukan unsurunsur: a. kesengajaan; b. kerugian; dan/atau

c. perusakan reputasi Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional atau Masyarakat Pengembannya. Pasal 40 Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi masyarakat dalam Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional secara komersial dan/atau nonkomersial agar masyarakat memperoleh manfaat ekonomi dari Pemanfaatan yang bersangkutan. Pasal 41 Ketentuan lebih lanjut mengenai Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional diatur dalam Peraturan Pemerintah. BAB VII KELEMBAGAAN Pasal 42 Pemerintah bertanggung jawab untuk : a. memberikan perizinan Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; b. menetapkan kebijakan dan pengaturan pengelolaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; dan c. melakukan pengawasan dan pemantauan atas Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sesuai dengan kewenangannya. Pasal 43 Presiden menunjuk dan menugasi kementerian terkait untuk: a. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Kemanan melakukan koordinasi dengan lembaga Pemerintah, pelaku budaya, dan masyarakat dalam mengawasi kegiatan akses dan Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; b. Menteri Keuangan membentuk Lembaga Wali Amanah pengelolaan hasil pembagian keuntungan Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; c. Menteri Riset dan Teknologi membuat dan mengelola basis data Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional;

d. Menteri Lingkungan hidup menetapkan kebijakan dan pengaturan pengetahuan tradisonal terkait Sumber Daya Genetik; dan e. Menteri Kesehatan menetapkan kebijakan dan pengaturan pengetahuan tradisonal dibidang pengobatan tradisonal. Pemerintah Daerah berwenang: Pasal 44 a. mengoordinasikan implementasi kebijakan pengelolaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di daerah; b. mengawasi pelaksanaan kesepakatan bersama dan akses terhadap Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di daerah; c. mengatur perizinan; dan d. memfasilitasi peran para pemangku kepentingan dalam pengembangan, Pemanfaatan, Promosi, Pelestarian, dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di daerah. BAB VIII PENYELESAIAN SENGKETA Pasal 45 (1) Penyelesaian sengketa kepemilikan atau Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dapat ditempuh: a. di luar pengadilan atau; b. melalui pengadilan. (2) Pilihan penyelesaian sengketa kepemilikan atau Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di luar pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara suka rela oleh para pihak yang bersengketa. (3) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b hanya dapat ditempuh apabila upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau oleh para pihak yang bersengketa. Pasal 46 (1) Penyelesaian sengketa pengelolaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional di luar pengadilan dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai: a. bentuk dan besarnya ganti rugi; b. tindakan pemulihan akibat perusakan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; c. tindakan tertentu untuk menjamin tidak akan terulanginya (ketakterulangan) perusakan;

d. tindakan untuk mencegah timbulnya dampak negatif terhadap Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. (2) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan tidak berlaku terhadap tindak pidana yang mencakup pengambilan Ekspresi Budaya Tradisional secara tidak sah, penyalahgunaan, pemberian informasi yang salah dan menyesatkan tentang Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional dan/atau tindak pidana lain sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. (3) Penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilakukan dengan negosiasi, mediasi, konsiliasi, arbitrase, atau pilihan lain sesuai dengan hukum adat masyarakat penerima manfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. (4) Hasil kesepakatan penyelesaian sengketa di luar pengadilan harus dinyatakan secara tertulis serta bersifat final dan mengikat para pihak, kecuali ditentukan lain berdasarkan hukum adat yang bersangkutan dan bersifat mengikat para pihak sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. BAB IX PENDANAAN Pasal 47 (1) Pemerintah dan pemerintahan daerah wajib menyediakan pendanaan pengembangan, Pemanfaatan, Promosi, Pelestarian, dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. (2) Pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah. (3) Selain sumber pendanaan sebagaimana dimaksudkan pada ayat (2) dapat pula diperoleh dari sumber lain sesuai dengan peraturan perundangan meliputi: a. bantuan/hibah negara lain; b. hibah dari lembaga nasional dan internasional; c. komitmen internasional yang berasal dari penghapusan utang luar negeri; d. hasil Pemanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; dan e. pendanaan dari swasta. (4) Pemerintah dapat membentuk Lembaga Wali Amanat Pendanaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan (5) Ketentuan lebih lanjut tentang pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. BAB X GANTI KERUGIAN

Pasal 48 (1) Setiap pelaku ekonomi atau badan usaha yang melakukan penyalahgunaan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional yang menimbulkan kerugian pada masyarakat pemangku Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional wajib membayar ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu sesuai dengan kesepakatan. (2) Besarnya ganti rugi dan/atau melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan keputusan pengadilan. BAB XI HAK GUGAT MASYARAKAT PENERIMA MANFAAT Pasal 49 (1) Masyarakat Pengemban hak dan penerima manfaat berhak mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action) untuk kepentingan diri sendiri dan/atau untuk kepentingan Pelestarian dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional apabila mengalami kerugian akibat pengambilan tidak sah, penyalahgunaan, atau penyesatan publik. (2) Gugatan dapat diajukan apabila terdapat kesamaan fakta atau peristiwa, dasar hukum, serta jenis tuntutan di antara wakil kelompok dan anggota kelompoknya. (3) Ketentuan mengenai hak gugat Masyarakat Pengemban dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. BAB XII HAK GUGAT ORGANISASI PEDULI PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL Pasal 50 (1) Dalam pelaksanaan tanggung jawab Pelestarian dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional, organisasi yang peduli terhadap Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional berhak mengajukan gugatan untuk kepentingan Pelestarian dan Perlindungan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. (2) Hak mengajukan gugatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terbatas pada tuntutan untuk melakukan tindakan tertentu tanpa adanya tuntutan ganti rugi, kecuali biaya atau pengeluaran riil (3) Organisasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat mengajukan gugatan apabila memenuhi persyaratan:

a. berbentuk badan hukum; b. menegaskan di dalam anggaran dasarnya bahwa organisasi tersebut didirikan untuk kepentingan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional; dan c. telah melaksanakan kegiatan nyata sesuai dengan anggaran dasarnya paling singkat 2 (dua) tahun. BAB XIV KETENTUAN PIDANA Pasal 51 Setiap orang yang melanggar Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 diancam pidana sebesar-besarnya Rp. 5.000.000.000 (lima milyar rupiah). Pasal 52 Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 hanya dapat dilaksanakan setelah upaya penyelesaian sengketa di luar pengadilan yang dipilih dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu atau para pihak yang bersengketa dan upaya perdata telah dilakukan. BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 53 (1) Paling lambat satu tahun sejak undang-undang ini berlaku, pelaku ekonomi atau badan usaha yang memanfaatan Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagaimana diatur dalam Bab Pemanfaatan dari Undang Undang ini wajib mendapatkan PADIA, membuat kesepakatan bersama, dan memberikan pembagian keuntungan atas semua Pemanfaatan yang telah dilakukan hingga saat berlakunya UU ini. (2) Penyelesaian konflik masa lalu dilakukan melalui pengakuan hak masyarakat hukum adat atas Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional. BAB XV KETENTUAN PENUTUP Pasal 54 (1) Paling lambat satu tahun sejak undang-undang ini berlaku, pemerintah melakukan inventarisasi dan pendokumentasian Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional.

(2) Paling lambat satu tahun sejak undang-undang ini berlaku, pemerintah berkewajiban untuk membentuk Peraturan Pemerintah yang diamanatkan Undang Undang ini. Pasal 55 Undang Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara. Disahkan di Jakarta pada tanggal PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta pada tanggal.. MENTERI HUKUM DAN HAM REPUBLIK INDONESIA, (Nama Jelas) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN.NOMOR..