PERBEDAAN PERILAKU AGRESIF ANTARA SISWA AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER. Rr. Evita Liliani Libria Thobagus Moh.

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satunya adalah krisis multidimensi yang diderita oleh siswa sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Remaja merupakan generasi penerus bangsa di masa depan, harapanya

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diah Rosmayanti, 2014

BAB I PENDAHULUAN. mereka dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Siswa Sekolah Menengah

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah merupakan pendidikan kedua setelah lingkungan keluarga, manfaat

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa (Santrock,

HUBUNGAN ANTARA KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN PERILAKU AGRESIF PADA REMAJA

BAB I PENDAHULUAN. dari hubungan dengan lingkungan sekitarnya. individu dan memungkinkan munculnya agresi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa seorang individu mengalami peralihan dari

BAB I PENDAHULUAN. lain, saling memberikan pengaruh antara satu dengan yang lain dan ingin

I. PENDAHULUAN. kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Perkembangan pendidikan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Tidak mungkin ada orang tua yang berharapan jelek terhadap anak-anaknya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. adalah bahwa aksi-aksi kekerasan baik individual maupun massal sudah

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan sekolah. Perkelahian tersebut sering kali menimbulkan

BAB I PENDAHULUAN. Hampir setiap hari kasus perilaku agresi remaja selalu ditemukan di media

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. dan lain sebagainya yang semuanya menyebabkan tersingkirnya rasa

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. psikis, maupun secara sosial (Hurlock, 1973). Menurut Sarwono (2011),

Singgih D. Gunarso mengatakan dari segi hukum kenakalan remaja digolongkan dalam dua kelompok yang berkaitan dengan norma-norma hukum yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Remaja dipandang sebagai periode perubahan baik dalam hal fisik, minat,

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

BAB I PENDAHULUAN. terjadi pada kalangan pelajar saat ini yang mengakibatkan citra dari sekolah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kecemasan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. masa remaja adalah masa pencarian nilai-nilai hidup. Dalam situasi demikian

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah pemberitaan di Jakarta menyatakan ham p ir 40% tindak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pada masa remaja, hubungan sosial mengambil peran yang penting. Mereka

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menyenangkan dan muncul dalam bermacam-macam bentuk dan tingkat kesulitan,

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. jalur pendidikan formal, nonformal dan informal, karena dapat dijadikan satu

BAB 1 PENDAHULUAN. Masa remaja adalah periode perkembangan disaat individu mengalami

BAB I PENDAHULUAN. hlm Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer, Alfabeta, Bandung : 2005, hlm.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB 1 PENDAHULUAN. perilaku agresi, terutama di kota-kota besar khususnya Jakarta. Fenomena agresi

BAB I PENDAHULUAN. berupa ejekan atau cemoohan, persaingan tidak sehat, perebutan barang

BAB I PENDAHULUAN. maupun psikhis. Melalui pendidikan jasmani, siswa diperkenalkan dengan

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH DEMOKRATIS ORANG TUA DAN KEMANDIRIAN DENGAN KEMAMPUAN MENYELESAIKAN MASALAH PADA REMAJA SKRIPSI

BAB I PENDAHULUAN. minat, sikap, perilaku, maupun dalam hal emosi. Tingkat perubahan dalam sikap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dalam diri manusia selalu terdapat ketidak puasan, oleh sebab itu ia akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB IV PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN

I. PENDAHULUAN. Lingkungan merupakan sesuatu yang berada di luar batasan-batasan kemampuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Salah satu kebijakan pemerintah di sektor pendidikan yang mendukung

BAB I PENDAHULUAN tentang Sistem Pendidikan Nasional telah menjelaskan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. penggemarnya amat luas. Jika kita bicara di era globalisasi sepak bola,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Intany Pamella, 2014

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

2014 PERBANDINGAN TINGKAT DISIPLIN SISWA YANG MENGIKUTI EKSTRAKURIKULER BOLA TANGAN DAN KARATE DALAM PELAJARAN PENJAS DI SMAN 24 BANDUNG

HUBUNGAN ANTARA URUTAN KELAHIRAN DALAM KELUARGA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA REMAJA DI SMA MUHAMMADIYAH I KLATEN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. Proses timbulnya perilaku tersebut ialah ketika seseorang dalam suatu titik. perilaku yang dinamakan perilaku agresif.

BAB I PENDAHULUAN. Sutresna et al. (20011:3) menambahkan mengenai Fungsi sosio-emosional sebagai berikut:

H, 2016 HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN KONTROL DIRI DENGAN PERILAKU BULLYING

BAB I PENDAHULUAN. kenakalan remaja? Harapan remaja sebagai penerus bangsa yang menentukan

BAB I PENDAHULUAN. disebut sebagai pemain ke-12, sehingga suatu pertandingan tidak berarti tanpa

BAB I PENDAHULUHAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang harus dikembangkan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latarbelakang. mengalami krisis moral para pelajar. Problematika siswa saat ini mencoreng dunia

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Salah satu tugas perkembangan siswa yaitu mencapai hubungan baru dan yang

I. PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan suatu masa, dimana individu berjuang untuk tumbuh menjadi sesuatu,

HUBUNGAN ANTARA KETERGANTUNGAN TERHADAP TEMAN SEBAYA DENGAN PERILAKU ANTISOSIAL PADA REMAJA

2015 PEMBINAAN KECERDASAN SOSIAL SISWA MELALUI KEGIATAN PRAMUKA (STUDI KASUS DI SDN DI KOTA SERANG)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. remaja (Hurlock, 2003). Di dalam masa remaja juga terdapat tahapan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal (Kartono, 2013:6).

BAB I PENDAHULUAN. No. Skripsi : 091/S/PPB/2013 pertengahan dan akhir masa anak-anak.

BAB I PENDAHULUAN. penuh dengan kenangan yang tidak mungkin akan terlupakan. Menurut. dari masa anak ke masa dewasa yang mengalami perkembangan semua

I. PENDAHULUAN. Anjarsari (2011: 19), mengatakan bahwa kenakalan adalah perbuatan anti. orang dewasa diklasifikasikan sebagai tindakan kejahatan.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. merebak dan hal tersebut merupakan suatu bentuk agresi. ditujukan pada seseorang atau benda. Chaplin (2005) juga menyebutkan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan kewarganegaraan (PKn) adalah program pendidikan berdasarkan nilainilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Berbicara tentang siswa sangat menarik karena siswa berada dalam kategori

I. PENDAHULUAN. bullying. Prinsipnya fenomena ini merujuk pada perilaku agresi berulang yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tercermin dalam perilaku yang dianggap menimbulkan masalah di sekolah dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

BAB 1 PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk budaya yang memiliki ciri-ciri yang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN. yang menjembatani masa kanak-kanak dengan masa dewasa. Pada usia ini individu

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan tingkah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan mampu manghasilkan manusia sebagai individu dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan dapat bertahan hidup sendiri.

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Peristiwa merosotnya moral di kalangan remaja, akhir-akhir ini

PENDAHULUAN. Kelamin, Provinsi, dan Kabupaten/Kota, [terhubung berkala]. [3 April 2009]. 2

BAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai makhluk pribadi, juga merupakan makhluk sosial.

I. PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk sosial. Manusia tidak dapat hidup sendiri dan

BAB I PENDAHULUAN. ilmu-ilmu agama di suatu pondok-pondok pesantren tertentu. Seperti halnya di

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan yang sering kali dialami siswa di sekolah tidak dapat

Transkripsi:

PERBEDAAN PERILAKU AGRESIF ANTARA SISWA AKTIF DAN TIDAK AKTIF DALAM KEGIATAN EKSTRAKURIKULER Rr. Evita Liliani Libria Thobagus Moh. Nu man INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Dugaan awal yang dikemukakan pada penelitian ini adalah ada perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 100 siswa SMU NEGERI 2 Nganjuk berusia antara 15-18 tahun yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Skala yang digunakan untuk mengungkap perilaku agresif adalah skala perilaku agresif yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan teori dari Brigham (1991) dan Berkowitz (1995). Metode analisis data dalam penelitian adalah metode kuantitatif dengan menggunakan statistik. Teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik statistik uji beda (ttest), dan perhitungan dilakukan dengan program SPSS 12.0 for windows. Hasil analisis menunjukkan bahwa (t = 2,708 dengan p = 0.008) yang berarti terdapat perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Jadi hipotesis penelitian diterima. Kata kunci: Kegiatan Ekstakurikuler, Perilaku Agresif

1 Pengantar Perkembangan dunia saat ini begitu cepat. Arus informasi yang sekarang mudah diakses oleh para remaja serta kemajuan yang terus menerus dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) menjadikan kehidupan para remaja semakin kompleks. Hal ini mengakibatkan perubahan dalam diri remaja dengan membawa segala dampaknya, baik itu positif maupun negatif. Akhir-akhir ini di media massa, baik itu media cetak maupun media elektronika sering memberitakan aksi-aksi kekerasan, baik itu yang bersifat individual maupun massal. Bahkan beberapa media cetak ada yang mempunyai kolom khusus yang memuat kasus-kasus kriminal. Begitu juga dengan media elektronika yang menayangkan program-program khusus tentang aksi-aksi kekerasan, seakan-akan berita-berita mengenai aksi kekerasan tersebut makanan sehari-hari para pemirsa. Aksi kekerasan di kalangan remaja biasanya berupa tawuran, baik itu dari seorang individu maupun kelompok, pengrusakan barang, penyerangan, pemerkosaan, mencemooh, melawan orang tua sampai membunuh. Perilaku agresif remaja saat ini dipandang oleh masyarakat luas semakin berani dan nekat serta menunjukkan gejala yang semakin meningkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kasus nyata yang akhir-akhir ini sangat meresahkan masyarakat adalah aksi brutal yang dilakukan geng motor yang menyerbu SMA 5 Bandung dimana aksi tersebut mengakibatkan tiga siswa SMA 5 mangalami luka dan sebuah mobil milik siswa mengalami kerusakan. Kasus yang tidak kalah menghebohkan adalah perilaku agresif yang dilakukan oleh geng remaja putri di Pati, yang terkenal dengan sebutan

2 geng nero (www.pikiran-rakyat.com). Keberadaan generasi muda sangat penting untuk kelangsungan hidup bangsa. Remaja sebagai bagian generasi muda dituntut untuk mengembangkan diri secara optimal agar kelak menjadi sumber daya manusia yang berguna bagi bangsa dan negara. Remaja diharapkan mampu mengembangkan dirinya, mampu berpendapat, mempunyai harga diri yang tinggi, tidak mudah putus asa, dapat berkomunikasi dengan orang lain dari semua tingkatan, dan mempunyai pandangan yang positif tentang hidup dalam arti mampu berusaha keras untuk mengejar keinginannya. Menurut Havighurst (www.geocities.com) salah satu tugas perkembangan remaja adalah berperilaku sosial yang bertanggung jawab. Idealnya, seseorang tentu diharapkan untuk berpartisipasi demi kebaikan atau perbaikan di lingkungan sosialnya, namun bila hal itu belum bisa dijalankan, minimal yang harus dilakukan adalah tidak menjadi beban bagi masyarakat atau lingkungan sosialnya. Karena itulah, remaja yang terlibat tawuran sampai menghancurkan fasilitas umum tentu tidak dapat dianggap telah melampaui tugas perkembangan dengan sukses. Remaja umumnya menghabiskan waktunya bersama teman-temannya sehingga dalam pergaulan remaja cenderung mengikuti norma kelompok (to comform). Kuatnya pengaruh teman ini sering dianggap sebagai biang keladi dari tingkah laku remaja yang buruk (Sarwono, 2005). Hal ini didukung juga oleh tidak adanya pedoman yang kuat bagi remaja sehingga dalam menghadapi dampak negatif dari kemajuan pembangunan lebih nampak dari sikap dan perilakunya, dalam bentuk antara lain berupa sikap berani menentang orang tua dan guru, melakukan kenakalan

3 dan kejahatan, bertindak agresif serta bentuk-bentuk perilaku agresif lainnya. Berdasarkan catatan Kanwil Depdiknas Jakarta, selama tahun ajaran 1999/2000, jumlah pelajar yang terlibat tawuran pelajar tercatat 1.369 orang. Dari jumlah itu sebanyak 26 pelajar tewas, sedangkan yang luka berat 56 orang dan luka ringan 109 orang. Pada tahun 2008, rata-rata 5 kasus kriminalitas baik itu pencurian ataupun penjambretan tiap bulan dilaporkan ke Polsek Ngaglik, Sleman Yogyakarta, dimana pelaku tindak kriminalitas tersebut sebagian besar adalah para remaja. Kasus di Ngaglik setiap tahun mengalami peningkatan namun hal ini tidak berlaku di daerah lain, seperti di Nganjuk selama tahun 2004 sampai 2008 pelaku tindak kriminal yang dilakukan oleh remaja cenderung menurun. Kegiatan ekstrakurikuler sesungguhnya dapat digolongkan pula sebagai kegiatan waktu senggang (leisure activities). Waktu senggang yang diisi dengan kegiatan positif, akan memiliki banyak manfaat. Manfaat tersebut antara lain, dapat memperkecil peluang masuknya unsur-unsur negatif (dalam Nuryanti, 1992) dan bermanfaat untuk menyalurkan dorongan agresif siswa dalam kegiatan yang lebih dapat diterima secara sosial. Hal ini sejalan dengan pendapat Bolman (dalam Nuryanti, 1992) bahwa individu usia 14 sampai dengan dewasa dianggap sudah mampu menyalurkan dorongan agresivitasnya ke dalam kegiatan yang bermanfaat bagi dirinya dan orang lain. Selain itu kegiatan ekstrakurikuler juga dapat menanamkan rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan dapat memberikan nilai-nilai akhlak dan budi pekerti luhur dalam setiap kegiatan maupun sistem pembelajaran.

4 Remaja umumnya banyak menghabiskan waktunya bersama teman sesama remaja daripada orang tua atau dengan anggota keluarga lain (www.bkkbn.go.id). Remaja yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler tentunya akan menghabiskan waktu dari siang sampai sore untuk mengikuti serangkaian aktifitas yang terdapat di dalamnya. Interaksi yang intensif ini juga disertai fenomena yang disebut peer pressure atau tekanan teman sebaya. Remaja merasakan betapa besar pengaruh teman sebaya dalam kehidupan mereka sehari-hari. Menurut Hurlock (1974) remaja yang aktif dalam ekstrakurikuler khususnya adalah remaja yang ingin memperoleh penilaian positif dari orang lain dan ingin mengembangkan potensi diri. Siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler ini biasanya mendapatkan penghargaan yang lebih dibanding siswa yang tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler apapun. Terlebih jika siswa yang aktif di dalam kegiatan ekstrakurikuler ini dapat menunjukkan prestasinya baik prestasi akademik maupun prestasi dari kegiatan ekstrakurikuler yang diikutinya. Menurut Henry (dalam Nuryanti, 1992) kegiatan yang terkandung dalam ekstrakurikuler lebih menekankan pada work-group dimana salah satu fungsinya adalah untuk menyalurkan gejolak atau dorongan agresif remaja menjadi bentuk yang lebih dapat diterima lingkungan sosial. Sehingga dapat dikatakan bahwa remaja yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler akan lebih mudah terhindar dari berbagai perilaku negatif dalam hal ini adalah perilaku agresif. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kegiatan ekstrakurikuler memiliki banyak manfaat yang positif bagi perkembangan kepribadian siswa.

5 Penelitian ini akan mencoba melihat perilaku agresif siswa kaitannya dengan keaktifan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. C. Manfaat Penelitian 1. Secara teoritis yaitu dapat memperkaya khasanah psikologi yang sesuai dengan kondisi Indonesia dan dapat sebagai tambahan bahan kajian mengenai mengenai perilaku agresif pada remaja. 2. Secara praktis yakni dapat memberikan sumbangan informasi mengenai perilaku agresif siswa dalam kaitannya dengan kegiatan ekstrakurikuler di sekolah. Jika hipotesis dalam penelitian ini terbukti maka kegiatan ekstrakurikuler dapat dijadikan salah satu alternatif pemecahan masalah yang sifatnya preventif terhadap perilaku agresif siswa. Kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dapat lebih ditingkatkan agar dorongan agresif siswa dapat tersalurkan secara positif. Perilaku Agresif Baron (Koeswara, 1988) agresi adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya tingkah laku tersebut. Definisi agresi dari Baron ini mencakup empat faktor, tingkah laku,

6 tujuan untuk melukai atau mencelakakan (termasuk mematikan atau membunuh), individu yang menjadi pelaku dan individu yang menjadi korban, dan ketidakinginan korban menerima tingkah laku pelaku. Menurut Aroson (Koeswara, 1988) agresi adalah tingkah laku yang dijalankan oleh individu dengan maksud melukai atau mencelakakan individu lain dengan ataupun tanpa tujuan tertentu. Sarason (Dayakisni, 2006) menyatakan agresi sebagai suatu serangan yang dilakukan oleh organisme terhadap organisme lain, objek lain, atau bahkan pada dirinya sendiri. Pendapat senada diungkap oleh Johnson dan Meddinus (1976) mengemukakan bahwa agresi adalah perilaku yang ditujukan untuk melukai atau mencederai. Anshari (dalam Martina, 2007) menyatakan agresi merupakan keinginan untuk menyerang atau melukai orang lain, memerangi, memfitnah, menghakimi, atau melangsungkan praktek kesadisan. Kegiatan Ekstrakurikuler Hamalik (1992) kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar ketentuan kurikulum yang berlaku, akan tetapi bersifat paedagogis dan menunjang pendidikan dalam rangka ketercapaian tujuan sekolah. Menurut Ahmadi (1984) ekstrakurikuler adalah kegiatan-kegiatan di luar sekolah yang mempunyai fungsi pendidikan dan biasanya berupa klub-klub, misalnya: olahraga, kesenian, ekspresi dan lain-lain. Menurutnya kegiatan ekstrakurikuler lebih mudah dijalankan di kota daripada di desa-desa, sebab ekstrakurikuler itu hanya mengerjakan hal-hal atau kegiatan yang bersifat ekspresi. Di daerah miskin ekstrakurikuler tidak mudah berjalan atau macet, sebab murid-murid tidak sempat lagi berlibur diri, mereka

7 biasanya membantu orang tuanya mencari nafkah. Sementara itu kegiatan ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan pelayanan konseling untuk membantu peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan berkewenangan di sekolah atau madrasah (David, 2007). Perbedaan Perilaku Agresif Antara Siswa Aktif Dan Tidak Aktif Dalam Kegiatan Ekstrakurikuler Tindakan perkelahian merupakan salah satu bentuk perilaku agresif. Perilaku agresif umumnya diartikan sebagai segala bentuk tingkah laku yang disengaja yang bertujuan untuk melukai atau mencelakakan individu lain atau benda-benda. Menurut Moore dan Fine (Koswara, 1988) perilaku agresif adalah tingkah laku kekerasan secara fisik maupun verbal terhadap individu lain atau terhadap objek-objek. Remaja juga sering digambarkan sebagai periode topan dan badai. Dalam kurun ini timbul gejala emosi dan tekanan jiwa, sehingga perilaku mereka mudah menyimpang. Dari situasi konflik dan problem ini remaja tergolong dalam sosok pribadi yang tengah mencari identitas dan membutuhkan tempat penyaluran kreativitas. Jika tempat penyaluran tersebut tidak ada atau kurang memadai, mereka akan mencari berbagai cara sebagai penyaluran (Fakhruddin, 1999). Banyaknya waktu luang (leissuretime) yang dimiliki oleh remaja bila mereka tidak mendapat perhatian dan bimbingan dari orang tua untuk diisi dengan program yang jelas dan bermanfaat, akan membuat remaja kurang kerjaan. Mereka sering

8 nongkrong dan bergerombol di halte, terminal, mulut gang dan pinggir jalan. Dalam sebuah penelitian ditemukan data bahwa 89,5% terjadinya tawuran pelajar bermula dari kondisi seperti itu (Fakhruddin, 1999). Mengadakan kegiatan yang bermanfaat bagi siswa untuk mengisi waktu dengan diadakan kegiatan-kegiatan diluar sekolah yang bervariasi dapat menarik minat siswa sehingga mereka dapat disibukkan dengan aktivitasnya masing-masing. Jika mereka sudah sibuk, pasti mereka tidak akan berkelahi lagi (Wiradikusuma, 2007). Bagi remaja yang memiliki tingkat agresivitas yang besar dapat menyalurkan naluri agresinya dengan masuk ke dalam kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga sepertinya yang dikemukakan oleh Fakhruddin (1999), sehingga penyaluran agresivitas lebih dapat bermanfaat. Didalam kegiatan ekstrakurikuler juga terdapat unsur kompetisi, misalnya dalam pertandingan ekstrakurikuler olahraga maupun ekstrakurikuler robotik. Kegiatan ekstrakurikuler olahraga dalam latihannya sering mengadakan pertandingan persahabatan antar sekolah-sekolah, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler robotik juga sering mengikuti kompetisi-kompetisi yang diadakan oleh perguruan tinggi. Artinya bahwa kegiatan ekstrakurikuler ini juga memastikan keberlangsungan kompetisi, dimana hal ini menjadi pembuktian siapa yang berhak menjadi juara. Menurut Lukmantoro (2007) proses untuk menjadi juara itu diraih dengan cara mendominasi kekuatan untuk mengalahkan pesaing. Siswa yang mampu memenangkan kompetisi akan dipuji dan diberi penghargaan yang lebih sedangkan yang kalah akan mendapat kritik. Semua ini dapat terjadi karena kegiatan ekstrakurikuler dalam hal ini olahraga dan robotik diposisikan sebagai sublimasi,

9 yaitu ekspresi untuk melampiaskan agresivitas yang dapat diterima secara sosial. Dalam arena olahraga yang mengandalkan kekerasan (violent sport), diarahkan menjadi insting untuk mengalahkan. Hal ini berarti olahraga menjadi solusi yang paling tepat untuk melepaskan kebencian dan melampiaskan kemarahan. Olahraga menjadi pelembagaan dari katarsis, yaitu ekspresi kemarahan sekaligus pembersihan dendam membara yang menjurus ke arah agresivitas. Keikutsertaan siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler memiliki arti bahwa waktu luang siswa dapat dimanfaatkan secara positif, sehingga semakin banyak waktu luang diisi dengan kegiatan positif maka akan semakin kecil kesempatan siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan semakin aktif siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin banyak kesempatan siswa untuk menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat. Dapat diambil kesimpulan bahwa kegiatan ekstrakurikuler sebagai kegiatan pengisi waktu luang memiliki banyak manfaat, termasuk manfaatnya sebagai media penyaluran agresivitas siswa. Hipotesis Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah ada perbedaan negatif perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Metode Penelitian Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMAN 2 Nganjuk, Jawa Timur kelas X dan XI dengan rentang usia 15-18 tahun.

10 Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala perilaku agresif yang disusun sendiri oleh penulis dengan mengacu pendapat dari Brigham (1991), dan Berkowitz (1995), yaitu agresi menyerang, agresi membalas atau emosional, dan agresi instrumental. Metode analisis data dalam penelitian adalah metode kuantitatif dengan menggunakan statistik. Teknik statistik yang digunakan dalam menganalisis data adalah teknik statistik uji beda (t- test). Uji beda merupakan uji pasangan yaitu uji perbedaan rerata antara dua kelompok. Proses analisis dilakukan dengan program komputer Statistical Programme for Social Science (SPSS) for windows 12.0. Hasil Penelitian Hasil analisis dengan menggunakan SPSS 12.0 for windows menunjukkan bahwa t = 2,708 ; p = 0,008 (p<0,005). Hal ini berarti terdapat perbedaan perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler, sehingga hipotesis diterima. Pembahasan Setelah dilakukan analisis, data menunjukkan bahwa perilaku agresif antara siswa aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan skor yang berbeda atau ada perbedaan. Dimana siswa yang ikut kegiatan ekstrakurikuler cenderung memiliki perilaku agresif lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang tidak ikut kegiatan ekstrakurikuler. Hal ini dapat dilihat pada hasil rata-rata skor total perilaku agresif yang diperoleh dari skala perilaku agresif.

11 Kegiatan ekstrakurikuler memiliki banyak manfaat yang positif. Manfaat yang dapat diambil adalah siswa dapat mengisi waktu luangnya sehingga siswa dapat terhindar dari kegiatan-kegiatan yang tidak berguna seperti hura-hura, tawuran atau pergaulan bebas yang dapat menjerumuskan siswa pada hal-hal negatif. Siswa yang memiliki penilaian positif akan mampu untuk selalu berkelakuan baik, mampu menahan godaan negatif seperti minum-minuman keras serta mampu untuk selalu menghindari perilaku negatif lainnya termasuk tindakan perkelahian atau tindakan agresif lainnya. Didalam kelompok sebaya, remaja berusaha menemukan dirinya. Disini remaja dinilai oleh teman sebayanya tanpa mempedulikan sanksi-sanksi dunia dewasa. Kelompok sebaya memberikan lingkungan yaitu dunia tempat remaja dapat melakukan sosialisasi dimana nilai yang berlaku bukanlah nilai yang ditetapkan oleh orang dewasa melainkan oleh teman seusianya. Disinilah letak berbahayanya bagi perkembangan jiwa remaja, apabila nilai yang dikembangkan dalam kelompok sebaya adalah nilai yang negatif. Para siswa umumnya memiliki minat dan bakat yang luas, namun tidak semuanya dapat disalurkan melalui program pengajaran didalam kelas. Menurut Direktorat Jendral Pendidikan Menengah Umum (dalam Listianingsih, 1993) didalam kegiatan ekstrakurikuler inilah remaja dapat menemukan dirinya dan bergaul dengan teman sebayanya yang terbiasa dengan kesibukan-kesibukan positif. Nilai kegunaan lain yang dapat diperoleh siswa dalam kegiatan ekstrakurikuler menurut Hamalik (1992) adalah untuk menyalurkan bakat dan minat.

12 Didalam kegiatan ekstrakurikuler juga terdapat unsur kompetisi, misalnya dalam pertandingan ekstrakurikuler olahraga maupun ekstrakurikuler robotik. Bagi remaja yang memiliki tingkat agresivitas yang besar dapat menyalurkan naluri agresinya dengan masuk ke dalam kegiatan ekstrakurikuler bidang olahraga sepertinya yang dikemukakan oleh Fakhruddin (1999), sehingga penyaluran agresivitas lebih dapat bermanfaat. Siswa yang mampu memenangkan kompetisi akan dipuji dan diberi penghargaan yang lebih sedangkan yang kalah akan mendapat kritik. Semua ini dapat terjadi karena kegiatan ekstrakurikuler dalam hal ini olahraga dan robotik diposisikan sebagai sublimasi, yaitu ekspresi untuk melampiaskan agresivitas yang dapat diterima secara sosial. Hasil perilaku agresif pada penelitian ini tergolong rendah, hal ini berarti semakin banyak waktu luang diisi dengan kegiatan positif maka akan semakin kecil kesempatan siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan semakin aktif siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin banyak kesempatan siswa untuk menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat. semakin banyak waktu luang diisi dengan kegiatan positif maka akan semakin kecil kesempatan siswa untuk berbuat dan berperilaku negatif. Hal ini sama artinya dengan semakin aktif siswa terlibat dalam kegiatan ekstrakurikuler, maka akan semakin banyak kesempatan siswa untuk menyalurkan dorongan agresifnya ke dalam kegiatan-kegiatan yang lebih bermanfaat. Berdasarkan analisis tambahan mengenai perilaku agresif antara siswa laki-laki dan perempuan yang dilakukan oleh peneliti didapatkan hasil bahwa siswa laki-laki

13 memiliki perilaku agresif yang lebih tinggi dibandingkan dengan siswa perempuan. Hal ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Larsen (Koswara, 1988) dan analisis silang budaya yang dilaksanakan oleh Whiting dan Pope (Koswara, 1988). Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan tingkah laku agresif antara siswa yang aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler menunjukkan perilaku agresif lebih rendah dibandingkan dengan siswa yang tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler. Saran-saran Penelitian ini merupakan salah satu wujud untuk memperkaya wacana Psikologi, yaitu psikologi perkembangan dan psikologi sosial dalam kaitannya dengan perilaku agresif. Diharapkan usaha ke arah ini terus dikembangkan guna membenahi kekurangan yang ada pada penelitian-penelitian sebelumnya. Adapun saran-saran dari hasil penelitian ini adalah: 1. Bagi subjek penelitian Subjek dalam penelitian ini diharapkan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler sesuai dengan minat dan bakatnya. Siswa yang aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler waktu luangnya akan diisi dengan hal-hal positif sehingga kecil kemungkinan munculnya perilaku agresif.

14 2. Bagi lembaga pendidikan Dari hasil penelitian ini disebutkan bahwa perilaku agresif siswa (aktif dan tidak aktif dalam kegiatan ekstrakurikuler) termasuk dalam kategori rendah. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan media yang baik sebagai penyalur dorongan perilaku agresif. Sekolah seharusnya melakukan assesmen bagi para siswanya untuk menentukan minat para siswanya. Sekolah diharapkan untuk mewajibkan dan memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan minat siswa. Selain itu sekolah diharapkan selalu menjaga ketertiban dan kelancaran proses belajar mengajar serta interaksi edukatif dapat dijalankan melalui manajemen kelas dan sekolah yang efektif. Sementara untuk sekolah yang siswanya masih terlibat tawuran atau perilaku agresif perlu menjalin komunikasi dan koordinasi yang terpadu untuk bersama-sama mengembangkan pola penanggulangan dan penanganan kasus. Ada baiknya diadakan pertandingan atau acara kesenian bersama di antara sekolah-sekolah yang secara tradisional bermusuhan tersebut. 3. Bagi peneliti selanjutnya Bagi para peneliti selanjutnya yang tertarik dan bermaksud melakukan penelitian yang sama, diharapkan untuk lebih memperhatikan pemilihan sekolah pada saat observasi maupun pengambilan data. Selain itu, perlu juga dilakukan pengembangan alat ukur yang digunakan sehingga variabel yang diukur menjadi lebih tepat.

15