BAB II TINJAUAN PUSTAKA

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II. KAJIAN LITERATUR. tahan gempa apabila memenuhi kriteria berikut: tanpa terjadinya kerusakan pada elemen struktural.

BAB III METODE ANALISIS

EVALUASI KEMAMPUAN STRUKTUR RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pengaruh Core terhadap Kinerja Seismik Gedung Bertingkat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pergesekan lempeng tektonik (plate tectonic) bumi yang terjadi di daerah patahan

ANALISIS KINERJA STRUKTUR GEDUNG DENGAN COREWALL TUGAS AKHIR

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Kajian Pemakaian Shear Wall dan Bracing pada Gedung Bertingkat

T I N J A U A N P U S T A K A

EVALUASI KINERJA PORTAL BAJA 3 DIMENSI DENGAN PENGAKU LATERAL AKIBAT GEMPA KUAT BERDASARKAN PERFORMANCE BASED DESIGN

BAB IV PERMODELAN STRUKTUR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aman secara konstruksi maka struktur tersebut haruslah memenuhi persyaratan

BAB II DASAR TEORI. Pada bab ini akan dibahas sekilas tentang konsep Strength Based Design dan

BAB II DASAR-DASAR PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG BERTINGKAT

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DI WILAYAH GEMPA INDONESIA INTENSITAS TINGGI DENGAN KONDISI TANAH LUNAK

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB III METODE PENELITIAN

EVALUASI KINERJA INELASTIK STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG TERHADAP GEMPA DUA ARAH TUGAS AKHIR PESSY JUWITA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA GEDUNG BETON BERTULANG SISTEM GANDA DENGAN VARIASI GEOMETRI DINDING GESER PADA WILAYAH GEMPA KUAT

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III METODE ANALISA STATIK NON LINIER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Dalam. harus diperhitungkan adalah sebagai berikut :

KATA KUNCI: sistem rangka baja dan beton komposit, struktur komposit.

KINERJA STRUKTUR RANGKA BETON BERTULANG DENGAN PERKUATAN BREISING BAJA TIPE X

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. gedung dalam menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. harus dilakukan berdasarkan ketentuan yang tercantum dalam Tata Cara

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

STUDI KINERJA SENDI PLASTIS PADA GEDUNG DAKTAIL PARSIAL DENGAN ANALISIS BEBAN DORONG

EVALUASI SENDI PLASTIS DENGAN ANALISIS PUSHOVER PADA GEDUNG TIDAK BERATURAN

STUDI MENENTUKAN PARAMETER DAKTILITAS STRUKTUR GEDUNG TIDAK BERATURAN DENGAN ANALISIS PUSHOVER

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pada perencanaan bangunan bertingkat tinggi, komponen struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN VARIASI PENEMPATAN BRACING INVERTED V ABSTRAK

KAJIAN PENGGUNAAN NONLINIEAR STATIC PUSHOVER ANALYSIS DENGAN METODA ATC-40, FEMA 356, FEMA 440 DAN PERILAKU SEISMIK INELASTIC TIME HISTORY ANALYSIS

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembebanan yang berlaku untuk mendapatkan suatu struktur bangunan

STUDI EVALUASI KINERJA STRUKTUR BAJA BERTINGKAT RENDAH DENGAN ANALISIS PUSHOVER ABSTRAK

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR ABSTRAK DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

EVALUASI METODE FBD DAN DDBD PADA SRPM DI WILAYAH 2 DAN 6 PETA GEMPA INDONESIA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. desain untuk pembangunan strukturalnya, terutama bila terletak di wilayah yang

DAFTAR ISI. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Umum Beban Gempa Menurut SNI 1726: Perkuatan Struktur Bresing...

PERBANDINGAN PERILAKU ANTARA STRUKTUR RANGKA PEMIKUL MOMEN (SRPM) DAN STRUKTUR RANGKA BRESING KONSENTRIK (SRBK) TIPE X-2 LANTAI

DAFTAR ISI Annisa Candra Wulan, 2016 Studi Kinerja Struktur Beton Bertulang dengan Analisis Pushover

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISA KINERJA STRUKTUR BETON BERTULANG DENGAN KOLOM YANG DIPERKUAT DENGAN LAPIS CARBON FIBER REINFORCED POLYMER (CFRP)

BAB II STUDI PUSTAKA

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

EVALUASI KINERJA SISTEM RANGKA PEMIKUL MOMEN KHUSUS SNI PADA STRUKTUR DENGAN GEMPA DOMINAN

PENGARUH DINDING GESER TERHADAP PERENCANAAN KOLOM DAN BALOK BANGUNAN GEDUNG BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN. Pada bangunan tinggi tahan gempa umumnya gaya-gaya pada kolom cukup besar untuk

Konferensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTekS 4) Sanur-Bali, 2-3 Juni 2010

ANALISIS DAN DESAIN STRUKTUR RANGKA GEDUNG 20 TINGKAT SIMETRIS DENGAN SISTEM GANDA ABSTRAK

DAFTAR ISI JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT PERSEMBAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR NOTASI

BAB 1 PENDAHULUAN Umum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

EVALUASI KINERJA BANGUNAN GEDUNG DPU WILAYAH KABUPATEN WONOGIRI DENGAN ANALISIS PUSHOVER

PENELITIAN MENGENAI SNI 1726:2012 PASAL TENTANG DISTRIBUSI GAYA LATERAL TERHADAP KEKAKUAN, KEKUATAN, DAN PENGECEKAN TERHADAP SISTEM TUNGGAL

ANALISIS PUSHOVER PADA BANGUNAN DENGAN SOFT FIRST STORY

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TESIS EVALUASI KINERJA STRUKTUR GEDUNG BETON BERTULANG SISTEM GANDA DENGAN ANALISIS NONLINEAR STATIK DAN YIELD POINT SPECTRA O L E H

Evaluasi Kinerja Gedung Beton Bertulang Dengan Pushover Analysis Akibat Beban Gempa Padang

STUDI PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG TERHADAP KINERJA BATAS AKIBAT PENGARUH TINGGI BANGUNAN DAN DIMENSI KOLOM BERDASARKAN SNI

BAB III METODE ANALISIS

KATA KUNCI : direct displacement based design, time history analysis, kinerja struktur.

KAJIAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BRESING V-TERBALIK EKSENTRIK DAN KONSENTRIK (215S)

DESAIN GEDUNG BETON BERTULANG DENGAN PERENCANAAN BERBASIS PERPINDAHAN

adalah momen pada muka joint, yang berhubungan dengan kuat lentur nominal balok pada hubungan balok. Kolom tersebut.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. beban, saat dilampaui dalam kurun waktu tertentu, oleh tingkat daktilitas struktur saat

ANALISA PORTAL DENGAN DINDING TEMBOK PADA RUMAH TINGGAL SEDERHANA AKIBAT GEMPA

EVALUASI KINERJA SEISMIK GEDUNG TERHADAP ANALISIS BEBAN DORONG

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang aman. Pengertian beban di sini adalah beban-beban baik secara langsung

RESPON DINAMIS STRUKTUR PADA PORTAL TERBUKA, PORTAL DENGAN BRESING V DAN PORTAL DENGAN BRESING DIAGONAL

BAB 1 PENDAHULUAN. hingga tinggi, sehingga perencanaan struktur bangunan gedung tahan gempa

PENGARUH SENSITIFITAS DIMENSI DAN PENULANGAN KOLOM PADA KURVA KAPASITAS GEDUNG 7 LANTAI TIDAK BERATURAN

BAB IV ANALISIS & PEMBAHASAN

BAB III METODOLOGI. Mulai. Pengumpulan Data. Preliminary Desain Struktur Model-1. Input Beban Yang Bekerja Pada Struktur

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

DAFTAR ISI. Halaman Judul Pengesahan Persetujuan Surat Pernyataan Kata Pengantar DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR NOTASI DAFTAR LAMPIRAN

PENERAPAN ANALISIS PUSHOVER UNTUKMENENTUKAN KINERJA STRUKTUR PADABANGUNAN EKSISTING GEDUNG BETON BERTULANG

PERENCANAAN STRUKTUR BAJA BERDASARKAN KEKAKUAN DAN KEKUATAN SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBE BENTUK DIAGONAL MENURUT SNI 1726:2012 PASAL

Peraturan Gempa Indonesia SNI

Pengaruh Bentuk Bracing terhadap Kinerja Seismik Struktur Beton Bertulang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

KATA KUNCI: direct displacement-based design, performance based design, sistem rangka pemikul momen, analisis dinamis riwayat waktu nonlinier.

PERBANDINGAN PERILAKU DAN KINERJA STRUKTUR RANGKA BAJA DENGAN SISTEM BREISING KONSENTRIK TIPE-X DAN SISTEM BREISING EKSENTRIK V-TERBALIK

PERBANDINGAN ANALISIS RESPON STRUKTUR GEDUNG ANTARA PORTAL BETON BERTULANG, STRUKTUR BAJA DAN STRUKTUR BAJA MENGGUNAKAN BRESING TERHADAP BEBAN GEMPA

BAB III PEMODELAN STRUKTUR

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV EVALUASI KINERJA DINDING GESER

EVALUASI SNI 1726:2012 PASAL MENGENAI DISTRIBUSI GAYA LATERAL TERHADAP KEKAKUAN DAN KEKUATAN PADA SISTEM GANDA SRPMK DAN SRBKK

BAB III STUDI KASUS 3.1 UMUM

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Beton berlulang merupakan bahan konstruksi yang paling penting dan merupakan

Transkripsi:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Core wall Dinding stuktural beton bertulang adalah salah satu sistem yang paling umum digunakan untuk menahan beban lateral (beban gempa dan beban angin) pada daerah gempa. Dinding tersebut menyediakan kekuatan besar dan kekakuan serta kapasitas deformasi yang dibutuhkan untuk memenuhi tuntutan gerakan tanah gempa kuat. Sebagai alat untuk melakukan analisis respon spectrum dan praktek dalam perencanaan berbasis kinerja yang telah menjadi umum, penggunaan dinding beton bertulang dan core wall untuk perlawanan gaya lateral bersama dengan rangka slab-colomn gravity telah muncul sebagai salah satu sistem pilihan untuk gedung gedung tinggi. (Wallace, 2007) Cara suatu struktur menahan gaya lateral, tidak saja mempengaruhi desain elemen-elemen vertikal struktur, tetapi juga elemen horisontalnya. Tiga macam bidang vertikal sebagai komponen penahan gaya lateral (dinding geser, bracing diagonal dan aksi rangka). Dalam bidang horisontal digunakan diafragma, umumnya dibentuk oleh lantai dan bidang atap gedung, atau rangka horisontal (Schueller, 1977). Mekanisme dasar untuk menjamin adanya kestabilan lateral dapat diperoleh dengan menggunakan hubungan kaku pada struktur bertingkat rendah sampai menengah dan penggunaan (dinding geser, bracing diagonal dan aksi rangka) pada gedung bertingkat menengah dan tinggi. Struktur rangka kurang efisien sebagai pemikul beban lateral dibandingkan dengan dinding geser atau bresing diagonal. Gedung-gedung bertingkat menengah dan tinggi seringkali mempunyai rangka dasar yang diperkaku pada tepi gedung atau disekitar daerah layan. Biasanya elemen struktur pengaku ini diletakkan pada lokasi yang tidak menimbulkan masalah fungsional (Schueller, 1977). Menurut SNI 1726:2012 Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Gedung. Dinding geser ada 2 jenis yaitu: 4

1. Dinding Geser Beton Bertulang Kantilever Suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana, yang runtuhnya disebabkan oleh momen lentur (bukan oleh gaya geser) dengan terjadinya sendi plastis pada kakinya, di mana nilai momen lelehnya dapat mengalami peningkatan terbatas akibat pengerasan regangan. Rasio antara tinggi dan lebar dinding geser tidak boleh kurang dari 2 dan lebar tersebut tidak boleh kurang dari 1,5 m. 2. Dinding Geser Beton Bertulang Berangkai Suatu subsistem struktur gedung yang fungsi utamanya adalah untuk memikul beban geser akibat pengaruh gempa rencana, yang terdiri dari dua buah atau lebih dinding geser dan dirangkaikan oleh balok perangkai dan yang runtuhnya terjadi akibat sendi sendi plastis pada ke dua ujung balok perangkai dan pada kaki semua dinding geser, masing masing momen leleh sendi plastis dapat mengalami peningkatan hampir sepenuhnya akibat pergeseran regangan. Rasio antara bentang dan tinggi balok perangkai tidak boleh lebih dari 4. Dinding geser juga dapat dikategorikan berdasarkan geometrinya, yaitu: 1. Flexural wall (dinding langsing), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw 2 dan desainnya dikontrol oleh perilaku lentur. 2. Squat wall (dinding pendek), yaitu dinding geser yang memiliki rasio hw/lw 2 dan desainnya dikontrol oleh perilaku geser. 3. Coupled shear wall (dinding berangkai), merupakan sepasang dinding menahan momen guling yang terjadi akibat beban gempa, yang dihubungkan oleh balok-balok perangkai, sebagai gaya-gaya tarik dan tekan yang bekerja pada masing-masing dasar pasangan dinding tersebut. Gambar 2.1 memperlihatkan dinding geser sebagai dinding luar atau dalam, ataupun berupa inti yang memuat ruang lift atau tangga. Susunan geometri sistem dinding geser tidak terbatas, bentuk-bentuk dasar yang umum diperlihatkan pada lingkaran pusat. Bentuk segitiga, persegi panjang, sudut, kanal dan flens lebar adalah contoh-contoh bentuk yang dikenal dalam bahasa arsitektur. Sistem dinding 5

geser pada dasarnya dapat dibagi menjadi sistem terbuka dan tertutup. Sistem terbuka terdiri dari unsur linear tunggal atau gabungan unsur yang tidak lengkap melingkupi ruang geometris, seperti bentuk: L, X, V, Y, T, dan H, namun sebaliknya sistem tertutup melingkupi ruang geometris seperti bentuk: bujur sangkar, segitiga, persegipanjang dan bulat (Schueller, 1977). Gambar 2.1 Sistem Geometri Dinding Geser Sumber : High Rise Building Structures 2.2 Sistem Ganda Beton Bertulang Dalam Standar Perencanaan Gempa untuk Struktur Gedung SNI 1726:2012, gabungan sistem antara portal dan dinding geser disebut sebagai sistem ganda. Sistem ganda akan memberikan kemampuan pada bangunan untuk menahan beban yang lebih baik, terutama terhadap beban gempa. Penggunaan sistem ganda struktur beton bertulang memberikan batas tinggi bangunan hingga mencapai 50 tingkat, sedangkan apabila digunakan pada struktur baja dapat mencapai sampai 40 tingkat. Struktur Sistem Ganda (Dual System) memiliki kemampuan yang tinggi dalam memikul gaya geser. Pada sistem gabungan antara portal dengan dinding geser, gaya geser disebabkan adanya interaksi antara keduanya. Interaksi tersebut terjadi karena kedua sistem tersebut mempunyai perilaku defleksi yang berbeda. 6

Beban lateral mengakibatkan dinding geser akan berperilaku flexural/bending mode, sedangkan rangka akan berdeformasi dalam shear mode, dengan demikian gaya geser dipikul oleh rangka pada bagian atas dan dinding geser memikul gaya geser pada bagian bawah (SNI 1726:2012). Menurut Standar Perencanaan Gempa untuk Struktur Gedung SNI 1726:2012, rangka pemikul momen harus sesuai dengan ketentuan dalam Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847-2002 dan harus mampu memikul minimal 25% dari keseluruhan beban lateral. Pemeriksaan terhadap rangka pemikul momen harus dilakukan apabila sistem rangka pemikul momen menerima beban geser akibat gempa lebih dari 10%. Bila beban lateral akibat gempa yang dipikul oleh sistem rangka pemikul momen kurang dari 10%, maka pemeriksaan terhadap kemampuan untuk memikul 25% beban lateral dapat diabaikan (SNI 1726:2012). Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam sistem ganda (dual system) adalah sebagai berikut: 1. Rangka ruang yang memikul seluruh beban gravitasi. 2. Pemikul beban lateral berupa dinding geser atau rangka bresing dengan rangka pemikul momen. Rangka pemikul momen harus direncanakan secara terpisah dan mampu memikul sekurang-kurangnya 25% dari seluruh beban lateral. 3. Kedua sistem harus direncanakan mampu memikul secara bersama-sama seluruh beban lateral dengan memperhatikan interaksi sistem ganda suatu sistem struktur yang gaya-gaya lateralnya dipikul oleh rangka ruang pemikul momen, yang bekerja sejajar dengan dinding geser atau rangka berdasarkan kekauan relatifnya. 2.3 Tegangan Pada Dinding Geser Penggunaan shell element sebagai pemodelan dinding geser akan dapat langsung memberikan nilai tegangan pada dinding geser. Tegangan dasar pada shell element diidentifikasi sebagai S11, S22, S12, S13, dan S23. S21 selalu sama dengan S12, sehingga sebenarnya tidak perlu untuk menentukan S21 bila S12 telah 7

ditentukan. Gambar 2.2 menunjukkan contoh dari masing-masing jenis tegangan dasar pada shell element (CSI 2009). Gambar 2.2 Tegangan pada Shell element Sumber: Contents and Index SAP2000 Tegangan dalam shell element dilaporkan untuk kedua bagian atas dan bawah dari shell element. Bagian atas dan bawah dari elemen didefinisikan relatif terhadap sumbu lokal elemen-3. Sisi positif sumbu-3 dari elemen dianggap bagian atas elemen. Pada gambar 2.3, tegangan internal di bagian atas elemen termasuk tegangan pada joint A dan C dan tegangan internal pada bagian bawah elemen termasuk tegangan pada joint B dan D. Gambar 2.3 menggambarkan titik-titik dimana SAP2000 melaporkan nilai-nilai tegangan dalam shell element (CSI 2009). Tegangan geser transversal (S13 dan S23) yang dihitung oleh SAP2000 adalah nilai rata-rata. Tegangan geser transversal yang sebenarnya adalah distribusi parabola yang mana nol pada permukaan atas dan bawah serta memiliki maksimum atau nilai minimum pada permukaan tengah elemen. SAP2000 menunjukkan nilai rata-rata geser transversal. Sebuah pendekatan untuk tegangan geser transversal maksimum (atau minimum) adalah 1,5 kali tegangan geser rata-rata. Gambar 2.4 menggambarkan arah yang positif untuk tegangan dalam elemen yaitu S11, S22, 8

S12, S13 dan S23 serta arah positif untuk tegangan utama, S-Max dan S-Min, dan arah positif untuk tegangan geser transversal maksimum, S-Max-V. Untuk menentukan nilai dari, tegangan geser transversal maksimum, S-MaxV, dapat dihitung dari Persamaan 2.1 (CSI 2009). S Max V = S 13 2 + S 23 2 (2.1) Gambar 2.3 Titik tegangan pada Shell element Sumber: Contents and Index SAP2000 9

Gambar 2.4 Tegangan arah positif pada Shell element Sumber: Contents and Index SAP2000 2.4 Kinerja Struktur Gedung Tahan Gempa Sebagian besar bangunan tahan gempa direncanakan dengan prosedur yang ditulis dalam peraturan perencanaan bangunan (building codes). Peraturan dibuat untuk menjamin keselamatan penghuni terhadap gempa besar yang mungkin terjadi, dan untuk menghindari atau mengurangi kerusakan atau kerugian harta benda terhadap gempa sedang yang sering terjadi. Perencanaan tahan gempa berbasis kinerja (performance-based seismic design) merupakan proses yang dapat digunakan untuk perencanaan bangunan baru maupun perkuatan (upgrade) bangunan yang sudah ada, dengan pemahaman yang realistic terhadap resiko keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang mungkin terjadi akibat gempa yang akan datang. Proses perencanaan tahan gempa berbasis kinerja dimulai dengan membuat model rencana bangunan kemudian melakukan simulasi kinerjanya terhadap berbagai kejadian gempa. Setiap simulasi memberikan informasi tingkat kerusakan (level of damage), ketahanan struktur, sehingga dapat memperkirakan berapa besar 10

keselamatan (life), kesiapan pakai (occupancy) dan kerugian harta benda (economic loss) yang akan terjadi. Mengacu pada NEHRP & FEMA 273 (Gambar 2.5.) yang menjadi acuan klasik bagi perencanaan berbasis kinerja, maka kategori level kinerja struktur adalah: a. Operasional: Tidak ada kerusakan berarti pada struktur dan non-struktrur (bangunan tetap berfungsi). b. Segera dapat dipakai (IO: Immediate Occupancy), yaitu tidak ada kerusakan yang berarti pada struktur, dimana kekuatan dan kekakuannya kira-kira hampir sama dengan kondisi sebelum gempa. c. Keselamatan penghuni terjamin (LS: Life-Safety), yaitu terjadi kerusakan komponen struktur, kekakuan berkurang, tetapi masih mempunyai ambang yang cukup terhadap keruntuhan. Komponen non-struktur masih ada tetapi tidak berfungsi. Dapat dipakai lagi jika sudah dilakukan perbaikan. d. Terhindar dari keruntuhan total (CP: Collapse Prevention) yaitu kerusakan yang berarti pada komponen struktur dan non-struktur. Kekuatan struktur dan kekakuannya berkurang banyak, hampir runtuh. Kecelakaan akibat kejatuhan material bangunan yang rusak sangat mungkin terjadi Gambar 2.5 Ilustrasi Level Kinerja Struktur Berbasis Kinerja Sumber : FEMA 273 (1997) 11

Hal penting dari perencanaan berbasis kinerja adalah sasaran kinerja bangunan terhadap gempa dinyatakan secara jelas. Sasaran kinerja terdiri dari kejadian gempa rencana yang ditentukan (earthquake hazard), dan taraf kerusakan yang diijinkan atau level kinerja (performance level) dari bangunan terhadap kejadian gempa tersebut. Level Kinerja adalah pembatasan derajat kerusakan yang ditentukan oleh kerusakan fisik struktur dan elemen struktur sehingga tidak membahayakan keselamatan pengguna gedung ATC-40 memberi batasan rasio drift atap untuk berbagai macam tingkat kinerja struktur yang ditampilkan pada tabel 2.1 dimana Vi adalah gaya geser pada lantai kei, dan Pi adalah jumlah total beban grafitasi yang bekerja pada lantai ke-i (total beban mati dan beban hidup). Adalah suatu analisis statis nonlinier di mana pengaruh gempa rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban statis yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca elastik yang besar sampai mencapai kondisi plastik. Nonlinier statis pushover dianggap lebih unggul daripada analisis linier, seperti analisis klasik dengan beban lateral statis ekuivalen dan analisis superposisi modal, karena Nonlinier statis pushover secara jelas mempertimbangkan faktor inelastik setelah batas leleh (yield) komponen struktur pada waktu menahan intensitas gempa sedang dan besar. Nonlinier statis pushover juga lebih menarik daripada analisa dinamik nonlinier yang merupakan analisa paling kompleks di antara semua analisa gempa yang ada, karena Nonliner statis pushover menghasilkan perkiraan nilai tunggal besaran akibat goncangan gempa (seperti deformasi lateral, interstory drift, gaya dalam dan momen, dan rotasi sendi plastis) untuk desain atau evaluasi. Dari analisis ini didapat kurva kapasitas yang menunjukkan hubungan gaya geser dasar terhadap peralihan, yang memperlihatkan perubahan perilaku struktur dari linier menjadi nonlinier, berupa penurunan kekakuan yang diindikasikan 12

dengan penurunan kemiringan kurva akibat terbentuknya sendi plastis pada kolom dan balok. Tabel 2.1. Batasan Rasio Drift Atap Performance Level Parameter Damage Structural IO LS Control Stability Maksimum 0,01 0,01 s/d 0,02 0,02 0,33(Vi/Pi) Total Drift Maksimum 0,005 0,005 s/d No limit No limit Inelastik Drift 0,015 Sumber : ATC 40 2.4.1 Simpangan Batas SNI 1726-2012 pasal 7.8.6 mengatur simpangan antar lantai tingkat akibat gempa desain (Δ) harus sebagai perbedaan defleksi pada pusat masa di tingkat teratas dan terbawah yang ditinjau. Simpangan antar lantai desain (Δ), tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (Δα) = 0,02hsx, seperti didapatkan dari Tabel 2.2 pada lampiran A. Pengaruh retak pada komponen-komponen struktur akibat beban gempa juga harus diperhitungkan pada analisis struktur untuk memperhitungkan kekuatan gaya-gaya dalam dan simpangan pada struktur. Pada SNI 03-2847-2002 ditentukan momen inersia penampang komponen-komponen struktur utuh (Ig) harus dikalikan dengan suatu faktor reduksi. 2.4.2 Sendi Plastis Sendi plastis merupakan bentuk ketidakmampuan struktur khususnya balok menahan gaya dalam. Pemodelan sendi digunakan untuk mendefinisikan perilaku nonlinear force-displacement atau momen-rotasi yang dapat ditempatkan pada beberapa tempat berbeda di sepanjang bentang balok atau kolom. Pemodelan sendi adalah rigid dan tidak memiliki efek pada perilaku linier pada member. Dalam studi ini, elemen kolom menggunakan tipe sendi default-pmm, dengan pertimbangan 13

bahwa elemen kolom terdapat hubungan gaya aksial dengan momen (diagram interaksi P-M). Sedangkan untuk elemen balok menggunakan default-v2 dan default-m3, dengan dengan pertimbangan bahwa balok efektif menahan gaya geser pada sumbu 2 dan momen dalam arah sumbu kuat (sumbu-3), sehingga diharapkan sendi plastis terjadi pada balok. Sendi diasumsikan terletak pada masing-masing ujung pada elemen balok dan elemen kolom. Gambar 2.6 Grafik Hubungan Gaya Dengan Perpindahan Sumber : CSI 2007 Hubungan gaya dengan perpindahan ditampilkan pada Gambar 2.7 menunjukkan perilaku sendi plastis pada FEMA 356. Grafik tersebut juga berlaku untuk hubungan momen dengan rotasi. Properti sendi yang digunakan dapat dihitung secara otomatis dengan automatic hinge dalam program SAP2000 v17 sesuai material dan properti penampang yang digunakan sesuai FEMA 356 (CSI 2007). Pada program SAP 2000 v17, warna untuk setiap kondisi sendi plastis adalah sebagai berikut: A : Awal pembebanan, belum terbentuk sendi plastis. B : Batas elastis, sendi plastis pertama terbentuk dalam warna merah muda. IO : Immediate Occupancy, sendi plastis terbentuk dalam warna biru tua. LS: Life Safety, sendi plastis terbentuk dalam warna biru muda. CP: Collapse Prevention, sendi plastis terbentuk dalam warna hijau. C : Collapse, sendi plastis terbentuk dalam warna kuning. D : Residual point, sendi plastis terbentuk dalam warna orange. 14

E : Runtuh, sendi plastis terbentuk dalam warna merah. 2.5 Mekanisme Keruntuhan Gedung Untuk menghindari keruntuhan total maka harus direncanakan suatu mekanisme keruntuhan struktur bangunan yang aman, yaitu saat terjadi gempa tidak mengakibatkan keruntuhan total (collapse) pada bangunan. Berdasarkan terbentuknya sendi plastis pada elemen struktur maka ada dua tipe mekanisme keruntuhan yang biasa terjadi pada analisis statis sebagai batasan analisis yaitu mekanisme keruntuhan balok (beam sway mechanism) dan mekanisme keruntuhan kolom (column sway mechanism) (Lumantarna, 2010). Beam sway mechanism merupakan tipe keruntuhan yang disyaratkan SNI 03-1726-2002 yang mana mekanisme ini hanya dapat terjadi jika kekuatan kolom lebih besar dari balok, dimana dalam konsep desain kapasitas hal tesebut dikenal dengan persyaratan kolom kuat balok lemah. Mekanisme tipe keruntuhan beam sway mechanism lebih dikehendaki daripada column sway mechanism, karena beberapa alasan berikut: 1. Pada balok jumlah sendi plastis yang terbentuk lebih banyak sehingga energi yang dipancarkan akan semakin banyak dan merata. 2. Sendi plastis yang terjadi pada kolom akan terbentuk hanya pada ujungujung kolom pada suatu lantai saja sehingga pemencaran energi hanya terjadi pada sejumlah kecil elemen. 3. Daktilitas kurvatur yang dituntut dari balok untuk menghasilkan daktilitas struktur tertentu, pada umumnya jauh lebih mudah dipenuhi daripada kolom yang seringkali tidak memiliki cukup daktilitas akibat besarnya gaya aksial tekan yang bekerja. Mekanisme keruntuhan beam sway mechanism dan column sway mechanism dapat dilihat pada kedua ilustrasi yang ditampilkan pada Gambar 2.9. 15

a) Beam Sway Mechanism b) Column Sway Mechanism Gambar 2.7 Mekanisme Keruntuhan Gedung Sumber: Lumantarna dan Muljati (2010) 2.6 Metode Analisis Pushover Metode analisis pushover ATC-40 (1996) merupakan salah satu komponen performance based design yang menjadi sarana untuk mengetahui kapasitas suatu struktur. Dasar dari metode ini sangat sederhana, yaitu memberikan pola beban statis tertentu dalam arah lateral yang besarnya ditingkatkan secara terus menerus sampai struktur tersebut mencapai target perpindahan tertentu atau mencapai pola keruntuhan tertentu. Dari hasil analisis, dapat digambarkan hubungan antara gaya geser dasar dan simpangan atap, hubungan tersebut kemudian dipetakan sebagai kurva kapasitas struktur. Selain itu, analisis pushover juga dapat memperlihatkan secara visual perilaku struktur pada saat kondisi elastis, plastis dan sampai terjadinya keruntuhan pada elemen-elemen strukturnya.(dewobroto, 2004) Analisis pushover adalah suatu cara analisis statis non-linier dimana pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur bangunan gedung dianggap sebagai beban-beban statis yang menangkap pada pusat massa masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-angsur sampai melampaui pembebanan yang menyebabkan terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama di dalam struktur bangunan gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut mengalami perubahan bentuk pasca elastis yang besar sampai mencapai kondisi plastis.(dewobroto, 2004) Analisis dilakukan dengan memberikan suatu pola beban lateral statis pada struktur yang kemudian secara bertahap ditingkatkan dengan faktor pengali sampai satu target perpindahan lateral dari suatu titik acuan tercapai. Pada proses pushover, struktur didorong sampai mengalami leleh di satu atau lebih lokasi di struktur tersebut. Kurva kapasitas akan memperlihatkan suatu kondisi linier sebelum 16

mencapai kondisi leleh dan selanjutnya berperilaku non-linier. Kurva pushover dipengaruhi oleh pola distibusi gaya lateral yang digunakan sebagai beban dorong. Analisis Statis Nonlinier Pushover dilakukan dengan beberapa tujuan, antara lain: Untuk mengetahui gaya geser dasar maksimum yang mampu ditahan oleh struktur, perpindahan pada kondisi leleh pertama dan ultimit dan mekanisme keruntuhan terhadap gempa. Untuk mengetahui perpindahan dalam satu arah dan daktilitas struktur. Untuk mengestimasi bagian struktur yang lebih banyak mengalami kerusakan selama respon gempa nonlinear. Dalam melakukan Analisis Nonlinier Statis Pushover perlu dilakukan penentuan letak sendi plastis pada ujung-ujung balok dan kolom karena perilaku sendi plastis pada elemen-elemen struktur mempengaruhi kinerja struktur secara global (CSI, 2007). 2.7 Titik Kinerja Kriteria evaluasi kinerja kondisi bangunan didasarkan pada gaya dan deformasi yang terjadi ketika perpindahan titik kontrol berada pada titik kinerja. Jadi titik kinerja sangat penting peranannya bagi perencanaan berbasis kinerja. Ada beberapa cara menentukan titik kinerja, dua yang cukup terkenal adalah metode Displacement Coeficient FEMA 356 dan 440 dan metode Capacity Spectrum ATC 40. 2.7.1 Metode Displacement Coefficient (FEMA 356) Pada metode displacement coefficient (FEMA 356) titik kinerja berada pada koordinat target perpindahan dan gaya geser dasar yang terjadi pada target perpindahan tersebut, perhitungan dilakukan dengan memodifikasi respons elastik linier sistem struktur SDOF ekuivalen dengan faktor modifikasi C0, C1, C2 dan C3 sehingga dapat dihitung target perpindahannya, dengan menetapkan dahulu waktu getar efektif (Te) untuk memperhitungkan kondisi inelastik struktur gedung (Gambar 2.8). 17

δ T = C 0. C 1. C 2. C 3. S a ( T e 2. π ) 2 g (2.2) Dimana : δt : Target perpindahan. Te : Waktu getar alami efektif. C0 : Faktor modifikasi untuk mengkonversi spectral displacement struktur SDOF ekuivalen menjadi roof displacement struktur sistem MDOF, sesuai Table 3-2 FEMA 356 C1 : Faktor modifikasi untuk menghubungkan peralihan inelastik maksimum dengan peralihan respons elastik linier. Nilai C1 = 1,0 untuk Te Ts dan untuk Te < Ts : C 1 = [1 + (R 1) T s T e ] R (2.3) C2 : Faktor modifikasi untuk memperlihatkan pinched hysteresis shape, degradasi kekakuan dan penurunan kekuatan pada respon peralihan maksimum, sesuai FEMA 356. C3 : Faktor modifikasi untuk memperlihatkan kenaikan peralihan akibat efek p-delta. Untuk gedung dengan perilaku kekakuan pasca-leleh bernilai positif maka C3 = 1,0. Sedangkan untuk gedung dengan perilaku kekakuan pasca-leleh negatif, C 3 = 1,0 + α (R 1)3 2 (2.4) T e R adalah strength ratio, besarnya dapat dihitung dengan persamaan : R = S a V y W C m (2.5) Sa : Akselerasi spektrum respons pada waktu getar alami fundamental efektif dan rasio redaman pada arah yang ditinjau. Vy : Gaya geser dasar pada saat leleh. W : Berat efektif seismic. Cm : Faktor massa efektif. 18

α : Rasio kekakuan pasca leleh dengan kekakuan elastik efektif, dimana hubungan gaya peralihan nonlinier diidealisasikan sebagai kurva bilinier (Gambar 2.8). Ts : Waktu getar karakteristik respons spektrum. g : Percepatan gravitasi 9,81 m/det². Gambar 2.8 Idealisasi kurva kapasitas (force-displacement). Sumber : FEMA 356 2.7.2 Metode Displacement Coefficient (FEMA 440) Metode Displacement Coefficient FEMA 440 merupakan Metode Displacement Coefficient FEMA 356 yang telah dimodifikasi dan diperbaiki. Persamaan yang digunakan untuk menghitung target perpindahan tetap sama, yaitu sesuai persamaan (2.1). Akan tetapi mengalami modifikasi dan perbaikan dalam menghitung faktor C1 dan C2 berikut ini: 19

C 1 = 1 + R 1 a. T e 2 (2.6) Nilai konstanta a adalah 130, 90 dan 60 untuk site kategori B, C dan D. Untuk waktu getar < 0,2 detik maka nilai C1 pada 0,2 detik dapat dipakai, sedangkan untuk waktu getar > 1 detik maka C1 = 1,0. C 2 = 1 + 1 800 (R 1 2 ) T e (2.7) Untuk waktu getar < 0,2 detik maka nilai C2 pada 0,2 detik dapat dipakai, sedangkan untuk waktu getar > 0,7 detik maka C2 = 1,0. 2.7.3 Metode Capacity Spectrum (ATC40) Pada metode capacity spectrum ATC40 proses dimulai dengan menghasilkan kurva hubungan gaya perpindahan yang memperhitungkan kondisi inelastis struktur. Proses tersebut sama dengan Metode Displacement Coefficient, tetapi hasilnya diplot ke dalam format ADRS (acceleration displacement response spectrum). Format tersebut adalah konversi sederhana dari kurva hubungan gaya geser dasar dengan perpindahan dengan menggunakan properti sistem dinamis dan hasilnya disebut sebagai kurva kapasitas struktur. Gerakan tanah gempa juga dikonversi ke dalam format ADRS. Hal itu menyebabkan kurva kapasitas dapat diplot-kan pada sumbu yang sama sebagai gaya gempa perlu. Pada format tersebut waktu getar ditunjukkan sebagai garis radial dari titik pusat sumbu. Waktu getar ekuivalen (Te) dianggap sebagai waktu getar tepat dimana gerakan tanah gempa perlu yang direduksi karena adanya efek redaman ekuivalen bertemu pada kurva kapasitas. Karena waktu getar ekuivalen dan redaman merupakan fungsi dari perpindahan maka penyelesaian untuk mendapatkan perpindahan inelastik maksimum atau titik kinerja (Performance Point) adalah bersifat iteratif. ATC-40 menetapkan batas redaman ekuivalen untuk mengantisipasi adanya penurunan kekuatan dan kekakuan yang bersifat gradual. 20

Gambar 2.9 Penentuan titik kinerja (performance point) meurut metode capacity spectrum ATC40 Sumber : ATC 40 2.8 Penelitian Tentang Kinerja Dinding Geser Penelitian tentang kinerja dinding geser telah banyak dilakukan dan masih tetap dilakukan karena perilaku dinding geser terhadap perilaku struktur secara keseluruhan sangat menarik untuk diteliti dan untuk mendapatkan pemodelan yang relevan dengan perilaku dinding geser pada kenyataan di lapangan. Berikut beberapa penelitian yang berkaitan. 2.8.1 Rana, Rahul (2004) Kinerja dari gedung beton bertulang sembilan belas lantai dengan dinding geser. Mereka melakukan analisis pushover dengan bantuan program SAP2000 dan ETABS. Gedung yang didesain terletak di Kota San Fransisco dengan luas bangunan 430.000 ft 2. Analisis kinerja dengan metode pushover dilakukan untuk mengetahui performa dari gedung. Analisis nonlinear adalah salah satu metode yang memungkinkan untuk mengetahui kinerja struktur terhadap gempa kuat. (Rana, Rahul 2004) Gedung yang ditinjau oleh Rana, Rahul dkk merupakan gedung beton bertulang sembilan belas lantai dengan dinding geser. Gedung dengan tinggi total 240 ft, dan luas kotor bangunan 430.000 ft 2, untuk 21

lebih jelas dapat dilihat pada gambar 2.11 mengenai geometri dan letak dinding geser bangunan. Biasanya gedung dengan tinggi 240 ft di wilayah gempa 4 akan menggunakan kombinasi dinding geser dengan rangka pemikul momen sebagai penahan beban lateral. Tetapi dengan adanya beberapa fitur arsitektur sehingga membuat penggunaan rangka pemikul momen menjadi sulit. Pertama, ruang terbuka sepanjang 60 ft membatasi jumlah rangka pemikul momen. Kedua, pada arah tenggara bangunan terdapat dua kolom pembatas yang tidak terhubung pada lantai enam bangunan dan enam kolom baru yang digunakan sebagai kolom tambahan dengan kemiringan vertikal 20 derajat. Tebal dinding geser 15 in pada lantai ke-15 sampai atap, dan 27 in pada lantai ke-14 kebawah kecuali dinding transversal pada bagian timur gedung yang memiliki ketebalan 36 in pada lantai ke-6 sampai kedasar bangunan. Dinding geser dimodel sebagai layered shell element dan equivalent frame element. Pada penggunaan shell element sendi plastis nonlinear tidak dapat ditetapkan pada model, sedangakan pada penggunaan equivalent frame element penetapan sendi plastis dapat dilakukan. Dinding geser dimodelkan sebagai rangka denga cara menghubungkan rangka ekuivalen dan lantai dengan rigid links pada sisi dinding geser tanpa openingan, atau dengan balok dengan rigid end offsets diatas openingan dinding geser. Verivikasi analisis dilakukan dengan cara membandingkan periode modal setiap model, hasil yang diperoleh yaitu model dengan equivalent frame element memiliki periode lebih besar 5,8 % dari model shell element. Kinerja gedung dilihat pada kurva kapasitas yang diperoleh dari analisis pushover (gambar 2.10). Pada titik kinerja diketahui bahwa beberapa sendi plastis pada gedung telah mengalami kelelehan. Sendi putar plastis ditemukan sesuai dengan yang dihitung oleh program SAP2000 telah dikonfirmasi sesuai batas yang dikeluarkan oleh FEMA dan ATC untuk perencanaan pada batas life safety. Sesuai yang ditunjukan oleh Chopra (2001), bahwa analisis pushover terbatas dalam perghitungan sendi putar plastis. Namun drift antar lantai menjadi 22

indikator yang lebih relevan dari kinerja bangunan. Drift antar tingkat rata-rata pada saat titik kinerja ditunjukan pada tabel 2.2. Rata-rata dari nilai drift antar tingkat berada dibawah nilai yang direkomendasikan oleh FEMA. Gambar 2.10 Kurva Kapasitas Pushover Sumber : Pushover Analysis Of A 19 Story Concrete Shear Wall Building, Rana, R. 2004 Tabel 2.2 Rata-Rata Simpangan Atap Saat Mencapai Titik Kinerja Sumber : Pushover Analysis Of A 19 Story Concrete Shear Wall Building, Rana, R. 2004 23

2.8.2 Y.M. Fahjan (2010) Y.M. Fahjan, dkk melakukan percobaan untuk mencari metode pemodelan analisis nonlinear pada gedung beton bertulang dengan dinding geser. Dalam analisis nonlinear, model material nonliniear dari rangka mid-pear pada umumnya didasarkan pada konsep sendi plastis yang terletak pada zona plastis di ujung dari elemen struktur atau tersebar disepanjang bentang elemen. Perilaku nonlinear pada shell element pada umumnya dimodel sebagai multi layer shell element dengan model material yang berlapis. (Y.M Fahjan, 2010) Struktur yang ditinjau merupakan gedung sekolah yang sudah berdiri. Struktur gedung memiliki lima tingkat dengan tinggi masingmasing tingkat 3,5 m. Gedung berada pada zona gempa satu, dengan profil tanah Z2 dan faktor keutamaan gedung (I) 1,5. Kurva spektrum desain disesuaikan dengan standar gempa Turki. Dalam penilitiannya Y.M. Fahjan membuat model dinding geser dengan rangka mid-pear dan dengan shell element. Rangka mid-pear diasumsikan dengan sendi plastis PMM, sedangkan multi layer shell element dimodelkan sebagai layered shell dengan menggunakan bantuan program SAP2000. Rangka mid-pear dimodel dengan dua metode berbeda, pertama dimodel dengan sendi plastis berdasarkan FEMA 356, kedua dimodel dengan sendi plastis berdasarkan hasil perhitungan dari model potongan layered shell. Kurva pushover untuk ketiga model ditunjukan oleh gambar 2.12. Untuk menghitung kinerja, kurva pushover dikonversi menjadi kurva kapasitas menggunakan mode program. Titik kinerja yang diperoleh sesuai peraturan gempa Turki ketiga model adalah 0,107 m. Drift antar tingkat pada saat titik kinerja ketiga model memiliki nilai yang identik dan memiliki nilai simpangan atap yang sama ditunjukan pada gambar 2.13. 24

Gambar 2.11 Kurva Kapasitas Pushover Sumber : Nonlinear Analysis Methods for Reinforced Concrete Buildings with Shear walls, Y.M. Fahjan, 2010 Gambar 2.12 Drift Antar Tingkat Sumber : Nonlinear Analysis Methods for Reinforced Concrete Buildings with Shear walls, Y.M. Fahjan, 2010 25