STRATEGI ADAPTIF REKAYASA STRUKTUR PADA GEDUNG EX-BI SEMARANG DALAM UPAYA KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH

dokumen-dokumen yang mirip
UPAYA PERKUATAN STRUKTUR BANGUNAN NON-ENGINEERED MASJID DARUSSALAM KALINYAMATAN JEPARA

EVALUASI KEKUATAN STRUKTUR YANG SUDAH BERDIRI DENGAN UJI ANALISIS DAN UJI BEBAN (STUDI KASUS GEDUNG SETDA KABUPATEN BREBES)

POLA PENURUNAN STRUKTUR PELAT LANTAI GUDANG RETAIL PADA TANAH LUNAK DI KAWASAN INDUSTRI WIJAYAKUSUMA SEMARANG (150G)

PENGARUH VARIASI MODEL TERHADAP RESPONS BEBAN DAN LENDUTAN PADA RANGKA KUDA-KUDA BETON KOMPOSIT TULANGAN BAMBU

ANALISIS KEKUATAN BETON PASCABAKAR DENGAN METODE NUMERIK

Pengaruh Korosi Tulangan Balok Beton Bertulang Terhadap Kuat Lentur Berbasis Waktu Dengan Menggunakan Software LUSAS

PERMASALAHAN STRUKTUR ATAP, LANTAI DAN DINDING

BAB V PEMBAHASAN 5.1 STRUKTUR BETON

BAB VII PEMBAHASAN MASALAH KERETAKAN PADA BETON. Beton merupakan elemen struktur bangunan yang telah dikenal dan banyak

BAB I PENDAHULUAN. digunakan di Indonesia dalam pembangunan fisik. Karena sifat nya yang unik. pembuatan, cara evaluasi dan variasi penambahan bahan.

BAB I PENDAHULUAN. pozolanik) sebetulnya telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada masa sekarang, dapat dikatakan penggunaan beton dapat kita jumpai

PERKUATAN KOLOM YANG MIRING AKIBAT GEMPA BUMI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN KUAT GESER DAN KUAT LENTUR BALOK BETON ABU KETEL MUTU TINGGI DENGAN TAMBAHAN ACCELERATOR

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB IV ANALISA PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan pada setiap bidang kehidupan pada era globalisasi saat ini

Evaluasi Kerusakan Beton Bertulang pada Kolom Bangunan Gedung Bekas Mess Korem 012/TU Ujong Karang Meulaboh Akibat Terkena Tsunami

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN PENAMBAHAN KAWAT YANG DIPASANG LONGITUDINAL DI BAGIAN TULANGAN TARIK.

BAB I PENDAHULUAN. penyusunnya yang mudah di dapat, dan juga tahan lama. Beton ringan adalah beton yang memiliki berat jenis yang lebih ringan dari

ABSTRAK. Kata Kunci: gempa, kolom dan balok, lentur, geser, rekomendasi perbaikan.

LAPORAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT PENILAIAN KELAYAKAN FISIK BANGUNAN PASAR DI PASAR GIANYAR KABUPATEN GIANYAR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang. Beton didapat dari pencampuran bahan-bahan agregat halus, agregat kasar,

KUAT LENTUR PROFIL LIPPED CHANNEL BERPENGAKU DENGAN PENGISI BETON RINGAN BERAGREGAT KASAR AUTOCLAVED AERATED CONCRETE HEBEL

PENGARUH LUBANG DALAM BETON TERHADAP KEKUATAN MEMIKUL BEBAN AKSIAL

STUDI EKSPERIMEN KAPASITAS TARIK DAN LENTUR PENJEPIT CONFINEMENT KOLOM BETON

PENGUJIAN KAPASITAS LENTUR DAN KAPASITAS TUMPU KONSTRUKSI DINDING ALTERNATIF BERBAHAN DASAR EPOXY POLYSTYRENE (EPS)

III. METODE PENELITIAN

KEGAGALAN STRUKTUR DAN PENANGANANNYA

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Dunia konstruksi bangunan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan

Ganter Bridge, 1980, Swiss. Perencanaan Struktur Beton Bertulang

BAB I PENDAHULUAN. Istimewa Yogyakarta pada khususnya semakin meningkat. Populasi penduduk

BAB 3 METODE PENELITIAN

PERBANDINGAN KUAT TARIK LENTUR BETON BERTULANG BALOK UTUH DENGAN BALOK YANG DIPERKUAT MENGGUNAKAN CHEMICAL ANCHOR

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. portland atau semen hidrolik yang lain, dan air, kadang-kadang dengan bahan tambahan

BAB I PENDAHULUAN. lain biaya (cost), kekakuan (stiffness), kekuatan (strength), kestabilan (stability)

BAB I PENDAHULUAN. ekonomis, lebih tahan akan cuaca, lebih tahan korosi dan lebih murah. karena gaya inersia yang terjadi menjadi lebih kecil.

PENGARUH VARIASI DIMENSI BENDA UJI TERHADAP KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANG

PENERAPAN METODE SCHMIDT HAMMER TEST DAN CORE DRILLED TEST UNTUK EVALUASI KUAT TEKAN BETON PADA RUANG IGD RSGM UNSRAT GUNA ALIH FUNGSI BANGUNAN

> NORMAL CONCRETE MIX DESIGN <

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

KUAT TEKAN BETON DENGAN VARIASI AGREGAT YANG BERASAL DARI BEBERAPA TEMPAT DI SULAWESI UTARA

STUDI PENGARUH PEMASANGAN ANGKUR DARI KOLOM KE DINDING BATA PADA RUMAH SEDERHANA AKIBAT BEBAN GEMPA ABSTRAK

EVALUASI STRUKTUR GEDUNG BANK PAPUA CABANG MANOKWARI PASCA GEMPA 7 JANUARI 2008

PERENCANAAN STRUKTUR GEDUNG PUSAT GROSIR BARANG SENI DI JALAN Dr. CIPTO SEMARANG

KAJIAN PERILAKU LENTUR PELAT KERAMIK BETON (KERATON) (064M)

BAB I PENDAHULUAN. yang berupa batu kerikil dan agregat halus yang berupa pasir yang kemudian

PENGARUH VARIASI LUAS PIPA PADA ELEMEN BALOK BETON BERTULANG TERHADAP KUAT LENTUR

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Perkembangan yang. perkuatan untuk elemen struktur beton bertulang bangunan.

PENGGUNAAN PASIR WEOL SEBAGAI BAHAN CAMPURAN MORTAR DAN BETON STRUKTURAL

PERKUATAN KOLOM BETON BERTULANG DENGAN FIBER GLASS JACKET PADA KONDISI KERUNTUHAN TARIK

BAB I PENDAHULUAN. baja sehingga menghasilkan beton yang lebih baik. akan menghasilkan beton jadi yang keropos atau porous, permeabilitas yang

PERBANDINGAN KUAT LENTUR DUA ARAH PLAT BETON BERTULANGAN BAMBU RANGKAP LAPIS STYROFOAM

PERILAKU STRUKTUR BETON BERTULANG AKIBAT PEMBEBANAN SIKLIK

BAB I PENDAHULUAN. belum tentu kuat untuk menahan beban yang ada. membutuhkan suatu perkuatan karena kolom menahan balok yang memikul

BAB III METODE PENELITIAN. Mulai. Identifikasi Masalah. Pengumpulan Data. Pengolahan Data. Penyajian Data. Perbandingan Data.

KAJIAN STRUKTUR KUBAH MASJID DI SURABAYA

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

PEMANFAATAN SERBUK KACA SEBAGAI SUBSTITUSI PARSIAL SEMEN PADA CAMPURAN BETON DITINJAU DARI KEKUATAN TEKAN DAN KEKUATAN TARIK BELAH BETON

BAB I PENDAHULUAN. campuran tertentu. Beton merupakan satu kesatuan yang homogen. Beton

PENGARUH JARAK SENGKANG TERHADAP KAPASITAS BEBAN AKSIAL MAKSIMUM KOLOM BETON BERPENAMPANG LINGKARAN DAN SEGI EMPAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB V PELAKSANAAN PEKERJAAN. Pekerjaan persiapan berupa Bahan bangunan merupakan elemen

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMERIKSAAN KUAT TEKAN DAN MODULUS ELASTISITAS BETON BERAGREGAT KASAR BATU RINGAN APE DARI KEPULAUAN TALAUD

BAB III METODOLOGI. penjelas dalam suatu perumusan masalah. Data sekunder berupa perhitungan

AUDIT FORENSIK KONSTRUKSI DAN PERBAIKAN STRUKTUR GEDUNG APARTEMEN AKIBAT PEMBANGUNAN YANG TERHENTI DAN PENAMBAHAN LANTAI

BAB VI KONSTRUKSI KOLOM

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen portland komposit

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Di zaman sekarang, perkembangan ilmu dan teknologi pada setiap bidang

BAB II TEKNOLOGI BAHAN DAN KONSTRUKSI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidrasi dan menghasilkan suatu pengerasan dan pertambahan kekuatan.

BAB 1. PENGENALAN BETON BERTULANG

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha 1

BAB III METODOLOGI Tinjauan Umum

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III PERENCANAAN PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN

KAJIAN KUAT TEKAN BETON DAN KUAT TARIK BAJA TULANGAN GEDUNG TEKNIK ARSITEKTUR DAN ELEKTRO UNIVERSITAS SAM RATULANGI MANADO PASCA KEBAKARAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Seiring dengan laju pembangunan yang semakin pesat, beton telah banyak

BAB I PENDAHULUAN. Beton adalah material buatan yang sejak dahulu telah digunakan dalam bidang

III. METODOLOGI PENELITIAN. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Tim Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Kristen Petra. [pic] Gambar 1 Tampak Depan Gedung Gereja.

Jurnal Teknik Sipil No. 1 Vol. 1, Agustus 2014

TINJAUAN KUAT LENTUR BALOK BETON BERTULANGAN BAMBU LAMINASI DAN BALOK BETON BERTULANGAN BAJA PADA SIMPLE BEAM. Naskah Publikasi

BAB 4 PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA

KAJIAN EKSPERIMENTAL POLA RETAK PADA PORTAL BETON BERTULANG AKIBAT BEBAN QUASI CYCLIC ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk yang banyak, menurut

BAB III METODOLOGI. Berikut adalah bagan flowchart metodologi yang digunakan dalam penyelesaian Tugas Akhir ini. . Gambar 3.1. Flowchart Metodologi

Jumadi 1) M. Yusuf 2 : Hj. Vivi Bachtiar, ST. MT 2

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Transkripsi:

Konferensi Nasional Teknik Sipil 3 (KoNTekS 3) Jakarta, 6 7 Mei 2009 STRATEGI ADAPTIF REKAYASA PADA GEDUNG EX-BI SEMARANG DALAM UPAYA KONSERVASI BANGUNAN BERSEJARAH Himawan Indarto 1, Hanggoro Tri Cahyo A. 2, dan R. Arwanto 1 1 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Diponegoro (UNDIP), Semarang 2 Dosen Jurusan Teknik Sipil, Universitas Negeri Semarang (UNNES) E-mail : hangs.geotek@yahoo.com ABSTRAK Secara umum, jika suatu struktur bangunan sudah melewati umur rencana dapat dipastikan kapasitasnya di dalam memikul beban akan berkurang. Sehingga upaya konservasi dengan menyesuaikan peruntukannya agar bangunan bersejarah lebih bermanfaat dan bertahan merupakan langkah yang realistis daripada pembiaran yang berujung pada kerusakan karena kurangnya perawatan. Pemikiran ini yang melatarbelakangi PT. Bank Jateng untuk memanfaatkan aset gedung bekas NV de Javasche Bank (1927) atau Bank Indonesia Semarang sebagai gedung arsip pada tahun 2006. Selain faktor biaya perawatan yang tidak sedikit, kondisi banjir air pasang (rob) yang semakin parah merupakan salah satu alasan dilakukannya upaya konservasi. Hasil investigasi struktur menunjukan pada ruangan-ruangan yang lembab terutama yang tergenang oleh air rob dijumpai kerusakan yang cukup parah pada elemen pelat seperti retak permukaan atau pengelupasan beton, serta tulangan yang berkarat. Hasil pengujian sampel material pelat beton hasil core drill, menunjukan kekuatan tekan beton hanya sekitar 70 kg/cm 2, berat jenis 2,19 ton/m 3 dan nilai absorpsi 12,2%. Sedangkan dari uji pembebanan pada pelat dan balok struktur, hasil kurva hubungan antara beban dan lendutan menunjukan bahwa beban tambahan maksimum yang dapat dipikul oleh struktur adalah sekitar 125 kg/m 2. Berdasarkan besar beban tambahan yang dapat dipikul, dalam jangka pendek solusi adaptasi pembebanan struktur dapat menjadi pilihan agar bangunan tetap dapat difungsikan sebagai gedung arsip tanpa melakukan perkuatan struktur yang berarti. Kata kunci : konservasi bangunan, bangunan bersejarah, rekayasa struktur 1. PENDAHULUAN Gedung bekas Bank Indonesia (BI) Jalan Pemuda No. 3 Semarang yang diarsiteki oleh H. Th. Karsten pada awalnya digunakan oleh NV de Javasche Bank pada tahun 1927 (Gambar 1). Mengacu pada standar dan praktek perencanaan struktur bangunan yang ada, umur rencana rata-rata bangunan di Indonesia adalah 50 tahun. Ini berarti bahwa bangunan tersebut sudah melewati umur rencananya. Secara umum, jika suatu struktur bangunan sudah melewati umur rencananya, dapat dipastikan kapasitasnya di dalam memikul beban akan berkurang. Hal ini disebabkan karena adanya degradasi kekuatan dari material yang digunakan. Kerusakan pada elemen-elemen struktur karena kurangnya perawatan, akan semakin mengurangi kapasitas kekuatan daya dukung struktur. Selain itu kondisi penurunan tanah di sekitar lokasi gedung yang disebabkan oleh pengambilan air tanah yang berlebihan, konsolidasi tanah aluvial serta bertambahnya beban bangunan disekitar lokasi turut memperparah kondisi dengan terjadinya dampak banjir air pasang (rob). Menurut Marfai dan King (2007) pada tahun 2020 kondisi daerah yang 1,5-2,0 meter di bawah permukaan laut mencapai 27,5 ha (termasuk lokasi Gedung Ex-BI Semarang) dengan asumsi laju penurunan tanah linear dan tidak ada upaya mengantisipasi penurunan tanah. Konservasi bangunan bersejarah merupakan upaya pemeliharaan dan perlindungan tempat-tempat yang indah dan berharga, agar tidak hancur atau berubah sampai batas-batas yang wajar. Menekankan pada penggunaan kembali bangunan lama agar tidak terlantar, lebih bermanfaat dan bertahan. Bangunan yang digunakan kembali dapat sesuai dengan fungsi semula atau menyesuaikan dengan fungsi yang baru. Pemikiran ini yang melatarbelakangi PT. Bank Jateng pada tahun 2006 untuk memanfaatkan aset gedung Ex-BI Semarang sebagai gedung arsip. Perubahan fungsi ruangan, dalam hal ini akan digunakannya lantai II bangunan sebagai ruang untuk penyimpanan arsip akan menyebabkan pembebanan yang berlebihan pada struktur. Menurut SNI 03-1727-1989-F, Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung, ruang penyimpanan arsip harus diperhitungkan untuk mampu memikul beban hidup minimum sebesar 400 kg/m 2. Dengan demikian, tanpa kekuatan yang memadai dari struktur, pembebanan ini dapat menyebabkan terjadinya kerusakan pada elemen-elemen struktur, atau bahkan mungkin kegagalan dari struktur. Dengan mempertimbangkan umur bangunan yang cukup tua serta adanya perubahan fungsi ruangan, maka sebelum bangunan Gedung Ex-BI Semarang ini difungsikan kembali, perlu kiranya dilakukan investigasi awal terhadap kekuatan struktur dari bangunan ini. Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 91

Himawan Indarto, Hanggoro Tri Cahyo A., dan R. Arwanto Gambar 1. Gedung Ex-Bank Indonesia Semarang. Investigasi yang berhubungan dengan kekuatan struktur Gedung Ex-BI Semarang perlu dilakukan. Dari hasil investigasi ini diharapkan dapat diketahui tingkat kerusakan dan kekuatannya, serta apakah pada elemen-elemen struktur bangunan perlu adanya perbaikan dan perkuatan struktur. Investigasi ini bertujuan untuk mengevaluasi sisa kekuatan struktur, sebelum dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan atau merenovasi struktur bangunan. Lingkup investigasi untuk menilai kekuatan struktur Gedung Ex-BI Semarang meliputi beberapa hal, antara lain : 1. Melakukan pengujian kekuatan struktur, terutama elemen pelat, balok, dan kolom, baik pengujian di lapangan secara langsung maupun pengujian di laboratorium bahan dan konstruksi. 2. Data-data hasil pengujian digunakan untuk keperluan peninjauan ulang kekuatan struktur berdasarkan beban yang direncanakan. 3. Melakukan penelitian terhadap kelayakan struktur dengan memperhatikan kondisi kerusakan struktur dan kualitas bahan di lapangan. 2. RANCANGAN KEGIATAN INVESTIGASI Dalam SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, disebutkan bahwa jika ditemui keraguan mengenai keamanan dari suatu struktur atau komponen struktur, perlu adanya penelitian terhadap kekuatan struktur dengan cara analisis ataupun dengan cara uji beban, atau dengan kombinasi analisis dan uji beban. Dalam kasus bangunan Gedung Ex-BI Semarang, pengaruh defisiensi kekuatan struktur tidak diketahui dengan baik dan sifat bahan yang dibutuhkan untuk tujuan analisis tidak memungkinkan untuk diukur nilainya. Kegiatan investigasi untuk memeriksa kekuatan struktur Gedung Ex-BI Semarang dilakukan dalam dua tahapan, yaitu tahapan umum dan tahapan rinci. Rancangan investigasi kekuatan struktur diperlihatkan pada Gambar 2. Pada tahapan umum dilakukan pengamatan secara visual di lapangan. Tujuan dari pengamatan visual ini adalah untuk mengetahui kondisi dari struktur. Dari pengamatan secara visual ini akan diketahui tingkat kerusakan dari struktur, serta untuk mengetahui tempat-tempat pada struktur yang mengalami kerusakan kritis. Kerusakan pada elemenelemen struktur akan mengurangi kekuatan atau daya dukung bangunan di dalam menjalankan fungsinya. Setelah diketahui kondisi kerusakan pada struktur, untuk selanjutnya akan dilakukan investigasi yang lebih rinci di lapangan dan di laboratorium bahan dan konstruksi, untuk mengetahui kapasitas kekuatan dari struktur bangunan akibat kerusakan dan degradasi kekuatan material. Pada investigasi ini, data-data yang akan digunakan untuk mengevaluasi kekuatan struktur didapat dari pengamatan atau pemeriksaan secara langsung di lapangan dan dari pengujian material bangunan di laboratorium. Pengamatan di lapangan dilakukan dengan pemeriksaan secara visual dan pengujian tidak merusak (non-distructive test), sedangkan pengamatan di laboratorium dilakukan dengan pengujian merusak (distructive test) untuk memeriksaan sampel bahan beton yang diambil dari elemen struktur. S - 92 Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Strategi Adaptif Rekayasa Struktur pada Gedung Ex-BI Semarang dalam Upaya Konservasi Bangunan Bersejarah SURVEI KONDISI BANGUNAN PENGUKURAN DENAH DAN ELEMEN PEMERIKSAAN KERUSAKAN PADA ELEMEN-ELEMEN PENETAPAN LOKASI KRITIS PADA PENGUJIAN PEMBEBANAN PADA SISTEM PENILAIAN KAPASITAS TAHAPAN UMUM TAHAPAN RINCI PENETAPAN TEMPAT DENGAN TINGKAT RISIKO TINGGI BERDASARKAN KONDISI PENGUJIAN DI LAPANGAN UNTUK MEMERIKSA KEKUATAN MATERIAL PENELITIAN RINCI DAN PENGAMBILAN SAMPEL MATERIAL DI LAPANGAN PENGUJIAN SAMPEL MATERIAL DI LABORATORIUM BAHAN DAN KONSTRUKSI PENILAIAN KONDISI KAPASITAS KONDISI Gambar 2. Rancangan investigasi kekuatan struktur Gedung Ex-Bank Indonesia Semarang. 3. HASIL INVESTIGASI DAN PEMBAHASAN Pengamatan Visual Beton merupakan material bangunan yang bersifat basa dengan ph sekitar 12-13 sehingga material baja pada beton bertulang aman terhadap korosi. Namun demikian, kondisi basa dalam beton dapat berubah akibat pengaruh lingkungan di sekitarnya. Gas CO 2 atau ion asam dapat masuk ke dalam beton melalui pori-pori kapiler yang terdapat dalam beton. Gas CO 2 yang masuk ke dalam beton akan bereaksi dengan Ca(OH) 2 dan menghasilkan H 2 CO 3 yang menyebabkan ph dari beton turun, selain itu, ion Cl dari laut yang berinfiltrasi ke beton menyebabkan konsentrasi asam naik. Perubahan kondisi dalam beton menjadi asam menyebabkan lapisan tipis di permukaan baja tulangan hilang, baja mudah mengalami korosi jika kadar gas O 2 dan air di dalam beton cukup. Korosi pada baja tulangan selain menyebabkan diameter baja tulangan berkurang, juga menimbulkan volume senyawa hasil reaksi korosi yang lebih besar daripada volume baja yang bereaksi. Hal ini menyebabkan tekanan pada beton di sekeliling baja tulangan. Selimut beton yaitu bagian beton yang melindungi baja tulangan dapat mengalami keretakan atau terkelupas akibat tekanan dari pengembangan volume senyawa hasil reaksi korosi. Kerusakan ini menyebabkan kinerja bangunan beton menurun, dan jika kerusakan terus berlanjut maka bangunan beton tidak layak dipakai lagi. Waktu yang dibutuhkan ion Cl untuk berinfiltrasi dari permukaan beton sampai permukaan baja tulangan adalah komponen yang menentukan waktu layan bangunan beton yang dihitung berdasarkan kerusakan akibat korosi baja tulangan (Sudjono, 2005). Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 93

Himawan Indarto, Hanggoro Tri Cahyo A., dan R. Arwanto Pengamatan visual pada struktur bangunan dilaksanakan pada tanggal 18 Februari 2006. Pengamatan visual bertujuan untuk mengamati pada ada / tidak adanya retakan pada permukaan beton (surface crack), mengamati pada ada / tidak adanya deformasi plastis (plastic deformation) dari elemen-elemen struktur untuk mendeteksi kekuatan dan kekakuan struktur, dan mengamati pada ada / tidak adanya pengelupasan dari selimut beton (concrete spalling) dari elemen-elemen struktur. Pada saat pengamatan visual dilakukan juga pemetaan dan pengamatan terhadap kerusakan-kerusakan yang terjadi pada struktur. Berdasarkan pengamatan secara visual terlihat bahwa, secara umum fisik struktur bangunan ini masih menunjukkan kondisinya yang baik. Pada elemen-elemen balok dan kolom belum menunjukkan adanya surface crack dan concrete spalling. Pada elemen-elemen balok juga belum terlihat adanya plastic deformation. Pada beberapa tempat, elemen pelat mengalami kerusakan yang cukup berat berupa surface crack, concrete spalling, dan tulangan tampak berkarat seperti pada Gambar 3. Gambar 3. Pengelupasan selimut beton dan tulangan berkarat pada pelat Pengujian Tidak Merusak (Non-Distructive test) Pada saat dilakukan pengamatan secara visual pada kondisi struktur bangunan, dilakukan juga pengujian tidak merusak (non-distructive test) dengan menggunakan Swiss Hammer (hammer test) pada pelat, balok, dan kolom struktur. Meskipun pengujian hammer test ini tidak menghasilkan hasil yang akurat, tapi pengujian ini dilakukan untuk memperkirakan lokasi dimana dimungkinkan terdapat material beton yang berkualitas rendah, sehingga bisa diputuskan untuk melakukan pengujian merusak (distructive test) dengan core drill dan uji pembebanan (loading test) pada daerah tersebut. Pengujian non-distructive dengan Swiss Hammer dilakukan di 57 tempat meliputi pelat, balok, dan kolom struktur. Meskipun dari hasil pengujian dengan hammer test didapatkan kualitas tekan beton yang cukup baik pada beberapa pelat, balok dan kolom struktur, namun hasil ini perlu untuk diinvestigasi lebih lanjut. Hal ini disebabkan karena bangunan-bangunan kuno yang dibuat era tahun 1930 an, kekuatan tekan beton yang digunakan biasanya tidak lebih dari 100 kg/cm 2. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu teknologi pembuatan beton belum secanggih saat ini. Pada umumnya beton dari bangunan lama masih menggunakan batu kerikil polos sebagai agregat kasarnya, dan menggunakan campuran kapur dan semen sebagai bahan pengikat agregat. Teknologi pengerjaan beton pada saat itu juga masih sederhana, yang umumnya masih dilakukan secara manual. Pengujian Merusak (Distructive test) Karena adanya keraguan mengenai kualitas beton yang didapat dari hammer test, maka selanjutnya pada Ruangan D dilakukan distructive test pada pelat (Gambar 5). Distructive test dilakukan dengan pengambilan 2 buah sampel beton dengan cara mengebor bagian pelat dengan alat core drill pada tempat dimana hasil hammer test menunjukan nilai yang rendah. Sampel material beton yang diambil dengan alat core drill ini selanjutnya dibawa ke laboratorium untuk diperiksa karakteristiknya. Pengujian di laboratorium meliputi : pengujian kuat tekan beton, pengujian berat jenis dan kadar air beton, dan pengujian daya serap beton. Dari sampel ini juga diamati secara visual mengenai material-material penyusun beton dan lekatan antara agregat. Dari hasil pengamatan secara visual terhadap sampel material beton yang didapat dari core drill diketahui bahwa, agregat kasar yang digunakan pada campuran beton adalah batu kerikil hasil proses alam (bukan agregat kasar dari mesin pemecah batu) yang mempunyai bidang permukaan halus (Gambar 4). Penggunaan batu kerikil alam sebagai agregat kasar untuk campuran beton tidak dianjurkan, karena batu kerikil alam mempunyai lekatan yang kurang baik dengan pasta semen, disamping itu sifat saling mengunci (interlocking) antara batu kerikil alam juga tidak baik. S - 94 Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Strategi Adaptif Rekayasa Struktur pada Gedung Ex-BI Semarang dalam Upaya Konservasi Bangunan Bersejarah Gambar 4. Batu kerikil alam yang digunakan sebagai agregat kasar pada campuran beton Selain menggunakan batu kerikil alam sebagai agregat kasar, campuran beton pada bangunan ini juga menggunakan campuran antara semen dan batu kapur sebagai mortar untuk merekat agregat. Pengujian kuat tekan dari sampel material beton yang didapat dari alat core drill dilakukan dengan compression testing machine di laboratorium. Dari hasil pengujian kuat tekan terhadap sampel material beton hasil core drill, didapatkan kekuatan tekan beton lebih kurang 70 kg/cm 2. Hal ini menunjukan bahwa sisa kekuatan beton yang digunakan pada struktur Gedung Ex-BI Semarang sangat rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa beton yang ada sudah tidak mampu lagi untuk memikul tambahan beban yang direncanakan. Sebagai perbandingan, pada saat ini umumnya untuk elemen-elemen struktural dari bangunan gedung (pelat, balok, dan kolom) digunakan mutu beton dengan kekuatan tekan minimum 200 kg/cm 2. Pengamatan pada sampel beton setelah dilakukan pengujian tekan menunjukkan bahwa daya lekat antara mortar dengan agregat sangat rendah, dan beton terlihat sangat rapuh. Dari hasil pengujian berat jenis, kadar air beton, dan pengujian daya serap beton di laboratorium didapatkan hasil sebagai berikut : berat jenis beton = 2,19 ton/m 3, daya serap beton = 12,2%, dan kadar air beton = 6,4 %. Pada umumnya beton normal yang sering digunakan di praktek mempunyai berat jenis sekitar 2,4 ton/m 3, dan besarnya daya serap beton normal berkisar antara 1% sampai 4%. Dengan membandingkan harga dari berat jenis antara beton normal dengan sampel beton yang diambil dari Gedung Ex-BI Semarang, dapat disimpulkan bahwa kepadatan beton sudah sangat berkurang. Dengan membandingkan harga daya serap beton dapat disimpulkan bahwa beton pada Gedung Ex-BI Semarang sangat porus. Selain untuk mendapatkan sampel beton yang lebih akurat, pengeboran bagian pelat dengan core drill memberikan informasikan yang penting mengenai ketebalan pelat. Hal ini penting karena dengan diketahuinya ketebalan pelat, maka akan dapat diketahui ukuran balok pendukungnya. Ukuran elemen-elemen struktur seperti pelat, balok, dan kolom diperlukan untuk menghitung lendutan yang terjadi pada balok dan pelat pada saat beban bekerja diatasnya. Dari hasil core drill diketahui bahwa ketebalan pelat pada ruangan yang akan digunakan untuk uji pembebanan adalah 11cm. Pengujian Pembebanan (Loading test) Untuk mengetahui kapasitas aktual dari kekuatan struktur, dilakukan pengujian pembebanan (loading test) dengan menggunakan air pada pelat lantai dan balok di Ruangan D yang direncanakan akan dipergunakan sebagai tempat penyimpanan arsip seperti pada Gambar 5. Selain karena Ruangan D merupakan tempat yang kritis yang harus memikul beban cukup besar (beban rencana = 400 kg/m 2 ), pemilihan tempat uji pembebanan ditempat ini ditentukan pula berdasarkan dari hasil hammer test yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan analisis hasil hammer test, diketahui bahwa kekuatan tekan beton dari pelat lantai di Ruangan D ini mempunyai harga yang paling kecil dibandingkan dengan ruangan lainnya. Luas bidang yang akan dibebani adalah 10,2 x 6,4 meter persegi, dengan ketinggian air rencana maksimum 60 cm (setara dengan beban 600 kg/m 2 ). Pengambilan beban sebesar 600 kg/m 2 ini berdasarkan pada beban rencana yang akan bekerja pada ruangan arsip yaitu 400 kg/m 2, dikalikan dengan faktor beban sebesar 1,5. Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 95

Himawan Indarto, Hanggoro Tri Cahyo A., dan R. Arwanto A KE LANTAI 2 A RENCANA RUANG ARSIP B LIFT KE BASEMENT RENCANA RUANG ARSIP A 650 B 450 LIFT TERALIS BESI TOILET 650 B 450 C C RENCANA RUANG ARSIP D LOADING AREA RENCANA RUANG ARSIP C 920 D TERALIS BESI RUANG KHASANAH 920 D 400 400 E E 640 640 F F 1 640 640 640 640 2 3 4 5 1 640 640 640 640 2 3 4 5 (a) Gambar 5. (a) Posisi lokasi loading test pada lantai 2 dan (b) Denah lantai 1 gedung Ex-BI Semarang. (b) Uji pembebanan dilaksanakan pada tanggal 25 Februari 2006, dimulai pada jam 15.00 setelah sebelumnya dilakukan penyetelan terhadap peralatan yang akan digunakan. Pembebanan (loading) dilakukan secara bertahap dengan memberikan penambahan atau peningkatan beban sebesar 50 kg/m 2 (setara dengan air setinggi 5 cm). Setiap penambahan beban sebesar 50 kg/m 2, besarnya lendutan yang terjadi pada balok dan pelat diukur. Pengukuran lendutan pada balok dan pelat dilakukan dari bagian bawah dan bagian atas. Pada bagian atas pengukuran dilakukan dengan alat ukur waterpass dengan ketelitian 1 mm, dan pada bagian bawah pengukuran lendutan dilakukan dengan dial gauge yang mempunyai ketelitian 0,01mm. Pada saat ketinggian air mencapai 13,5 cm, pada pelat mulai terjadi retak. Retak pada pelat bertambah panjang seiring dengan penambahan beban. Pada ketinggian air mencapai 16,5 cm, pada balok terbentuk retak yang pertama kali ditengah bentang. Retak yang kedua terjadi pada balok pada saat air mencapai ketinggian sekitar 25 cm (setara dengan beban sebesar 250 kg/m 2 ), dan lendutan yang terjadi pada balok 1,01 mm. Pada saat uji pembebanan, penambahan beban dihentikan jika beban telah mencapai beban maksimum yang direncanakan, atau mencapai beban yang menyebabkan terjadinya kerusakan pada pelat atau balok. Sekitar jam 17.00, uji pembebanan dihentikan pada ketinggian air 30 cm (setara dengan beban sebesar 300 kg/m 2 ) karena pada balok dan pelat telah terjadi keretakan yang cukup membahayakan struktur. Pada beban ini, besarnya lendutan yang terjadi pada pelat adalah 0,62 mm, dan lendutan pada balok adalah 1,45 mm. Pada SNI 03-6760-2002 tentang Metode Pengujian Pembebanan Lantai Beton Bertulang pada Bangunan Bertingkat dengan Beban Air, disebutkan uji pembebanan dipertahankan selama 24 jam sebelum beban uji secara bertahap diturunkan. Namun mempertimbangkan kondisi keretakan yang terjadi, pembebanan pada pelat dan balok dipertahankan pada beban yang konstan sebesar 300 kg/m 2 hanya selama 5 jam, dan pada jam 22.00 mulai dilakukan pengurangan beban (unloading). Pengurangan beban dilakukan dengan cara pengurangan air secara bertahap sebesar 5 cm. Setiap pengurangan air sebesar 5 cm, besarnya lendutan yang terjadi pada balok dan pelat diukur. Pada saat air kosong, besarnya lendutan akhir yang terjadi pada pelat adalah 0,30 mm, dan lendutan pada balok adalah 0,96 mm (Gambar 6). Dari hasil pengukuran lendutan ini terlihat bahwa, pelat dan balok struktur mengalami lendutan yang bersifat permanen. Pada kondisi ini pelat dan balok struktur telah berperilaku plastis. Kondisi plastis yang terjadi pada pelat dan balok struktur dapat digunakan sebagai indikasi bahwa struktur telah mencapai kapasitas kekuatannya yang maksimum. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa elemen pelat dan balok pada ruangan ini tidak akan mampu untuk memikul beban rencana sebesar 400 kg/m 2. Dari pengukuran dengan alat crack meter, lebar retak yang terjadi pada pelat dan balok struktur berkisar antara 0,1 mm sampai 0,3 mm. S - 96 Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Strategi Adaptif Rekayasa Struktur pada Gedung Ex-BI Semarang dalam Upaya Konservasi Bangunan Bersejarah Kurva Beban - Lendutan Pada Pelat Kurva Beban - Lendutan Pada Balok 350 300 350 300 Retak 2 Beban P (Kg/m 2 ) 250 200 150 100 50 Retak 0 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 Lendutan (mm) Lendutan permanen ( 0.3 mm ) Beban P (Kg/m 2 ) 250 200 150 100 50 Retak 1 0 0 0.5 1 1.5 2 Lendutan (mm) Lendutan permanen Loading Unloading Loading Unloading Gambar 6. Kurva beban terhadap lendutan pada pelat lantai dan balok. 4. UPAYA PERBAIKAN DAN PERKUATAN Jika tetap dipergunakan sebagai gedung arsip dengan beban rencana sebesar 400 kg/m 2, maka solusi jangka pendek adalah upaya adaptasi pembebanan struktur dengan penataan ruangan serta melakukan perbaikan struktur. Perbaikan struktur yang diusulkan dapat berupa pelapisan (coating), grouting, shotcrete, atau prepacked aggregate concrete. Perbaikan ini dimaksudkan untuk mempertahankan fungsi bangunan, serta mengurangi ketidaknyamanan penghunian. Mengingat gedung Ex-BI ini merupakan salah satu bangunan konservasi di Semarang yang harus dipertahankan keberadaannya dan arsitekturnya, maka dalam jangka panjang perlu dilakukan perkuatan dari struktur agar bangunan ini dapat difungsikan kembali dengan umur pakai yang lama. Sebelum perkuatan struktur dilaksanakan, untuk mendapatkan hasil yang optimal sebaiknya dilakukan investigasi terhadap dampak banjir air pasang (rob) terhadap struktur maupun bangunan secara keseluruhan serta investigasi kekuatan sistem pondasi eksisting. Berikut disajikan tipikal alternatif perkuatan struktur untuk Gedung Ex-BI Semarang pada Gambar 7. Ø 10-150 Beton f 'c 25 MPa Ø 10-150 12 11 Lem Beton Sikabond Perkuatan Plat B Balok Eksisting Sika Grout FM 56 POTONGAN B - B' Skala 1 : 12.5 Beton f'c 25 MPa 40 50 330 K K' Perkuatan Kolom B' Perkuatan Balok 40 30 40 30 C Kolom Eksisting Lem beton sikabond Beton f 'c 25 MPa Ø10-175 40 40 C' 40 640 PERKUATAN ALTERNATIF 1 Skala 1 : 10 40 40 40 POTONGAN K - K' Skala 1 : 10 30 30 90 POTONGAN C - C' Skala 1 : 10 D22-100 5. KESIMPULAN Gambar 7. Alternatif perkuatan struktur Gedung Ex-BI Semarang. Berdasarkan hasil kegiatan investigasi yang telah dilaksanakan di Gedung Ex-BI Semarang, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta S - 97

Himawan Indarto, Hanggoro Tri Cahyo A., dan R. Arwanto 1. Dari hasil pengamatan secara visual tampak bahwa, secara fisik struktur gedung ini masih menunjukan kondisinya yang cukup baik. Namun pada ruangan-ruangan di lantai I yang lembab dijumpai beberapa kerusakan yang cukup parah pada elemen pelat. Kerusakan yang terjadi pada pelat berupa surface crack dan concrete spalling, serta tulangan yang berkarat. 2. Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel material beton yang diambil dari core drill, diketahui bahwa beton yang digunakan pada Gedung Ex-BI Semarang ini kekuatan tekannya sangat rendah, yaitu hanya sekitar 70 kg/cm 2 (7 MPa). Beton dengan kekuatan tekan di bawah 15 MPa, tidak dianjurkan untuk digunakan sebagai beton struktural. 3. Dari hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel material beton dari core drill, didapatkan berat jenis beton 2,19 ton/m 3 dan nilai absorpsi beton 12,2%. Pada umumnya, beton normal mempunyai berat jenis sekitar 2,4 ton/m 3, dengan nilai absorpsi antara 1% sampai 4%. Dengan membandingkan berat jenis dan nilai absorsi beton dapat disimpulkan bahwa, beton dari Gedung Ex-BI Semarang mempunyai kepadatan yang rendah dan sangat keropos (porous). Beton yang keropos pada umumnya mempunyai kekuatan tekan yang rendah. Porositas dari beton cenderung akan bertambah seiring dengan bertambahnya usia beton. Porositas dapat terjadi karena adanya proses kimia akibat bahan-bahan agresif seperti asam dan garam yang terdapat di lingkungan dimana beton tersebut berada. Beton dengan nilai absorpsi lebih besar dari 10% merupakan beton berkualitas rendah, dan tidak dianjurkan digunakan sebagai beton struktural. 4. Untuk mengetahui kekuatan sebenarnya dari Gedung Ex-BI Semarang telah dilakukan uji pembebanan (loading test) pada pelat dan balok struktur. Dari kurva hubungan antara beban dan lendutan, dapat disimpulkan bahwa beban tambahan maksimum yang dapat dipikul oleh struktur Gedung Ex-BI Semarang adalah sekitar 125 kg/m 2. 5. Jika tetap dipergunakan sebagai gedung arsip, maka solusi jangka pendek adalah adaptasi pembebanan struktur dan melakukan perbaikan struktur. Sedangkan untuk solusi jangka panjang dapat dilakukan perkuatan struktur. Sebelum perkuatan struktur dilaksanakan, untuk mendapatkan hasil yang optimal sebaiknya dilakukan investigasi terhadap dampak banjir air pasang (rob) terhadap struktur maupun bangunan secara keseluruhan serta investigasi kekuatan sistem pondasi eksisting. DAFTAR PUSTAKA Badan Standarisasi Nasional (2002). Metode Pengujian Pembebanan Lantai Beton Bertulang pada Bangunan Bertingkat dengan Beban Air SNI 03-6760-2002, Jakarta Badan Standarisasi Nasional (1989). Tata Cara Perencanaan Pembebanan untuk Rumah dan Gedung SNI 03-1727- 1989-F, Jakarta Badan Standarisasi Nasional (2002). Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung SNI 03-2847- 2002, Jakarta Marfai, M.A.and King, L. (2007). Monitoring land subsidence in Semarang, Indonesia. J.Environ Geol 53:651 659, Springer. Sudjono, A.S. (2005). Prediksi Waktu Layan Bangunan Beton Terhadap Kerusakan Akibat Korosi Baja Tulangan. Dimensi Teknik Sipil Universitas Kristen Petra, Vol. 7 No. 1, hal. 6-15. S - 98 Universitas Pelita Harapan Universitas Atma Jaya Yogyakarta