LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

dokumen-dokumen yang mirip
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1999 TENTANG PEMERINTAHAN PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

RGS Mitra 1 of 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 9/1996, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BEKASI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 9 TAHUN 1996 (9/1996)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1991 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI BANTEN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI GORONTALO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MATARAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 6/1995, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II KENDARI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 6 TAHUN 1995 (6/1995)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 16/1999, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 16 TAHUN 1999 (16/1999)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 177, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3898)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1993 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II BANJARBARU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 6/1995, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II KENDARI PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II KENDARI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1987 TENTANG PROTOKOL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 11 TAHUN 1999 (11/1999) TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TERNATE

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 180, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3901)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TERNATE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOALEMO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN KEPULAUAN MENTAWAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1988 Tentang : Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal Di Daerah

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LEMBATA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1992 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DENPASAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1991 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LAMPUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PP 8/1995, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN KEPADA 26 (DUA PULUH ENAM) DAERAH TINGKAT II PERCONTOHAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II HALMAHERA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 1997 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II TARAKAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2000 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BIREUEN DAN KABUPATEN SIMEULUE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 1990 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II HALMAHERA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UU 1/1992, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DENPASAR. Tentang: PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DENPASAR

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 183, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3904)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UU 13/1999, PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LUWU UTARA. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 13 TAHUN 1999 (13/1999)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN PROPINSI MALUKU UTARA, KABUPATEN BURU, DAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA BARAT

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN BOALEMO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DEPOK DAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II CILEGON

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1992 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II LUWU UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PP 31/1998, PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG. Tentang: PENYERAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN DI BIDANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 1983 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA BATAM DI WILAYAH PROPINSI DAERAH TINGKAT I RIAU

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II ACEH SINGKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1996 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF SORONG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA LHOKSEUMAWE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 12 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA SINGKAWANG

UU 4/1993, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MATARAM. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:4 TAHUN 1993 (4/1993)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2002 TENTANG PEMBENTUKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 5 TAHUN 1996 (5/1996) Tanggal: 11 APRIL 1996 (JAKARTA)

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2008 TENTANG KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RGS Mitra 1 of 12 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2003 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN LINGGA DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

UU 48/1999, PEMBENTUKAN KABUPATEN BIREUEN DAN KABUPATEN SIMEULUE. Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 48 TAHUN 1999 (48/1999)

UU 8/1987, PROTOKOL. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:8 TAHUN 1987 (8/1987) Tanggal:28 SEPTEMBER 1987 (JAKARTA) Tentang:PROTOKOL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 1991 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIF RANTAU PRAPAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1994 (13/1994) TENTANG ORGANISASI SEKRETARIAT JENDERAL DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA BATU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 1992 TENTANG PENYELENGGARAAN OTONOMI DAERAH DENGAN TITIK BERAT PADA DAERAH TINGKAT II

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 2 TAHUN 1985 (2/1985) Tanggal: 7 JANUARI 1985 (JAKARTA)

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG NOMOR 6 TAHUN 1988 TENTANG KOORDINASI KEGIATAN INSTANSI VERTIKAL DI DAERAH

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 1980 TENTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2001 TENTANG PEMBENTUKAN KOTA PAGAR ALAM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UU 5/1996, PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II KUPANG. Tentang: PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II KUPANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PEMBENTUKAN KOTA ADMINISTRATIP BONTANG (Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1989 Tanggal 1 Desember 1989) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1974 TENTANG ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II DUMAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 1999 TENTANG PEMBENTUKAN KABUPATEN DAERAH TINGKAT II BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1988 TENTANG BADAN PERTANAHAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Transkripsi:

Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 34-1999 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 84, 1990 (ADMINISTRASI. PEMERINTAH DAERAH. Aparatur. Propinsi/Dati I. DKI Jakarta. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3430) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia memiliki kedudukan dan peranan yang penting, baik dalam mendukung dan memperlancar penyelenggaraan pemerintahan Negara Republik Indonesia maupun dalam membangun masyarakatnya yang sejahtera, dan mencerminkan citra budaya bangsa Indonesia; b. bahwa dengan memperhatikan kedudukan dan peranan di atas upaya pembangunan dan pengembangan Jakarta sebagai ibukota Negara Republik Indonesia perlu dilaksanakan secara selaras dan serasi dengan kedudukan dan peranan tersebut, c. bahwa untuk dapat lebih mewujudkan sasaran pembangunan dan pengembangan sebagaimana dimaksud dalam huruf b, diperlukan pengaturan tersendiri mengenai susunan pemerintahan Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia; d. bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan sesuai dengan ketentuan Pasal 6 Undangundang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, dipandang perlu menetapkan pengaturan mengenai susunan pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta dalam suatu Undang-undang; Mengingat: 1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 18, dan Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945; 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 38. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3037); 3. Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2915) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1975 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1969 (Lembaran Republik Indonesia Nomor Tahun 1975 Nomor 39, Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3064) dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1985 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 2. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3282); Dengan Persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA. BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Menteri adalah Menteri Dalam Negeri. 2. Gubernur Kepala Daerah adalah Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta. Pasal 2 (1) Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta diatur dan dilaksanakan sesuai dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, kecuali halhal yang diatur tersendiri dalam undang-undang ini. (2) Susunan Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta yang diatur dalam Undangundang ini meliputi kedudukan, pembagian Wilayah, penyelenggaraan pemerintahan, perangkat pemerintahan, dan pembiayaannya. BAB II KEDUDUKAN Pasal 3 Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia merupakan tempat kedudukan pusat pemerintahan Negara. Pasal 4 Ibukota Negara Republik Indonesia adalah (daerah khusus yang selanjutnya disebut Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Pasal 5 (1) Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah Daerah Tingkat I yang batas-batasnya sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan laut Jawa; b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Bekasi; c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor; d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Daerah Tingkat II Tangerang. (2) Batas wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini dituangkan dalam peta yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari undang-undang ini. Pasal 6 Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta berkedudukan di Jakarta. BAB III PEMBAGIAN WILAYAH Pasal 7 (1) Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibagi dalam Wilayah-wilayah Kotamadya. (2) Wilayah Kotamadya dibagi dalam Wilayah-wilayah Kecamatan. (3) Wilayah Kecamatan dibagi dalam Wilayah-wilayah Kelurahan. Pasal 8 (1) Pembentukan, perubahan, nama, batas, dan penghapusan Wilayah Kotamadya dan Wilayah Kecamatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. (2) Pembentukan, nama, dan batas Kelurahan diatur dengan Peraturan Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. BAB IV PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN Pasal 9 (1) Gubernur Kepala Daerah di samping, menyelenggarakan hak, wewenang, dan kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 22 dan Pasal 81 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah, juga menyelenggarakan pemerintahan yang bersifat khusus.

(2) Penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini merupakan akibat langsung dari kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara. Pasal 10 (1) Dalam menyelenggarakan pemerintahan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), Gubernur Kepala Daerah bertanggungjawab kepada Presiden. (2) Dalam melaksanakan tugas pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, Gubernur Kepala Daerah mendapatkan petunjuk dan bimbingan dari Menteri. Pasal 11 (1) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dilaksanakan berdasarkan Rencana Induk Pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang disetujui Presiden. (2) Penyusunan rencana induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, pelaksanaan pembangunan dan pengembangan Daerah Khusus Ibukota Jakarta dilakukan dengan memperhatikan pertimbangan dan bimbingan Departemen, Lembaga, dan Badan-badan Pemerintah lainnya serta adanya koordinasi dengan Daerah sekitarnya. BAB V PERANGKAT PEMERINTAHAN Pasal 12 Untuk memimpin jalannya pemerintahan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dipilih dan diangkat seorang Gubernur Kepala Daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 13 (1) Gubernur Kepala Daerah dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh Wakil Gubernur Kepala Daerah yang jumlahnya disesuaikan dengan kebutuhan, dan pelaksanaannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Wakil Gubernur Kepala Daerah dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Gubernur Kepala Daerah. (3) Pembidangan tugas Wakil Gubernur Kepala Daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal ini diatur dengan Keputusan Gubernur Kepala Daerah, sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. Pasal 14 (1) Untuk melaksanakan fungsi sebagai wakil rakyat yang bergerak dalam bidang legislatif, di Daerah Khusus Ibukota Jakarta disusun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2) Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini ditetapkan dengan memperhatikan hususan Ibukota Negara sebagai Daerah Tingkat I. Pasal 15 (1) Wilayah Kotamadya dikepalai oleh Walikotamadya. (2) Walikotamadya dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Kepala Daerah. (3) Walikotamadya dalam menjalankan tugasnya dibantu oleh seorang Wakil Walikotamadya. (4) Wakil Walikotamdaya dalam menjalankan tugasnya bertanggung jawab kepada Walikotamadya. Pasal 16 Dalam rangka menampung aspirasi masyarakat dan sebagai wadah komunikasi timbal balik pada tingkat Kotamadya, dibentuk Lembaga Musyawarah Kota yang keanggotaannya terdiri dari organisasi kekuatan sosial politik, ABRI, dan unsur pemerintah yang selanjutnya diatur oleh Menteri. Pasal 17 Pembentukan dan pengembangan perangkat Wilayah dan Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan, kedudukan, dan fungsinya sebagai Ibukota Negara. BAB VI PEMBIAYAAN Pasal 18 (1) Pembiayaan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat khusus dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

(2) Untuk mendukung penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini, Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta menyediakan biaya dalam Anggaran Pendapatan dari Belanja Daerah. BAB VII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 19 Dengan berlakunya Undang-undang ini, ketentuan yang telah ada sebagai pelaksanaan dari: a. Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun 1961 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 274, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Pnps Tahun 1963 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1963 Nomor 117); b. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia Dengan Nama Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2671); tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan belum diganti dengan yang baru berdasarkan Undang-undang ini. BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 20 Dengan berlakunya Undang-undang ini, Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun 1961 tentang Pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1961 Nomor 274, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2316) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Pnps Tahun 1963 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1963 Nomor 117), dan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya. Tetap Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia Dengan Nama Jakarta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1964 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2671), dinyatakan tidak berlaku lagi. Pasal 21 Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal 14 Nopember 1990 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Nopember 1990 MENTERI/SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA SOEHARTO MOERDIONO TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 3430 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 84) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 1990 TENTANG

SUSUNAN PEMERINTAHAN DAERAH KHUSUS IBUKOTA NEGARA REPUBLIK INDONESIA JAKARTA UMUM Bahwa sejarah perjuangan Bangsa Indonesia yang terkait dengan Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta telah ada sejak tanggal 22 Juni 1527, yaitu pada saat Fatahillah mengalahkan armada asing, yang kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta dan peristiwa ini selanjutnya diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta. Dalam perkembangan selanjutnya Jakarta mempunyai peranan penting baik dalam sejarah perjuangan bangsa maupun dalam ketatanegaraan Indonesia. Banyak momentum penting dalam sejarah kebangkitan nasional, kesatuan dan persatuan bangsa, serta sejarah ketatanegaraan Indonesia yang terjadi di Jakarta, seperti lahirnya Boedi Oetomo, Sumpah Pemuda, Proklamasi Kemerdekaan serta penetapan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Nilai-nilai sejarah tersebut sangat besar artinya bagi usaha pembinaan bangsa dan pengembangan lebih lanjut Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia. Mengingat pentingnya kedudukan Jakarta sebagai Ibukota Negara, maka telah dikeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan yang mengaturnya secara khusus yaitu Undang-undang Nomor 2 Pnps Tahun 1961 tentang Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 15 Pnps Tahun 1963 yang menetapkan antara lain bahwa Jakarta dikuasai langsung oleh Presiden, dan Undangundang Nomor 10 Tahun 1964 tentang Pernyataan Daerah Khusus Ibukota Jakarta Raya Tetap Sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia Dengan Nama Jakarta, yang menyatakan bahwa Daerah Khusus Ibukota Jakarta tetap sebagai Ibukota Negara. Namun kedua Undang-undang ini tidak memenuhi lagi tuntutan pertumbuhan dan perkembangan Jakarta sebagai Ibukota Negara. Oleh karena itu Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah dalam Pasal 6 menyatakan bahwa: "Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta mengingat pertumbuhan dan perkembangannya dapat mempunyai dalam wilayahnya susunan pemerintahan dalam bentuk lain yang sejauh mungkin disesuaikan dengan ketentuanketentuan dalam Undang-undang ini, yang pencaturannya ditetapkan dengan Undang-undang." Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia yang setingkat dengan Propinsi adalah Daerah Tingkat I. Sebagai Daerah Tingkat I, Jakarta mempunyai ciri tersendiri berbeda dengan Daerah Tingkat I lainnya yang bersumber dari beban tugas, tanggung jawab, dan tantangan yang lebih kompleks. Kompleksitas permasalahan itu berkaitan erat dengan faktor luas wilayah yang terbatas, jumlah dan populasi penduduk yang tinggi dengan segala dampak yang ditimbulkannya terhadap aspek-aspek pemukiman, taan wilayah, transportasi, komunikasi, dan faktorfaktor lainnya. Untuk menjawab tantangan yang serba kompleks itu maka sangat dirasakan pentingnya membina dan menumbuh-kembangkan Jakarta dalam satu kesatuan perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian baik dengan Pemerintah Pusat maupun dengan Pemerintah Daerah sekitarnya. Dengan demikian diharapkan Jakarta akan mampu memberikan pelayanan yang cepat, terpadu, dan terkendali. Berhubung Daerah Khusus Ibukota Jakarta saat ini terbagi dalam 5 (lima) Wilayah Kotamadya, maka di setiap Kotamadya dibentuk Lembaga Musyawarah Kota (LMK) dalam rangka menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai Ibukota Negara, Jakarta menjadi tempat penyelenggaraan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, pusat kegiatan penyelenggaraan pcmerintahan negara, pusat kegiatan kehidupan politik nasional, tempat penyelenggaraan acara-acara kenegaraan, tempat kedudukan kedutaan negara lain, serta tempat pengaturan dan pembinaan Wilayah Daerah Khusus Ibukota sehingga mencerminkan citra masyarakat Indonesia yang berkepribadian nasional. Hal-hal tersebut tidak hanya akan menambah beban tugas, tanggung jawab, dan tantangan yang dihadapi, tetapi juga akan selalu mewarnai setiap derap langkah penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan. Secara nyata setiap beban tugas, tanggung jawab, dan tantangan yang dihadapi Jakarta selaku Ibukota Negara sekaligus juga merupakan beban Jakarta selaku Daerah Tingkat I, baik di bidang-pemerintahan, pembangunan maupun kemasyarakatan yang bermuara pada terwujudnya masyarakat sejahtera lahir batin. Oleh karena itu dalam melaksanakan tugas dari tanggung jawab di atas diperlukan dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Mengingat beban tugas, tanggung jawab, dan tantangan yang dihadapi Jakarta sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, maka dipandang perlu untuk memberikan kelonggaran dalam mengembangkan dan membentuk perangkat Daerah dan Wilayah yang lebih fleksibel dan dinamis sesuai dengan kebutuhan nyata serta tetap memperhatikan prinsip dayaguna dan hasilguna. Sejalan dengan itu maka pengaturan mengenai jumlah keanggotaan dan susunan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Daerah Khusus Ibukota Jakarta disesuaikan dengan beban tugas dan tanggung jawab tersebut di atas. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Sebagai konsekuensi dari kedudukannya sebagai Ibukota Negara Republik Indonesia, maka Jakarta adalah tempat kedudukan pusat pemerintahan Negara. Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Wilayah-wilayah Kota di Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang ada pada saat diundangkannya Undang-undang ini menjadi Wilayah-wilayah Kotamadya. Ayat (3) Kelurahan adalah wilayah sebagaimana diatur dalam Pasal 1 huruf b Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintah Desa. Pasal 8 Pasal 9 Hak, wewenang, dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Di Daerah berkaitan dengan kedudukan Gubernur Kepala Daerah selaku pimpinan pemerintahan Daerah dan pertanggungjawabannya; sedangkan Pasal 81 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 berkaitan dengan kedudukan Gubernur Kepala Daerah selaku Kepala Wilayah. Yang dimaksud dengan bersifat khusus dalam ayat ini adalah: a. tempat penyelenggaraan Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat: b. pusat kegiatan penyelenggaraan pemerintahan negara; c. pusat kegiatan kehidupan politik nasional; d. tempat penyelenggaraan acara-acara kenegaraan; e. tempat kedudukan kedutaan negara lain; f. tempat pengaturan dan pembinaan wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta sehingga mencerminkan citra masyarakat indonesia yang berkepribadian nasional. Pasal 10 Mengingat permasalahan pemerintahan Daerah Khusus Ibukota Jakarta bersifat kompleks, maka untuk kelancaran dan kecepatan pelaksanaan tugas yang bersifat khusus, Gubernur Kepala Daerah berdasarkan Undang-undang ini ditetapkan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sekalipun dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus Gubernur Kepala Daerah berdasarkan Undang-undang ini bertanggung jawab langsung kepada Presiden, tetapi dalam pelaksanaannya juga memperhatikan dan memperoleh petunjuk serta bimbingan dari Menteri. Pasal 11 Dalam melaksanakan pembangunan di Daerah Khusus Ibukota Jakarta disadari perlunya kesatuan perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan. Gubernur Kepala Daerah dalam perencanaan, pelaksanaan, dan

pengambangan pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta harus menyesuaikan dengan aspek teknis perencanaan Departemen, Lembaga, dan Badan-badan Pemerintah lainnya, demikian sebaliknya Departemen, Lembaga, dan Badan-badan Pemerintah lainnya menyesuaikan perencanaannya dengan pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Oleh karena itu setiap perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan pembangunan yang dituangkan dalam rencana induk pembangunan Daerah Khusus Ibukota Jakarta perlu mendapatkan petunjuk dan persetujuan Presiden. Yang dimaksud dengan koordinasi adalah kegiatan kerja sama antara Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat mengenai pengaturan pembangunan di daerah yang berbatasan yaitu Bogor, Tangerang, dan Bekasi (BOTABEK) untuk mencapai keselarasan, keserasian, dan keseimbangan yang pelaksanaannya diatur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 12 Pasal 13 Jumlah Wakil Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang. Ayat (3) Pasal 14 Yang dimaksud dengan memperhatikan kekhususan dalam ayat ini ialah bahwa dalam menentukan jumlah keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Daerah Khusus Ibukota Jakarta agar memperhatikan dinamika dan masalah-masalah masyarakat Ibukota Jakarta yang kompleks. Pasal 15 Pasal 16 Yang dimaksud dengan organisasi kekuatan sosial politik dalam pasal ini ialah Partai Persatuan Pembangunan, Partai Demokrasi Indonesia, dan Golongan Karya. Pasal 17 Pembentukan dan pengembangan perangkat Wilayah dan Daerah sesuai dengan kebutuhan diartikan bahwa Daerah Khusus Ibukota Jakarta mengingat kekhususannya, dapat membentuk perangkat baru dan mengembangkan perangkat yang sudah ada untuk menampung dan mengatasi dinamika beban tugas yang demikian berat dan kompleks sesuai dengan prinsip dayaguna dan hasilguna. Pasal 18 Yang dimaksud dengan pembiayaan tugas-tugas pemerintahan yang bersifat khusus dalam ayat ini meliputi: a. penyelenggaraan pemerintahan yang bersifat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2); b. pembangunan di daerah perbatasan yang bersifat menyangga Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Bogor, Tangerang, Bekasi) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11; c. penyelenggaraan Lembaga Musyawarah Kota di setiap wilayah Kotamadya dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagaimana dimaksud Pasal 16. Pasal 19 Pasal 20 Pasal 21

(c)2010 Ditjen PP :: www.djpp.depkumham.go.id www.djpp.info Kembali ke atas