PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985

dokumen-dokumen yang mirip
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA,

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1. 1) Setiap bentuk usaha milik swasta yang memperkerjakan pekerjaan dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak.

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA NO.KEP.15A/MEN/1994 TENTANG

PERATURAN - PERATURAN PENTING DALAM UU KETENAGAKERJAAN NO 13 TAHUN 2003

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

K E P U T U S A N NOMOR : KEP-438/MEN/1992 TENTANG PEDOMAN PEMBENTUKAN DAN PEMBINAAN SERIKAT PEKERJA DI PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA R.

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

MEREFORMASI KERANGKA PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)

GUBERNUR SUMATERA BARAT

-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. beragam seperti buruh, pekerja, karyawan, pegawai, tenaga kerja, dan lain-lain.

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 38 TAHUN 2007 TENTANG KERJASAMA DESA MENTERI DALAM NEGERI,

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

PERATURAN BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KODE ETIK BADAN PEMERIKSA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

Pemutusan Hubungan Kerja

CONTOH SURAT PERJANJIAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

MOGOK KERJA DAN LOCK-OUT

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI

BAB I KETENTUAN U M U M

PERATURAN WALIKOTA KOTA YOGYAKARTA NOMOR 48 TAHUN 2011 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 1995 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN DI BIDANG PASAR MODAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Dari hasil pengamatan dan analisis mengenai Sistem Pemutusan

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA. Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) timbul setelah diundangkannya

Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN

DEFINISI DAN TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

file://\\ \web\prokum\uu\2004\uu htm

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/1994 TENTANG SERIKAT PEKERJA TINGKAT PERUSAHAAN MENTERI TENAGA KERJA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 355/MEN/X/2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

WALIKOTA TEGAL PERATURAN WALIKOTA TEGAL NOMOR 49 TAHUN 2012 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

R184 Rekomendasi Kerja Rumahan, 1996 (No. 184)

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 28 Tahun : 2013

PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2011 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN HALMAHERA TENGAH NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PELAYANAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 1979 TENTANG PEMBERHENTIAN PEGAWAI NEGERI SIPIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, MEMUTUSKAN :

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 31 TAHUN 2010 TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA

BADAN PERMUSYAWARATAN DESA DESA WATUGAJAH, KECAMATAN GEDANGSARI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

Perselisihan dan Pemutusan. hubungan kerja. berhak memutuskannya dengan pemberitahuan pemutusan BAB 4

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3702)

c. bahwa unluk itu perlu ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

UNDANG-UNDANG NO. 21 TH 2000

PEMERINTAH KABUPATEN BELITUNG

K177 Konvensi Kerja Rumahan, 1996 (No. 177)

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG Nomor : 27 Tahun 2008 PEMERINTAH KABUPATEN MAGELANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAGELANG NOMOR 27 TAHUN 2008 TENTANG

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR : 19 TAHUN 2002 TENTANG RETRIBUSI KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 1976 TENTANG CUTI PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 16 TAHUN 2006 TENTANG BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2004 TENTANG

A N G G A R A N D A S A R

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 1999 TENTANG MERGER, KONSOLIDASI DAN AKUISISI BANK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPMEN NO. 92 TH 2004

CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK

BUPATI GUNUNGKIDUL PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 07 TAHUN 2007 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB BADAN PERMUSYAWARATAN DESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1975 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 TENTANG PERKAWINAN

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN WONOSOBO

KEPUTUSAN BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA NOMOR : KEP 02/BAPMI/ TENTANG PERATURAN DAN ACARA BADAN ARBITRASE PASAR MODAL INDONESIA

BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

ANGGARAN DASAR ASOSIASI KURATOR DAN PENGURUS INDONESIA

PERATURAN DAERAH KOTA BANJAR NOMOR 15 TAHUN 2004 TENTANG PENDAFTARAN PENCARI KERJA DAN WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN

Transkripsi:

PERATURAN PEMERINTAH NO. 01 TH 1985 PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA NOMOR : PER-01/MEN/85 TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa Kesepakatan Kerja Bersama merupakan salah satu sarana dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial yang serasi, aman mantap dan dinamis berdasarkan Pancasila; b.. bahwa tata cara pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama yang ada perlu dilengkapi dengan berpedoman kepada isi dan jiwa hubungan Industrial Pancasila. c. bahwa untuk mendorong dan memperlancar pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama perlu mengeluarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja tentang Pelaksanaan Tata Cara Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) Mengingat : 1. Undang-undang no.21 tahun 1954 2 Undang-undang No.22 tahun 1957 3. Undang-undang No.14 tahun 1969 4. Peraturan Pemerintah No.49 tahun 1954 5. Keputusan Presiden No.45/M/tahun 1983 Memperhatikan : Kesepakatan Bersama Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional No. 5 Tahun 1984 tentang Penyelenggaraan Pelaksanaan Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) tanggal 17 Oktober 1984. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG PELAKSANAAN TATA CARA PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) Pasal 1 Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan istilah : a. Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) adalah Perjanjian Perburuhan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 21 Tahun 1954 b. Serikat Pekerja adalah Serikat Buruh sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No.21 Tahun 1954 c. d. Pengusaha adalah majikan atau perkumpulan Majikan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang No. 21 Tahun 1954 Pihak adalah Serikat Pekerja atau Gabungan Serikat Pekerja dengan Pengusaha atau Gabungan Pengusaha sebagaimana dimaksud ayat (b) dan (c) dari pasal ini. e. Karyawan adalah buruh yang bekerja pada perusahaan dengan menerima upah

Pasal 2 (1) (2) (3) (4) Apabila salah satu pihak mengajukan permintaan untuk membuat Kesepakatan Kerja Bersama kepada pihak lain, maka permintaan tersebut harus diajukan secara tertulis disertai konsep Kesepakatan Kerja Bersama dengan berpedoman kepada Pola Umum Kesepakatan Kerja Bersama sebagaimana tersebut pada lampiran 1. Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama untuk yang pertama kali, Basis Serikat Pekerja harus mempunyai anggota sekurang-kurangnya 50 % dari jumlah karyawan di perusahaan yang bersangkutan. Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sejak permintaan pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima, permusyawaratan harus sudah dimulai. Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama dan Tata Tertib Permusyawaratan harus berpedoman kepada Pola Umum Kesepakatan Kerja Bersama dan Pedoman tata tertib sebagaimana tersebut pada lampiran l dan ll. Pasal 3 Pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama harus dilaksanakan dengan itikad baik, jujur, tulus, terbuka dan dilarang melakukan tindakan-tindakan yang bersifat menekan atau merugikan pihak lainnya. Pasal 4 (1) Yang dapat mewakili pihak-pihak dalam perundingan pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama : a.. Apabila Kesepakatan Kerja Bersama dibuat untuk tingkat perusahaan (plant Level) maka dari pihak Karyawan adalah pengurus Basis Serikat Pekerja perusahaan yang bersangkutan dan dari pihak pengusaha adalah Pimpinan Perusahaan yang bersangkutan (2) (3) b. Apabila Kesepakatan Kerja Bersama dibuat untuk tingkat selain dari tingkat perusahaan pihak-pihaknya adalah sesuai dengan tingkatnya. Apabila dalam permusyawaratan salah satu atau kedua belah pihak perlu didampingi pihak lain, maka dapat menunjuk wakil dari perangkat organisasi Serikat Pekerja atau Organisasi Pengusaha satu tingkat dan tidak dapat menunjuk wakil dari luar organisasi Serikat Pekerja atau Organisasi Pengusaha. Dalam hal organisasi Serikat Pengusaha atau Organisasi Pengusaha satu tingkat lebih tinggi dimaksud ayat (2) tidak ada, maka dapat menunjuk wakil diatasnya lagi. Pasal 5 (1) (2) (3) (4) (5) Permusyawaratan pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama secara Bipartit sudah dapat diselesaikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permusyawaratan dimulai. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kedua belah pihak tidak dapat menyelesaikan pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama maka salah satu atau kedua belah pihak wajib melaporkan secara tertulis kepada Departemen Tenaga Kerja setempat untuk diperantarai atau atas kemauan kedua belah pihak dapat meminta penyelesaian melalui arbitrase. Perantara oleh Pegawai Perantara atau penyelesaian melalui arbitrase harus dapat diselesaikan dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal permintaan tersebut diterima. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari Pegawai Perantara tidak dapat menyelesaikan pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama maka Pegawai Perantara melaporkan secara tertulis kepada Menteri Tenaga Kerja Menteri Tenaga Kerja menetapkan langkah-langkah penyelesaian pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama dengan memperhatikan hasil musyawarah di tingkat Bipartit dan tingkat perantara serta peraturan perundang-undangan yang berlaku paling lama dalam waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya laporan tersebut.

Pasal 6 (1) (2) Tempat pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama pada prinsipnya diadakan di Kantor Perusahaan yang bersangkutan atau di Kantor Basis Pekerja yang bersangkutan, kecuali atas kesepakatan kedua belah pihak ditentukan lain. Biaya permusyawaratan menjadi beban pengusaha kecuali apabila serikat Pekerja yang bersangkutan telah mampu ikut membiayai dengan ketentuan Serikat Pekerja dan Pengusaha berusaha menekan biaya permusyawaran dalam batasbatas yang wajar. Pasal 7 Selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari sebelum Kesepakatan Kerja bersama tersebut berakhir kedua belah pihak sudah mulai memusyawarahkan kembali Kesepakatan Kerja Bersama untuk periode berikutnya. Pasal 8 Peraturan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan ditetapkan di Jakarta pada tanggal 25 Januari 1983 MENTERI TENAGA KERJA ttd S U D O M O LAMPIRAN 1 : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : PER-01/MEN/1985 Tanggal : 25-1-1985 POLA UMUM KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (KKB) MUKADIMAH Didalam Mukadimah dibuat uraian singkat mengenai : 1. Kesepakatan Bersama antara Karyawan dan Pengusaha untuk melaksanakan Hubungan Industrial Pancasila dalam rangka menciptakan hubungan kerja yang sesuai, aman, mantap, tentram dan dinamis, ketenangan kerja dan perbaikan

2. kesejahteraan Karyawan, kelangsungan usaha, kepastian hak dan kewajiban masing-masing peserta produksi. Ikut serta membina dan mengembangkan kemampuan dan ketrampilan tenaga kerja dalam rangka peningkatan produksi dan produktivitas kerja yang pada akhirnya untuk meningkatkan kesejahteraan Karyawan, serta perlunya perencanaan ketenagakerjaan dilingkungan perusahaan dalam rangka partisipasi masyarakat industri sesuai kebutuhan perusahaan dan pembangunan Nasional. BAB I PIHAK-PIHAK YANG MEMBUAT KESEPAKATAN KERJA BERSAMA Di dalam Bab 1 ini dimuat pihak-pihak yang mangadakan Kesepakatan Kerja Bersama yaitu dengan menyebutkan : nama, tempat kedudukan serta alamat masing-masing pihak bagi Serikat Pekerja agar disebutkan pula nomor serta tanggal pendaftaran Serikat Pekerja dari Departemen Tenaga Kerja dan bagi Pengusaha disebutkan akte pendirian dan surat izin usaha. BAB II U M U M Dalam Bab Umum ini diuraikan : 1. Luasnya Perjanjian yang memuat ; a. b. Terhadap golongan Pekerja/Karyawan mana saja Kesepakatan Kerja Bersama tersebut berlaku. Terhadap tingkat/golongan perusahaan, cabang-cabang perusahaan apakah Kesepakatan Kerja Bersama tersebut berlaku atau tidak. 2. Kewajiban Pihak-pihak, yang memuat : a. b. Kewajiban dan tanggung jawab kedua belah pihak untuk menyebarluaskan serta menjelaskan kepada para anggotanya untuk diketahui dan melaksanakan isi Kesepakatan Kerja Bersama. Kewajiban masing-masing pihak untuk mentaati isi Kesepakatan Kerja Bersama dan menertibkan anggotaaanggotanya serta dapat menegor pihak lain apabila tidak mengindahkan isi Kesepakatan Kerja Bersama tersebut. 3. Pengakuan Hak-hak Perusahaan dan Serikat Pekerja, yang memuat : a. b. c.. Penegasan pengakuan terhadap Serikat Pekerja yang mengadakan Kesepakatan Kerja Bersama Saling menghormati dan tidak mencampuri urusan intern masing-masing pihak Kesediaan Pengusaha untuk menyediakan fasilitas dan izin terhadap Serikat Pekerja seperti : - Ruang Kantor beserta perlengkapan termasuk papan nama - Hak mengadakan pertemuan dengan para anggotanya. - Hak Pimpinan Serikat Pekerja untuk meninggalkan pekerjaan dalam rangka tugas organisasi atau memenuhi panggilan Pemerintah guna kepentingan organisasi atau kepentingan Negara dan tetap mendapatkan upah penuh. - Kesediaan Perusahaan untuk melakukan pemotongan iuran anggota Serikat Pekerja sesuai peraturan yang berlaku BAB III HUBUNGAN KERJA Dalam Bab ini, dimuat antara lain :

1. Serikat Pekerja mengakui hak Perusahaan dalam penerimaan Karyawan baru. 2. Dalam penerimaan Karyawan baru ditetapkan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi calon karyawan. 3. Adanya masa percobaan untuk paling lama 3 (tiga) bulan. 4. Status Karyawan setelah menyelesaikan masa percobaan dengan baik. 5. Kewenangan Perusahaan dan kesediaan Karyawan untuk dipindahkan (dimutasikan) BAB IV HARI KERJA DAN JAM KERJA Dalam Bab ini memuat antara lain : 1. Hari kerja dalam seminggu 2. Jam kerja sehari dan seminggu 3. Melebihi jam kerja sehari dan seminggu tersebut dinyatakan sebagai kerja lembur. 4. Kerja lembur bersifat sukarela dan dilakukan dalam keadaan tertentu saja kecuali dalam hal-hal khusus untuk kepentingan Negara. 5. Perhitungan upah lembur dimuat yaitu sesuai ketentuan perundangan yang berlaku. BAB V PEMBEBASAN DARI KEWAJIBAN UNTUK BEKERJA 1. Hak Karyawan untuk mendapatkan istirahat Mingguan 2. Hak Karyawan untuk memperoleh istirahat tahunan setelah bekerja 12 bulan berturut-turut, yang antara lain memuat : a. Kewenangan Pengusaha untuk menunda istirahat tahunan. b. Batas waktu karyawan dalam pengajuan cuti tahunannya. c. Kesediaan Pengusaha untuk memberitahukan kepada Karyawan bila hak cuti tahunannya timbul. d. Hak cuti tahunan karyawan dapat gugur sesuai peraturan perundangan yang berlaku. 3. Hak karyawan wanita atas cuti hamil/gugur kandungan sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, disertai syarat-syarat dalam pengajuan cuti hamil tersebut. 4. Hak Karyawan atas butir resmi yang ditetapkan Pemerintah dengan tetap mendapatkan upah. 5. Izin meninggalkan pekerjaan dengan tetap mendapat upah berdasarkan PP No.8. tahun 1981. 6. Tunjangan terhadap keluarga karyawan yang ditahan oleh yang berwajib bukan karena pengaduan Perusahaan memuat : - besarnya tunjangan menurut jumlah keluarga karyawan. - lamanya jangka waktu pemberian tunjangan. BAB VIII KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1. Kewajiban atau kesediaan kedua belah pihak mentaati ketentuan-ketentuan keselamatan kerja untuk mencegah

timbulnya kecelakaan kerja dan sakit akibat hubungan kerja serta mentaati petunjuk-petunjuk keselamatan dan kesehatan kerja menjaga kebersihan lingkungan ditempat kerja. 2. Kewajiban perusahaan menyediakan alat-alat perlengkapan kerja dan alat pelindung diri serta kewajiban karyawan untuk memelihara alat-alat perlengkapan tersebut dan memakai alat pelindung diri yang telah disediakan serta sangsi bagi yang melanggarnya. BAB IX JAMINAN SOSIAL DAN KESEJAHTERAAN TENAGA KERJA 1. Kewajiban perusahaan untuk mengikut sertakan para karyawan dalam program ASTEK berdasarkan PP No.33 tahun 1977. 2. Kesediaan perusahaan menyediakan ruangan atau tempat ibadah. 3. Kewajiban perusahaan untuk mengizinkan karyawan melaksanakan ibadah menurut agamanya dengan tetap membayar upah sesuai PP No. 8 tahun 1981 4. Kesediaan perusahaan untuk membantu kegiatan -kegiatan dibidang Koperasi Karyawan. 5. Kesediaan perusahaan memberikan bantuan suka cita atau dua cita seperti : - bantuan uang duka atau kubur bagi karyawan atau keluarga karyawan yang meninggal dunia. - bantuan atau biaya bersedia karyawan atau isteri karyawan yang melahirkan - Bantuan perkawinan, mengkhitankan atau membaptiskan anak. 6. Upaya perusahaan memberikan tunjangan hari tua atau pensiun. 7. Upaya bantuan untuk olah raga, rekreasi atau hiburan, kantin, tempat istirahat dan lain-lain. BAB X PROGRAM PENINGKATAN KETRAMPILAN 1. Program pendidikan ketrampilan baik dengan menyelesaian sendiri maupun melalui badan-badan lain. 2. Program pendidikan dan latihan dalam rangka alih teknologi dan pengembangan tenaga kerja bagi perusahaan yang mempekerjakan Tenaga kerja Asing. BAB XI TATA TERTIB KERJA 1. Tindakan disiplin berupa pelanggaran tata tertib dengan pemberian peringatan

2. Setiap tata tertib dan pengumuman yang dikeluarkan oleh perusahaan harus tertulis dan diumumkan agar diketahui para karyawan. BAB XII PENYELESAIAN KELUH KESAH Dalam Bab ini dimuat tata penyampaian keluh kesah (given prosedure) : a. Cara penyampaian dapat dikemukakan secara lisan atau tertulis. b. Penentuan jangka waktu tanggapan keluhan. c. Bila keluhan tidak bisa diselesaikan secara Bipartit, maka penyelesaian agar disalurkan sesuai prosedur Undang-undang No.22 tahun 1957 BAB XIII PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1. Hal-hal yang mengakibatkan hubungan kerja putus karena hukum. 2. Pemutusan Hubungan kerja karena pelanggaran tata tertib dan dilaksanakan setelah menempuh prosedure Undangundang No.12 tahun 1964. 3. Pengunduran diri karyawan dengan ditentukan tenggang waktu permohonan pengunduran diri beserta hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh kedua belah pihak. BAB XIV MASA BERLAKUNYA, PERUBAHAN PERPANJANGAN 1. Masa berlakunya serta tempat penanda tanganan Kesepakatan Kerja Bersama dicantumkan secara jelas. 2. Perubahan dan perpanjangan harus dengan persetujuan kedua belah pihak dan diberitahukan kepada para anggotanya. BAB XV KETENTUAN PENUTUP 1. Nama jabatan/kedudukan yang menandatangani Kesepakatan Kerja Bersama 2. Nomor dan tanggal Surat Kuasa apabila penandatanganan dikuasai kepada pihak lain. 3. Yang berwenang menandatangani Kesepakatan Kerja Bersama selaku pihak :

- Direksi atau Pimpinan Perusahaan atau kuasa yang ditunjuk olehnya (PIHAK PENGUSAHA) - Ketua atau wakil Ketua dan Sekretaris atau Wakil Sekretaris Serikat Pekerja atau Kuasa yang ditunjuk olehnya (PIHAK SERIKAT PEKERJA) 4. Tempat dimana Kesepakatan Kerja Bersama ditanda tangani 5. Jika terjadi salah penafsiran akan diselesaikan secara musyawarah dan bila tidak tercapai agar diserahkan kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat. LAMPIRAN II : PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA Nomor : PER-01/MEN/1985 Tanggal : 25-1-1985 PEDOMAN TATA TERTIB PEMBUATAN KESEPAKATAN KERJA BERSAMA (K K B) I II DASAR Tata Tertib ini dibuat berdasarkan surat permintaan No....tanggal......Dari pihak... untuk bermusyarawarah membuat Kesepakatan Kerja Bersama (KKB). TUJUAN Tata Tertib ini dibuat dengan tujuan untuk memperlancar dan demi tertibnya musyawarah pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama KKB). III SUSUNAN TEAM Susunan anggota masing-masing Team adalah: a. Dari Pengusaha sesuai surat kuasa No.... Tanggal... terdiri dari : 1. 2. 3. 4. 5. b. Dari Serikat Pekerja sesuai surat kuasa No. : Tanggal......terdiri dari. 1. 2. 3. 4. 5. MASA MUSYARAWAH Musyarawarah pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) dilandasi semangat dan jiwa Hubungan Industrial Pancasila (HIP).

tanpa mengurangi dan bobot Kesepakatan Kerja Bersama kedua belah pihak bersepakat untuk menyelesaiakan Kesepakatan Kerja Bersama dalam jangka waktu paling lama 30 (tigapuluh) hari sejak musyawarah dimulai. TEMPAT MUSYAWARAH a. Materi yang akan dimusyawarahkan terbatas pada materi-materi yang telah dituangkan pada konsep Kesepakatan Kerja Bersama yang telah diajukan. b. Materi yang bersifat normative dan yang umum tidak perlu dibicarakan dalam musyawarah. TEMPAT MUSYAWARAH Musyawarah pembuatan Kesepakatan Kerja Bersama dilakukan di Kantor Perusahaan atau di Kantor Basis Serikat Pekerja, kecuali apabila kedua belah pihak menghendaki ditempat lain. TATA CARA MUSYAWARAH (1) Masing-masing Team menunjuk seorang Ketua/Juru Team dan anggota Team dapat berbicara melalui atau setelah mendapat izin dari Ketua/Juru Bicara Teamnya masing-masing. Dalam hal terjadi penggantian Ketua/Juru Bicara masing-masing team dapat disetujui dengan surat pemberitahuan sebelumnya. (2) Masing-masing Ketua/Juru Bicara Team membuka dan menutup sidang dengan jadwal yang ditentukan secara bergantian. (3) Kedua belah pihak sepakat untuk menggunakan cara-cara musyawarah yang sesuai dengan jiwa dan semangat Hubungan Industrial Pancasila, memelihara ketenangan dan ketertiban serta mencegah timbulnya hal-hal yang dapat mengakibatkan gangguan kelancaran pekerjaan, baik di kantor maupun di pabrik. Semua hal yang sedang atau akan dirundingkan, disepakati untuk tidak disebarluaskan sampai Kesepakatan Kerja Bersama ini selesai secara tuntas kecuali konsultasi dan dengar pendapat. (4) Tiap perubahan dalam konsep yang telah diajukan harus diberitahukan secara tertulis sebelumnya untuk menghindarkan kelambanan jalannya musyawarah. (5) Bila terjadi perbedaan pendapat tiap Team dapat mengusulkan penundaan sementara yang lamanya disepakati bersama. (6) Bila terdapat pasal yang belum dapat disetujui bersama dalam suatu musyawarah maka pasal tersebut dapat ditunda untuk dibahas pada musyawarah berikutnya. (7) Kedua belah pihak menandatangani materi yang telah disepakati pada waktu itu juga. (8) Pasal-pasal yang tidak dapat disepakati, maka dengan kesepakatan kedua belah pihak penyelesaiannya dapat dimintakan jasa perantara kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja setempat. Hal ini hanya bisa dilakukan setelah seluruh materi musyawarah selesai dibicarakan oleh kedua belah pihak. (9) Masing-masing Team menunjuk seorang anggotanya sebagai pencatat (notulen) untuk membuat catatan-catatan sidang. Hasil catatan pencatat (Notulen) setiap kali selesai ditanda tangani oleh masing-masing Ketua/Juru Bicara Team. VII. SAHNYA MUSYAWARAH Seluruh hasil musyawarah mulai berlaku dengan waktu yang ditetapkan dalam Kesepakatan Kerja Bersama. Apabila waktu berlakunya tidak ditetapkan, Kesepakatan Kerja Bersama berlaku sejak tanggal ditanda tangani oleh kedua belah pihak dan disaksikan oleh pejabat Departemen Tenaga Kerja. IX. LAIN-LAIN Hal-hal yang belum diatur dalam Tata Tertib musyawarah ini, akan ditentukan kemudian oleh kedua belah pihak. KETUA/JURU BICARA TEAM SERIKAT PEKERJA KETUA/JURU BICARA TEAM PENGUSAHA